• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biomarker yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis Kronik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Biomarker yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis Kronik"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh :

ROSA YULISE PUTRI

110100117

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

ROSA YULISE PUTRI

110100117

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Biomarker yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis

Kronik

Nama : Rosa Yulise Putri

NIM : 110100117

Pembimbing Penguji I

(dr. Riri Andri Muzasti, M.Ked, Sp.PD) (dr. Andika Sitepu Sp.JP (K))

NIP. 197912242008122000 NIP. 197911122008011004

Penguji II

(dr. Terapul Tarigan Sp.A (K)) NIP. 195508251983122001

Medan, Januari 2015 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Pasien yang menjalani HD dalam waktu lama cenderung mengalami penurunan kualitas hidup. Pemantauan biomarker merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penilaian keberhasilan pengobatan pasien HD, yang secara tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap kualitas hidup. Berdasarkan penelitian, terdapat beberapa biomarker yang berhubungan terhadap kualitas hidup pasien HD antara lain traditional biomarkers (adekuasi dialisis dan kadar Hb), nutritional biomarkers (serum kreatinin dan IMT), mineral metabolism biomarkers (serum kalsium, serum fosfat, dan CaXP).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biomarker apa saja yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien HD kronik. Penilaian kualitas hidup dilakukan dengan menilai total skor dari kuesioner SF-36. Desain penelitian menggunakan metode cross sectional yang dilakukan terhadap 96 responden di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan beberapa variabel yang berhubungan dengan kualitas hidup, yaitu kreatinin (p = 0,001), IMT (p = 0,03), dan serum fosfat (p = 0,03). Penilaian multivariat didapatkan 2 variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hidup yaitu kreatinin dan IMT dengan nilai RR masing-masing 4,070 dan 2,294 (p = 0,002 dan p = 0,069).

(5)

ABSTRACT

Patients undergoing HD for a long time tend to have a decrease in quality of life. Monitoring biomarkers are one of the factors that play role in the assessment of treatment success in HD patients, which indirectly will affect the quality of life. According to research, there are several biomarkers associated with quality of life, including traditional biomarkers (dialysis adequacy and Hb), nutritional biomarkers (creatinine and BMI), mineral metabolism biomarkers (calcium, phosphate, and CaXP).

This study aims to determine what type of biomarkers related to quality of life in chronic HD patients. Assessment of quality of life was measured using total score of the SF-36 health survey. The design of this study using cross sectional method, which is performed against 96 respondent in Rasyida Hemodialysis Center.

Bivariate analysis showed that there are several variable associated to quality of life, including creatinine (p = 0,001), BMI (p = 0,03), and phosphate (p = 0,03). Multivariate analysis showed that creatinine and BMI are the variable that have a relationship with quality of life with RR value 4,070 and 2,294 (p = 0,002 dan p = 0,069).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Biomarker yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis Kronik” sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran.

Penyusunan proposal ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Riri Andri Muzasti, M.Ked, Sp.PD selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga proposal ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis.

4. Orang tua penulis yang telah memberikan semangat, doa, dan dukungan kepada penulis.

5. Sahabat-sahabat penulis yang telah bersama-sama saling membantu dan

saling mendukung.

6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung.

(7)

DAFTAR ISI

2.2.2.Penilaian Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis ... 10

2.3. SF-36 ... 11

2.3.1.Definisi... ... 11

2.3.2.Cara Pengukuran... ... 13

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis ... 15

2.4.1.Faktor yang Berhubungan dengan Prosedur Hemodialisis... ... 15

2.4.2.Faktor yang Tidak Berhubungan dengan Prosedur Hemodialisis... ... 17

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…….. 20

3.1. Kerangka Konsep ... 20

3.2. Variabel dan Definisi Operasional... 20

(8)

BAB 4 METODE PENELITIAN……….... 24

4.1. Jenis Penelitian ... 24

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

4.3. Populasi dan Sampel ... 24

4.4. Kerangka Penelitian... 26

4.5. Teknik Pengumpulan Data ... 26

4.6. Pengolahan dan Analisa Data ... 27

4.7. Ethical Clearance... 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 30

5.1. Hasil Penelitian... 30

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 30

5.1.2. Karakteristik Individu... 30

5.1.3. Analisis Bivariat... 33

5.1.4. Analisis Multivariat... 35

5.2. Pembahasan... 36

5.2.1. Hubungan Adekuasi Dialisis dengan Kualitas Hidup... 36

5.2.2. Hubungan Kadar Hb dengan Kualitas Hidup... 37

5.2.3. Hubungan Kadar Kreatinin dengan Kualitas Hidup... 38

5.2.4. Hubungan IMT dengan Kualitas Hidup... 39

5.2.5. Hubungan Kadar Kalsium dengan Kualitas Hidup... 40

5.2.6. Hubungan Kadar Fosfat dengan Kualitas Hidup... 40

5.2.7. Hubungan Kadar CaXP dengan Kualitas Hidup... 42

BAB 6 KESIMPULANDAN SARAN... 43

6.1. Kesimpulan... 43

6.2. Saran... 43

DAFTAR PUSTAKA... 44

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Pasien baru dan pasien aktif yang menjalani HD di Indonesia dari tahun 2007-2011...

10

2.2. Pembagian Skala dan Dimensi SF-36... 12

2.3 Skor Kuesioner SF-36... 13

2.4. Pertanyaan yang mewakili 8 skala kuesioner SF-36... 15

5.1. Karakteristik pasien HD di Klinik Rasyida... 30

5.2. Karakteristik kualitas hidup pasien HD di Klinik Rasyida yang dinilai dengan kuesioner SF 36... 32

5.3. Distribusi responden menurut adekuasi dialisis, kadar Hb, kreatinin, IMT, kalsium, fosfat, dan CaXP dengan kualitas hidup... 33

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1. Prinsip Kerja HD... 9

Skema 3.1. Kerangka konsep penelitian ... 20

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Kuesioner SF-36 Medan Modifikasi

Lampiran 3 Informed Consent

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

Lampiran 5 Data Induk

(12)

DAFTAR SINGKATAN

AV : Arteriovenous

BDI : Beck Depression Inventory

BMI : Body Mass Index

BUN : Blood Urea Nitrogen

CHOICE : Choice of Health Outcomes in Caring for ESRD

ESRD : End-Stage Renal Disease

GFR : Glomerular Filtration Rate

Hb : Hemoglobin

HD : Hemodialisis

IMT : Indeks Massa Tubuh

IRR : Indonesian Renal Registry

KDOQI : Kidney Disease Outcomes Quality Initiative

NKF : National Kidney Foundation

PERNEFRI : Perhimpunan Nefrologi Indonesia

PGK : Penyakit Ginjal Kronik

PTFE : Polytetrafluoroethylene

SF-36 : 36-Item Health Survey Short Form

URR : Urea Reduction Ratio

USRDS : United States Renal Data System

WHO : World Health Organization

CaXP : Calcium-Phosphorous Product

(13)

ABSTRAK

Pasien yang menjalani HD dalam waktu lama cenderung mengalami penurunan kualitas hidup. Pemantauan biomarker merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penilaian keberhasilan pengobatan pasien HD, yang secara tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap kualitas hidup. Berdasarkan penelitian, terdapat beberapa biomarker yang berhubungan terhadap kualitas hidup pasien HD antara lain traditional biomarkers (adekuasi dialisis dan kadar Hb), nutritional biomarkers (serum kreatinin dan IMT), mineral metabolism biomarkers (serum kalsium, serum fosfat, dan CaXP).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biomarker apa saja yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien HD kronik. Penilaian kualitas hidup dilakukan dengan menilai total skor dari kuesioner SF-36. Desain penelitian menggunakan metode cross sectional yang dilakukan terhadap 96 responden di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan beberapa variabel yang berhubungan dengan kualitas hidup, yaitu kreatinin (p = 0,001), IMT (p = 0,03), dan serum fosfat (p = 0,03). Penilaian multivariat didapatkan 2 variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hidup yaitu kreatinin dan IMT dengan nilai RR masing-masing 4,070 dan 2,294 (p = 0,002 dan p = 0,069).

(14)

ABSTRACT

Patients undergoing HD for a long time tend to have a decrease in quality of life. Monitoring biomarkers are one of the factors that play role in the assessment of treatment success in HD patients, which indirectly will affect the quality of life. According to research, there are several biomarkers associated with quality of life, including traditional biomarkers (dialysis adequacy and Hb), nutritional biomarkers (creatinine and BMI), mineral metabolism biomarkers (calcium, phosphate, and CaXP).

This study aims to determine what type of biomarkers related to quality of life in chronic HD patients. Assessment of quality of life was measured using total score of the SF-36 health survey. The design of this study using cross sectional method, which is performed against 96 respondent in Rasyida Hemodialysis Center.

Bivariate analysis showed that there are several variable associated to quality of life, including creatinine (p = 0,001), BMI (p = 0,03), and phosphate (p = 0,03). Multivariate analysis showed that creatinine and BMI are the variable that have a relationship with quality of life with RR value 4,070 and 2,294 (p = 0,002 dan p = 0,069).

