• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kuznets, didefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORITIS. Kuznets, didefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Kuznets, didefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai “kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya. Definisi ini mempunyai 3 (tiga) komponen: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dan meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan idiologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat (Jhingan, 2000). Kuznets (Todaro, 2004) juga mengemukakan enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi sebagai berikut:

a. Tingkat pertambahan output perkapita dan pertambahan penduduk yang tinggi. b. Tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi, khususnya produktivitas

tenaga kerja

c. Tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi d. Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi

(2)

e. Adanya kecenderungan daerah yang mulai atau sudah maju perekonomiannya untuk berusaha menambah bagian-bagian daerah lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku

f. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sepertiga bagian penduduk dunia.

Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dimana penekanannya pada tiga hal yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses” bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Tekanannya pada perubahan atau perkembangan itu sendiri.

Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan “output perkapita”. Dalam pengertian ini, teori tersebut mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat (Boediono, 1992).

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya baru terjadi jika jumlah barang dan jasa secara fisik yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah

(3)

besar pada tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu, untuk melihat peningkatan jumlah barang yang dihasilkan maka pengaruh perubahan harga-harga terhadap nilai pendapatan daerah pada berbagai tahun harus dihilangkan. Caranya adalah dengan melakukan perhitungan pendapatan daerah didasarkan atas harga konstan.

Sejak lama ahli-ahli ekonomi telah menganalisis faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan kepada pertumbuhan ekonomi yang berlaku diberbagai negara dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan suatu negara adalah: kekayaan sumber daya alam dan tanahnya, jumlah dan mutu tenaga kerja, barang-barang modal yang tersedia, tingkat teknologi yang digunakan dan sistem sosial dan sikap masyarakat.

Beberapa teori yang menerangkan mengenai hubungan diantara berbagai faktor produksi dengan pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitian ini pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Pandangan-pandangan teori tersebut antara lain:

2.1.1. Teori Pertumbuhan Klasik

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Walaupun

(4)

menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada banyak faktor, ahli-ahli ekonomi klasik terutama menitikberatkan perhatiaannya kepada pengaruh pertambahan penduduk pada pertumbuhan ekonomi.

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini berarti pertumbuhan ekonomi tidak akan terus menerus berlangsung. Pada permulaannya, apabila penduduk sedikit dan kekayaan alam relatif berlebihan, tingkat pengembalian modal dan investasi yang dibuat adalah tinggi. Pengusaha akan mendapat keuntungan yang besar. Ini akan menimbulkan investasi baru, dan pertumbuhan ekonomi terwujud. Keadaan seperti ini tidak akan terus menerus berlangsung. Apabila penduduk sudah terlalu banyak, pertambahannya akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap penduduk telah menjadi negatif kemakmuran masyarakat menurun kembali. Ekonomi akan mencapai tingkat kemakmuran yang sangat rendah. Apabila keadaan ini dicapai, ekonomi dikatakan telah mencapai keadaan tidak berkembang (Stasionary State). Pada keadaan ini pendapatan pekerja hanya mencapai tingkat cukup hidup (subsistence). Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik setiap masyarakat tidak akan mampu menghalangi terjadinya keadaan tidak berkembang tersebut.

Teori pertumbuhan ekonomi klasik melihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi marginal adalah lebih tinggi daripada pendapatan perkapita. Maka pertambahan penduduk akan menaikkan pendapatan perkapita. Akan tetapi apabila penduduk sudah semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang

(5)

akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marginal akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan perkapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya.

Penduduk yang terus bertambah akan menyebabkan pada suatu jumlah penduduk yang tertentu produksi marginal telah sama dengan pendapatan perkapita. Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimum. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimum.

2.1.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-Domar

Dalam model Harrod-Domar, pertumbuhan ekonomi akan ditentukan oleh dua nsur pokok, yaitu tingkat tabungan (investasi) dan produktivitas modal (capital output

atio). Agar dapat tumbuh secara berkelanjutan, masyarakat dalam suatu perekonomian

harus mempunyai tabungan yang merupakan sumber investasi. Makin besar tabungan, yang berarti makin besar investasi, maka akan semakin tinggi pertumbuhan Oleh kerena itu, H-D menyatakan bahwa investasi merupakan faktor penentu yang sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi. Aspek yang dikembangkan adalah aspek yang menyangkut peranan investasi (I) dalam jangka panjang. Menurut H-D, pengeluaran investasi tidak hanya berpengaruh (lewat proses multiplier) terhadap permintaan agregat (D), tetapi juga terhadap permintaan agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Secara sederhana kaitan antara pertumbuhan ekonomi, tabungan dan investasi dalam versi model H-D dapat dinyatakan sebagai berikut:

Misalkan tabungan (S) suatu proporsi (s) adalah bagian dalam jumlah tertentu dari pendapatan nasional (Y)

(6)

S=s.Y...(1)

Sementara itu, Investasi (I) didefinisikan sebagai perubahan dari stok modal (∆K),

I=K …...(2)

Akan tetapi, karena jumlah stok modal K mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output Y, seperti telah ditunjukkan oleh rasio modal-output, k, maka:

K = k atau K/ Y = k Akhirnya K = k.Y…... (3)

Mengingat jumlah keseluruhan dari tabungan nasional (S) harus sama dengan keseluruhan investasi (I), maka persamaan berikutnya dapat ditulis sebagai berikut:

S = I ... (4)

Dari persamaan (1) di atas telah diketahui bahwa S = sY dan dari (2) dan (3), dapat diketahui bahwasanya: I=K = k Y. Dengan demikian, `identitas' tabungan yang

merupakan persamaan modal dalam persamaan (4) adalah sebagai berikut:

S=sY=k Y= k=I... (5)

atau bisa diringkas menjadi

sY = k Y... (6)

Selanjutnya, apabila kedua sisi persamaan (6) dibagi mula-mula dengan Y dan kemudian dengan k, maka akan didapat:

Ŷ/Y= s/k ...(7) Dimana:

(7)

s = tingkat tabungan nasional

k = ICOR (Incremental Capital Output Ratio, K/ Y atau I/ Y) Y = Output nasional atan GNP, k: = stock kapital, I=investasi

Persamaan tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi (Ŷ /Y) ditentukan secara bersama-samna oleh rasio tabungan nasional (s), dan rasio modal output nasional (k), dan memiliki makna secara ekonomi bahwa agar suatu perekonomian dapat bertumbuh, maka perekonomian yang bersangkutan haruslah menabung dan menginvestasikan proporsi tertentu dari GNP-nya. Semakin banyak suatu perekonomian menabung dan menginvestasikan, semakin pesat pertumbuhan ekonominya (Todaro, 2004).

