• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun Kawasan Perbatasan Secara Terintegrasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Membangun Kawasan Perbatasan Secara Terintegrasi"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

D I R E K T O R A T K A W A S A N K H U S U S D A N D A E R A H T E R T I N G G A L D E P U T I P E N G E M B A N G A N

R E G I O N A L D A N O T O N O M I D A E R A H B A P P E N A S

ISSN 1693-6957 E D I S I 2 1 • 2 0 0 8

Membangun Kawasan Perbatasan

Secara Terintegrasi

Perkembangan Kebij akan dan Implementasi Kegiatan Pembangunan Kawasan

Perbatasan 2005-2007

Konsep dan Strategi Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Sesuai UU no. 26/ 2007

Model-model Pengembangan Kawasan perbatasan

Mayj en TNI Romulo Simbolon : Diperlukan Mekanisme Koordinasi Pembangunan

Wilayah Perbatasan Secara Terpadu

(2)

egara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbatasan dengan banyak negara baik di wilayah darat maupun laut. Di wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, Papua Nugini (PNG) dan Timor Leste. Kawasan perbatasan darat tersebar di tiga pulau dan empat provinsi yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan di wilayah laut, Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thai-land, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Kawasan perbatasan laut termasuk juga pulau-pulau terluar yang seluruhnya berjumlah 92 pulau.

Mengapa pembangunan kawasan perbatasan negara menjadi isu yang sangat penting? Letak kawasan ini yang berhadapan secara langsung dengan negara lain memang menyebabkan kawasan ini rawan terhadap intervensi dari negara lain baik dalam aspek ekonomi, politik, sosio-kultural, maupun keamanan. Di sisi lain, kawasan ini memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat besar. Dengan demikian, disamping memiliki fungsi strategis dalam bidang ekono-mi, kawasan perbatasan juga memiliki fungsi strategis dalam menjamin kedaulatan wilayah negara.

Djalal (2007) menyatakan bahwa perubahan luas wilayah suatu negara disamping dapat terjadi melalui

peru-bahan-perubahan alamiah (accretion), penjualan/pembelian wilayah ( purcha-ses), peperangan (conquest), penemu-an (discoveries), suksesi/bubarnya

negara (succession), penggabungan

negara (federation/integration), mau-pun akibat adanya perkembangan hukum internasional, juga dapat terjadi secara politis, sosio-kultural, dan eko-nomis. Hal tersebut dapat terjadi apa-bila suatu wilayah dan penduduk tidak memperoleh perhatian yang cukup dari pemerintahnya sehingga penduduk di tempat-tempat tersebut tidak lagi merasa ada hubungan hukum, politis, sosio-kultural, maupun ekonomis dengan bagian-bagian lainnya dari negara tersebut. Untuk menghin-darkan “hilangnya” bagian wilayah NKRI tersebut, maka pembangunan kawasan perbatasan negara merupa-kan agenda pembangunan nasional yang sangat penting.

Dengan demikian pembangunan kawasan perbatasan negara memiliki dua tujuan penting yaitu untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh Hukum Internasional; serta untuk meningkatkan kesejahteraan masya-rakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial dan budaya serta keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.

Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan keberpihakan pada

pembangunan kawasan perbatasan terus bergulir, baik dari segi kerangka kebijakan maupun kerangka investasi dan kegiatan. Fokus pada bagian perta-ma ini akan memotret perkembangan kebijakan dan pengembangan kawasan perbatasan dalam jangka waktu tiga tahun pelaksanaan RPJM Nasional 2004-2009 dan berbagai permasalahan yang masih dihadapi serta memerlukan tindaklanjut kedepan dalam pembang-unan kawasan perbatasan.

Kebijakan dan Regulasi

Upaya percepatan pembangunan kawasan perbatasan tidak mungkin terwujud tanpa adanya dukungan dan keberpihakan kebijakan. Hingga saat ini, pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang diharapkan secara signifikan dapat mendorong pengembangan kawasan perbatasan.

