• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah rahasia bank

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "makalah rahasia bank"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung mutlak pada kepercayaan dari para nasabahnya yang mempercayakan dana simpanan mereka pada bank. Oleh karena itu bank sangat berkepentingan agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dananya, terpelihara dengan baik dalam tingkat yang tinggi. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan system pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut, sedangkan kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak.

Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya adalah menyangkut "dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah identitas nasabah tersebut kepada pihak lain". Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh "rahasia bank".

Rahasia bank akan dapat lebih dipegang teguh oleh bank apabila ditetapkan bukan sekedar hanya sebagai

(2)

kewajiban kontraktual di antara bank dan nasabah, tetapi ditetapkan sebagai kewajiban pidana. Bila hanya ditetapkan sebagai kewajiban kontraktual belaka, maka kewajiban bank itu menjadi kurang kokoh karena kewajiban kontraktual secara mudah dapat disimpangi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dan Dasar Hukum Rahasia Bank ? 2. Bagaimana Teori Rahasia Bank ?

3. Ada berapa Pengecualian Rahasia Bank ?

4. Bagaimana Sanksi Pelanggaran Rahasia Bank ? C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa Pengertian dan Dasar Hukum Rahasia Bank.

2. Untuk mengetahui bagaimana Teori Rahasia Bank.

3. Untuk mengetahui Beberapa Pengecualian Rahasia Bank. 4. Untuk mengetahui bagaimana Sanksi Pelanggaran

Rahasia Bank. D. Metode Penulisan

Adapun metode yang penulis pergunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan metode telaah kepustakaan dengan menggunakan buku perpustakaan sebagai bahan referensi.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Rahasia Bank 1. Pengertian Rahasia Bank

Pengertian Rahasia bank adalah segala sesuatu yang behubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan tidak boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Dalam hubungan ini yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank, adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, dan hal- hal lain dari orang, dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya.1

Hubungan antara bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti hubungan kotraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain mana pun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku.

Dengan mengacu kepada rahasia bank, maka rahasia-rahasia lain yang bukan merupakan rahasia antara bank dengan nasabahnya, sungguhpun juga bersifat rahasia, tidak tergolong ke dalam istilah rahasia bank menurut Undang-Undang Perbankan. Rahasia-rahasia lain yang bukan merupakan rahasia bank tersebut, misalnya, rahasia mengenai data dalam hubungan dengan pengawasan bank oleh Bank Indonesia.2

1Muhammad Djumhana, Rahasia Bank (Ketentuan dan Penerapannya

di Indonesia), Bandung : Citra Aditya Bakti 1996, h.111.

(4)

Ketentuan rahasia bank, mula-mula diatur dalam UU No. 7 Tahun 1992 sebagai pengganti UU No. 14 Tahun 1967, yang kemudian diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998. Namun sebelumnya, ketentuan rahasia bank ini diatur dalam UU No. 23 Prp Tahun 1960 tentang Rahasia Bank. Apabila dibandingkan, terdapat rumusan pengertian rahasia bank yang berbeda antara UU No. 7 Tahun 1992 dengan UU No. 10 Tahun 1998.

Semua pengertian rahasia bank diberikan rumusan sebagaimana tersebut dalam ketentuan Pasal 1 angka 16 UU No. 7 Tahun 1992, yaitu:

Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubung dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan.

Kemudian ketentuan dalam Pasal 40 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1992 menyatakan bahwa:

Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44.

Rumusan dan ruang lingkup kerahasiaan bank telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, yang dirumuskan terdapat dalam ketentuan Pasal 1 angka 28, yaitu:

Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

Demikian pula ketentuan dalam Pasal 40 ayat (1) juga mengalami perubahan dengan rumusan yang baru, sebagai berikut:

(5)

Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44.

Sebelumnya berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992, bahwa ruang lingkup rahasia bank meliputi dana simpanan nasabah kreditor dan juga kredit yang diterima oleh nasabah debitur. Rahasia bank tidak hanya menyangkut simpanannya saja, melainkan juga meliputi “identitas” nasabah penyimpannya.3

2. Dasar Hukum Rahasia Bank

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diundangkan pada tanggal10 November 1998, dalam Pasal 40, 41A, 42, 42A, 44A, 47, 47A, dan 48 telah mengatur mengenai Rahasia Bank dengan segala pengecualian dan sanksinya.4

Sementara itu sebagai tindak lanjut dari UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, berturut-turut ditetapkan:

a. Peraturan Bank Indonesia No. 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah/Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.

b. Surat Ketua Mahkamah Agung No.

KMA/694/RHS/XII/2004 Rahasia, tanggal 3 Desember 2004 perihal Pertimbangan Hukum atas Pelaksanaan Kewenangan KPK Terkait Ketentuan Rahasia.