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan data dari United States Renal Data System (USRDS) (2012), prevalensi penderita penyakit ginjal tahap akhir atau disebut juga dengan end-stage renal disease (ESRD) di Amerika Serikat tahun 2010 yaitu 1.752 penderita

per satu juta penduduk dan 383.992 diantaranya menjalani hemodialisis (HD). Penyakit ini menghabiskan biaya mencapai $20 milyar tiap tahunnya. Beban ekonomi yang disebabkan oleh masalah kesehatan ini diperkuat oleh dampaknya terhadap kualitas hidup akibat tekanan fisik, psikologis, dan sosial yang ditimbulkan dari penyakit dan pengobatannya (Spiegel et al, 2008).

Di Indonesia, jumlah penderita penyakit ginjal kronik (PGK) pada tahun 2011 yaitu sekitar 12.780 orang dan 6.951 diantaranya menjalani HD. Jumlah ini semakin meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2009 dan 2010 tercatat masing-masing 4.707 dan 5.184 orang menjalani HD (IRR, 2011).

Peningkatan epidemi PGK secara global yang berakhir pada ESRD merupakan masalah yang sangat serius bagi banyak negara berkembang. Perawatan terhadap pasien yang menjalani dialisis tidak hanya fokus pada aspek medis dan teknis, tetapi juga terhadap faktor psikososial (seperti kualitas hidup

dan kepuasan pasien) yang juga akan ikut berpengaruh terhadap kesehatan pasien. Faktor-faktor lain dalam ESRD dengan dialisis, seperti gangguan tidur, gangguan fungsi seksual, anemia, manifestasi klinis dari penyakit komorbid, dan status nutrisi juga turut memberikan dampak terhadap kualitas hidup pasien (Okpechi et al, 2013).

(16)

Terlepas dari metode pengobatan, pasien HD harus menghadapi banyak permasalahan, misalnya gejala fisik, diet khusus, dan pembatasan aktivitas, sementara pengendalian mereka terhadap pengobatan tidak selalu bisa diprediksi (Mavromates, 2005; Zirogiannis et al, 1995 dalam Ginieri-Coccosis et al, 2008).

Secara psikologis, pasien dengan ESRD mempunyai insiden tinggi terhadap kejadian depresi, ansietas, dan mengahadapi kesulitan dalam menerima penyakitnya (Spiegel et al, 2008).

Beberapa studi melaporkan tingginya angka kejadian depresi pada pasien PGK terutama pada pasien yang menjalani terapi HD (Hinrichsen et al, 2010 dalam Wijaya, 2005). Berdasarkan penelitian, prevalensi depresi pada pasien HD dengan menggunakan skor Beck Depression Inventory (BDI) mencapai 51%, selain itu juga ditemukan bahwa 55,5% pasien mempunyai kualitas hidup yang rendah (Cengic, 2010). Pada penelitian tahun 2005, ditemukan bahwa prevalensi depresi pada pasien PGK yang menjalani HD mencapai 31,1% dan sebagian besar komponen kualitas hidup mereka lebih rendah dibandingkan dengan pasien PGK yang menjalani HD tanpa depresi (Wijaya, 2005).

Sedangkan untuk ansietas, dari hasil penelitian terhadap 28 orang (51,9 %) laki-laki dan 26 orang (48,1 %) perempuan penderita PGK yang menjalani HD di Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia, terdapat 42 orang (77,78 %) di antaranya yang mengalami kecemasan. Penderita dengan rerata periode dan frekuensi HD terpanjang mengalami kecemasan ringan, sedangkan penderita

dengan rerata periode dan frekuensi HD terpendek mengalami kecemasan sedang (Luana et al, 2012).

Pemantauan terhadap biomarker merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan pengobatan pasien ESRD yang menjalani HD. Data menunjukkan bahwa kualitas hidup merupakan prediktor yang konsisten terhadap mortalitas secara keseluruhan pada pasien HD. Dengan demikian, penting untuk melengkapi data pasien dengan informasi tentang kualitas hidup pasien secara menyeluruh (Spiegel et al, 2008).

(17)

dialisis dan kadar hemoglobin (Hb)), Nutritional Biomarkers (serum kreatinin dan indeks massa tubuh (IMT)), Mineral Metabolism Biomarkers (serum kalsium, serum fosfat, dan produk kalsium-fosfor (CaXP)) (Spiegel et al, 2008).

Indikator yang digunakan untuk menilai adekuasi dialisis adalah Urea Reduction Ratio (URR) dan Kt/V (Amini et al, 2011). Menurut pedoman Kidney

Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI), target Kt/V yang ideal adalah

1,2 dan URR ≥ 65% (NKF, 2006). Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa tiap penurunan 0,1 dari nilai Kt/V akan meningkatkan resiko kematian sebanyak 7%, meningkatkan angka kejadian rawat inap, dan meningkatkan angka kejadian komorbiditas. Memperbaiki adekuasi dialisis merupakan cara yang praktis dan efisien dalam menurunkan angka kematian, selain itu juga dapat mengurangi biaya perawatan dan menurunkan angka morbiditas (Held et al, 1996; Sehgal, 2001). Pasien yang berada dalam kelompok dialisis yang adekuat mempunyai kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan kelompok dengan dialisis yang tidak adekuat (Chen et al, 2000).

Anemia merupakan komplikasi yang umum terjadi pada keadaan uremia dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien dialisis (Avram et al, 2003). Sekitar 80%-95% pasien PGK yang menjalani dialisis hampir selalu mengalami anemia (Ulya, 2007). Kadar Hb yang ideal terhadap pasien dialisis masih kontroversial, akan tetapi pasien dialisis dengan kadar Hb diatas rekomendasi pengobatan saat ini (>12g/dl) dapat lebih diuntungkan dengan

jangka waktu kelangsungan hidup yang lebih panjang. Kelangsungan hidup pasien dialisis dapat ditingkatkan dengan penatalaksanaan yang lebih baik terhadap anemia (Avram et al, 2003).

Persoalan nutrisi merupakan hal yang umum terjadi pada pasien ESRD dengan dialisis, dan sering dihubungkan terhadap tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Beberapa indikator yang digunakan dalam penilaian nutrisi antara lain serum kreatinin, dan IMT (Pifer et al, 2002).

(18)

kematian sebanyak 60-70% dibandingkan dengan kelompok yang mempunyai kadar kreatinin tinggi (Pifer et al, 2002).

Berbeda dengan masyarakat pada umumnya, IMT yang tinggi tampaknya dapat memberikan efek perlindungan terhadap pasien HD kronik (Pifer et al, 2002). Peningkatan IMT pada pasien HD, dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada populasi tersebut (Fleischmann et al, 1999). Sebaliknya, penurunan IMT > 3,5% diketahui dapat meningkatkan secara signifikan resiko kematian pada pasien HD. Oleh karena itu, dengan perbaikan status gizi dapat memberi dampak yang penting terhadap kelangsungan hidup pasien dialisis (Pifer et al, 2002).

Evidence-based guidelines menentukan beberapa indikator yang digunakan

dalam menilai metabolisme mineral, yaitu serum kalsium, serum fosfat, dan CaXP. ESRD dengan dialisis selalu disertai dengan perubahan terhadap metabolisme mineral. Manifestasi laboratorium yang diakibatkan antara lain, hypocalcemia dan hyperphosphatemia. Metabolisme mineral yang abnormal dapat

menyebabkan terjadinya penyakit metabolik tulang, yang juga akan turut berperan dalam masalah kesehatan lainnya, seperti gangguan otot dan sendi, anemia, neuropati, dan impoten (Young et al, 2005). Selain itu, perubahan kadar serum kalsium, serum fosfat juga akan mempengaruhi pembentukan kalsifikasi vaskular, yang akan berperan dalam terjadinya penyakit oklusi pembuluh darah, termasuk koroner, perifer, dan sirkulasi serebral (Goodman et al, 2000; Tokuyama

et al, 2002; Raggi et al, 2002 dalam Young et al, 2005). Qunibi et al (2004)

menyatakan bahwa peningkatan CaXP berhubungan kuat dengan peningkatan resiko kematian akibat penyakit jantung pada pasien HD.

Oleh karena itu, kualitas hidup penting untuk dimonitor bukan hanya karena sebagai dasar mendeskripsikan konsep sehat tetapi juga karena hubungannya yang sangat erat dengan morbiditas dan mortalitas (Jofre et al, 2000).

(19)

(CHOICE) menggunakan SF-36 sebagai instrumen dalam menilai kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan pada pasien ESRD. USRDS juga telah menggunakan instrumen SF-36 dalam penelitiannya (Chen et al, 2000). SF-36 telah terbukti berguna dalam memantau kesehatan, memantau hasil dalam praktek klinis, dan mengevaluasi hasil pengobatan (Wang et al, 2008). Selain itu, SF-36 juga telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dan isinya telah diperiksa lintas budaya (Bullinger et al, 1998; Wagner et al, 1998).