2.1.3. Model Pertumbuhan Solow

Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan (Mankiw, 2007). Dalam model ini, pertumbuhan ekonomi jangka panjang ditentukan secara exogen, atau dengan kata lain ditentukan di luar model. Model ini memprediksi bahwa pada akhirnya akan terjadi konvergensi dalam perekonomian menuju kondisi pertumbuhan steady-state yang bergantung hanya pada perkembangan teknologi dan pertumbuhan tenaga kerja. Dalam hal ini, kondisi steady-state menunjukkan equilibrium perekonomian jangka panjang (Mankiw, 2007).

(8)

Asumsi utama yang digunakan dalam model Solow adalah bahwa modal mengalami diminishing returns. Jika persediaan tenaga kerja dianggap tetap, dampak akumulasi modal terhadap penambahan output akan selalu lebih sedikit dari penambahan sebelumnya, mencerminkan produk marjinal modal (marginal product of

capital) yang kian menurun Jika diasumsikan bahwa tidak ada perkembangan

teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja, maka diminishing return pada modal mengindikasikan bahwa pada satu titik, penambahan jumlah modal (melalui tabungan dan investasi) hanya cukup untuk menutupi jumlah modal yang susut karena depresiasi. Pada titik ini perekonomian akan berhenti tumbuh, karena diasumsikan bahwa tidak ada perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja.

Pertumbuhan ekonomi menurut model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa menuju pertumbuhan steady-state yang bergantung hanya pada perkembangan teknologi dan pertumbuhan tenaga kerja.

Kenaikan tingkat tabungan akan mengarah ke tingkat pertumbuhan ekonomi output yang tinggi hanya jika kondisi steady-state dicapai. Saat perekonomian berada pada kondisi steady-state, tingkat pertumbuhan output per pekerja hanya bergantung pada tingkat perkembangan teknologi. Hanya perkembangan teknologi yang bisa menjelaskan peningkatan standar of living yang berkelanjutan.

Model solow diawali dari fungsi produksi Y/L = F(K/L) dan dituliskan sebagai y=f(k), dimana y = Y/L dan k=K/L produksi ini menunjukkkan bahwa jumlah output

(9)

per pekerja (Y/L) adalah fungsi dari jumlah modal per pekerja (K/L) fungsi produksi mengasumsikan diminishing return terhadap modal yang mencerminkan dari kemiringan dari fungsi produksi tersebut. Kemiringan fungsi produksi menggambarkan produk marjinal modal (marginal product of capital) yang menggambarkan banyaknya output tambahan yang dihasikan seorang pekerja ketika mendapatkan satu unit modal tambahan (Mankiw, 2007)

Model solow secara matematis sebagai berikut:

∆k = sf (k)-(n+∂+g)k ...(8) Dengan y= f(k)=F(K/L)

n = tingkat pertumbuhan penduduk δ= depresiasi

k= modal per pekerja = K/L y= output per pekerja = Y/L s= tingkat tabungan

g= tingkat perkembangan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja

Pada model solow tanpa perkembangan teknologi, perubahan modal per pekerja ditentukan oleh tiga variabel berikut:

a. investasi ( tabungan ) per pekerja,

b. pertumbuhan penduduk: pertumbuhan penduduk akan menurunkan tingkat modal per pekerja

(10)

Dalam kondisi steady-state, ∆k harus sama dengan nol sehingga: sf(k*)=(n+∂)k*

Dengan k* adalah k pada kondisi steady- state dan y*=f(k*) Konsumsi pada kondisi steady-state menjadi c*=f(k*)-(n+∂)k*

Secara grafik, model pertumbuhan solow( tanpa perkembangan teknologi)

Sumber: N. Gregory Mankiw (Makro Ekonomi edisi delapan) Gambar 2.1. Grafik Model Pertumbuhan Solow

Jika sy>(n+d)k, atau jika tingkat tabungan lebih besar daripada tingkat pertumbuhan penduduk ditambah tingkat depresiasi, maka modal per pekerja (k) akan naik. Kondisi ini dikenal sebagai capital deepening. Sementara capital widening merujuk pada kondisi saat modal meningkat pada tingkatan yang hanya cukup untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk dan depresiasi.

Kurva-kurva pada gambar di atas berpotongan di titik A, yaitu titik

steady-state. Pada kondisi steady-state, output per pekerja adalah konstan. Namun demikian,

(11)

Sisi sebelah kiri titik A, misalnya titik k1, menunjukkan tabungan per pekerja yanglebih besar dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan tingkat modal yang mapan, sehingga mendorong peningkatan modal per pekerja. Ini menunjukkan capital deepening dari y1 ke y0, mendorong peningkatan output per pekerja. Di sebelah kanan titik A, dimana sy < (n+d)k, misalnya pada titik k2, modal per pekerja menurun karena investasi tidak cukup mengatasi pertumbuhan penduduk dan depresiasi. Oleh karenanya, output per pekerja turun dari y2 ke y0.

Sumber: N. Gregory Mankiw (Makro Ekonomi edisi delapan)

Gambar 2.2. Model Pertumbuhan Solow dengan Perubahan pada Tingkat Tabungan

Fungsi tabungan s2f (atau s1f(k)) yang menggambarkan naiknya tingkat tabungan. Tabungan per pekerja pada kondisi ini lebih besar dari pertumbuhan penduduk ditambah depresiasi, sehingga akumulasi modal meningkat yang menyebabkan pergeseran kondisi steady-state. Pertumbuhan tabungan pada awalnya

(12)

menyebabkan perekonomian berkembang dengan cepat, namun akhirnya akan kembali ke kondisi steady-state dengan pertumbuhan sama dengan n (pertumbuhan penduduk). Pada titik ini, jumlah modal dan produktivitas per pekerja lebih tinggi, namun pertumbuhan ekonomi berada pada tingkat yang sama dengan pertumbuhan sebelumnya ada peningkatan tabungan.

