• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. mengerjakan, atau melakukan sesuatu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. mengerjakan, atau melakukan sesuatu."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

11

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian

Judul penelitian yang dipilih oleh peneliti dapat dijabarkan dan didefinisikan sebagai berikut:

• Perancangan

adalah proses, cara, perbuatan merancang sebelum bertindak, mengerjakan, atau melakukan sesuatu.

Transit oriented development

merupakan penggabungan fungsi dari suatu lahan campuran dan kawasan transit, dimana penggabungan lahan tersebut meliputi sebuah kawasan dengan fungsi yang lengkap, dapat dijangkau dengan berjalan kaki, serta dekat dengan kawasan transit. (Transit-Oriented Development Guidebook, 2006)

• Metode

Cara yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang hendak dicapai • Walkable urban

sebuah kawasan perkotaan yang mendukung aktifitas berjalan kaki sebagai bagian penting dari perjalanan sehari-hari yang dapat dihubungkan dengan transportasi, penggunaan lahan, dan karakter desain dari kawasan tersebut. • Balimester

Salah satu kelurahan di wilayah Jatinegara, Jakarta Timur dan memiliki kode pos 13330. Kelurahan ini memiliki penduduk sebesar

(2)

12.306 jiwa dan luas 0,67 km2. Kelurahan ini berbatasan dengan kelurahan Pisangan Baru di sebelah utara, kelurahan Kampung Melayu di sebelah barat, kelurahan Rawa Bunga di sebelah timur dan kelurahan Bidara Cina di sebelah selatan.

• Jakarta Timur

nama sebuah kota administrasi di bagian timur Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Di sebelah utara, ia berbatasan dengan kota administrasi Jakarta Utara dan Jakarta Pusat. Sedangkan di sebelah timur, ia berbatasan dengan Bekasi. Kota ini, di bagian selatan, berbatasan dengan Kota Depok. Dan di sebelah barat, ia berbatasan dengan kota administrasi Jakarta Selatan

Berdasarkan definisi di atas, maka definisi dari judul Laporan Tugas Akhir, Perancangan Transit Oriented Development dengan Metode Walkable Urban di Balimester, Jakarta Timur, adalah sebagai berikut Perancangan sebuah kawasan yang memiliki lebih dari satu fungsi lahan dengan menggunakan metode yang mendukung aktifitas pejalan kaki di Balimester, Jakarta Timur

2.2 Tinjauan Umum

Penelitian ini menggunakan beberapa tinjauan umum yang berfungsi sebagai teori pendukung agar penelitian ini berhasil. Teori yang digunakan adalah teori tentang kota dan transit oriented development.

2.2.1 Kota

Kota, menurut Bintarto (1983) adalah sebagai kesatuan jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen serta coraknya

(3)

materialistis. Masyarakat kota terdiri atas penduduk asli daerah tersebut dan pendatang. Masyarakat kota merupakan suatu masyarakat yang heterogen, baik dalam hal mata pencaharian, agama, adat, dan kebudayaan.

Definisi lain menyebutkan bahwa kota sebagai pusat pelayanan jasa, produksi, distribusi, serta pintu gerbang atau simpul transportasi bagi kawasan permukiman dan wilayah produksi sekitarnya. Kota juga didefinisikan sebagai tempat tinggal sebagian besar penduduk kota yang setiap tahunnya selalu bertambah jumlahnya.

Sebuah kota memiliki ciri-ciri fisik dan ciri-ciri sosial yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Ciri-ciri fisik

• Terdapat sarana perekonomian seperti pasar atau supermarket • Tersedianya tempat parkir yang memadai

• Terdapat tempat rekreasi dan olahraga • Alun-alun

• Gedung-gedung pemerintahan b. Ciri-ciri sosial

• Masyarakat heterogen • Bersifat individualistis • Mata pencaharian nonagraris

Corak kehidupannya bersifat gesselschaft (hubungan kekerabatan mulai pudar)

• Terjadi kesenjangan sosial antara golongan masyarakat kaya dan masyarakat miskin

(4)

• Pandangan hidup lebih rasional

• Menerapkan strategi keruangan, yaitu pemisahan kompleks atau kelompok sosial masyarakat secara tegas.

Sebuah kota memiliki identitas tersendiri yang tercermin dari citra wawasannya. Penjabaran citra kota menurut Lynch (1960) yaitu:

• Path (jalur)

Jalur adalah rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum. Rute-rute sirkulasi tersebut antara lain, jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, dan lain-lain. Jalur tersebut akan memiliki fungsi lebih apabila jalur tersebut terhubung langsung ke sebuah tempat utama, seperti stasiun, tugu, alun-alun, dan lain-lain.