Dalam rangka mewujudkan pem-bangunan yang lebih merata dan berke-adilan di kawasan perbatasan, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasio-nal (RPJP) 2004-2025 telah mengama-natkan bahwa wilayah-wilayah perba-tasan dikembangkan dengan mengu-bah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi

inward looking menjadi outward looking

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dila-kukan, selain menggunakan

pendekat-Perkembangan Kebijakan dan Pelaksanaan

Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara

(3)

an yang bersifat keamanan, juga diper-lukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus juga perlu diarahkan bagi pengembangan pulau-pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 sebagai acuan kerja lima tahun bagi Kabinet Indonesia Bersatu juga telah menetapkan pembangunan kawasan perbatasan negara sebagai salah satu agenda prioritas pembang-unan nasional dalam jangka menengah. RPJM Nasional kemudian dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun untuk menjadi acuan bagi kementerian dan lembaga serta oemerintah daerah dalam menyusun rencana kerja masing-masing.

Selain kebijakan perencanaan pembangunan nasional, pada tahun 2007, pemerintah telah menetapkan kebijakan spasial yang bersifat makro melalui penerbitan Undang-Undang no. 26 tahun 2007 mengenai Penataan Ruang Nasional. Berdasarkan Undang-Undang ini kawasan perbatasan negara, termasuk pulau-pulau kecil terluar, telah ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan perta-hanan dan keamanan.

Baru-baru ini pemerintah juga mengeluarkan PP no. 26 tahun 2008 mengenai Rencana Tata Ruang Wila-yah Nasional sebagai turunan dari UU Penataan Ruang Nasional, dimana PP tersebut menetapkan 26 pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), yaitu kawa-san perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara (lihat Kotak 1, hal 8). Kedua regulasi mengenai penataan ruang tersebut secara jelas menunjukan perubahan paradigma dalam pengem-bangan kawasan perbatasan negara sesuai dengan amanat RPJP dan RPJM Nasional. Dengan keluarnya kedua regulasi ini, pengembangan kawasan perbatasan secara “outward looking” telah memiliki landasan makro yang jelas dan kuat dari sisi penataan ruang. Regulasi lain yang telah dikeluarkan oleh pemerintah adalah Peraturan

Presiden No. 78 mengenai pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Peraturan presiden ini dikeluarkan dengan tujuan untuk memberikan arahan kebijakan operasional dalam mengelola 92 pulau kecil terluar. Selain sebagai penentu batas wilayah NKRI, pulau-pulau kecil terluar memiliki nilai strategis ekonomi yaitu memiliki potensi sumber daya alam serta jasa-jasa lingkungan lainnya yang tinggi, seperti pariwisata dan lain sebagainya. Terdapat 3 misi utama dari Perpres 78/2005, yaitu :

1. Menjaga keutuhan wilayah NKRI, keamanan nasional, pertahanan Negara dan bangsa serta mencip-takan stabilitas kawasan

2. Memanfaatkan sumber daya alam dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan.

3. Memberdayakan masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahtera-annya. Dengan prinsip pengelolaan berdasarkan Wawasan Nusantara, berkelan-jutan dan berbasis masyarakat, serta mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah.

Pembiayaan Pembangunan

Keberpihakan pemerintah dalam pembangunan kawasan perbatasan sesuai amanat RPJMN telah diwujud-kan dalam bentuk keberpihadiwujud-kan pem-biayaan pembangunan terhadap daerah-daerah yang berada di kawasan perbatasan negara. Sebagai bentuk afirmasi terhadap pembangunan daerah perbatasan tersebut, sejak tahun 2007 karakteristik wilayah perbatasan telah dijadikan salah satu komponen yang diperhitungkan dalam pengalo-kasian Dana Alokasi Khusus (DAK). Pengalokasian Dana alokasi khusus (DAK) dilakukan melalui tiga kriteria, yaitu kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum memper-timbangkan kemampuan keuangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), dimana jika ada daerah yang APBD-nya kurang maka layak memperoleh DAK. Sedangkan alokasi DAK dengan kriteria khusus adalah dae-rah pesisir kepulauan, daedae-rah perba-tasan, daerah tertinggal, daerah rawan

banjir, dan daerah dalam kategori ketahanan pangan. Upaya ini dimaksud-kan untuk mempercepat pembangunan dan sarana serta prasarana wilayah pada daerah yang masih tergolong tertinggal, termasuk daerah-daerah di kawasan perbatasan.