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang biomarker yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien HD kronik.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : biomarker apa saja yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien HD kronik ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui biomarker yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien HD kronik.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan Traditional Biomarkers (adekuasi dialisis dan kadar Hb) dengan kualitas hidup pasien HD kronik.

2. Untuk mengetahui hubungan Nutritional Biomarkers ( serum kreatinin, dan IMT) dengan kualitas hidup pasien HD kronik.

(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Bidang Pendidikan

Menambah wawasan tenaga medis tentang biomarker yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien HD.

2. Bidang Penelitian

Sebagai data dasar bagi peneliti lain untuk meneliti biomarker lain yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien HD.

3. Bidang Pelayanan Masyarakat

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemodialisis

2.1.1. Definisi dan Prinsip Kerja

HD adalah suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan selaput membran semipermeabel (dialiser), yang berfungsi sebagai nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Black, 2005; Ignatavicius, 2006 dalam Septiwi, 2011).

Sistem HD terdiri dari sistem vaskuler eksternal yang akan dilewati saat darah pasien di transfer ke dalam sistem pipa polietilena steril menuju ke filter dialisis/ dialiser menggunakan pompa mekanik. Darah pasien akan ditransfer menuju sistem vaskuler eksternal tersebut melalui akses vaskuler, yang merupakan akses permanen ke aliran darah untuk HD (Dipiro et al, 2011).

Akses vaskuler dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu

arteriovenous (AV) fistula, AV graft, dan venous catheters. AV fistula dibuat

dengan cara anastomosis vena dan arteri (idealnya arteri radialis dan vena sefalika di lengan bawah). AV fistula membutuhkan waktu lebih kurang 1 sampai 2 bulan sebelum dapat secara rutin digunakan untuk dialisis. Sedangkan AV graft sintetik, yang merupakan pilihan lain untuk akses AV permanen, biasanya menggunakan

polytetrafluoroethylene (PTFE) sebagai penghubung. Secara umum memerlukan

waktu sekitar 2-3 minggu sebelum dapat digunakan secara rutin. Venous catheters merupakan akses vaskuler yang sering digunakan pada pada pasien HD kronik. Venous catheters dapat ditempatkan di vena femoralis, vena subklavia, atau vena

jugularis interna (Dipiro et al, 2011).

(22)

pengangkutan zat terlarut melewati membran semipermeabel, yaitu difusi dan ultrafiltrasi (konveksi) (Daugirdas et al, 2007).

1) Difusi

Proses difusi pada HD berfungsi untuk membuang produk limbah yang terdapat dalam darah. Akibat perbedaan konsentrasi antara darah dan dialisat akan menyebabkan produk limbah dalam darah, yang mempunyai konsentrasi tinggi, bergerak melewati membran menuju dialisat yang mempunyai konsentrasi lebih rendah. Jika darah dan dialisat dibiarkan dalam kedaan statis satu sama lain melalui membran, konsentrasi produk limbah dalam dialisat akan menjadi sama dengan yang di dalam darah, dan pembuangan lebih lanjut dari produk limbah tidak akan terjadi. Oleh karena itu, selama proses HD, untuk mencegah konsentrasi kesetimbangan, gradien konsentrasi antara darah dan dialisat harus dimaksimalkan dengan terus mengisi kompartemen dialisat dengan cairan dialisis segar dan mengganti darah dialisis dengan darah yang belum terdialisis. Biasanya arah aliran dialisat dipompa ke dialiser berlawanan dengan arah aliran darah, hal ini berguna untuk memaksimalkan perbedaan konsentrasi antara produk limbah dengan dialisat (Daugirdas et al, 2007).

2) Ultrafiltrasi

Ultrafiltrasi selama HD diperlukan untuk mengeluarkan akumulasi air, baik yang berasal dari konsumsi cairan maupun metabolisme makanan selama periode interdialitik. Ultrafiltrasi terjadi ketika air didorong oleh tekanan hidrostatik

ataupun tekanan osmotik melalui membran. Air akan terbawa bersama dengan zat terlarut yang melalui pori-pori membran (Daugirdas et al, 2007).

(23)

Gambar 1. Prinsip Kerja HD (Dipiro et al, 2011)

Pada proses HD, darah pasien dipompakan ke dializer dengan kecepatan 300-600 ml/menit. Sedangkan dialisat dipompakan dengan kecepatan 500-1000 ml/menit. Laju pemindahan cairan dari pasien dikontrol dengan cara

menyesuaikan tekanan dalam kompartemen dialisat (Dipiro et al, 2011).

2.1.2. Epidemiologi

Berdasarkan data USRDS, total insidensi kasus dialisis di Amerika Serikat meningkat sebanyak 0,27% pada tahun 2010 menjadi 114.083 kasus. Pada 31 Desember 2010 tercatat prevalensi kasus HD sebanyak 383.992 kasus, dimana terjadi peningkatan sekitar 4% dibandingkan tahun 2009 (USRDS, 2012).

(24)

Tabel 2.1. Pasien baru dan pasien aktif yang menjalani HD di Indonesia dari tahun 2007-2011 (IRR, 2011)

2007 2008 2009 2010 2011

Pasien Baru 4977 5392 8193 9649 15353

Pasien Aktif 1885 1936 4707 5184 6951

2.1.3 Indikasi

Kriteria untuk memulai terapi dialisis, antara lain adanya gejala uremia, hiperkalemia yang tidak respon terhadap terapi konservatif, peningkatan volume ekstraseluler yang persisten, asidosis yang sulit diatasi dengan terapi medis, diatesis hemoragik, creatinine clearance atau GFR dibawah 10 mL/menit (Fauci et al, 2008).

2.2. Kualitas Hidup

2.2.1 Definisi

Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap kedudukannya dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dan berkaitan dengan tujuan, harapan, dan martabat untuk dapat menjalankan peran dan fungsinya. Kualitas hidup merupakan konsep yang luas dan terpengaruh secara kompleks dengan kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, keyakinan pribadi, dan hubungan mereka dengan

lingkungannya (WHO, 1997).

2.2.2 Penilaian Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis

World Health Organization (WHO) mendefinisikan sehat sebagai keadaan

(25)

Penilaian kualitas hidup pasien ESRD yang menjalani HD terdiri dari beberapa aspek, antara lain : efek dialisis terhadap kehidupan sehari-hari, beban dari penyakit, status pekerjaan, fungsi kognitif, kualitas interaksi sosial, fungsi seksual, dukungan sosial, fungsi fisik, peran fisik dalam rutinitas sehari-hari, rasa sakit, persepsi kesehatan umum, peran emosional, fungsi sosial, dan energi (Kastrouni et al, 2010).

Pendekatan yang paling sering digunakan dalam menilai kualitas hidup dalam suatu penelitian adalah dengan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri walaupun beberapa teknik lain seperti wawancara atau melalui telepon dapat digunakan (Wijaya, 2005).

Para ilmuan telah banyak mengembangkan alat ukur yang digunakan untuk menilai kualitas hidup, salah satu kuesioner yang telah digunakan secara luas dan telah tervalidasi adalah SF-36. SF-36 adalah instrumen berupa kuesioner yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas hidup pasien-pasien yang menderita penyakit kronik secara umum (Chen et al, 2000). Penggunaannya telah terbukti bermanfaat dalam memantau kesehatan, hasil praktek klinis, dan mengevaluasi hasil pengobatan (Wang et al, 2008).

2.3. SF-36

2.3.1 Definisi

SF-36 adalah instrumen non-spesifik yang umumnya digunakan untuk

(26)

Tabel 2.2. Pembagian Skala dan Dimensi SF-36 (Kalantar-Zadeh et al, 2001)

Pertanyaan Skala Dimensi

3.Aktivitas berat 6.Menaiki anak tangga beberapa lantai 7.Menaiki anak tangga satu lantai 8.Membungkuk, berlutut, atau jongkok 9.Berjalan lebih dari satu km

10.Berjalan beberapa ratus meter 11.Berjalan seratus meter

12.Mandi dan berpakaian sendiri

13.Mengurangi waktu dalam melakukan pekerjaan

Keterbatasan akibat masalah

fisik 14.Tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan

sempurna

15.Hanya dapat melakukan pekerjaan/aktivitas tertentu

16.Sulit melaksanakan pekerjaan

21.Tingkatan rasa nyeri yang dirasakan Perasaan

sakit/nyeri 22.Rasa nyeri yang mengganggu

1.Kondisi kesehatan secara umum

Kesehatan

36.Kesehatan baik luar biasa

34.Sama sehatnya seperti orang lain 33.Lebih mudah sakit

32.Seberapa lama keterbatasan fisik/emosi

mengganggu aktifitas sosial Fungsi sosial

20. Seberapa besar keterbatasan fisik/emosi mengganggu aktifitas sosial

17.Mengurangi waktu dalam melakukan pekerjaan Keterbatasan akibat masalah

emosional 18.Tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan

sempurna

(27)

Perhatikan pada tabel 2.2. bahwa skala vitalitas dan kesehatan umum merupakan bagian yang timpang tindih dari kedua dimensi, yaitu dimensi kesehatan fisik dan dimensi kesehatan mental. Dan untuk pertanyaan nomor 2, yang merupakan evaluasi terhadap perubahan kesehatan selama satu tahun terakhir, tidak tergabung dalam skor, dimensi, maupun total skor dalam kuesioner SF-36 (Kalantar-Zadeh et al, 2001).