Sumber: N. Gregory Mankiw (Makro Ekonomi edisi delapan )

Gambar 2.3. Model Pertumbuhan Solow Dengan Perubahan Pada Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk pada grafik diatas, kenaikan tingkat pertumbuhan penduduk dari n ke n1 menghasilkan garis capital widening baru (n1+d). Kondisi

steady-state tingkat per pekerja yang lebih rendah dibandingkan kondisi steady-state

awal titik B, memiliki tingkat modal per pekerja yang lebih rendah dibandingkan kondisi steady-state awal di titik A. Model Solow memprediksi bahwa perekonomian dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi akan memiliki tingkat modal per pekerja yang lebih rendah dan karenanya pendapatan yang lebih rendah pula. Ada dua masalah dalam perhitungan besarnya perbedaan pendapatan berdasarkan

(13)

perbedaan modal. Pertama, perbedaan modal yang dibutuhkan adalah terlalu besar. Tidak ada bukti mengenai perbedaan pada stok modal. Kenyataan bahwa rasio modal-output adalah konstan terhadap waktu. Kedua, adalah perbedaan dalam modal-output untuk modal yang berbeda tanpa perbedaan tenaga kerja efektif akan berimplikasi pada keragaman yang sangat besar pada tingkat pengembalian terhadap modal. Jika pasar bersifat kompetitif, tingkat pengembalian terhadap modal adalah sama dengan produk marginal, f(k) dikurangi depresiasi.

2.1.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Endogenous

Teori Pertumbuhan endogen merupakan suatu teori pertumbuhan yang menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses yang bersumber dari dalam suatu sistem (Romer, 2007). Teori pertumbuhan endogen muncul sebagai kritik terhadap teori pertumbuhan Neoklasik mengenai diminishing marginal

producitivity of capital dan konvergenitas pendapatan di berbagai negara. Berdasarkan

studi empiris yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak adanya konvergenitas pendapatan di berbagai negara Hal ini karena pada negara - negara yang sudah maju, telah mengembangkan teknologi yang dapat meningkatkan kapasitas produksinya. Kemajuan teknologi tersebut salah satunya didukung oleh adanya sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mereka dapat melakukan inovasi teknologi yang dapat memberikan manfaat besar terhadap pembangunan. Sehingga walaupun negara berkembang mampu meningkatkan akumulasi modal fisiknya, akan tetapi perkembangan tersebut belum dapat mengejar ketertinggalan dengan negara maju. Dalam hal ini teori pertumbuhan endogen menjelaskan mengapa akumulasi modal

(14)

tidak mengalami diminishing return, tetapi justru. mengalami increasing return dengan adanya spesialisasi dan investasi di bidang sumber daya manusia (Meier, 2000).

Teori pertumbuhan endogen memiliki tiga elemen didasari, yakni (Rivera Butiz dan Romer. 2007.), pertama, perubahan tehnologi yang bersifat endogen melalui proses akumulasi pengetahuan; kedua, adanya penciptaan ide baru oleh perusahaan sebagai akibat adanya mekanisme spillover dan learning by doing dan ketiga, produksi barang barang konsumsi yang dihasilkan oleh fungsi produksi pengetahuan yang tumbuh tanpa batas.

Teori pertumbuhan endogen yang dipelopori oleh Romer (2007) dan Lucas (1988) merupakan awal kebangkitan dari pemahaman baru mengenai faktor faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang (Pack, 1994). Hal ini seiring dengan perkembangan dunia yang ditandai oleh perkembangan teknologi modern yang digunakan dalam proses produksi. Sehingga permasalahan dalam pertumbuhan ekonomi tidak bisa dijelaskan secara baik oleh teori Neoklasik, seperti penjelasan mengenai decreasing return to capital, persaingan sempurna dan eksogenitas teknologi dalam model pertumbuhan ekonomi (Grossman dan Helpman, 1994).

Munculnya teori pertumbuhan endogen dapat dinyatakan dalam suatu persamaan: Y = AK, dimana Y merupakan tingkat output, A menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi (teknologi, sedangkan K merupakan stok modal fisik dan sumber daya manusia). Dalam model pertumbuhan tersebut tidak terjadi penurunan

(15)

hasil yang menurun dari modal (diminishing marginal of capital) seperti pada teori neoklasik. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai eksternalitas (sumber daya manusia, kemajuan teknologi) yang dapat mengimbangi berbagai kecenderungan terjadinya penurunan hasil (Pack, 2004 Romer dan Martin, 2007). Dalam hal ini Romer menekankan pentingnya eksternalitas yang berhubungan dengan pembentukan modal manusia dan pengeluaran untuk kegiatan penelitian. Dengan model pertumbuhan Y=AKα dimana α=l, maka model pertumbuhan endogen menunjukkan bahwa akumulasi modal, pengetahuan dan pengalaman (learnig by doing) tidak akan mengalami pertambahan hasil yang menurun. Sehingga terdapatnya peningkatan dalam rasio K/L, maka akan dapat meningkatkan Y/L secara proporsional. Kemudian rasio K/Y atau Capital Output Ratio (COR) akan tetap meskipun terjadi penurunan hasil yang semakin menurun.

Teori pertumbuhan endogen atau teori pertumbuhan baru (new growth theory), teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan endogen, yaitu pertumbuhan GNP yang persistem, yang ditentukan oleh sistem yang mengatur proses produksi dan bukan oleh kekuatan-kekuatan di luar sistem. Teori pertumbuhan endogen berupaya menjelaskan skala hasil yang semakin meningkat dan pola pertumbuhan jangka panjang yang berbeda-beda antar negara.

Aspek yang paling menarik dari model ini adalah, membantu menjelaskan keanehan aliran modal internasional yang memperparah ketimpangan negara maju dangan negara berkembang dikarenakan rendahnya tingkat investasi komplementer dalam sumber daya manusia (pendidikan), infrastruktur, atau riset dan pengembangan.