3 Djoni S. Gazali, dkk, Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, h. 495-498.

(6)

c. Surat Keputusan Bersama Jaksa Agung, Kepala Kepolisian dari Gubernur Bank Indonesia No. KEP-902/A/J.A/12/2004, No. POL: Skep/924/XII/2004 dan No. 6/91/KEP.GBI/2004 tanggal 20 Desember 2004 tentang Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perbankan.

B. Teori Rahasia Bank

Ada dua teori tentang kekuatan berlakunya asas rahasia bank ini, yaitu:

1. Teori Mutlak

Bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apa pun juga, dalam keadaan biasa atau dalam keadaan luar biasa. Teori ini sangat menonjolkan kepentingan individu, sehingga kepentingan negara dan masyarakat sering terabaikan.5

Dewasa ini hampir tidak ada lagi negara yang menganut teori mutlak ini. Bahkan, negara-negara yang menganut perlindungan nasabah secara ketat seperti Swiss atau negara-negara tax heaven seperti Kepulauan Bahama atau Cayman Island juga membenarkan rahasia bank dalam hal-hal khusus.

2. Teori Relatif

Menurut teori ini, rahasia bank tetap diikuti, tetapi dalam hal-hal khusus, yakni dalam hal yang termasuk luar biasa, prinsip kerahasiaan bank tersebut dapat diterobos, misalnya untuk kepentingan perpajakan atau kepentingan perkara pidana.6

(7)

Teori ini berpijak pada asas proporsional yang menghendaki pertimbangan kepentingan mana yang lebih berat untuk membuka atau tidak membuka rahasia baik.7 C. Beberapa Pengecualian Rahasia Bank

Pengecualian atas berlakunya ketentuan rahasia bank diatur secara limitative beserta dengan pembatasannya yang diatur dalam ketentuan Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998.

1 Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat pajak berdasarkan perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan (Pasal 41).

2 Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara dapat diberikan pengecualian kepada Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara berdasarkan perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara (Pasal 41A). 3 Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat

diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa, atau hakim berdasarkan perintah tertulis Pimpinan Bank Indonesia atas Kepala Kepolisian, Jaksa Agung, dan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (Pasal 42).

4 Untuk kepentingan perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian kepada direksi 6Adrian Sutedi, Hukum Perbankan, …. h. 6.

(8)

bank yang bersangkutan tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 42).

5 Dalam rangka tukar-menukar informasi di antara bank kepada bank lain dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44).

6 Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan dapat diberikan pengecualian secara tertulis (Pasal 44A).8

Sebagai perbandingan, kasus Turnier v. National

Provincial and Union Bank of England di Inggris yang diputus

dalam tahun 1924, memberikan rambu-rambu yang bersifat universal mengenai pengecualian terhadap suatu kerahasiaan bank, yaitu bahwa kerahasiaan bank dapat dibuka:

a. Jika disclosure (pemberitahuan rahasia) diharuskan oleh perundang-undangan yang berlaku.

b. Jika ada kewajiban (duty) kepada publik yang membuka rahasia tersebut.

c. Jika kepentingan bank menginginkan dibukanya informasi tersebut.

d. Jika disclosure dilakukan dengan persetujuan (dengan tegas atau tersirat) dari pihak nasabahnya.

Mengingat ketentuan rahasia bank menurut hukum Inggris merupakan kewajiban perdata atau kewajiban kontraktual, maka pengungkapannya yang dilakukan oleh bank berdasarkan persetujuan nasabah sebagai pihak dalam perjanjian bukanlah tindakan ingkar janji. Namun, dalam hal kewajiban rahasia bank itu bukan merupakan kewajiban perdata, tetapi kewajiban pidana, maka terdapat unsur delik, yakni unsur tindak pidana rahasia bank.

(9)

Dengan "tanpa permintaan tertulis atau persetujuan tertulis dari nasabah sebagai pihak dari transaksi keuangan bank" merupakan unsur dari tindak pidana yang bersangkutan. Dengan kata lain, apabila memang ada permintaan atau persetujuan tertulis dari nasabah agar bank mengungkapkan keadaan keuangannya, maka tidak dapat dianggap telah terjadi tindak pidana pengungkapan rahasia bank.9

D. Sanksi Pelanggaran Rahasia Bank

Sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, pelanggaran terhadap ketentuan kerahasiaan bank dikategorikan sebagai “tindak pidana kejahatan”. Oleh karena itu, pelanggar ketentuan kerahasiaan bank, apabila dibandingkan dengan hanya sekedar dikategorikan sebagai “tindak pidana pelanggaran”, maka tentunya perlu diberi sanksi hukum pidana yang lebih berat lagi.

