• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis dan Karakterisasi XRD Multiferroik BiFeO3 Didoping Pb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sintesis dan Karakterisasi XRD Multiferroik BiFeO3 Didoping Pb"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Sintesis dan Karakterisasi XRD Multiferroik BiFeO

3

Didoping Pb

Tahta A, Malik A. B, Darminto

Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut, Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: [email protected]

Abstrak—Sintesis multiferoik BiFeO3 didoping Pb telah dilakukan dengan metode Pencampuran basah (liquid mixing), menggunakan Fe murni dan Fe2O3 hasil sintesis dari pasir besi. Dalam penelitian ini digunakan variasi konsentrasi doping Pb x=0,25; x=0,5; variasi suhu kalsinasi dan variasi holding time. Sample dikarakterisasi dengan XRD (X-ray Difraction) dan magnetic susceptibility balance. Sampel variasi konsentrasi doping Pb x=0,25 ditemukan fasa pengotor BFO sekunder sedangkan sampel x=0,5 ditemukan fasa pengotor BFO sekunder dan fasa bahan penyusun. Dekomposisi fasa BiFeO3 menjadi fasa sekunder BFO meningkat dengan meningkatnya suhu kalsinasi dan holding time. Doping Pb memperbesar kemungkinan terbentuknya fasa BiFeO3. Konsentrasi doping Pb x=0,5 dapat meningkatkan prosentase fraksi volume BiFeO3 sebesar ~7% dan dapat menurunkan prosentase fraksi volume fasa BFO sekunder sebesar ~15%, namun dekomposisi fasa menjadi fasa bahan penyusun meningkat ~43%. Ukuran kristal BiFeO3 sebesar ~29 nm sampai ~112 nm. Sampel memiliki nilai χ berkisar 1,69x10-7.

Kata Kunci— Liquid mixing, XRD, magnetic susceptibility balance, konsentrasi doping

I. PENDAHULUAN

Multiferoik BiFeO3 memiliki sifat magnet dan sifat listrik sekaligus. Peneliti melakukan penelitian multiferoik karena sifatnya menarik untuk aplikasi. Namun, multiferoik sulit disintesis. Dalam setiap sintesis, fasa pengotor sering muncul, misal Bi2O3 , Fe2O3 dan fasa sekunder BFO. Ketiga impuritas ini lazim muncul pada setiap sintesis dengan metode apapun [1]. Peneliti umumnya mendoping multiferoik untuk mendapatkan sifat yang lebih baik. Pada penelitian ini, BiFeO3 didoping Pb dan disintesis dengan metode Liquid Mixing. sampel dikarakterisasi dengan XRD dan magnetic susceptibily balance. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah BiFeO3 didoping Pb dapat disintesis dengan metode liquid mixing dan kaitannya pengaruh doping Pb maupun perlakuan panas terhadap fasa yang terbentuk serta nilai suseptibilitas.

II. EKPERIMEN

Fe2O3.H2O disintesis dengan metode kopresipitasi. Pasir besi dilarutkan dengan HCl, disaring, diambil larutannya kemudian dicampur NH4OH sampai mengendap. Endapan

dicuci sampai pH=7 kemudian dikalsinasi. Kopresipitasi diulangi, tanpa kalsinasi. Fe2O3.H2O digunakan untuk sintesis Bi(1-x)PbxFeO3 dengan metode liquid mixing. Fe2O3.H2O atau Fe, Bi2O3, dan PbO2, masing-masing dilarutkan dengan HNO3. Setelah itu semua larutan dicampur sampai mengerak kemudian dioven dan digerus. Perkursor Bi(1-x)PbxFeO3, diberikan perlakuan panas suhu 550ºC, 600ºC, 650ºC, 750ºC, 700ºC, 800ºC, 850ºC, dan 900ºC. Holding time 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan pemanasan bertahap 2 jam. Sampel dikarakterisasi dengan XRD dan magnetic susceptibility balance.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Sintesis Fe2O3 dari Pasir Besi

Multiferoik Bi(1-x)PbxFeO3 disintesis menggunakan Fe murni dan Fe2O3 hasil sintesis pasir besi dari daerah Jolosutro Blitar.

Gambar 1. Pola XRD Fe2O3 kopresipitasi 1 kali.