(16)

Untuk menggambarkan pendekatan pertumbuhan endogen, akan dibahas model pertumbuhan endogen Romer, yang mengasumsikan bahwa proses pertumbuhan berasal dari tingkat perusahaan atau industri:

α ………...…(9)

Kesimetrisan antar industri maka setiap industri akan menggunakan modal dan tenaga kerja pada tingkat yang sama, kemudian fungsi produksi:

Model pertumbuhan endogen mengasumsikan bahwa A bersifat konstan dan bukan meningkat sepanjang waktu, sehingga pada saat ini tidak ada kemajuan teknologi. Dengan memperlihatkan bahwa hasil pertumbuhan pendapatan per kapita di dalam perekonomian akan menjadi:

g-n = β / [1- α + β] ………...(11) Di mana g adalah tingkat pertumbuhan output dan n adalah tingkat pertumbuhan populasi. Seperti dalam model Solow dengan skala hasil konstan, β= 0, maka pertumbuhan per kapita akan menjadi nol (tanpa kemajuan teknologi) namun Romer mengasumsikan bahwa dengan mengumpulkan ketiga sector terdapat eksternalitas modal; β>0sehingga g-n>0 dan Y/L tumbuh. Dalam model Romer bahwa imbasan investasi (atau Teknologi), model tersebut menghindari hasil yang semakin menurun dari investasi modal. Pertumbuhan ekonomi endogen mengasumsikan menghilangkan hasil yang semakin menurun.

Yt = AK L1-α Ќ β i i

(17)

2.1.5. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern

Model yang telah dikembangkan oleh para ahli terdahulu tidak memberikan jawaban yang memuaskan tentang pertumbuhan ekonomi. Dalam teori modern ada tiga, yaitu teori pertumbuhan Rostow, teori Kuznet dan teori Harrod-Domar (Arsyad, 2000). Dalam teori modern, faktor-faktor yang krusial tidak hanya L dan K, tetapi juga pertumbuhan T (yang terkandung di dalam barang modal dan mesin), E, Kewirausahaan (Kw), bahan baku (BB), dan material (Mt). selain itu faktor lain yang oleh teori modern juga dianggap sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan dan kondisi infrastruktur, hukum serta peraturan, stabilitas politik, kebijakan pemerintah (yang antara lain dicerminkan oleh pengeluaran pemerintah), birokrasi, dan dasar tukar internasional (TOT). Pentingnya faktor-faktor ini dapat dilihat kasus-kasus Negara Afrika. Menurut hasil studi yang ada (Tambunan 2003), terhentinya pembangunan ekonomi dinegara-negara tersebut antara lain disebabkan oleh kualitas Lnya yang rendah, politik yang tidak stabil, peperangan, defisit keuangan pemerintah dan keterbatasan infrastrukstur.

Dilihat dari kerangka pemikiran teori modern, ada sejumlah perbedaan mendasar dengan teori neoklasik. Dalam tesori modern, kualitas L lebih penting tetapi juga dari kualitas kesehatannya. Sekarang ini tingkat pendidikan dan kondisi kesehatan menjadi dua variabel bebas yang penting di dalam analisis empiris dengan pendekatan ekonometris mengenai pertumbuhan ekonomi (Faisal, 2002), tingkat pendidikan diukur berdasarkan persentase L yang berpendidikan tinggi terhadap jumlah L atau penduduk yang terdaftar dalam suatu tingkat pendidikan tertentu. Sedangkan tingkat

(18)

kesehatan biasanya diukur berdasarkan tingkat harapan hidup. Demikian juga halnya dengan K, kualitas (yang mencerminkan progress T) lebih penting dari pada kuantitas (akumulasi K). juga Kw, termasuk juga kemampuan seseorang untuk melakukan inovasi, merupakan salah satu faktor krusial dari pertumbuhan ekonomi.

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, faktor ekonomi dan non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sumber alamnya, sumberdaya manusia, modal, usaha, teknologi dan sebagainya. Semua itu merupakan faktor ekonomi. Namun pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terjadi selama lembaga sosial, kondisi politik, dan nilai-nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang. Di dalam pertumbuhan ekonomi, lembaga sosial, sikap budaya, nilai moral, kondisi politik dan kelembagaan merupakan faktor non ekonomi.

Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi jatuh atau bangunnya merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor produksi tersebut. Beberapa faktor ekonomi yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah: 1. Sumber Alam

2. Akumulasi modal 3. Organisasi

4. Kemampuan Teknologi

(19)

Faktor-faktor non ekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor non ekonomi juga memiliki arti penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor non ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan adalah:

1. Faktor Sosial. Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

2. Faktor Manusia. Sumber Daya Manusia merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi.

3. Faktor Politik dan Administratif. Struktur politik dan administrasi yang lemah merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang.

Menurut Nurkse (Jhingan, 2005): “Pembangunan ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik, dan latar belakang histories”. Didalam penelitian ini Pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja,tabungan dan indeks pendidikan menjadi pembahasan.

2.2.1. Definisi Tenaga kerja

Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur pada batas usia kerja, dimana batas usia kerja setiap negara berbeda-beda (Dumairy, 1996). Usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun keatas yang telah dianggap mampu melaksanakan pekerjaan, mencari kerja, bersekolah, mengurus rumah tangga, dan kelompok lainnya seperti pensiunan (Disnaker, 2006).

Secara makro dapat dikatakan bahwa pertumbuhan kesempatan kerja sangat terkait dengan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, laju pertumbuhan

(20)

ekonomi akan mempengaruhi laju pertumbuhan kesempatan kerja. Hubungan antara laju pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhan kesempatan kerja yang semakin tinggi berarti setiap laju pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas (Widodo, 1990).

Kerja menurut Disnaker adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tenaga kerja ini ada yang termasuk ke dalam angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (berumur 15 tahun atau lebih) yang selama seminggu sebelum pencacahan bekerja atau punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja, diantaranya adalah mereka yang selama seminggu yang lalu hanya bersekolah (pelajar dan mahasiswa), mengurus rumah tangga, dan mereka yang tidak melakukan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai pekerja, sementara tidak bekerja atau mencari pekerjaan (Disnaker, 2006).