Gambar 2.1 Path

Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013 • Edge (tepian)

Tepian merupakan suatu batas arsitektural yang menjadi pembatas atau pemisah antara dua kawasan tertentu. Tepian berfungsi juga sebagai pemutus linear, seperti pantai, tembok, topografi, dan lain-lain. Tepian

(5)

memiliki fungsi yang lebih berarti ketika kontinuitas memiliki batasan yang jelas.

Gambar 2.2 Edges

Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013 • District (kawasan)

District merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi. Kawasan atau district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola, dan wujudnya).

Gambar 2.3 Districts

Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013

• Node (simpul)

Merupakan sebuah simpul atau titik temu, dimana aktifitas dari berbagai arah saling bertemu di satu titik dan dapat berubah kea rah atau aktifitas lainnya, seperti persimpangan jalan, stasiun, jembatan, dan lain-lain.

(6)

Gambar 2.4 Nodes

Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013 • Landmark (tengeran)

Landmark atau tengeran adalah sebuah elemen eksternal dan merupakan bentuk visual yang menonjol dari sebuah kota, misalnya gunung, menara, gedung, dan lain-lain.

Gambar 2.5 Landmarks

Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013

Selain memiliki citra kota, sebuah kota juga memiliki unsur-unsur perencanaan. Unsur perencanaan tersebut mendefinisikan pengelompokkan fungsi dalam sebuah kota. Menurut Hamid Shirvani (1985), urban desain terbagi atas 8 prinsip-prinsip perencanaan, antara lain:

(7)

Prinsip ini menjelaskan tentang penggunaan lahan untuk menentukan fungsi terbaik dari lahan tersebut sehingga lahan tersebut berfungsi dengan semestinya.

• Bentuk dan massa bangunan

Bentuk dan massa bangunan ditentukan dati tinggi dan besarnya bangunan, massa bangunan, peraturan tata guna lahan (GSB, KLB), sempadan, skala, material, warna, dan sebagainya.

• Sirkulasi dan perparkiran

Sirkulasi merupakan salah satu elemen perancangan kota yang secara langsung dapat membentuk dan mengontrol pola kegiatan kota. Sirkulasi kota meliputi prasarana jalan, bentuk struktur kota, fasilitas perkotaan, dan kendaraan bermotor.

Tempat parkir sendiri memiliki pengaruh langsung terhadap suatu lingkungan yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan mempunyai pengaruh visual pada beberapa daerah perkotaan.

• Ruang terbuka

Ruang terbuka adalah ruang yang direncanakan untuk kebutuhan tempat-tempat pertemuan dan aktifitas bersama antar banyak orang yang memiliki kemungkinan dapat menimbulkan bermacam-macam kegiatan umum di ruang tersebut.

• Jalur pejalan kaki

Sistem pejalan kaki yang baik adalah:

• Mengurangi ketergantungan dari kendaraan bermotor dalam areal kota

(8)

• Meningkatkan kualitas lingkungan dengan memprioritaskan skala manusia

• Lebih mengekspresikan aktiftas PKL dan mampu menyajikan kualitas udara

Penanda (signage)

Perpapanan berfungsi sebagai petunjuk jalan, arah ke suatu kawasan tertentu pada jalan tol, atau di jalan kawasan kota.

• Aktivitas Pendukung

Merupakan semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota, seperti taman kota, taman rekreasi, pusat perbelanjaan, dan lain-lain.

• Preservasi

Preservasi adalah perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa, area perbelajaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti bangunan bersejarah.

Karakteristik dari sebuah kota yang berkelanjutan menurut Lock (2000), yaitu :

Compact living

• Pengunaan lahan campuran

• Desain yang berorientasi dengan transportasi massal • Jalanan yang mendukung penggunaan trotoar • Penetapan ruang terbuka hijau

• Pembangunan yang terintegrasi dengan lingkungan

• Pembangunan yang didasarkan pada jarak yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki dan bersepeda.

(9)

2.2.2 Transit Oriented Development (TOD)

Transit oriented development, adalah penggabungan fungsi dari suatu lahan campuran dan kawasan transit, dimana penggabungan lahan tersebut meliputi sebuah kawasan dengan fungsi yang lengkap, dapat dijangkau dengan berjalan kaki, serta dekat dengan kawasan transit. (Transit-Oriented Development Guidebook, 2006)

Menurut Perda Prov DKI no 1 tahun 2012 tentang RTRW 2030, kawasan TOD merupakan kawasan campuran permukiman dan komersil dengan aksesibilitas tinggi terhadap angkutan umum massal, dimana stasiun angkutan umum massal dan terminal angkutan umum massal sebagai pusat kawasan dengan bangunan berkepadatan tinggi.