Berdasarkan analisa XRD pada Gambar 1, masih terdapat fase pengkotor Fe3O4. Fasa Fe2O3 lebih stabil daripada Fe3O4, sehingga untuk mendapatkan fasa Fe2O3 tanpa terdapat fasa Fe3O4, dilakukan kopresipitasi lagi terhadap sampel Fe2O3.

Table 1.

Prosentase fase Fe2O3 hasil sintesis

T (°C)

t (h)

%Fasa Metode

Fe2O3 Pengotor

800 2 87,05 12,95 Kopresipitasi

800 2 100

(Fe2O3.H2O)

0 Kopresipitasi 2x

(2)

Gambar 2. Pola XRD Fe2O3 kopresipitasi 2 kali.

Analisa XRD sampel kopresipitasi dua kali, diperoleh Fe2O3.H2O 100%. Fe2O3.H2O larut pada HNO3 sehingga dapat digunakan untuk sintesis Bi(1-x)PbxFeO3. Kandungan H2O adalah sisa pencucian dengan aquades. H2O akan mempengaruhi stoikiometri.

B. Hasil Sintesis Sampel Bi(1-x)PbxFeO3

Sintesis Bi(1-x)PbxFeO3 dilakukan dengan variasi konsentrasi doping Pb, bahan penyusun, suhu, dan holding time dengan metode liquid mixing. Dalam sintesis PbO2 dan Fe murni sulit larut meskipun sesuai stoikiometri, sehingga ditambahan HNO3. Penambahan NHO3 membuat ketidaksesuaian stokiometri. Bi juga mudah menguap, sehingga suhu pemanasan tidak boleh terlalu tinggi. Bi menguap terlebih dulu dari Fe sehingga membuat stokiometri tidak setimbang.

1. Tinjauan Analisa DTA-TGA

Analisis DTA-TGA dilakukan untuk mengetahui karakteristik termal sampel secara fisis berdasarkan termodinakmik, meliputi reaksi eksotermis dan endotermis.

Gambar 3. DTA-TGA BiFeO3 tanpa doping [2].

Pada Gambar 3, dijelaskan massa awal 17,5415 mg, suhu 259,80ºC terjadi pengurangan massa 4,7212 mg yang diperkirakan massa pelarut. Suhu 900ºC-1100ºC tidak terjadi pengurangan massa. Suhu 1268,40ºC serbuk kembali mengalami penurunan massa 8,21 mg.

Suhu 550ºC-900ºC diperkirakan terjadi reaksi eksotermis, dan sesuai diagram fasa BiFeO3 pada rentang suhu tersebut juga terjadi transformasi fase yang berkaitan dengan kristalisasi BiFeO3. Adanya reaksi eksotermis memungkinkan terjadinya pengikatan oksigen oleh atom Bi, Pb dan Fe karena adanya pelepasan oksigen oleh senyawa bahan dasar Bi2O3, Fe2O3 dan PbO2 membentuk senyawa BiFeO3. Namun, pada

rentang suhu ini juga memungkinkan pengikatan oksigen berlebih sehingga terbentuk BFO sekunder yang memiliki bilangan oksida besar seperti Bi46Fe2O72. Untuk itu, peran

holding time yang tepat berpengaruh besar dalam

pembentukan fase BiFeO3 bukan justru menjadi fase BFO sekunder. Dari proses eksotermis ini juga dapat diperkirakan terjadinya transisi fase feroelektrik-paraelektrik [3]. Pemilihan Suhu 750ºC sesuai dengan penelitiaan sebelumnya dan sesuai kurva DTA-TGA maupun diagram fase.

2. Tinjauan Analisis XRD Kuantitatif

Analisa XRD menunjukkan adanya fase pengotor Bi25Fe2O40, Bi2Fe4O9, Bi24Fe2O39, Fe2O3, Pb2O3, Bi2O3. Perbedaan sifat tiap komponen penyusun membuat pembentukan fase BiFeO3 sulit tercapai. Penguapan Bi yang mudah terjadi diawal sintesis karena rendahnya suhu penguapan garam bismuth membuat Bi2O3 muncul kembali diakhir proses sebagai impuritas [1]. Dopan Pb memiliki jari-jari yang hampir sama dengan Bi sehingga Pb diharapkan masuk dalam posisi Bi yang hilang dalam kristal BiFeO3, sehingga akan memperbesar kemungkinan terbentuknya fase BiFeO3.