Untuk memudahkan penggunaan dan agar lebih mudah dimengerti, pertanyaan-pertanyaan SF-36 diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, tanpa merubah makna aslinya. Beberapa pertanyaan diterjemahkan dan dimodifikasi ke dalam nilai perkiraan agar tidak membingungkan. Misalnya pertanyaan “Lifting/carrying groceries?” diterjemahkan membawa/ mengangkat belanjaan, mengangkat barang ringan 7-10 kg. “Walking several blocks” diterjemahkan menjadi 100 meter, dan lain-lain. SF-36 yang sudah diterjemahkan dan dimodifikasi ini disebut sebagai SF-36 Medan Modifikasi (Nasution, 2008).

SF-36 Medan Modifikasi telah digunakan secara luas di indonesia untuk mengukur kualitas hidup terkait kesehatan. Selain itu validitasnya juga telah dibuktikan pada populasi umum dan beberapa grup pasien yang bervariasi (Yani, 2010; Lina, 2008; Nasution, 2008).

2.3.2 Cara Pengukuran

Sistem penilaian SF-36, skala dinilai secara kuantitatif, masing-masing

skala terdiri dari 2-10 pertanyaan pilihan berganda, dengan skor antara 0-100, skor yang tinggi menunjukkan kualitas hidup yang baik terkait kondisi kesehatan pasien (Diaz-Buxo et al, McHorney et al dalam Kalantar-Zadeh et al, 2001). Skor 50±10 diartikan kualitas hidup menyerupai populasi normal (Yani, 2010).

Tabel 2.3. Skor Kuesioner SF-36 (RAND, 2014)

No Pertanyaan Kategori Respon Skor

1, 2, 20, 22, 34, 36 1 100

2 75

(28)

4 25

5 0

3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 1 0

2 50

3 100

13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 1 0

2 100

21, 23, 26, 27, 30 1 100

2 80

3 60

4 40

5 20

6 0

24, 25, 28, 29, 31 1 0

2 20

3 40

4 60

5 80

6 100

32, 33, 35 1 0

2 25

3 50

4 75

5 100

Penilaian kuesioner SF-36 terdiri dari 2 langkah. Yang pertama, nilai-nilai numerik (kategori respon) diubah ke dalam skor yang terdapat dalam tabel 2.3.

(29)

nilai dari masing-masing skala tersebut akan dirata-rata kan berdasarkan tabel 2.2. untuk mendapatkan nilai dari 2 dimensi utama, yaitu dimensi kesehatan fisik dan dimensi kesehatan mental. Pertanyaan yang dibiarkan kosong/ data yang hilang tidak dimasukkan ketika menghitung nilai skala. Oleh karena itu, nilai skala merupakan rata-rata untuk semua pertanyaan dalam skala yang dijawab oleh responden (RAND, 2014).

Tabel 2.4. Pertanyaan yang mewakili 8 skala kuesioner SF-36 (RAND, 2014)

Skala Jumlah Pertanyaan Nomor Pertanyaan

Fungsi fisik 10 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12

Keterbatasan akibat masalah fisik

4 13, 14, 15, 16

Keterbatasan akibat masalah emosional

3 17, 18, 19

Vitalitas 4 23, 27, 29, 31

Kesehatan mental 5 24, 25, 26, 28, 30

Fungsi sosial 2 20, 32

Perasaan sakit/nyeri 2 21, 22

Kesehatan umum 5 1, 33, 34, 35, 36

2.4. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis

2.4.1 Faktor yang Berhubungan dengan Prosedur Hemodialisis

1) Lama HD

Dosis minimum durasi HD yang ditetapkan oleh KDOQI adalah 2,5 - 4,5 jam, dan dilakukan 3x seminggu (NKF, 2006). Akan tetapi untuk pengobatan awal, terutama ketika kadar blood urea nitrogen (BUN) sangat tinggi (mis: diatas 125 mg/dL), durasi dialisis dan kecepatan aliran darah harus dikurangi. URR harus ditargetkan ˂ 40%. Hal ini berarti

(30)

menyebabkan disequilibrium syndrome, yang dapat menyebabkan kejang atau koma selama/ setelah dialisis, hal ini diakibatkan pembuangan zat terlarut dalam darah yang terlalu cepat (Daugirdas et al, 2007).

Setelah melewati terapi awal, pasien dapat dievaluasi kembali dan untuk durasi dialisis selanjutnya dapat ditingkatkan menjadi 3 jam, asalkan kadar BUN predialisis ˂ 100 mg/dL. Durasi dialisis selanjutnya dapat dilakukan selama yang diperlukan, tetapi panjang pengobatan dialisis tunggal jarang melebihi 6 jam kecuali tujuan dialisis adalah pengobatan overdosis obat (Daugirdas et al, 2007).

2) Frekuensi HD

Dibandingkan dengan durasi, frekuensi merupakan faktor penentu yang paling utama dari pembuangan zat terlarut dalam HD. Frekuensi HD yang direkomendasikan setidaknya harus dilakukan 3x dalam seminggu pada hampir semua pasien gagal ginjal. Pasien yang menjalani HD 2x seminggu, membutuhkan durasi pengobatan yang lebih lama untuk mendapatkan hasil yang efektif, biasanya minimal 6 jam tiap sesi pengobatan (The Renal Association, 2006).

Frekuensi HD 2x seminggu tanpa disertai dengan peningkatan durasi pengobatan mungkin dapat dilakukan jika pasien mempunyai fungsi ginjal yang berada pada level yang signifikan, seperti GFR diatas 5 mL/menit, dengan syarat fungsi ginjal harus terus dipantau setidaknya setiap 3 bulan,

dan frekuensi HD harus ditingkatkan jika fungsi ginjal menurun (The Renal Association, 2006).

3) Adekuasi Dialisis

Adekuasi dialisis adalah kecukupan dosis HD yang direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien gagal ginjal yang menjalani HD. Tujuan tercapainya adekuasi dialisis adalah untuk menilai efektifitas tindakan HD yang dilakukan (NKF, 2000).

(31)

URR adalah persentasi dari ureum yang dapat dibersihkan dalam sekali tindakan HD (Owen, 2000; Cronnin, 2001 dalam Nurcahyati, 2011). Berdasarkan pedoman KDOQI, target Kt/V yang ideal adalah ≥ 1,2 dan

URR ≥ 65% (NKF, 2006).

Rumus perhitungan Kt/V (Daugirdas, 1993):

ln : Logaritma natural

R : Rasio BUN sebelum dan sesudah dialisis t : Lama dialisis (dalam jam)

UF : Volume ultrafiltrasi (dalam liter) W : Berat badan setelah dialisis (dalam kg)

Rumus perhitungan URR (Owen et al, 1993):

Ct : BUN setelah dialisis

C0 : BUN sebelum dialisis

2.4.2 Faktor yang Tidak Berhubungan dengan Prosedur Hemodialisis 1) Anemia

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai insufisiensi suplai sel darah merah untuk mengantarkan oksigen yang adekuat ke jaringan perifer (Greer et al, 2009). Ada tiga pengukuran konsentrasi yang dapat dilakukan pada whole blood untuk menetapkan adanya anemia, yaitu Hb, hematokrit dan konsentrasi sel darah merah. Berdasarkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), pasien PGK dikatakan anemia jika Hb ≤ 10 gr/dL dan Ht ≤ 30% (PERNEFRI, 2011).

Menurunnya kadar Hb pada pasien dialisis dapat disebabkan oleh faktor kehilangan darah yang lebih banyak , seperti seringnya pengambilan

Kt/V = −ln (R − 0,008 . t) + (4−3,5 . R) × UF/W

(32)

sampel darah atau berkurangnya darah karena proses HD (Yendriwati, 2008).

2) Nutrisi

Keadaan malnutrisi umum dijumpai pada pasien HD kronik dan berhubungan dengan kualitas hidup yang lebih buruk ketika tingkat malnutrisi menjadi lebih parah (Laws, 2000). Banyak faktor yang dapat menyebabkan keadaan malnutrisi pada pasien HD, antara lain penurunan nafsu makan, diet yang tidak tepat, dosis dialisis yang rendah, defisit glukosa dan asam amino selama HD, asidosis, ataupun adanya penyakit komorbid (Stolic et al, 2010). Beberapa indikator yang sering digunakan dalam menilai status nutrisi yaitu : serum kreatinin, dan IMT (Pifer et al, 2002).

Serum kreatinin merupakan hasil pemecahan kreatinin fosfat di dalam otot. Serum kreatinin diproduksi dengan laju konstan oleh tubuh, dan dikeluarkan oleh ginjal. Kadar kreatinin adalah indikator yang sensitif terhadap fungsi ginjal, akan tetapi juga dapat menilai massa otot. Kadar serum kreatinin yang normal pada orang dewasa adalah 0,6-1,2 mg/dL (Hopkins, 2005).