Peter Calthorpe (1993), dalam buku The Next American Metropolis, mendefinisikan TOD sebagai mixed-use community within an average 2,000-foot walking distance of a transit stop and core commercial area. TODs mix residential, retail, office, open space, and Public uses in a walkable environment, making it convenient for residents and employees to travel by transit, bicycle, foot, or car.

Definisi tersebut dapat diartikan menjadi, TOD adalah sebuah kawasan campuran yang berjarak 2.000 kaki dari terminal transit dan memiliki area komersial. Kawasan TOD juga memiliki fungsi hunian, pertokoan, kantor, ruang terbuka, dan ruang public yang dapat diakses dengan berjalan kaki, serta kawasan ini mendukung aktifitas dengan menggunakan angkutan massal, sepeda, mobil, serta dapat ditempuh dengan berjalan kaki.

(10)

Gambar 2.6 Skema Ilustrasi Konsep Transit Oriented Development Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013

Berdasarkan skema ilustrasi tersebut, objek desain TOD dapat dikatakan sebagai sebuah kawasan yang memiliki berbagai fungsi penunjang di dalamnya, seperti fungsi hunian, ruang terbuka, area komersial serta kantor atau tempat bekerja. Kawasan TOD juga terkoneksi dengan area transit dari transportasi massal. Selain itu, keseluruhan fungsi lahan tersebut berada dalam jarak dengan radius 2.000 kaki dari pusat transit.

Menurut Peter Calthorpe, perencanaan kawasan TOD memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

• mengorganisasikan pertumbuhan dalam level regional menjadi lebih kompak dan transit supportive

• menempatkan komersial, permukiman, perkantoran, dan fasilitas umum-sosial dalam jarak tempuh berjalan kaki dari stasiun transit

• menciptakan jaringan jalan yang ramah pejalan kaki yang menghubungkan berbagai tujuan berpergian lokal

(11)

• menyediakan permukiman dengan tipe, kepadatan dan biaya yang bervariasi •melestarikan habitat dan ruang terbuka dengan kualitas tinggi

• membuat ruang publik sebagai focus dari orientasi bangunan dan kegiatan masyarakat

mendorong penggunaan lahan dan redevelopment sepanjang koridor transit Indonesia juga telah memiliki undang-undang yang menjelaskan tentang prinsip-prinsip perencaaan TOD, yaitu sebagai berikut:

• pendekatan perencanaan berskala regional dan/atau kota yang mengutamakan kekompakan dengan penataan kegiatan transit

• perencanaan yang menempatkan sarana lingkungan dengan peruntukan beragam dan campuran

• pengembangan yang mampu memicu/mendorong pembangunan area sekitar pusat transit baik berupa pembangunan penyisipan, revitalisasi maupun bentuk penataan/perencanaan

• pembentukan lingkungan yang lebih memprioritaskan kebutuhan pejalan kaki • pendekatan desain dengan mengutamakan kenyamanan kehidupan pada

ruang publik dan pusat lingkungan serta mempertahankan ruang terbuka hijau.

Menurut PERDA PROV DKI NO 1 TAHUN 2012 ttg RTRW 2030, konsep perencanaan kawasan TOD terletak di daerah dengan ciri-ciri :

• perpotongan koridor angkutan massal (dua atau lebih);

• kawasan dengan nilai ekonomi tinggi atau yang diprediksi akan memiliki nilai ekonomi tinggi; dan

(12)

Menurut Peraturan Gubernur no.182 tahun 2012, cara mengoptimalisasi pemanfaatan ruang menggunakan konsep TOD dengan cara :

• keragaman fungsi pemanfaatan lahan • redistribusi dan peningkatan nilai intensitas • pengaturan tata massa bangunan

• efisiensi pola pergerakan pejalan kaki

•integrasi sistem tautan dengan fasilitas transit dan pembatasan parkir melalui penerapan parkir maksimal khusus pada wilayah radius pengembangan 350 m (tiga ratus lima puluh meter) dari rencana titik stasiun MRT

menciptakan perancangan kawasan stasiun MRT (Mass Rapid Transit) yang atraktif, menarik, dan bernilai jual.