Angka yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan tenaga kerja. Secara umum, tenaga kerja (manpower) didefenisikan sebagai penduduk yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.

(21)

Sumber: Dinas Ketenaga Kerja

Gambar 2.4. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO) Menurut UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: “Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat ”.

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho dalam Subri, 2006:56). Keseimbangan tersebut dapat berupa lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for labor ).

1. Pandangan Adam Smith (1729 — 1790).

Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang menetukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya

(22)

kalau tidak ada SDM yang mengolahnya, sehinngga bermanfaat bagi kehidupan. Smith juga melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal ban mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan kata lain, alokasi SDM yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

2. Pandangan Lewis (1959)

Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor akan memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja di sektor lain. Ada dua struktur di dalam perekonomian, yaitu subsisten terbelakang dan kapitalis modern. Pada sektor subsisten terbelakang, tidak hanya terdiri dan sektor pertanian, tetapi juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran. Pekerja di sektor subsisten terbelakang mayoritas berada di wilayah pedesaan. Sektor subsisten terbelakang memiliki kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah daripada sektor kapitalis modern. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaan akan mendorong pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dan pedesaan dalam pengembangan industri modern perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja di sektor subsistem terbelakang akan diserap.

Bersamaan dengan terserapnya kelebihan pekerja di sektor industri modern, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat. Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan tingkat pendapatan antara perkotaan dan

(23)

pedesaan. Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaliknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dan sektor subsisten terbelakang ke sektor kapitalis modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi “terlalu banyak”.

3. Pandangan Fei-Ranis (1961)

Leon Fei-Ranis berkaitan dengan negara berkembang yang mempunyai ciri-ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Menurut Fei-Ranis, ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh yakni:

a. Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian) dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama.

b. Tahap di mana pekerja pertanian menambah produksi, tetapi memproduksi lebih kecil dan upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri.

Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pangan saat buruh pertanian menghasilkan produksi lebih besar daripada perolehan upah institusional. Dan dalam ha! in kelebihan pekerja terserap ke sektorjasa dan industri yang terus-menerus sejalan dengan pertambahan produksi dan perluasan usahanya.

(24)

2.2.2. Definisi Tabungan Masyarakat

Tabungan dapat didefinisikan sebagai bagian dari pendapatan tahun ini yang tidak dibelanjakan atau digunakan untuk konsumsi (Nopirib 2006). Sedangkan tabungan nasional adalah pendapatan total dalam perekonomian yang tersisa setelah dipakai. Tabungan nasional dapat di jelaskan dalam persamaan berikut ini:

S = Y – C – G ...(13 ) S= (Y-T-C)+(T-G) ...(14) Tabungan Nasional = tabungan swasta + tabungan publik ...(15) Dimana: S = tabungan nasional

Y= pendapatan nasional T= pendapatan pajak C= konsumsi

G= pengeluaran pemerintah

Dari persamaan diatas dapat disimpulkam bahwa tabungan nasional terdiri dari: a. Tabungan swasta (private saving)

Adalah jumlah pendapatan yang tersisa setelah rumah tangga membayar pajak dan konsumsi mereka, dijelaskan dengan persamaan:

Tabungan Swasta = Y-T-C ...(16) Tabungan swasta terdiri atas dua tabungan, yaitu tabungan perusahaan (corporate

saving) dan tabungan rumah tangga (household saving). Dinegara-negara

berkembang, tabungan swasta domestik mempunyai peranan yang besar dalam mendukung pembentukan modal, dimana komponen utamanya berasal dari

(25)

tabungan rumah tangga, selain dari tabungan perusahaan. Tabungan perusahaan pada umumnya mempunyai peranan lebih kecil di negara berkembang dibandingkan tabungan rumah tangga. Hal ini karena di negara berkembang tersebut mempunyai hambatan seperti pasar modal yang belum berkembang ditambah hukum yang lemah sehingga tidak kondusif untuk dunia usaha,

b. Tabungan Publik (publik saving)

Adalah pendapatan pajak yang tersisa pada pemerintah setelah dikurangi pengeluaran pemerintah.

Tabungan Publik = T – G ...(17) Jika T-G bernilai positif, maka pemerintah akan mengalami budget surplus, yang berarti tabungan publik bernilai positif, dan sektor ini akan ditambahkan pada sektor swasta untuk menambah sumber pembiayaan investasi. Jika T-G bernilai negatif berarti pemerintah mengalami budget deficit yang mencerminkan bahwa tabungan publik bernilai negatif, dan pemerintah harus meminjam dana dari fihak lain untuk menutupi pengeluarannya.

Dengan adanya tabungan memungkinkan terjadinya penanaman modal, dimana penanaman modal akan memperbesar kapasitas produksi perekonomian

Proses pembentukan modal ini berjalan melalui tiga tingkatan (Jhingan, 2000):

1. kenaikan volume tabungan nyata yang langsung tergantung kepada kamauan dan kemampuan untuk menabung

2. keberadaan lembaga kredit dan keuangan untuk menggalakkan dan menyalurkan tabungan

(26)

3. penggunaan tabungan untuk tujuan investasi dalam barang-barang modal oleh perusahaan.

Pendapat J.M.Keynes dalam teorinya mengenai kecenderungan untuk mengkonsumsi (Propensity to consume) yang secara ekplisit menghubungkan antara tabungan dan pendapatan menyatakan bahwa pendapatan dikatakan sebagai salah satu faktor yang menpengaruhi tabungan. Keynes menyatakan suatu fungsi konsumsi modern yang didasari oleh perilaku psikologis modern, yaitu apabila terjadi peningkatan pada pendapatan riil, peningkatan tersebut tidak digunakan seluruhnya untuk meningkatkan konsumsi, tetapi dari sisa pendapatan tersebut juga digunakan untuk menabung. Hal ini dapat dijelaskan dalam persamaan berikut:

S= Y – C ...(18) C=Ĉ + cY ; Ĉ >0 ;0<c<1 ...(19) Dimana : S = saving Ĉ = intercept;tingkat konsumsi ketika pendapatan nol Y =

income c = marginal propensity to consume

Jika kedua persamaan (18) dan (19) atau disebut juga budget constraint tersebut digabungkan, maka akan menjelaskan fungsi persamaan tabungan. Fungsi persamaan tabungan sendiri menjelaskan hubungan tingkat tabungan dan tingkat pendapatan. Dengan mensubtitusikan persamaan konsumsi (18) dengan persamaan budget constraint (19), maka kita akan mendapatkan fungsi persamaan tabungan:

S = Y – C = Y – Ĉ – cY = - Ĉ + (1-c)Y ...(20) Dari persamaan (20) kita dapat melihat bahwa tabungan memiliki hubungan positif dengan pendapatan karena marginal propensity to save, s = 1 – c, adalah positif.