Impuritas sulit dihindari karena transformasi fase kinetik dalam sistem Fe2O3-Bi2O3 sangat memungkinkan terjadinya impuritas selama proses [4]. Untuk memperbaiki sifat BiFeO3 yang rusak akibat fase pengotor, para peneliti umumnya mendoping BiFeO3 dengan bahan yang memiliki sifat listrik atau magnet yang baik sehingga sifatnya lebih sempurna. Namun, penambahan doping yang pernah dilakukan masih belum didapatkan single phase BiFeO3 [4] dan [5].

2. a. Variasi Suhu Kalsinasi

Informasi beberapa fase yang terbentuk dari sampel dapat dilihat dari Gambar 4a dan 4b.

(3)

Rentang suhu 550˚C-900˚C selain terjadi proses oksidasi, juga menunjukkan adanya pertumbuhan fase yang terbentuk, namun pertumbuhan fase yang terbentuk lebih menuju pada fase BFO sekunder. Dekomposisi fase BiFeO3 menjadi fase sekunder BiFeO3 meningkat dengan meningkatnya suhu kalsinasi dan holding time [2]. Pada suhu kalsinasi tinggi proses oksidasi terlalu besar, pelepasan oksigen dari bahan dasar (Bi2O3, Fe2O3, dan PbO2) pada suhu range 550˚C-900˚C berlangsung cepat karena proses oksidasi terlalu besar sehingga terjadi pengikatan oksigen dengan jumlah besar oleh Bi dan Fe, dan terjadi pertumbuhan fase sekunder dengan rumus oksida besar seperti Bi25Fe2O40,Bi2Fe4O9,Bi24Fe2O39.

Fase BiFeO3 yang lebih tinggi diperoleh dengan pemanasan pada suhu rendah dan pemanasan cepat (~1jam) sehingga memperkecil kemungkinan terbentuknya fase BFO sekunder. Fase BiFeO3 merupakan fase metastabil sehingga harus dihindari untuk perlakuan panas yang lama [6]. Adanya pengikatan oksigen berlebih membuat struktur kristal BiFeO3 tidak terbentuk dan membentuk struktur kristal yang lain. Pengikatan oksigen yang terlalu banyak membuat jumlah atom Bi dan Fe tidak seimbang dalam satu struktur kristal BiFeO3 sehingga atom Bi dan Fe tidak sesuai dengan rumus kimia BiFeO3 dan mengakibatkan jumlah atom Bi dan Fe bertambah sesuai dengan sejumlah oksigen berlebih yang diikat dalam satu kristal tersebut. Berdasarkan area pembentukan BiFeO3 dalam diagram fase Bi2O3-Fe2O3 yang sangat sempit, kedua fase Bi2Fe4O9 dan Bi25FeO39 merupakan impuritas yang biasa terbentuk dalam sintesis BiFeO3[1]. Berdasarkan Gambar 5, suhu kalsinasi tinggi memungkinkan terbentuk BiFeO3 maksimal dengan holding time yang lebih lama karena ada waktu lebih untuk melepaskan oksigen lagi setelah terikat kembali oleh atom Bi dan Fe. Hal tersebut juga memungkinkan doping Pb akan tersubsitusi secara sempurna, karena dari sinetsis yang telah dilakukan pada sampel x=0,5 masih terdapat fase Pb2O3. Namun pada sampel dengan doping Pb x=0,25, Pb sudah tersubsitusi dengan sempurna. Fase BFO sekunder Bi2Fe4O9 ditemukan pada sampel x=0,25 yang dikalsinasi pada suhu 600oC dan 650oC, sedangkan di atas suhu tersebut, terdapat fase BFO sekunder yang lain.

Gambar 5. Grafik prosentase fraksi volum fase sampel variasi suhu 600˚ C-900˚C bahan dasar Fe, holding time 2 jam, x=0,25.