Michael Bernick (1997) menjabarkan tentang sebuah kawasan transit-supportive. Kawasan transit-supportive adalah sebuah kawasan yang memungkinkan warganya memiliki alternative kendaraan selain mobil untuk perjalanan sehari-hari. Faktor-faktor perencaaan yang bersifat transit-supportive menurut Michael Bernick (1997), yaitu :

• pusat aktivitas utama terhubung langsung dengan pemberhentian transit • variasi ketinggian, tekstur, dan fasad pada bangunan lantai dasar untuk

memperkaya pengalaman ruang pedestrian

• menempatkan bangunan dekat dengan sisi pejalan kaki

• pola jalan grid yang memungkinkan berbagai tempat tujuan terhubung oleh pedestrian dengan rute yang bervariasi dan efisien

•meminimalisasi parkir di gedung parkir

• menyediakan berbagai fasilitas untuk pejalan kaki, seperti kanopi bangunan, penyeberangan jalan yang aman, dan perkerasan pada area pejalan kaki

(13)

• menciptakan area ruang terbuka yang bersifat publik untuk mendukung penggunaan transit

Peter Calthorpe juga menyimpulkan komponen-komponen dari perencanaan Transit Oriented Development, antara lain:

• perencanaan kawasan yang memprioritaskan pejalan kaki • pusat transit menjadi fitur penting dari pusat kota

• sebuah node regional yang terdiri atas campuran kegunaan dari hunian, kantor, pertokoan, dan area publik

• pengembangan berkualitas tinggi dimana dapat mengitari kawasan sekitar halte transit dengan waktu 10 menit

• terdapat angkutan pendukung seperti bus, kereta,dan lain-lain • didesain pula untuk penggunaan sepeda dalam kawasan • mengurangi dan mengelola parkir di dalam kawasan

TOD sendiri terdiri atas empat macam tipe, yaitu neighborhood center TOD, town center TOD, regional center TOD, dan downtown TOD. Tipe-tipe TOD tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :

neighborhood center TOD

terletak pada pusat lingkungan komersial dengan tingkat kepadatan yang rendah (kepadatan rata-rata sekitar 15-25 unit per acre). TOD jenis ini memiliki ketinggian bangunan antara 1-6 lantai.

town center TOD

terletak di pusat area komersial dan area lingkungan pekerjaan. •regional center TOD

(14)

terletak pada persimpangan jalur transportasi regional atau pada komuter utama atau pusat kerja. Daerah dengan tingkat kepadatan lebih besar daripada daerah lainnya

downtown TOD

terletak di daerah perkotaan dengan kepadatan yang sangat tinggi dan memungkinkan untuk pembangunan bangunan tinggi.

Tabel 2.1 Tipe TOD (dua = dwelling unit per

acre) Kepadatan rata-rata Ketinggian bangunan Bangunan lainnya neighborhood center TOD

15-25 dua 1-6 lantai Small lot single-family, single family with an

accessory unit,

townhomes, Low-rise condominiums,

apartemen, pertokoan dan kantor, serta mixed use building

town center TOD 25-50 dua 2-8 lantai Townhomes, Low-rise

and Mid-rise condominiums, apartemen, pertokoan dan perkantoran, dan mixed use building

regional center TOD > 50 dua 3-10 lantai Mid-rise

condominiums,

apartemen, pertokoan dan perkantoran, dan mixed use building

downtown TOD > 75 dua Lebih dari 6

lantai

Mid-rise and High-rise condominium,

apartemen, pertokoan dan perkantoran besar, serta mixed use building

Sumber : Data Pribadi, 2013

Beberapa panduan dalam perencaaan kawasan untuk mendukung keberhasilan TOD, yaitu sebagai berikut:

a. kriteria umum

Bangunan didesain agar dapat memiliki akses langsung dengan jalan serta didesain sedemikian rupa agar dapat menciptakan lingkungan yang

(15)

ramah bagi pejalan kaki. orientasi massa bangunan yang langsung menghadap ke jalan akan mendorong aktivitas pejalan kaki dan meningkatkan keamanan ruang jalan karena memiliki tingkat pengawasan yang lebih tinggi.

b. area komersial

Area komersial berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pengguna kawasan sambil melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya. Tanpa adanya fasilitas pendukung pada area transit, orang cenderung akan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum. Hal ini dikarenakan pengguna trasportasi tidak memiliki suatu tujuan pada area transit.