IMT merupakan indikator yang sering digunakan dalam menilai status nutrisi. Pasien HD yang beresiko mengalami malnutrisi energi-protein akibat asupan makan yang kurang dapat dideteksi dengan pengukuran

IMT. Kategori IMT menurut kriteria Asia Pasifik yaitu : berat badan kurang (IMT < 18,5), normal (IMT 18-22,9), berat badan berlebih (IMT ≥ 23)

Rumus perhitungan IMT (Pifer et al, 2002)

BB : Berat badan (dalam kg) TB : Tinggi badan (dalam m)

IMT = ��

(33)

3) Metabolisme mineral

Beberapa indikator yang digunakan dalam menilai metabolisme mineral adalah serum kalsium, serum fosfat, dan kadar CaXP (Block et al, 2004). 50% kalsium dalam darah terikat dengan albumin dan dalam keadaan tidak aktif, sedangkan 50% lainnya yang disebut kalsium bebas/ terionisasi, secara metabolik aktif. Kalsium total adalah pengukuran dari keduanya, yaitu kalsium terikat dan bebas, dan biasanya digunakan dalam menilai penyakit ginjal atau paratiroid. Kadar kalsium total dalam batas normal pada orang dewasa adalah 8,2-10,5 mg/dL atau 2,05-2,54 mmol/L (Hopkins, 2005).

Serum fosfat penting dalam metabolisme sel, pembentukan rigiditas membran sel, serta pembentukan tulang dan gigi. Kadarnya meningkat pada keadaan gagal ginjal, hyperparathyroidism, dan penyalahgunaan diuretik. Kadar serum fosfat dalam batas normal pada orang dewasa adalah 2,5-4,5 mg/dL atau 0,78-1,52 mmol/L (Hopkins, 2005).

(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan dalam skema berikut:

Skema 3.1. Kerangka konsep penelitian

Penelitian ini akan melihat hubungan antara biomarker dengan kualitas hidup pasien HD kronik. Biomarker merupakan variabel independen dan kualitas hidup merupakan variabel dependen. Biomarker yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: adekuasi dialisis, kadar Hb, serum kreatinin, IMT, serum kalsium, serum fosfat, dan CaXP.

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

3.2.1. Variabel Independen

1. Adekuasi dialisis

Definisi Operasional : kecukupan dosis HD

Variabel Independen Variabel Dependen

Biomarker:

-Traditional Biomarkers

• Adekuasi Dialisis

• Kadar Hb

-Nutritional Biomarkers

•Serum Kreatinin

• IMT

-Mineral Metabolism Biomarkers

• Serum Kalsium

• Serum Fosfat

• CaXP

(35)

Cara Ukur : menggunakan rumus URR Alat Ukur : URR = 100×[1 – (Ct / C0)]

Kategori : - adekuat (URR ≥ 65%) - tidak adekuat (URR < 65%) Skala Ukur : nominal

2. Kadar Hb

Definisi Operasional : kadar Hb pasien saat dilakukan penelitian Cara Ukur : data rekam medik

Alat Ukur : kuesioner

Kategori : - tidak anemia (Hb ≥ 10 gr/dL) - anemia (Hb ˂ 10 gr/dL) Skala Ukur : nominal

3. Serum Kreatinin

Definisi Operasional : kadar kreatinin dalam darah pasien HD Cara Ukur : data rekam medik

Alat Ukur : kuesioner

Kategori : - rendah-normal ( ≤ 1,2 mg/dL) -tinggi ( ˃ 1,2 mg/dL)

Skala Ukur : nominal 4. IMT

Definisi Operasional : perbandingan antara berat badan terhadap tinggi badan yang digunakan untuk menilai status nutrisi

Cara Ukur : IMT = ��

(��)2

Alat Ukur : mengukur tinggi badan (cm) mengukur berat badan (kg) Kategori : - underweight-normal (IMT ≤ 22)

-overweight (IMT ˃ 22)

Skala Ukur : nominal 5. Serum Kalsium

(36)

Cara Ukur : data rekam medik Alat Ukur : kuesioner

Kategori : - hipokalsemia (˂ 8,2 mg/dL)

-normal-hiperkalsemia (≥ 8,2 mg/dL) Skala Ukur : nominal

6. Serum Fosfat

Definisi Operasional : kadar fosfat dalam darah pasien HD Cara Ukur : data rekam medik

Alat Ukur : kuesioner

Kategori : - hypophosphatemia-normal (≤ 4,6 mg/dL)

-hyperphosphatemia (> 4,6 mg/dL)

Skala Ukur : nominal 7. CaXP

Definisi Operasional : produk kalsium-fosfor Cara Ukur : data rekam medik

Alat Ukur : kuesioner

Kategori : - normal (≤ 55 mg2/dL2) -tinggi (˃ 55 mg2/dL2) Skala Ukur : nominal

3.2.2. Variabel Dependen

Kualitas Hidup

Definisi Operasional : kualitas hidup pasien HD yang diukur dengan menghitung total skor SF-36

Cara Ukur : menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh pasien Alat Ukur : kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 36 pertanyaan Kategori : kualitas hidup : - baik (≥ 60)

(37)

3.3. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan antara traditional biomarkers: adekuasi dialisis dengan kualitas hidup pasien HD kronik.

2. Ada hubungan antara traditional biomarkers: kadar Hb dengan kualitas hidup pasien HD kronik.

3. Ada hubungan antara nutritional biomarkers: serum kreatinin dengan kualitas hidup pasien HD kronik.

4. Ada hubungan antara nutritional biomarkers: IMT dengan kualitas hidup pasien HD kronik.

5. Ada hubungan antara mineral metabolism biomarkers: serum kalsium dengan kualitas hidup pasien HD kronik.

6. Ada hubungan antara mineral metabolism biomarkers: serum fosfat dengan kualitas hidup pasien HD kronik.

(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan cross

sectional, yaitu mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen dengan melakukan pengukuran sesaat. Dalam penelitian ini dilakukan observasi terhadap biomarker sebagai variabel independen, dan penilaian kualitas hidup pasien HD sebagai variabel dependen.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan, dengan alasan klinik tersebut merupakan salah satu pusat HD di Medan dan mempunyai fasilitas HD dengan kapasitas 35 mesin HD. Penelitian ini akan dilakukan selama bulan Agustus sampai Oktober 2014.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani HD di klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

4.3.2. Besar Sampel

Untuk menentukan jumlah sampel yang diambil dapat dihitung dengan menggunakan rumus estimasi proporsi (Wahyuni, 2007):

�= �

�−�/� .�(� − �)

�� n = besar sampel minimum

�2

1−�/2 = nilai distribusi normal baku (table z) pada � tertentu

p = proporsi pada populasi

(39)

Perhitungan besar sampel :

�1−�/2 = 1,96

p = 0,47 (Nurcahyati, 2011) d = 0,1

� =(1,96) 2

. 0,47(1−0,47) (0,1)2

= 95,69

Dengan demikian, besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini dibulatkan menjadi 96 orang.

4.3.3. Teknik Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara simple random sampling, yaitu setiap subjek dalam populasi mempunyai kesempatan

yang sama untuk terpilih atau untuk tidak terpilih sebagai sampel penelitian, sehingga sampel yang terpilih diharapkan dapat mewakili populasi.

4.3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah : 1. Kriteria inklusi

a. Pasien PGK yang menjalani terapi HD

b. Menjalani terapi HD secara reguler (2x seminggu) selama minimal lebih dari 3 bulan

c. Mengisi kuesioner dengan lengkap d. Memiliki data yang lengkap e. Bersedia menjadi responden 2. Kriteria eksklusi

(40)

4.4. Kerangka Penelitian

Skema 4.1. Kerangka alur penelitian

4.5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data primer dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data sekunder menggunakan rekam medik. Alat pengumpul data dalam penelitian ini berupa lembar pengumpulan data yang meliputi kadar Hb, serum kreatinin, serum kalsium, serum fosfat, dan CaXP. Kemudian lembar alat pengukuran adekuasi dialisis, lembar pengukuran IMT, dan instrumen berupa kuesioner untuk mengukur kualitas hidup.

Pasien HD

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Sampel Penelitian

Penilaian Biomarker - Traditional Biomarkers

• Adekuasi Dialisis

• Kadar Hb

- Nutritional Biomarkers

• Serum Kreatinin

• IMT

-Mineral Metabolism Biomarkers

• Serum Kalsium

• Serum Fosfat

• CaXP

Analisa Data

Data Rekam Medik Kuesioner SF-36

(Penilaian Kualitas Hidup)

Baik Kurang

(41)

4.6.Pengolahan dan Analisa Data

4.5.1. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, maka selanjutnya akan dilakukan pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data; (2) coding, data yang telah terkumpul dikoreksi, kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer; (3) entry, data tersebut dimasukkan ke dalam program komputer; (4) cleaning data, pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam

komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data; (5)

saving, penyimpanan data untuk siap dianalisis; dan (6) analisis data (Wahyuni,

2007).