Fase bahan penyusun BiFeO3 yang masih terdeteksi pada sampel x=0,5, menunjukkan besar konsentrasi x=0,5 terlalu banyak jika digunakan suhu kalsinasi dengan rentang sesuai hasil DTA-TGA sampel BiFeO3 tanpa doping yang dilakukan

sebelumnya. Konsentrasi doping Pb yang terlalu banyak membuat Bi dan Fe juga tidak tercampur dengan sempurna karena ion Pb akan membuat proses ionisasi tidak seimbang. Hal tersebut membuat pengikatan ion-ion antara Bi dan Fe tidak terjadi secara sempurna sehingga pada sampel x=0,5, Bi dan Fe masih terdeteksi karena tidak saling berinteraksi. Namun, fasa Bi2O3 Fe2O3, dan PbO2 cenderung menurun ketika holding time bertambah, yang menunjukkan bahwa pemanasan lebih lama, bahan penyusun akan tersubsitusi satu dengan yang lain. untuk sampel x=0,25 tidak ditemukan fase bahan penyusun seperti pada sampel x=0,5.

Gambar. 6. Grafik prosentase fraksi volum fase sampel variasi suhu 550˚ C-900˚C bahan dasar Fe, holding time 2 jam, x=0,5.

3. b. Variasi Holding Time

BiFeO3 mengalami dekomposisi fase selama holding time

berlangsung sehingga komposisinya berubah. Komposisi BiFeO3 menurun sedangkan BFO sekunder meningkat seiring meningkatnya holding time [6]. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, semakin lama holding time pertumbuhan kristal semakin baik hal tersebut ditunjukkan semakin sempit pola XRD sampel yang ditunjukkan pada Gambar 8a dan 8b.

 

Gambar 7. Pola XRD sampel suhu 750˚C variasi holding time (a. x=0,25. b. x=0,5).

a.

(4)

Semakin lama holding time secara langsung prosentase fraksi volum BiFeO3 semakin kecil. Hal tersebut terjadi karena semakin lama holding time pada suhu rendah akan terjadi pengikatan oksigen kembali oleh atom Bi dan Fe dengan jumlah yang banyak sehingga fase sekunder dengan rumus oksida yang lebih besar dari BiFeO3 seperti Bi25Fe2O40 semakin besar. Namun, sampel holding time 2+2 jam menghasilkan fraksi volum maksimal dari semua sampel yang di sintesis dengan variasi holding time.

Berdasarkan analisa dapat diketahui pengaruh holding time

terhadap jumlah prosentase dari fase yang terbentuk.

Gambar. 8. Grafik prosentase fase sampel suhu 750˚C variasi Fe,holding time 1,2, 3 jam, x=0,25.

Gambar. 9. Grafik prosentase fraksi volum fase sampel suhu 750˚C berbahan Fe2O3, holding time 1, 2, 3 jam, x=0,5.

Berdasarkan analisis, pemanasan bertahap dengan kelipatan pemanasan konstan (bertahap 2 jam) mampu memberikan komposisi fase BiFeO3 paling maksimal yaitu 58,35%.

Holding time lama memungkinkan lebih maksimal saat

digunakan suhu tinggi. Pada suhu tinggi terjadi proses oksidasi yang besar. Pada suhu tinggi jika digunakan holding time lebih lama akan memungkinkan akan terjadi pelepasan oksigen kembali, sehingga mengurangi fase BFO sekunder dan membuat bahan penyusun akan tersubsitusi lebih sempurna.

3. Tinjauan Analisa XRD Kualitatif (Ukuran Kristal)

Ukuran kristal sampel diperoleh dari perhitungan ukuran kristal dari data FWHM yang dihasilkan dari proses search and match dengan software expret high score plus.

Ukuran kristal BiFeO3 Sampel x=0,25 dan x=0,5 semakin besar seiring naiknya holding time dan suhu. Pada suhu 600C˚- 900C˚, terjadi pertumbuhan kristal yang ditunjukkan semakin besar ukuran kristal. Namun tidak berarti suhu

tersebut terjadi pertumbuhan fase BiFeO3, karena fraksi volum BiFeO3, semakin turun seiring naiknya suhu. Pada sampel terjadi pertumbuhan kristal saat suhu dan holding time

dinaikkan, namun oksidasi yang tidak sempurna membuat pertumbuhan fase BiFeO3 tidak terbentuk dan terbentuk fase BFO sekunder.

Gambar. 10. Ukuran kristal sampel variasi holding time, konsentrasi x=0,25 dan x=0,5.

Gambar. 11. Ukuran kristal sampel variasi suhu kalsinasi, konsentrasi x=0,25 dan x=0,5.