Jarak bangunan dengan jalan sebaiknya diminimalkan dan tidak lebih dari 6 meter karena jarak tersebut harus dapat menciptakan karakter lingkungan yang mendekatkan bangunan ke jalur trotoar. Parkir kendaraan dapat menggunakan lahan di belakang area komersial.

Fungsi retail sendiri dapat dikombinasikan dengan fungsi lainnya, seperti fungsi hunian dan perkantoran, tetapi tidak boleh mengurangi intensitas jumlah area komersial. Apabila terjadi penggabungan fungsi tersebut, jalur masuk untuk kedua fungsi yang berbeda harus dipisahkan.

Fasad bangunan yang bervariasi akan menambah ketertarikan secara visual bagi pejalan kaki. Jika fasad bangunan didesain secara sama, pejalan kaki akan merasakan kebosanan dalam melintas di area komersial.

(16)

Perancangan area hunian sebaiknya berdekatan dengan area perkantoran dan dapat terjangkau dari area komersial dan transit. Selain itu, area hunian sebaiknya dilengkapi dengan fasilitas umum dan sosial, seperti sekolah, tempat berkumpul, dan lain-lain.

Tipe hunian sendiri dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu tipe single-family, townhouse dan apartemen. Jarak antara bangunan residensial dengan jalan sebaiknya juga diminimalkan, yaitu dengan jarak 3 – 4,5 meter dari batas properti.

d. pedestrian

Jalan pada kawasan TOD harus dibuat pedestrian-friendly, yaitu kawasan TOD harus memperhatikan area bagi pejalan kaki sehingga pejalan kaki dapat berjalan tanpa merasakan gangguan dari kendaraan yang melintas. Jalur pejalan kaki sendiri terbagi atas 3 macam, yaitu: • zona tepi

berbatasan langsung dengan jalur mobil dengan lebar minimal 1,2 meter yang berfungsi sebagai area menunggu.

zona furnishing

area pejalan kaki yang didesain dengan adanya peletakan objek tambahan, seperti pohon, tanpa mengganggu pejalan kaki yang melintas.

zona frontage

jarak antara bangunan dan area pejalan kaki yang difungsikan sebagai window shopping.

Ukuran lebar minimum untuk area pejalan kaki adalah 1,5 meter, dimana lebar tersebut sudah dapat dilalui oleh dua orang secara

(17)

bersamaan. Ukuran tersebut menjadi lebih lebar di area komersial (1,8 – 2,5 meter) yang diharapkan dapat berfungsi sebagai area aktivitas lainnya dan tempat duduk.

e. Parkir

Sistem parkir terbaik untuk kawasan TOD adalah dengan parkir di pinggir jalan dengan lebar antara 2,1 – 2,4 meter. Alasannya adalah tempat parkir dapat menjadi pemisah antara pedestrian dan jalan agar pejalan kaki tidak bersinggungan langsung dengan jalan. Selain itu, parkir ini juga berfungsi untuk memperlambat laju mobil karena mencegah bersinggungan dengan kendaraan yang parkir.

2.3 Tinjauan Khusus

Penelitian ini menggunakan beberapa tinjauan khusus yang berfungsi sebagai teori pendukung agar penelitian ini berhasil. Teori yang digunakan adalah teori tentang sustainable neighbourhood, transportasi, serta walkable urban.

2.3.1 Sustainable Neighbourhood

Sustainable development, menurut The Bruntland Commission, adalah development that meets the needs of today‘s generation without compromising the ability of future generations to meet their needs, yang artinya pembangunan yang memikirkan kebutuhan generasi saat ini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

(18)

Gambar 2.7 Sustainable Development

Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013

Beberapa prinsip sederhana dalam mewujudkan sebuah lingkungan atau sebuah kawasan yang berkelanjutan, yaitu:

• Menghemat energi

Prinsip yang pertama yaitu mengurangi pemakaian energi dalam sebuah kawasan atau hunian. Penerapan pengurangan energy pada sebuah hunian atau kawasan dapat mewujudkan terciptanya sebuah kawasan yang berkelanjutan.

• Menggunakan sumber daya lokal

Prinsip selanjutnya adalah memaksimalkan penggunaan sumber daya yang ada di sekitar hunian. Hal ini turut membantu pengurangan pengiriman sumber daya dilain tempat, sehingga turut serta dalam penghematan energi.

• Meminimalkan limbah

Sebuah kawasan yang berkelanjutan, sebaiknya mengurangi penggunaan material yang menghasilkan limbah yang tidak dapat di daur ulang. Kawasan yang berkelanjutan sebaiknya juga melakukan daur ulang untuk

(19)

material yang dapat di daur ulang, agar limbah yang dihasilkan tetap berguna dan dapat dimanfaatkan.