Dalam UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, sanksi pidana atas pelanggaran ketentuan rahasia bank ini bervariasi. Ada ciri khas dari sanksi pidana terhadap pelanggaran rahasia bank, yaitu:

1 Terdapat ancaman hukuman minimal disamping ancaman maksimal.

2 Antara ancaman hukuman penjara dengan hukum denda bersifat kumulatif, bukan alternatif.

(10)

3 Tidak ada korelasi antara berat ringannya ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda.10

Dalam ketentuan Pasal 47 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 menentukan dua jenis perbuatan atau tindak pidana yang berkaitan dengan kerahasiaan bank, yaitu:

Pertama, tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang

tanpa membawa tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia dengan sengaja memaksa bank atau pihak yang terafiliasi untuk memberikan keterangan yang harus dirahasiakan oleh bank. Hal ini ditentukan oleh Pasal 47 ayat (1).

Kedua, tindak pidana yang dilakukan oleh anggota

Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank, atau pihak terafiliasi lainnya, yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank. Tindak pidana tersebut ditentukan oleh Pasal 47 ayat (2).

Ayat (1) dan ayat (2) tersebut berbunyi sebagai berikut:

1 Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

2 Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja

(11)

memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).11

Ancaman pidana bagi mereka yang mengabaikan kewajiban untuk memberikan keterangan sebagaimana ditentukan Pasal 42A dan Pasal 44A UU No. 10 Tahun 1998, diatur lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 47A UU No. 10 Tahun 1998 yang bunyinya sebagai berikut:

Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 47A UU No. 10 Tahun 1998 ini merupakan tindak pidana kejahatan dan ancaman pidana penjara dan denda menurut Pasal 47A UU No. 10 Tahun 1998 tersebut bersifat kumulatif.12

11Adrian Sutedi, Hukum Perbankan, …. h. 15.

(12)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Rumusan dan ruang lingkup kerahasiaan bank telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, yang dirumuskan terdapat dalam ketentuan Pasal 1 angka 28, yaitu:Rahasia Bank adalah segala

sesuatu yang berhubungan dengan keteranhgan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diundangkan pada tanggal10 November 1998, dalam Pasal 40, 41A, 42, 42A, 44A, 47, 47A, dan 48 telahmengatur mengenai Rahasia Bank dengan segala pengecualian dan sanksinya.

Ada dua teori tentang kekuatan berlakunya asas rahasia bank ini, yaitu:Teori Mutlak dan Teori Relatif, Teori Mutlak adalah bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena kegiatan usahanya dalam keadaan apa pun juga, dalam keadaan biasa atau dalam keadaan luar biasa. Sedang Teori Relatif adalah teori ini berpijak pada asas proporsional yang menghendaki pertimbangan kepentingan mana yang lebih berat untuk membuka atau tidak membuka rahasia baik.

Kewajiban bank untuk memegang teguh kerahasiaan bank tidak berlaku atau dikecualikan dalam hal-hal di bawah ini, yaitu untuk kepentingan-kepentingan yang berhubungan dengan:

1. Perpajakan 2. Piutang bank 3. Peradilan pidana

4. Pemeriksaan peradilan perdata 5. Tukar menukar informasi antarbank 6. Pihak lain yang ditunjuk nasabah

(13)

Pelanggaran terhadap ketentuan kerahasiaan bank dikategorikan sebagai “tindak pidana kejahatan”. Oleh karena itu, pelanggar ketentuan kerahasiaan bank, apabila dibandingkan dengan hanya sekedar dikategorikan sebagai “tindak pidana pelanggaran”, maka tentunya perlu diberi sanksi hukum pidana yang lebih berat lagi.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kondisi ini tidak memberikan pengaruh pada perbankan syariah, sebab bank syariah tidak ada kewajiban untuk membayar bunga simpanan kepada para nasabahnya karena

dengan segala aktifitas yang terdapat pada Bank BNI Bukittinggi dalam. memberikan pelayanan

• Exchange of claim yaitu bank memberikan kredit kepada nasabahnya, tetapi bank tidak memberikan uang tunai kepada nasabahnya melainkan dengan membuka suatu

loyalitas pada nasabah adalah bagaimana cara bank menjalin hubungan yang baik. dengan nasabahnya sehingga bisa menciptakan sikap komitmen

Menjadi kewajiban bank untuk selalu memperkenalkan produk-produk miliknya kepada nasabahnya. Setiap bank biasanya gencar mempromosikan dirinya, apalagi produk

Di antara Bank Syariah dengan nasabahnya terdapat suatu hubungan hukum yang erat sekali yang juga menimbulkan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik. Apabila di

Menjadi kewajiban bank untuk selalu memperkenalkan produk-produk miliknya kepada nasabahnya. Setiap bank biasanya gencar mempromosikan dirinya, apalagi produk

“Dalam hal terdapat naskah dinas hasil aplikasi usulan pembukaan rahasia bank secara elektronik yang perlu ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, persetujuan melalui