Ukuran kristal BiFeO3 sampel x=0,5 relatif lebih kecil dari sampel x=0,25. Hal tersebut terkait besar konsentrasi doping. Doping menyebabkan penurunan kisi kristal BiFeO3. Subsitusi Pb pada posisi Bi dalam kristal, membuat kisi antara ikatan Bi semakin kecil sehingga ukuran kristal BiFeO3 semakin kecil.

4. Perbandingan Bahan Multiferroik BiFeO3 dengan Doping dan Tanpa Doping

Tabel. 2.

Perbandingan prosentase fraksi volum fase BiFeO3 disintesis dengan metode

liquid mixing. Raw

Material T (Co)

T (h)

% BiFeO3

%BFO sekunder

%total BFO

% Lai n

Fe 750 3 38,6 - - -

Fe 550 1 50,7 11,5 62,2 37,7

Fe 750 1 42,6 57,4 100 0

Fe(0,25) 750 1 44,4 55,5 100 0

Fe (0,5) 750 2+2 58,3 5,32 73,6 26,3

(5)

BiFeO3, sehingga memperbesar kemungkinan terbentuknya kristal BiFeO3. Doping menyebabkan penyimpangan puncak (XRD). Berdasarkan pola XRD yang terbentuk, terlihat terjadi pergeseran puncak. Lebih banyak konsentrasi doping, lebih besar penyimpangan puncak ke sudut 2θ besar. Penyimpangan terjadi saat Pb mensubsitusi Bi yang membuat kisi kristal semakin kecil karena jari-jari Pb lebih kecil dari Bi, hal tersebut membuat jarak antara bidang kristal semakin kecil, dan saat dikenai sinar-X, terjadi difraksi sudut sinar datang dan sinar pantul yang semakin besar.

Gambar 12. Penyimpangan puncak pola XRD BiFeO3 (x=0; 0,25; 0,5) sudut

22,5.

Penyimpangan pola difraksi pada gambar 12 menjadi parameter bahwa sampel telah terdoping Pb dan ukuran kristal semakin kecil saat konsentrasi doping semakin besar.

5. Perhitungan Nilai Susceptibilitas (χ) Sampel dengan Alat

Magnetic Susceptibility Balance

Nilai χ sampel semakin besar seiring kenaikan prosentase BiFeO3. Fase pengotor bahan penyusun BiFeO3 dapat memperkecil nilai susceptibilitas sampel. Bi2O3 dan Pb2O3 bukan ferromagnetik, sehingga semakin banyak fase tersebut dalam sampel semakin kecil χ sampel.

Tabel. 3

Susceptibilitas variasi bahan Fe, x=0,25. BiFeO3

Susceptibilitas variasi bahan Fe, x=0,5. BiFeO3

Semakin besar fase BFO sekunder, semakin kecil nilai χ sampel. Namun jika dibandingkan dengan sampel yang memiliki fase pengotor bahan penyusun, sampel yang memiliki fase pengotor BFO sekunder memiliki χ lebih besar. Hal tersebut memperlihatkan BFO sekunder memiliki peran

terhadap sifat megnet sampel. Fase BFO sekunder memiliki atom Fe yang termasuk ferromagnetik, sehingga BFO sekunder memiliki sifat magnet. Pengaruh besar konsentrasi doping Pb juga dapat dilihat dari nilai χ sampel. Nilai χ sampel x=0,5 lebih kecil daripada sampel x=0,5. Hal tersebut memungkinkan fase BiFeO3 sampel x=0,5 lebih banyak terbentuk oleh subsitusi Pb terhadap Bi dari pada sampel x=0,25. Nilai χ dari Pb dan Bi dapat dilihat dari konfigurasi elektron, yang memperlihatkan bahwa spin tidak berpasangan Bi lebih banyak daripada Pb, sehingga nilai χ Bi lebih besar dari Pb. Untuk itu, χ sampel x=0,5 lebih kecil dari sampel x=0,25.

Sampel x=0,5 memiliki prosentase fasa BFO sekunder lebih kecil daripada sampel x=0,25. Sehingga nilai χ sampel x=0,5 lebih kecil dari sampel x=0,25. Hal tersebut juga membuktikan bahwa BFO sekunder menyumbang sifat magnetik didalam sampel.