• Memanfaatkan perekonomian kota

Prinsip terakhir ini menjelaskan bahwa apabila sebuah perekonomian di dalam kawasan di maksimalkan, maka dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dapat dengan berjalan kaki.

Pada tahun 1991, IUCN, UNEP, dan WWF menjabarkan sembilan prinsip dari masyarakat berkelanjutan, yaitu sebagai berikut:

• Menghormati perhatian untuk komunitas • Meningkatkan kualitas hidup manusia

• Melestarikan vitalitas dan keanekaragaman Bumi o Melestarikan sistem kehidupan

o konservasi biodiversitas

o Memastikan bahwa penggunaan sumber daya tak terbarukan yang berkelanjutan

• Meminimalkan menipisnya sumber daya yang terbatas • Tetap menjaga Bumi dalam kapasitasnya

• Mengubah sikap pribadi dan praktek

• Memungkinkan masyarakat untuk merawat lingkungan mereka sendiri • Menyediakan kerangka kerja nasional untuk pengembangan koordinasi dan

konservasi

• Buat sebuah aliansi global

Sustainable Urban Neighborhood adalah skala kecil kawasan perkotaan yang terdiri dari sosial, ekonomi dan lingkungan berkelanjutan. Istilah "SUN"

(20)

adalah berkelanjutan yang berkaitan dengan umur yang panjang (untuk generasi yang akan datang) dan mengurangi dampak lingkungan, perkotaan yang berkaitan dengan lokasi dan karakter fisik, dan lingkungan merupakan kesejahteraan sosial dan ekonomi daerah.

Ciri-ciri sebuah lingkungan yang dapat disebut telah menjadi sebuah lingkungan yang sustainable urban neighbourhood, antara lain:

a. Kawasan yang dapat ditempuh dengan jalan kaki b. Penggunaan energi

c. Daur ulang d. Air dan limbah e. Ruang terbuka hijau

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mendukung insentifitas dari pengaplikasian rendah energi dan emisi kendaraan transportasi umum yang rendah, antara lain:

• Siklus jaringan terintegrasi dengan kebijakan perencaaan perkotaan • Menyediakan jalur sepeda dan kendaraan rendah energi

• Mengadakan stasiun pengisian bahan bakar untuk kendaraan listrik dan biodiesel (bahan bakar nabati)

• Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dalam pusat kota dan lingkungan yang ramai

• Pemberitaan kepada masyarakat

Pendekatan desain yang dapat dilakukan untuk mencegah pengurangan lahan lingkungan asli dari pembangunan yang berlebihan, yaitu:

(21)

• Memaksimalkan penggunaan lahan dan bangunan serta mengurangi pembangunan lahan hijau

• Menyediakan rumah yang menarik dan ramah lingkungan

•Mendorong penataan daerah perkotaan yang baik dengan cara kualitas bangunan yang baik, perencanaan jalan yang baik, dan ruang terbuka dengan fasilitas yang baik

• Memungkinkan masyarakat pergi bekerja dengan mudah dan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan mudah, seperti sekolah, fasilitas kesehatan, failitas rekreasi, kebutuhan sehari-hari, dan lain-lain

• Membuat transportasi public menjadi nyaman dan layak serta membuat kegiatan berjalan dan bersepeda menjadi menarik

2.3.2 Transportasi

Menurut Soesilo dalam buku Ekonomi Perencanaan dan Manajemen Kota, transportasi merupakan pergerakan tingkah laku orang dalam ruang baik dalam membawa dirinya sendiri maupun membawa barang. Transportasi, menurut buku Perencanaan Transportasi untuk Mahasiswa, Perencana dan Praktisi, adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkat, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu.

Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat tahun 2001, transportasi terbagi atas 4 jenis, yaitu :

• Angkutan darat

Yaitu angkutan yang menggunakan tanah darat sebagai upaya memberikan kemudahan dalam menjangkau tempat-tempat jarak dekat maupun jarak

(22)

jauh. Kendaraan yang termasuk jenis angkutan darat adalah ojeg, becak, delman, kendaraan roda empat, dan kereta api

• Angkutan sungai, danau, dan penyeberangan

Berfungsi sebagai penyediaan jasa-jasa angkutan sungai dan danau untuk penyebeberangan; memberikan kemudahan, keselamatan angkutan dalam operasi penyeberangan; memanfaatkan fungsi dermaga dan terminal untuk penyeberangan penumpang dan barang; dan membina alur-alur pelayanan. • Angkutan laut