4.5.2. Analisa Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan progam komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution). Analisa data meliputi: 1. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk menyatakan analisis terhadap 2 variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Tingkat kemaknaan yang

digunakan adalah 5% (�= 0,05) dengan nilai confidence interval yang ditetapkan adalah 95%. Keputusan dari hasil uji statistik menggunakan nilai p. Jika nilai p

≤ � maka ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel dependen. Jika nilai p > � maka tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel

(42)

3. Analisa Multivariat

Analisa multivariat digunakan untuk melihat hubungan beberapa variabel independen dengan satu atau beberapa variabel dependen. Melalui analisis multivariat dapat diketahui variabel independen yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel dependen, pengaruh variabel lain terhadap hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, dan variabel yang dominan terhadap kualitas hidup (Nurcahyati, 2011). Pada penelitian ini untuk melakukan analisa multivariat akan digunakan metode regresi logistik.

4.6. Ethical Clearance

Ethical clearance atau kelayakan etik adalah keterangan tertulis yang

diberikan oleh komisi etik penelitian untuk penelitian yang melibatkan makhluk hidup serta manusia, hewan dan tumbuhan, dimana dinyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu. Penelitian ini akan dilakukan jika sudah mendapatkan izin pelaksanaan penelitian dari pembimbing penelitian, persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU, dan setelah mendapat izin dari pimpinan klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

Sebagai pertimbangan etik, peneliti meyakini bahwa responden akan terlindungi hak-haknya dengan memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:

1. Self Determination

Dalam penelitian ini responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah akan ikut berpartisipasi atau tidak. Responden juga diberi kebebasan untuk mengundurkan diri dari penelitian ini jika responden menghendaki. Saat penelitian ini dilakukan, seluruh responden tidak ada yang drop out atau mengundurkan diri sebagai responden penelitian.

2. Informed Consent

(43)

dalam penelitian ini diminta untuk menandatangani lembar persetujuan subjek penelitian.

4. Privacy

Semua informasi pasien yang diperoleh selama penelitian dijamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

4. Anonymity and Confidentiality

Kuesioner dan lembar lembar pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kode responden, sehingga informasi yang didapatkan dalam penelitian hanya digunakan untuk keperluan analisis data, dan tidak dapat diketahui secara luas untuk publikasi.

5. Protection from Discomfort

(44)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1.Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan yang beralamat di Jalan D.I Panjaitan No. 144, Medan. Klinik ini telah berdiri sejak tanggal 10 November 1995 dan pada saat penelitian ini dilakukan terdapat 243 pasien aktif melakukan HD reguler. Semula berbentuk badan hukum yayasan dan kemudian diubah menjadi badan hukum perseroan terbatas dan terdaftar dengan nama “PT. NURANI UMMI RASYIDA MEDAN’.

Sejak November 2010, KSGH Rasyida telah terakreditasi Manajemen Mutu ISO 9001:2008 oleh SAI GLOBAL dengan nomor registrasi 28282 yang berlaku selama 3 tahun dan telah diakreditasi ulang sampai November 2016.

5.1.2. Karakteristik Individu

Dari 96 responden, didapatkan bahwa 66 orang (68,8%) berjenis kelamin laki-laki, sedangkan sisanya yaitu 30 orang (31,3%) berjenis kelamin perempuan. Sebagian besar pasien yang menjalani HD berumur diatas 50 tahun, yaitu 62 orang (64,6%), sedangkan sisanya yaitu 34 orang (35,4%) berusia <50 tahun, dengan umur rata-rata (54,4 ± 12,1).

Tabel 5.1. Karakteristik pasien HD di Klinik Rasyida

Variabel n % Mean ± SD Nilai Normal

Jenis Kelamin :

laki-laki 66 68,8%

perempuan 30 31,3%

Umur : (54,4 ± 12,1)

˂ 50 Tahun 34 35.4%

≥ 50 tahun 62 64.6%

Adekuasi Dialisis : (68,7 ± 1,5) ≥ 65%

tidak adekuat 1 1%

(45)

Kadar Hb : (10,0 ± 1,3) ≥ 10

anemia 41 42,7%

tidak anemia 55 57,3%

Kreatinin : (12,7 ± 1,7) 0,6 - 1,2

rendah-normal 38 39,6%

tinggi 58 60,4%

IMT : (23,1 ± 3,6) 18 - 22

underweight-normal 45 46,9%

overweight 51 53,1%

Kalsium : (8,4 ± 0,8) 8,2 - 10,5

hipokalsemia 34 35,4%

normal-hiperkalsemia 62 64,6%

Fosfat : (4,7 ± 1,4) 2,5 - 4,6

hypophosphatemia-normal 45 46,9%

hyperphosphatemia 51 53,1%

CaXP : (40,0 ± 16,4) ≤ 55

normal 88 91,7%

tinggi 8 8,3%

Berdasarkan penilaian adekuasi dialisis didapatkan bahwa hampir semua responden mendapatkan HD yang adekuat yaitu sebanyak 95 orang (99%), sedangkan sisanya yaitu 1 orang (1%) tidak mendapatkan HD yang adekuat. Jumlah responden yang mengalami anemia yaitu 41 orang (42,7%), sedangkan yang tidak anemia yaitu 55 orang (57,3%).

Pada pemeriksaan kadar kreatinin, berdasarkan nilai normal yang ditetapkan semua responden mempunyai kadar kreatinin yang tinggi dengan nilai rata-rata (12,7 ± 1,7), oleh karena itu pada penelitian ini digunakan kategori berdasarkan nilai mean dan median, yaitu kategori rendah-normal ≤ 12,5 mg/dL dan kategori tinggi ˃12,5 mg/dL. Jumlah responden dengan kreatinin kategori rendah-normal yaitu 38 orang (39,6%), dan sisanya 58 orang (60,4%) termasuk dalam kategori tinggi.

(46)

responden masuk ke dalam kategori normal-hiperkalsemia yaitu 62 orang (64,6%), dan sisanya termasuk kategori hipokalsemia yaitu 34 orang (35,4%).

Responden dengan hyperphosphatemia yaitu 51 orang (53,1%), sedangkan responden dengan kategori hypophosphatemia-normal terdapat sebanyak 45 orang (46,9%). Hasil pemeriksaan CaXP menunjukkan hampir semua responden mempunyai kadar CaXP yang normal, yaitu 88 orang (91,7%) sedangkan 8 orang (8,3%) mempunyai kadar CaXP yang tinggi.

Tabel 5.2. Karakteristik kualitas hidup pasien HD di Klinik Rasyida yang dinilai dengan kuesioner SF-36

Variabel n % Mean ± SD Nilai Normal

Total Skor SF-36 65,9 ± 16,8 ≥ 60

Kurang Baik 36 37,5%

Baik 60 62,5%

Kesehatan Fisik : 58,0 ± 18,5 ≥ 60

Kurang Baik 49 51,0%

Baik 47 49,0%

Kesehatan Mental : 70,4 ± 15,7 ≥ 60

Kurang Baik 25 26,0%

Baik 71 74,0%

Fungsi Fisik 60,2 ± 29,4 ≥ 60

Keterbatasan Fisik 41,2 ± 40,7 ≥ 60

Rasa Sakit 75,8 ± 25,6 ≥ 60

Kesehatan Umum 51,2 ± 16,9 ≥ 60

Vitalitas 62,8 ± 17,1 ≥ 60

Fungsi Sosial 86,7 ± 23,1 ≥ 60

Keterbatasan Emosi 71,5 ± 43,7 ≥ 60

Kesehatan Mental 80,0 ± 18,5 ≥ 60

Berdasarkan penilaian total skor SF-36 didapatkan bahwa sebagian besar responden mempunyai kualitas hidup yang baik, yaitu 60 orang (62,5%), sedangkan sisanya 36 orang (37,5%) mempunyai kualitas hidup kurang baik. Pada

(47)

mental yang baik yaitu 71 orang (74%), sedangkan sisanya 25 orang (26%) mempunyai kesehatan mental kurang baik.

Pada penilaian 8 skala kualitas hidup didapatkan bahwa sebagian besar mempunyai rata-rata nilai diatas nilai normal, yaitu skala fungsi fisik, rasa sakit, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan memori, dan kesehatan mental. Sedangkan 2 skala mempunyai nilai rata-rata dibawah nilai normal yaitu skala keterbatasan fisik dan kesehatan umum.

5.1.3. Analisis Bivariat

Berdasarkan analisis hubungan antara beberapa biomarker dengan kualitas hidup yang diukur menggunakan kuesioner SF-36, didapati beberapa biomarker berhubungan secara signifikan dengan total skor SF-36.