(27)

Dengan kata lain. Tabungan meningkat ketika pendapatan meningkat. Teori ini disebut hipotesis pendapatan absolut. Dalam hipotesis ini digunakan pendapatan saat ini (current income).

Gambar 2.5. Hubungan antara Pendapatan Disposibel, Konsumsi dan Tabungan Pada gambar ditunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah jarak antara garis 450 dengan garis fungsi konsumsi seperti ditunjukan oleh garis S1. Kemudian pada gambar bagian bawah diperlihatkan fungsi tabungan pada tingkat pendapatan disposibel berbeda-beda. Pada tingkat Yd<Yd0, masyarakat mengkonsumsi lebih banyak

Fungsi konsumsi C1 S1 Pendapatan Pendapatan 0 Yd0 Yd1 Fungsi Tabungan Autonomous Consumption Tabungan konsumsi

(28)

daripada pendapatan mereka. Sedangkan disebelah kanan Yd0, konsumsi akan lebih kecil daripada pendapatan sehingga kelebihan pendapatan tersebut akan ditabung.

2.2.3. Definisi Indeks Pendidikan

Modal manusia dalam terminologi ekonomi sering digunakan untuk untuk bidang pendidikan, kesehatan dan berbagai kapasitas manusia lainnya yang ketika bertambah dapat meningkatkan produktivitas. Pendidikan memainkan peran kunci dalam hal kemampuan suatu perekonomian untuk mengadopsi teknologi modern dan dalam membengun kapasitasnya bagi pembangunan dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Kesuksesan dalam pendidikan bergantung juga pada kecukupan kesehatan. Disamping itu kesehatan merupakan prasayarat bagi peningkatan produktivitas. Dengan demikian kesehatan dan pendidikan dapat juga dilihat sebagai komponen vital dalam pertumbuhan dan pembangunan sebagai input bagi fungsi produksi agregat (Todaro, 2002).

Menurut Mill pembangunan ekonomi sangat tergantung pada dua jenis perbaikan, yaitu perbaikan dalam tingkat pengetahuan masyarakat dan perbaikan yang berupa usaha-usaha untuk menghapus penghambat pembangunan seperti adat istiadat, kepercayaan dan berpikir tradisional. Perbaikan dalam pendidikan, kemajuan dalam ilmu pengetahuan, perluasan spesialisasi dan perbaikan dalam organisasi produksi merupakan faktor yang penting yang akan memperbaiki mutu dan efisiensi faktor-faktor produksi dan akhirnya menciptakan pembangunan ekonomi. Menurut Mill, faktor pendidikan melaksanakan dua fungsi yaitu: mempertinggi pengetahuan teknik masyarakat dan mempertinggi ilmu pengetahuan umum. Pendidikan dapat

(29)

menciptakan pandangan-pandangan dan kebiasaan modern dan besar perannya untuk menentukan kemajuan ekonomi masyarakat.

Menurut Mankiw (2003) modal manusia adalah pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh oleh para pekerja melalui pendidikan mulai dari program untuk anak-anak sampai dengan pelatihan dalam pekerjaan (on the job training) untuk para pekerja dewasa. Seperti halnya dengan modal fisik, modal manusia meningkatkan kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa. Untuk meningkatkan level modal manusia dibutuhkan investasi dalam bentuk guru, perpustakaan dan waktu belajar.

Sementara itu untuk menyesuaikan dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi negara-negara berkembang harus memperhatikan kualitas sumber daya manusia, dengan mewujudkan program-program spesifik yakni (Samuelson dan Nordhaus, 2001):

1. Mengendalikan penyakit serta meningkatkan kesehatan dan nutrisi. Meningkatkan standar kesehatan penduduk menyebabkan peningkatan produktivitas mereka sebagai tenaga kerja. Pusat kesehatan masyarakat dan penyediaan air bersih merupakan modal sosial yang bermanfaat.

2. Meningkatkan pendidikan, menurunkan angka buta huruf dan melatih tenaga kerja. Manusia terdidik merupakan tenaga kerja yang lebih produktif karena mampu menggunakan modal secara lebih efektif, mampu mengadopsi teknologi dan mampu belajar dari kesalahan.

3. Di atas semua itu, tidak boleh mengestimasi secara lebih rendah (under estimate) terhadap pentingnya sumberdaya manusia.

(30)

Becker (1993) mengemukakan bahwa teori modal manusia telah menjadi pemikiran banyak pihak sejalan dengan berhasilnya umat manusia mengendalikan tingkat pertumbuhan penduduk, menanggapi kekhawatiran Malthus akan adanya bencana bagi umat manusia bila penduduk terus bertambah. Teori modal manusia pada dasarnya membahas proses merumuskan bentuk-bentuk investasi yang bisa ditanamkan kepada manusia, sebab manusia diakui sebagai salah satu sumberdaya yang diperlukan dalam kegiatan produksi barang dan jasa dalam perekonomian.