Berfungsi sebagai pengoperasian pelayanan dalam negeri dan luar negeri dengan menaikan kualitas pelayanan jasa angkutan; dalam bidang operasi meningkatkan produktifitas angkutan laut; fungsi lain dalam bidang angkutan adalah penyediaan fasilitas-fasilitas pelabuhan untuk berlabuh kapal-kapal; dalam operasi angkutan laut sasaran utamanya adalah pemerataan ekonomi nasional dalam pembangunan

• Angkutan udara

Jenis-jenis pesawat yang digunakan semakin meningkat mulai dari yang berkapasitas kecil sampai yang besar

2.3.3 Walkable Urban

Walkable Urban adalah sebuah kawasan perkotaan yang mendukung aktifitas berjalan kaki sebagai bagian penting dari perjalanan sehari-hari yang dapat dihubungkan dengan transportasi, penggunaan lahan, dan karakter desain dari kawasan tersebut.

Perencanaan sebuah kawasan dengan konsep walkable urban memiliki karakteristik sebagai berikut :

(23)

• Pencampuran penggunaan suatu lahan, dimana fungsi tersebut saling berdekatan satu dengan lainnya

• Pencampuran fungsi-fungsi bangunan antara fungsi komersial dan fungsi hunian

• Pintu masuk bangunan langsung terhubung dengan trotoar tanpa terhalang oleh tempat parkir kendaraan

• Bangunan, kawasan, dan jalan raya didesain dengan mengutamakan area pejalan kaki

• Keseluruhan desain untuk memenuhi aktifitas yang ditimbulkan oleh konteks yang saling berkaitan dalam hal mobilitas, keamanan, aksesibilitas, dan tempat sebagai fungsi publik dari jalan

•Sirkulasi yang sangat terhubung dengan jaringan moda transportasi

Ciri-ciri sebuah kawasan yang perencanaannya menggunakan konsep walkable urban adalah sebagai berikut:

•Manusia dari segala usia dan kemampuan memiliki akses yang mudah ke komunitas mereka dengan cara berjalan kaki

•Manusia akan lebih banya berjalan kaki, dimana masyaratkat dan lingkungan akan menjadi lebih aman, sehat, dan ramah

• Orangtua akan merasa nyaman ketika anak-anak mereka bermain di luar karena tidak ada rasa khawatir dari ancaman kendaraan bermotor

• Anak-anak menghabiskan waktu lebih banyak di luar dengan anak-anak lainnya

• Jalan didesain sedemikian rupa agar memberikan rasa aman dan fasilitas yang nyaman bagi pejalan kaki

(24)

• Pejalan kaki mendapatkan prioritas di dalam lingkungan, area komersial, serta di dalam area fasilitas penunjang

• Pengendara kendaraan bermotor akan lebih berhati-hati dalam melintas karena jalanan berdampingan dengan area pejalan kaki

• Kualitas udara dan air akan membaik

(25)
(26)
(27)

Objek desain TOD telah berhasil diterapkan pada beberapa kota. Kota yang berhasil tersebut antara lain Oregon, Amerika Serikat; Oakland, California; dan Toronto. Perancangan TOD di kota Oregon, Amerika Serikat menggunakan konsep Neighbourhood TOD. Proyek tersebut berlangsung pada tahun 1993 dengan luas kawasan ± 85 Ha (209 acre) dan jumlah penduduknya ± 1500 jiwa. Fungsi lahan yang diterapkan adalah streetfront retail, ruko, kantor-retail, residensial. Tingkat keberhasilan proyek ini terbuktu dengan memiliki banyak fasilitas pendukung untuk kawasan TOD, sehingga kawasan ini selalu ramai dikunjungi.

Proyek TOD yang berhasil lainnya terjadi di Oakland, California yang berlangsung pada tahun 1999 dengan konsep Urban Transit Village. Luas proyek ini sekitar ± 6.5 Ha (16 acre) dengan penghuninya sebanyak ± 53000 jiwa. Kawasan ini dilengkapi dengan apartemen, komersial, fasilitas umum dan fasilitas sosial. K awasan ini berhasil mewujudkan konsep sesuai dengan yang duharapkan dan terbentuknya pedestrian-friendly.