Penetapan dan Penegasan Batas Negara

Indonesia sudah memiliki perjan-jian batas negara di darat dengan Papua Nugini dan sebagian besar batas darat dengan Malaysia dan Timor Leste. Namun masih terdapat beberapa permasalahan di beberapa segmen garis batas. Untuk menyelesaikan berba-gai permasalahan batas darat antar kedua negara dilakukan upaya survei dan pemetaan, perbaikan tugu batas, serta perundingan-perundingan antara Indonesia dengan negara tetangga.

(4)

meningkatkan kesejahteraan masya-rakat setempat.

Pengembangan Sarana dan Prasarana pada Exit-Entry Point

Saat ini terdapat 79 Pos Lintas Batas (PLB) di 7 Provinsi, 12 diantaranya meru-pakan tempat perlintasan internasional. Ke-79 PLB internasional dan tradisional yang tersebar di wilayah perbatasan darat dan laut NKRI masih sangat terbatas baik dalam kelembagaan, infrastruktur pelayanan, dan personil. PLB-PLB tersebut perlu ditingkatkan fasilitasnya, dan sedapat mungkin memiliki fasilitas yang memenuhi standar internasional, antara lain terdapat unsur bea cukai, imigrasi, karantina, dan keamanan. Beberapa permasalahan PLB yang memerlukan penanganan secara terkoordinasi antara lain :

1. Jumlah dan kualitas sarana dan prasarana sangat minim dan tidak sesuai dengan peruntukannya 2. Tidak memiliki bentuk fisik

bangunan dan tata letak yang sinergis dan representatif sebagai halaman depan negara

3. Personil pelaksana di lapangan sangat minim baik dari sisi jumlah maupun kemampuan

4. Kurangnya partisipasi Pemerintah Daerah terkait dalam penyediaan sarana dan prasarana pendukung 5. Kurangnya dukungan anggaran

pelaksanaan program dan kegiatan Untuk meningkatkan kualitas pelayanan PLB, pada tahun 2007 Departemen Dalam negeri mengelu-arkan Permendagri No.18 Tahun 2007 tentang Standarisasi Sarana, Prasarana dan Prosedur Pelayanan Lintas Batas Antar Negara, yang antara lain mengatur distribusi kewenangan, tata guna lahan dan bangunan yang akan digunakan, mekanisme koordinasi, prosedur pela-yanan, pembentukan administratur pengelola, monitoring evaluasi, dan pelaporan. Regulasi ini bertujuan untuk memberikan kemudahan, kelancaran, dan kenyamanan bagi para pelintas batas antar negara sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan arus

pelintas batas yang keluar-masuk wilayah NKRI.

Berdasarkan regulasi tersebut, setiap PLB internasional dan PLB tradisional harus memiliki sarana dan prasarana utama dan penunjang. Sarana dan prasarana utama terdiri dari bangunan pos lintas batas, bangunan keamanan, peralatan teknis operasi-onal, pintu gerbang dan pagar. Sarana dan prasarana penunjang terdiri dari jalan, listrik, sanitasi, air bersih, seluran drainase dan telekomunikasi, balai kesehatan, perumahan pegawai, tempat penukaran uang, pertokoan, dan sarana lain sesuai kebutuhan.

Selain mengeluarkan regulasi untuk meningkatkan pelayanan PLB, peme-rintah sejak tahun 2006 telah mengalo-kasikan anggaran bagi pembangunan atau rehabilitasi PLB di seluruh Indonesia melalui dana Tugas Pembantuan (TP). Beberapa PLB yang telah difasilitasi pembangunannya antara lain PLB di Kabupaten Belu, Nunukan, Bengkayang, Sambas, Natuna, Boven Digoel, Pegunungan Bintang, dan Kabupaten Bengkalis.

Pembangunan Infrastruktur Sosial Ekonomi

Pembangunan kawasan perba-tasan tidak terlepas dari penyediaan infrastruktur sosial ekonomi. Selama kurun waktu 2005-2007, pemerintah telah melakukan pembangunan berba-gai jenis infrastruktur di kawasan perba-tasan, meliputi infrastruktur an darat, perhubungan laut, perhubung-an udara, telekomunikasi, listrik, air bersih, pendidikan, kesehatan, pasar, dan permukiman.