Samuelson dan Nordhaus (2001) menyebutkan bahwa input tenaga kerja terdiri dari kuantitas dan keterampilan tenaga kerja. Banyak ekonomi percaya bahwa kualitas input tenaga kerja yakni keterampilan, pengetahuan dan disiplin tenaga kerja merupakan elemen paling penting dalam pertumbuhan ekonomi. Suatu negara yang mampu membeli berbagai peralatan canggih tapi tidak mempekerjakan tenaga kerja terampil dan terlatih tidak akan dapat memanfaatkan barang-barang modal tersebut secara efektif. Peningkatan melek huruf, kesehatan dan disiplin serta kemampuan menggunakan komputer sangat meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

Kubo dan Kim (1996) mengemukakan bahwa elemen pokok dari teori pertumbuhan Neo Klasik dapat diringkas sebagai berikut:

1. Bahwa pendapatan perkapita suatu negara tumbuh pada tingkat perkembangan teknologi yang given dari luar (eksogen)

2. Bahwa pendapatan perkapita negara-negara miskin cenderung tumbuh pada tingkat yang tinggi jika hal-hal ini tetap (konvergen)

(31)

Dalam perkembangannnya model Neo Klasik dikritik oleh Model Pertumbuhan Endogen, yang diawali oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) yang mengasumsikan tingkat pengembalian yang konstan atau meningkat terhadap modal. Teori Pertumbuhan Endogen membangun komponen endogen perkembangan teknologi sebagai bagian integral dari teori pertumbuhan. Teori ini juga berusaha menjelaskan observasi yang berbeda terhadap pendapatan per kapita berbagai negara dimana model Neo Klasik gagal ditetapkan. Faktor-faktor seperti modal manusia dan pengeluaran riset dan pengembangan digabungkan sebagai komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dalam model itu.

Lucas (1988) berargumen bahwa akumulasi modal manusia melalui investasi (misal meningkatkan waktu belajar) mendorong pertumbuhan endogen. Argumentasinya menekankan pada keuntungan yang disebabkan oleh eksternalitas dari modal manusia yang cenderung meningkatkan tingkat pengembalian modal manusia. Romer (1990) menyebutkan bahwa modal manusia merupakan input kunci pokok untuk sektor riset karena menyebabkan ditemukannya produk baru/ ide yang disadari sebagai pendorong perkembangan teknologi.

Dengan demikian, negara-negara dengan stok awal modal manusia yang lebih tinggi, ekonominya tumbuh lebih cepat. Dengan demikian modal manusia disadari merupakan sumber pertumbuhan yang penting dalam teori pertumbuhan endogen (Kubo dan Kim, 1996).

Bank Dunia (1991) mengemukakan bahwa terdapat tiga alternatif pola pertumbuhan:

(32)

1. Pola I, Pertumbuhan yang Tidak Berkesinambungan: pada pola ini ekonomi tumbuh pada beberapa fase pertumbuhan yang pesat, namun tingkat pertumbuhannya menurun, stagnan atau hampir stagnan.

2. Pola II, Pertumbuhan yang Terdistorsi yang ditandai dengan resiko kerusakan sumberdaya alam, kurangnya investasi dalam modal manusia dan subsidi untuk modal fisik.

3. Pola III, pertumbuhan yang berkesinambungan melalui akumulasi aset yang tidak terdistorsi atau seimbang, dengan dukungan publik terhadap pengembangan pendidikan primer dan sekunder, perbaikan kesehatan publik dan perlindungan alam.

Pertumbuhan dalam modal fisik bisa saja melimpah ke modal manusia melalui investasi swasta dalam riset dan pengembangan serta pelatihan dalam teknologi yang lebih tinggi yakni dalam pertumbuhan yang didorong oleh teknologi. Untuk dapat melestarikan pertumbuhan angkatan kerja sebagian besar (dan semakin meningkat besarnya) harus memiliki latar belakang sekolah umum yang cukup supaya dapat menguasai keterampilan teknologi serta berpartisipasi dalam perluasan aktivitas riset dan pengembangan. Oleh karena itu sekolah umum yang disediakan secara publik dan pengetahuan yang dihasilkan secara privat bersifat komplementer.

Ranis dan Stewart (2001) mengemukakan bahwa pembangunan manusia secara luas didefinisikan sebagai mengusahakan orang-orang untuk menjalani hidup lebih lama, lebih sehat dan lebih penuh. Secara sempit, pembangunan manusia diinterpretasikan sebagai refleksi dari status kesehatan dan pendidikan manusia.

(33)

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia merupakn hubungan dua arah yang kuat. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi menyediakan sumber-sumber yang memungkinkan terjadinya perkembangan secara berkelanjutan dalam pembangunan manusia. Sementara sisi lain pengembangan secara berkelanjutan dalam kualitas modal manusia merupakan kontributor penting bagi pertumbuhan ekonomi. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat penting karena sesungguhnya penciptaan lapangan kerja merupakan jembatan utama yang mengaitkan antara keduanya (UNDP,1996).

Hubungan atas-bawah antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia menunjukkan bahwa melalui upaya pembangunan manusia berkemampuan dasar dan berketerampilan. Tenaga kerja termasuk petani, pengusaha dan manajer akan meningkat. Selain itu pembangunan manusia akan mempengaruhi jenis produksi domestik, kegiatan riset dan pengembangan teknologi yang pada akhirnya mempengaruhi komposisi output dan ekspor suatu negara. Kuatnya hubungan timbal balik antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia akan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan pemerintah, distribusi sumber daya swasta dan masyarakat, modal sosial, lembaga swadaya masyarakat dan ormas. Faktor-faktor kelembagaan pemerintah jelas peranannya karena keberadaanya sangat menentukan implementasi kebijakan publik. Faktor distribusi sumber daya juga jelas karena tanpa distribusi sumber daya yang merata (misal dalam penguasaan lahan atau sumber daya ekonomi lainnya) hanya akan menimbulkan frustasi masyarakat dalam proses

(34)

pengambilan kebijakan terhadap sistem dan perilaku pemerintah. Semua faktor-faktor tersebut berperan sebagai katalisator bagi berlangsungnya hubungan timbal balik antara keduanya secara efisien.