Proyek lainnya terdapat di kota Toronto yang dikerjakan pada tahun 2005. Proyek ini memiliki luas sebesar ± 1.27 Ha (3.14 acre) dan dilengkapi dengan fungsi apartemen dan komersial. Tingkat keberhasilan proyek ini terlihat dari kawasannya yang dapat menghubungkan kawasan dengan pusat transit dengan baik

Kesimpulan

Pertumbuhan penduduk pada suatu kawasan dimana kawasan tersebut memiliki infrastruktur penunjang yang baik, maka kawasan tersebut akan bertambah padat populasinya. Perancangan suatu kawasan sangat berguna

(28)

untuk menghindarkan kawasan tersebut dari kepadatan populasi yang terus bertambah.

2.5 Hipotesa

TUJUAN

Perancangan kawasan campuran ini bertujuan untuk mendesain suatu kawasan di daerah Balimester agar daerah

tersebut siap menjadi salah satu kawasan halte terpadu di Jakarta Timur dan turut serta merapikan kawasan permukiman padat di daerah tersebut dan menambahkan

ruang terbuka hijau. PERMASALAHAN

1. Bagaimana penerapan objek desain TOD ke dalam kawasan?

2. Bagaimana pengaturan sirkulasi kendaraan dalam kawasan?

3. Bagaimana caranya mengaplikasikan penghubung antara kawasan TOD dan halte terpadu?

PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH

• Studi literatur

• Landasan teori

KONSEP PERANCANGAN Pembahasan dan hasil dari pendekatan

pemecahan permasalahan PERANCANGAN TINJAUAN UMUM • Kota • Transit Oriented Development TINJAUAN KHUSUS • Sustainable Neighbourhood • Transportasi • Walkable City SKEMATIK DESAIN

JUDUL TUGAS AKHIR

Perancangan Transit Oriented Development dengan Metode Walkable Urban di Balimester, Jakarta Timur

LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan infrastruktur dalam suatu kota ikut berdampak pada bertambahnya penduduk di suatu kawasan dengan infrastruktur yang

lengkap. Pertambahan penduduk ikut berakibat pada berkurangnya daerah hijau pada kota dan ikut memperpadat suatu daerah.

F E E D B A C K

(29)

Alur penelitian yang tergambar dari kerangka berpikir di atas yaitu, pertama penelitian terhadap masalah yang terjadi di lapangan yang kemudian dibuat menjadi formulasi masalah. Setelah menemukan formulasi masalah, maka akan didapatkan tujuan penelitian. Langkah selanjutnya yaitu mengumpulkan data-data yang dapat digunakan dalam penelitian tersebut.

Langkah-langkah penelitian yang telah dilakukan tersebut dapat ditarik hipotesa sebagai berikut:

Pendekatan Transit Oriented Development dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang terjadi di kawasan Balimester, Jakarta Timur.

Gambar

Gambar 2.1 Path
Gambar 2.2 Edges
Gambar 2.5 Landmarks
Gambar 2.6 Skema Ilustrasi Konsep Transit Oriented Development  Sumber : www.krypton.mnsu.edu, diakses pada 7 Maret 2013
+3

Referensi

Dokumen terkait

Analisa dan Perancangan Sistem Ekstrakurikuler Pada SMP NU Al Ma’ruf Kudus Berbasis Web ini membahas mengenai sistem pendataan siswa ekstrakurikuler, absensi

Wajib menyerahkan Berita Acara Yudisium beserta lampiran syarat-syaratnya di Pelayanan Direktorat Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan Gedung Unit IV, mulai tanggal 20 April

Berdasarkan hasil analisis dengan metode Uji Independent Sample T- test dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, dari 21 rasio keuangan yang di analisis dalam

Laparoskopi yang paling banyak dilakukan di RSIJCP adalah pengangkatan kantong empedu (Cholesistektomy) dan usus buntu (Apendikstomy), yang dalam melakukan

Selama dalang memainkan tokoh wayang satu persatu dalam adegan kundur kedhaton iringan garap tetap dengan iringan Ladrang puspita panca warna laras pelog pathet nem yang dimulai

Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara Sumber Dana : P2 K-Trans 13 PELATIHAN DASAR UMUM (PDU) ANGKATAN XIII 25 OKT S/D 05 NOV 2012. Wisma Perkumpulan Keluarga Berencana

Model keputusan desentralisasi pada unit untuk lembaga keuangan berbentuk bank pada saat menentukan daerah pemasaran baru dan prioritas penjualan, sedangkan dalam menentukan

Berkas foton akan mengalami atenuasi yang sedikit lebih tinggi dibandingkan pada kurva isodosis terkoreksi gambar (9.a) terlihat pada peningkatan dosis yang lebih