IV. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Doping Pb meningkatkan prosentase fraksi volume BiFeO3 sebesar ~7%, dan menurunkan prosentase fraksi volume fasa BFO sekunder sebesar ~15%, namun meningkatkan dekomposisi fasa menjadi fasa bahan penyusun sebesar ~43%.

2. Semakin besar suhu pemanasan dan semakin lama

holding time, semakin menurun prosentase fraksi volum

fasa BiFeO3 dan bahan penyusun masing-masing sebesar ~8% dan ~30%, namun fraksi volum fasa BFO sekunder semakin meningkat ~16%.

3. Semakin besar suhu kalsinasi dan holding time, ukuran kristal meningkat ~16%. Namun sampel dengan x=0,5 ukuran kristalnya menurun ~43% daripada x=0,25.

4. Nilai χ sampel berkisar 1,69x10-7, sehingga sampel

termasuk paramagnetik.

UCAPANTERIMAKASIH

Ucapan terima kasih Penulis T.A. disampaikan kepada pihak-pihak yang mendukung penelitian ini, antara lain staf Laboratorium Fisika Material dan Research Centre ITS, para dosen Fisika, DIKTI melalui PKM, yayasan beasiswa KSE dan YAGI, beserta beberapa pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(012)

(6)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Hua, et al.,(2010),”Factors Controlling Pure-phase Multiferroic BiFeO3 Powders Synthesized by Chemical Coprecipitation”, Journal of Alloys and Compounds Vol.509,p.2192–2197.

[2] Asih, Retno .(2012).”Sintesis Multiferoik BiFeO3 dengan Metode

Kopresipitasi, Wet-Mixing, dan Solid-State Reaction Menggunakan Fe2O3 Hasil Sintesis dari Pasir Besi”.Institut Taknologi Sepuluh

Nopember;Surabaya.

[3] Felicia, et al,(2010), “Preparation and Properties of (1-x) BiFeO3-xBaTiO3 Ceramics”, journal of alloy and coumpound. Vol 506.862-867.

[4] De-Chang, Jia et al ,(2009), “Structure And Multiferroic Properties Of

BiFeO3 Powders”, Journal of the European Ceramic

Society,Vol.29,p.3099–3103.

[5] Kim, S, J,. (2009), “Multiferoic Properties of Ti-Doped BiFeO3”,

Journal of Korean Physics Society, vol.56,p439-442.

Gambar

Gambar 1. Pola XRD Fe2O3 kopresipitasi 1 kali.
Gambar 3. DTA-TGA BiFeO3 tanpa doping [2].
Gambar 5. Grafik prosentase fraksi volum fase sampel variasi suhu 600˚900C-˚C bahan dasar Fe, holding time 2 jam, x=0,25
Gambar. 9. Grafik prosentase fraksi volum fase sampel suhu 750˚FeC berbahan 2O3, holding time 1, 2, 3 jam, x=0,5
+2

Referensi

Dokumen terkait

Diperoleh suhu endotermal (puncak yang dihasilkan ke kanan)yang mengindikasikan bahwa film ini melepas uap air pada suhu 70 o C dan 130 o C, yang menyatakan bahwa terjadi dua

Pola difraksi sinar-X dari sampel NiFe 2 O 4 yang disintesis menggunakan metode kopresipitasi dengan variasi konsentrasi NaOH dan variasi suhu sintesis ditunjukan

Dalam sistem cair, isoterm adsorbsi menyatakan variasi adsorben dan adsorbat yang terjadi pada suhu konstan. Pada kondisi kesetimbangan terjadi distribusi

skripsi dengan judul “Variasi Doping Pb terhadap Pertumbuhan Fase Bahan Superkonduktor Bi-2212 pada Kadar Ca 1.10 dan Suhu Sintering 830°C”, sebagai salah satu syarat

Hasil pengamatan terhadap intensitas warna dari ekstrak kulit buah rambutan terhadap lama pemanasan pada pH berbeda mempengaruhi stabilitas warna dengan perlakuan suhu

Pada waktu kontak 60-100 menit terjadi peningkatan adsorpsi kembali sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang optimasi waktu kontak pada adsorpsi logam Pb(II)

Dari hasil spektrum FTIR menunjukkan bahwa daerah bilangan gelombang β - fase PVDF berubah karena telah terjadi interaksi antara serat nano dengan nanokomposit

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,