Tabel 5.3. Distribusi responden menurut adekuasi dialisis, kadar Hb, kreatinin, IMT, kalsium, fosfat, dan CaXP dengan kualitas hidup

Variabel

hypophosphatemia-normal 22 48,9% 23 51,1%

(48)

CaXP :

0,706

normal 34 38,6% 54 61,4%

tinggi 2 25,0% 6 75,0%

a

Signifikan (p value < 0,05)

a. Hubungan adekuasi dialisis dengan kualitas hidup

Responden yang memperoleh HD tidak adekuat dengan kualitas hidup kurang

baik 1 orang (100%), dan responden yang memperoleh HD adekuat tetapi mempunyai kualitas hidup kurang baik 35 orang (36,8%). Pada uji statistik, dikarenakan terdapat 2 cell yang mempunyai frekuensi harapan (expected count) kurang dari 5 maka digunakan uji Fisher’s Exact Test, dan didapatkan p value = 0,375 sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan antara adekuasi dialisis dengan kualitas hidup.

b. Hubungan kadar Hb dengan kualitas hidup

Responden yang anemia dengan kualitas hidup kurang baik 16 orang (39%) sedangkan responden yang tidak anemia dengan kualitas hidup yang kurang baik 20 orang (36,4%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p value = 0,79 sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan antara kadar Hb dengan kualitas hidup.

c. Hubungan kadar kreatinin dengan kualitas hidup

Responden dengan kreatinin rendah-normal dan mempunyai kualitas hidup kurang baik 22 orang (57,9%), sedangkan responden dengan kreatinin tinggi dan mempunyai kualitas hidup kurang baik 14 orang (24,1%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p value = 0,001 sehingga disimpulkan bahwa kadar kreatinin berhubungan dengan kualitas hidup.

d. Hubungan IMT dengan kualitas hidup

(49)

overweight dan mempunyai kualitas hidup kurang baik 14 orang (27,5%).

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p value = 0,03 sehingga disimpulkan terdapat hubungan antara IMT dengan kualitas hidup.

e. Hubungan kadar Kalsium dengan kualitas hidup

Responden yang termasuk kategori hipokalsemia dan mempunyai kualitas hidup kurang baik 12 orang (35,3%), sedangkan responden yang termasuk dalam kategori normal-hiperkalsemia dan mempunyai kualitas hidup kurang baik 24 orang (38,7%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p value = 0,741 sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan antara kadar kalsium dengan kualitas hidup.

f. Hubungan kadar Fosfat dengan kualitas hidup

Responden dengan kategori hypophosphatemia-normal dan mempunyai kualitas hidup kurang baik 22 orang (48,9%) sedangkan responden dengan kategori hyperphosphatemia dan mempunyai kualitas hidup kurang baik 14 orang (27,5%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p value = 0,03 sehingga disimpulkan terdapat hubungan antara kadar fosfat dengan kualitas hidup.

g. Hubungan kadar CaXP dengan kualitas hidup

Responden dengan kadar CaXP normal dan mempunyai kualitas hidup kurang baik 34 orang (38,6%) sedangkan responden dengan kadar CaXP tinggi dan

mempunyai kualitas hidup kurang baik 2 orang (25%). Pada uji statistik, dikarenakan terdapat 1 cell yang mempunyai frekuensi harapan (expected count) kurang dari 5 maka digunakan uji Fisher’s Exact Test, dan didapatkan p value = 0,706 sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan antara kadar CaXP dengan kualitas hidup.

5.1.4. Analisis Multivariat

(50)

model analisa Backward Wald yaitu dimana variabel yang tidak signifikan akan langsung dikeluarkan.

Tabel 5.4. Hasil pemodelan multivariat variabel kreatinin, IMT, dan fosfat

Variabel p RR

Step 1

IMT 0,139 2,014

Fosfat 0,266 1,700

Kreatinin 0,004 3,751

Step 2 IMT 0,069 2,294

Kreatinin 0,002 4,070

Pada tabel 5.4. dapat dilihat bahwa terdapat 2 variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hidup yaitu IMT dan kreatinin. Nilai relative risk (RR) pada IMT yaitu 2,294 artinya pasien HD dengan nilai IMT yang lebih tinggi berpeluang mempunyai kualitas hidup yang lebih baik sebanyak 2,294 kali dibandingkan dengan pasien HD dengan IMT yang lebih rendah. Variabel yang dominan berpengaruh terhadap kualitas hidup adalah kreatinin, dengan nilai RR = 4,070. Hal ini menunjukkan bahwa pasien HD dengan kadar kreatinin yang lebih tinggi berpeluang mempunyai kualitas hidup yang lebih baik sebanyak 4,470 kali dibandingkan dengan pasien HD dengan kadar kreatinin yang lebih rendah.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Hubungan Adekuasi Dialisis dengan Kualitas Hidup

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa hampir seluruh responden memperoleh HD yang adekuat, yaitu 95 orang (99%) dan yang memperoleh HD tidak adekuat hanya 1 orang (1%). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan dosis HD yaitu : time of dialysis, interdialitic time, quick of blood, dialisat flow, klirens dialiser, transmembran pressure, ultrafiltration rate

(Program Pelatihan Teknik Dialisis, 2004 dalam Nurchayati, 2011).

(51)

dosis HD 10-15 jam perminggu. Pada penelitian ini, responden menjalani HD dengan frekuensi bervariasi, pasien yang menjalani HD 2x seminggu menjalani HD selama 5-6 jam, sedangkan pasien yang menjalani HD 3x seminggu menjalani HD selama ± 4 jam.

Hasil analisis dari penelitian ini didapatkan p value = 0,375, sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan antara adekuasi dialisis dengan kualitas

hidup. Penelitian lain yang juga mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Nurcahyati (2010) yang mendapatkan hasil bahwa adekuasi dialisis tidak berhubungan dengan kualitas hidup. Ayoub (2014) juga mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara adekuasi dialisis dan kualitas hidup pasien HD.

Hasil berbeda didapatkan oleh Chen et al (2000) yang melakukan penelitian terhadap 67 orang responden untuk menilai hubungan antara adekuasi dialisis dan kualitas hidup menggunakan kuesioner SF-36, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara adekuasi dialisis dengan kualitas hidup. Septiwi (2011) meneliti hubungan antara adekuasi dialisis dengan kualitas hidup mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara adekuasi dialisis dengan kualitas hidup. selain itu juga diperoleh hasil bahwa responden yang telah mencapai adekuasi dialisis mempunyai peluang sebesar 8,98 kali untuk mempunyai kualitas hidup yang baik dibandingkan responden yang tidak mencapai adekuasi.

5.2.2. Hubungan Kadar Hb dengan Kualitas Hidup

Berdasarkan penilaian kadar Hb, didapatkan bahwa jumlah responden yang mengalami anemia lebih sedikit yaitu 41 orang (55%), dan yang tidak mengalami anemia 55 orang (57,3%).

Sekitar 80% - 95% pasien yang menjalani HD hampir selalu mengalami anemia (Ulya, 2007). Faktor yang sering menyebabkan anemia pada pasien HD, yaitu faktor kehilangan darah yang lebih banyak , seperti seringnya pengambilan

(52)

merah saat proses HD. Oleh karena itu pemberian suplementasi terapi zat besi penting untuk diberikan untuk mencegah defisiensi zat besi.

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa kadar Hb tidak berhubungan dengan kualitas hidup, dengan p value = 0,79. Mingardi et al (1999) melakukan penelitian tentang hubungan kadar Hb dengan kualitas hidup menggunakan kuesioner SF-36, dan mendapatkan hasil yaitu kadar Hb tidak berhubungan dengan total skor dari kuesioner SF-36. Penelitian lain yang juga mendukung dilakukan oleh Nurchyati (2010) yang mendapatkan hasil bahwa kadar Hb tidak berhubungan dengan kualitas hidup.

Hasil yang berbeda didapatkan oleh Finklestein et al (2009) pada penelitian yang dilakukan terhadap 1200 responden untuk menilai hubungan kadar Hb dengan kualitas hidup, dan didapatkan hasil bahwa peningkatan kadar Hb dapat meningkatkan secara signifikan kualitas hidup dimensi kesehatan fisik dan kesehatan secara umum.

5.2.3. Hubungan Kadar Kreatinin dengan Kualitas Hidup

Pada penilaian kadar kreatinin didapatkan jumlah responden yang termasuk kategori rendah-normal 38 orang (39,6%), dan responden yang termasuk kategori tinggi yaitu 58 orang (60,4%).

Pada penelitian ini didapatkan nilai p value = 0,001 sehingga disimpulkan bahwa kadar kreatinin berhubungan dengan kualitas hidup. Penelitian lain yang

juga mendukung dilakukan oleh Allen yang dilakukan terhadap 1545 pasien dialisis dengan membagi kadar kreatinin menjadi 2 kategori, yaitu tinggi >12,2 mg/dL dan rendah < 8,3 mg/dL. Pada penelitian penelitian tersebut didapatkan bahwa kadar kreatinin yang rendah berhubungan dengan kualitas hidup yang buruk (Allen et al, 2002 dalam Spiegel et al, 2008). Penelitian oleh Cindoncha menyatakan bahwa kadar kreatinin cenderung berpengaruh terhadap kualitas hidup yang lebih baik pada pasien HD (Cindoncha et al, 2006 dalam Guerra-Guerrerro et al, 2012).