2.3. Penelitian Sebelumnya

Devarajan, Swaroop dan Zou (1996) mengemukakan bahwa di 43 negara berkembang selama 20 tahun menunjukkan peningkatan pengeluaran rutin dan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sebaliknya pengeluaran pembangunan menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Fadilah (2004) menemukan Pertumbuhan ekonomi tahun 2003 tumbuh 4,1 %, meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang tercatat sebesar 3,7 %. Seluruh komponen permintaan tumbuh positif, sehingga kontribusi komponen–komponen tersebut dalam pertumbuhan ekonomi juga meningkat. Sementara investasi dan ekspor, walaupun mulai menunjukkan pertumbuhan positif, namun perannya sebagai penggerak perekonomian relatif masih terbatas. Pertumbuhan Ekonomi di negara Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian dunia. Liberalisasi perdagangan dan globalisasi ekonomi telah mempercepat laju pertumbuhan negara-negara tersebut. Perubahan tersebut yang disertai teknologi dan telekomunikasi telah mendorong berkurangnya hambatan-hambatan lalu lintas barang dan modal antar negara

Hanum (2004) yang menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) antara lain menemukan bahwa untuk variabel pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh

(35)

yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Mulatip dan Brodjonegoro (2004) dalam jurnal yang berjudul “Determinan Pertumbuhan Kota di Indonesia”. Dalam penelitian tersebut variabel yang digunakan antara lain yaitu, pertumbuhan kota sebagai variabel terikat. Sebagai variabel bebas yang digunakan yaitu, kepadatan penduduk, urbanisasi (primacy) dan lokalisasi (proporsi manufaktur), pendapatan dan pengeluaran pemerintah, dan tingkat pendidikan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kepadatan penduduk berpengaruh secara negatif terhadap pertumbuhan kota. Urbanisasi (primacy) dan lokalisasi (proporsi manufaktur) secara positif mempengaruhi pertumbuhan kota. Sedangkan pendapatan dan pengeluaran pemerintah secara agregat dan tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan kota. Tingkat pendidikan penduduk sebagai faktor kunci dalam pertumbuhan, berkorelasi positif dengan pertumbuhan kota. Kondisi ini menjelaskan pentingnya peran human capital baik pada level kota maupun level negara.

Ananta (2006) mengidentifikasi terhadap faktor determinan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah Propinsi Jawa Tengah. Studi ini menggunakan metode penelitian deduktif kuantitatif dengan menggunakan Path Analysis. Hasil studi ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan model diagram jalur sebelum krisis (1993-1996), saat krisis (1997-1999) dan setelah terjadi krisis (2000-2005). Pada periode analisis sebelum krisis faktor-faktor yang signifikan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa Tengah adalah jumlah

(36)

penduduk (1,01); teknologi (0,36); dan infrastruktur (0,27) dengan tingkat signifikansi 10%. Sedangkan variable tingkat pendidikan berpengaruh tidak langsung sebesar (0,27) melalui variable teknologi. Pada saat krisis faktor yang signifikan berpengaruh langsung adalah teknologi (0,49), sedang tingkat pendidikan (0,17) berpengaruh tidak langsung dan pada tingkat signifikansi 5%. Sementara setelah krisis faktor yang berpengaruh langsung adalah jumlah penduduk (0,96); teknologi (0,33); infrastruktur (0,32); dan investasi (0,31), sedangkan tingkat pendidikan berpengaruh secara tidak langsung (0,17) melalui teknologi pada tingkat signifikansi 10%. Variabel jumlah penduduk menjadi faktor dominan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah, terutama untuk penduduk yang tinggal di perkotaan. Hal ini disebabkan karena terkait dengan terjadinya aglomerasi di kota-kota besar. Penduduk dan proses produksi ekonomi menumpuk di daerah perkotaan. Di sisi lain, penduduk perkotaan diuntungkan dengan adanya aglomerasi sehingga cenderung memiliki tingkat kesejahteraan yang baik dan menyebabkan tingkat konsumsi lebih tinggi. Sementara proses produksi sendiri diuntungkan dengan adanya kemudahan mencari pangsa pasar dan tenaga kerja.

2.4. Kerangka Berpikir

Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel bebas dan variabel terikat. Berdasar pada uraian sebelumnya maka kerangka pemikiran peneliti dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi (sebagai variabel dependen) yang dipengaruhi oleh tenaga kerja, tabungan masyarakat, indeks pendidikan (variabel independen)

(37)

Gambar 2.6. Kerangka Konseptual

2.5. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kajian empiris yang telah dilakukan sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

1. Tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu, ceteris paribus.

2. Tabungan masyarakat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu, ceteris paribus.

3. Indeks pendidikan Masyarakat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu, ceteris paribus.

Tenaga Kerja Indeks Pendidikan Tabungan Masyarakat Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)Kabupaten Labuhanbatu

Gambar

Gambar 2.2.  Model Pertumbuhan Solow dengan Perubahan pada Tingkat  Tabungan
Gambar 2.3.  Model Pertumbuhan Solow Dengan Perubahan Pada Pertumbuhan  Penduduk
Gambar 2.4. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO)  Menurut UU No. 25  Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok  Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: “Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau  perempuan yang sedang mencari pekerjaan
Gambar 2.5. Hubungan antara Pendapatan Disposibel, Konsumsi dan Tabungan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan antibiotik seftriakson dalam pengobatan demam tifoid di RSI Sultan Agung Semarang lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan antibiotik kloramfenikol

Jarak tempat tinggal responden dari domisili penderita berhubungan signifikan dengan aktivitas pembakaran jerami atau rumput kering di area sekitar kandang pada malam

Proses coloring atau pewarnaan dalam pembuatan iklan Sedekah Buku dilakukan secara digital menggunakan CorelDraw X5, karena semua gambar dalam animasi ini berbasis

Pada awalnya sistem manual tersebut bukan menjadi masalah, namun seiring dengan bertambah banyaknya jumlah mobil yang dimiliki dan bertambah banyaknya jumlah penyewa yang

Metode Pengukuran Indeks Diversifikasi Metode untuk mengukur diversifikasi penda- patan di daerah perdesaan umumnya difokuskan melalui perkiraan pangsa pendapatan

Menurut Zhao (2003) terdapat empat karakter pendorong seorang melakukan migrasi yaitu karakter individu, karakter rumah tangga, karakter wilayah, dan jaringan

Protozoa pada sampel sebelum dan sesudah pembentukan biogas menunjukan jenis yang sama tetapi berkurang cukup banyak hal ini dikarenakan ketika masuk ke dalam digester

Menganalisis dan membuat kategori dari unsur-unsur yang terdapat pada berbagai ekspresiyangdapat diubah menjadi persamaan kuadrat, strategi untuk