(53)

orang responden, dan didapatkan hasil bahwa kadar serum kreatinin berkorelasi positif terhadap kualitas hidup, artinya semakin tinggi kadar kreatinin pada pasien HD maka semakin baik pula kualitas hidupnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Yusop et al (2013) juga mendapatkan hasil yang sama, yaitu semakin tinggi kadar kreatinin pada pasien HD maka akan semakin baik pula kualitas hidupnya. Sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Kalantar-Zadeh et al yang juga mendapatkan hasil yang sama, penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa kadar serum kreatinin yang lebih tinggi berhubungan dengan kualitas hidup yang lebih baik terutama fungsi fisik. Hal ini dikarenakan kadar kreatinin yang tinggi berhubungan dengan komposisi otot yang lebih baik, terutama pada ekstremitas bawah (Yusop et al, 2013).

5.2.4.Hubungan IMT dengan Kualitas Hidup

Berdasarkan penilaian IMT didapatkan jumlah responden yang termasuk dalam kategori overweight yaitu 51 orang (53,1%), dan responden yang termasuk dalam kategori underweight-normal yaitu 45 orang (46,9%).

Pasien yang menjalani HD sangat rentan terhadap kejadian malnutrisi. Keadaan malnutrisi akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas (Gunes et al, 2013 dalam Dewantari, 2013). Oleh karena itu pasien yang menjalani HD

dianjurkan untuk mempertahankan asupan nutrisi agar mencukupi. Dengan meningkatkan asupan makanan diharapkan dapat meningkatkan IMT.

Pada penelitian ini didapatkan hasil uji statistik p value = 0,03 sehingga disimpulkan terdapat hubungan antara IMT dengan kualitas hidup. Penelitian lain yang mendukung dilakukan oleh Kalantar-Zadeh et al (2006) yaitu dikatakan bahwa IMT berkorelasi positif dengan kualitas hidup, artinya IMT yang lebih tinggi berhubungan dengan kualitas hidup yang semakin baik.

(54)

tinggi berhubungan dengan kesehatan fisik yang rendah (Goller et al, 1997 dalam Bosolla et al, 2009).

Kalantar-Zadeh et al (2003) menyatakan bahwa IMT yang tinggi pada pasien HD dapat memberikan efek perlindungan terhadap penyakit kardiovaskular, yang secara tidak langsung juga akan turut berpengaruh terhadap kualitas hidup terutama kesehatan fisik, hal ini berbanding terbalik dengan populasi pada umumnya.

5.2.5. Hubungan Kadar Kalsium dengan Kualitas Hidup

Berdasarkan pemeriksaaan kalsium, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden masuk ke dalam kategori normal-hiperkalsemia yaitu 62 orang (64,6%), dan sisanya termasuk kategori hipokalsemia yaitu 34 orang (35,4%).

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p value = 0,741 sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan antara kadar kalsium dengan kualitas hidup. Penelitian lain yang mendukung dilakukan oleh Spiegel et al (2008), mendapatkan hasil yang sama yaitu tidak terdapat hubungan antara kadar kalsium dengan kualitas hidup. Tanaka et al (2007) mendapatkan hasil yang berbeda, yaitu bahwa pasien dengan kadar kalsium yang tinggi lebih cenderung mempunyai kesehatan mental yang buruk.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa peningkatan kadar kalsium berhubungan dengan peningkatan mortalitas yang disebabkan karena peningkatan

resiko penyakit kardiovaskular (Kovesdy, 2010; Slinin, 2005 dalam Yusop et al, 2013). Kalantar-Zadeh et al (2001) menyatakan bahwa mortalitas berhubungan erat dengan kualitas hidup yang rendah pada pasien HD. Oleh karena itu kadar kalsium dalam batas rendah-normal penting untuk dipertahankan untuk meminimalisir komplikasi yang berhubungan dengan kadar kalsium yang tinggi untuk meningkatkan kualitas hidup (Yusop et al, 2013).

5.2.6. Hubungan Kadar Fosfat dengan Kualitas Hidup

(55)

kategori hypophosphatemia-normal terdapat sebanyak 45 orang (46,9%). Block (2004) menemukan bahwa lebih dari 60% pasien HD di amerika serikat mempunyai kadar fosfat di atas nilai rekomendasi.

Hasil uji statistik didapatkan p value = 0,03 sehingga disimpulkan terdapat hubungan antara kadar fosfat dengan kualitas hidup. Penelitian oleh Johansen et al (2007) menyatakan bahwa pasien dengan kadar fosfat yang rendah maupun tinggi berhubungan dengan penurunan kesehatan fisik, namun tidak berhubungan dengan kesehatan mental.

Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Johansen et al (2007) yang dilakukan terhadap 2590 responden dan didapatkan hasil bahwa kadar fosfat yang tidak normal, baik tinggi ataupun rendah berhubungan dengan kesehatan fisik yang buruk. Selain itu juga dikatakan bahwa kadar fosfat yang rendah berhubungan dengan gejala penyakit ginjal yang lebih berat.

Pasien dengan kadar fosfat > 6,5 mg/dL mempunyai faktor resiko kematian 27% lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dengan kadar fosfat antara 2,4-6,5 mg/dL (Block et al, 1998 dalam Qunibi et al, 2004). Penelitian Qunibi et al (2004) menyatakan bahwa peningkatan kadar fosfat > 6,5 mg/dL berhubungan kuat dengan peningkatan resiko kematian akibat penyakit jantung pada pasien HD.Selain itu, kadar fosfat yang tinggi juga diduga berhubungan dengan keadaan penyakit tulang yang lebih berat dan angka kejadian fraktur yang lebih tinggi.

Akan tetapi, walaupun berdasarkan hasil penelitian dilaporkan bahwa

(56)

5.2.7. Hubungan Kadar CaXP dengan Kualitas Hidup

Berdasarkan penilaian kadar CaXP didapatkan sebagian besar responden mempunyai kadar CaXP yang normal yaitu 88 orang (91,7%), dan sisanya 8 orang (8,3%) mempunyai kadar CaXP yang tinggi.

Hasil uji statistik didapatkan p value = 0,706 sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan antara kadar CaXP dengan kualitas hidup. Tanaka et al (2007) meneliti tentang hubungan antara kadar CaXP dengan kualitas hidup pasien HD dengan menggunakan kuesioner SF-36, dan mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada skor kesehatan mental antara responden dengan kadar CaXP yang rendah dan tinggi. Spiegel et al (2008) juga mendapatkan hasil yang sama, yaitu tidak terdapat hubungan antara kadar CaXP dengan kualitas hidup.

(57)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil penelitian ini, adalah sebagai berikut :

1. Kualitas hidup tidak berhubungan dengan adekuasi dialisis, kadar Hb, kalsium, dan CaXP.

2. Kualitas hidup berhubungan dengan kreatinin (p = 0,001) IMT (p = 0,03) dan fosfat (p = 0,03).

3. Faktor yang dominan berhubungan dengan kualitas hidup adalah kreatinin (RR = 4,070; p = 0,002) artinya pasien HD dengan kadar kreatinin yang lebih tinggi berpeluang mempunyai kualitas hidup yang lebih baik sebanyak 4,070 kali dibandingkan pasien HD dengan kadar kreatinin yang rendah. Selain itu, IMT juga berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien HD, dengan RR = 2,294 dan p = 0,069. Hasil ini menunjukkan bahwa pasien HD dengan IMT lebih tinggi berpeluang mempunyai kualitas hidup yang lebih baik sebesar 2,294 kali dibandingkan dengan pasien HD yang mempunyai IMT lebih rendah.

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian serupa untuk menilai pengaruh faktor-faktor

lain terhadap kualitas hidup pasien HD.

2. Untuk tenaga medis, disarankan untuk memberi edukasi kepada pasien HD bahwa kreatinin dan IMT berpengaruh terhadap kualitas hidup.

Gambar

Gambar 1.  Prinsip Kerja HD (Dipiro et al, 2011)
Tabel 2.1. Pasien baru dan pasien aktif yang menjalani HD di Indonesia dari tahun
Tabel 2.2. Pembagian Skala dan Dimensi SF-36 (Kalantar-Zadeh et al, 2001)
Tabel 2.4. Pertanyaan yang mewakili 8 skala kuesioner SF-36 (RAND, 2014)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menilai Hubungan Modifikasi Kadar Natrium Dialisat dengan Kualitas Hidup yang diukur dengan SF 36 Pada Pasien Hemodialisis Reguler. Apabila

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara adekuasi hemodialisis dengan kualitas hidup pasien hemodialisis di unit hemodialisis

Kesimpulan: Kombinasi HD+HP meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis regular baik status kesehatan fisik maupun status kesehatan mental dan mengurangi

Unit Pelayanan Dialisis Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 812 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Dialisis pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan,

Berdasarkan hasil penelitian dan bahasan dapat disimppulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara infeksi virus hepatitis C kronik dengan kualitas hidup pasien PGK

Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Sofiana pada tahun 2010 tentang analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal

20 HUBUNGAN KEPATUHAN DIET DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL Berdasarkan hasil tabel 2 bahwa Lama menjalani Haemodialisa Pasien GGK di RSU Bidadari Binjai terbanyak lama HD <

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa simpulan, yaitu: proporsi nilai adekuasi HD sampel terdiri dari nilai adekuasi (adekuat) mencapai