Dari aspek perhubungan, upaya untuk menghubungkan wilayah-wilayah terisolir termasuk kawasan perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar dilakukan melalui pembangunan perhubungan perintis. Untuk angkutan penyeberangan perintis, hingga tahun 2007 telah tersedia 89 lintas penyeberangan perintis di seluruh Indonesia. Dalam jangka panjang, pemerintah berencana akan menyediakan 184 lintas penyebe-rangan perintis. Sedangkan hingga akhir pelaksanaan RPJM Nasional,

direnca-nakan akan terbangun tambahan der-maga perintis sebanyak 45 unit dan kapal perintis sebanyak 20 unit. Secara rutin, dialokasikan dana untuk melakukan subsidi operasi angkutan penyeba-rangan

Untuk angkutan laut perintis, hingga saat ini telah tersedia 52 rute trayek angkutan laut perintis. Pada periode 2005-2007, pemerintah melakukan pembukaan aksesibilitas pulau kecil terluar melalui penyediaan jalur transportasi kapal PELNI, antara lain penyediaan kapal PELNI rute Bitung-Pulau Miangas- Bitung-Pulau Marore, dan rute Jakarta–Kepulauan Natuna, Jakarta-Sorong-Biak (Gugus Pulau Mapia); serta pemberian alat-alat komunikasi. Untuk memperlancar transportasi antar pulau di kawasan perbatasan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran bagi peningkatan pembangunan pelabu-han-pelabuhan perintis, diantaranya Pelabuhan Nunukan, Tenua (Kupang), Fak-Fak, serta Manokwari. Pemerintah juga membangun Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di pulau kecil terluar. Untuk penyediaan angkutan udara di kawasan perbatasan, pembangunan/ pengembangan bandara serta subsidi angkutan udara perintis menjadi priori-tas pemerintah. Tujuan diselenggara-kannya angkutan udara perintis adalah guna membuka isolasi dan mengem-bangkan semua daerah. Penyelengga-raanya dilakukan oleh pemerintah deng-an mengikutsertakdeng-an perusahadeng-an angkutan udara nasional yang dapat diberi kemudahan tertentu. Meskipun pembukaan rute penerbangan perintis

mempunyai demand rendah, namun

diharapkan dapat merangsang perkem-bangan ekonomi daerah yang bersang-kutan (trade follows the ship).

(5)

udara di kawasan perbatasan tersebut diupayakan agar mampu didarati minimal oleh pesawat sekelas F-27.

Selama periode 2005-2007, peme-rintah juga telah melakukan pemeliha-raan, peningkatan, dan pembangunan jaringan jalan di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kabupaten Keulauan Talaud, Maluku Tenggara Barat Halma-hera Utara, dan Papua. Untuk mendu-kung kelancaran arus barang dan orang, telah dibangun beberapa terminal lintas batas antara lain di Motaain (NTT), Singkawang (Kalbar), dan Entrope (Papua).

Penyediaan sarana dan prasarana pendukung permukiman telah dilaku-kan pemerintah baik di kawasan perba--tasan darat maupun pulau kecil terluar. Misalnya pemberian bantuan energi alternatif listrik tenaga surya dan alat komunikasi, serta penyediaan air bersih saluran drainase, jalan poros, dan sara-na persampahan di Kalbar, Kaltim, Papua, NTT, Maluku, Sulut, dan Kepri. Untuk mengembangkan kegiatan eko-nomi, pemerintah membangun outlet ekspor, antara lain di Skouw, Entikong, Tarakan, Atambua, Bitung, dan Nunu-kan, serta pembangunan pasar di perba-tasan untuk memfasilitasi perdagangan lintas batas antara kedua negara, antara lain di Sanggau, Sambas, Malinau, Talaud, Jayapura, Sangihe.

Pertahanan dan Keamanan

Dalam upaya meningkatkan pertahanan di kawasan perbatasan TNI secara rutin melaksanakan operasi pengamanan perbatasan, bakti sosial, penyuluhan, serta pengembangan sarana dan prasarana pertahanan mau-pun keamanan, misalnya pos pengama-nan perbatasan. Demikian pula dengan Kepolisian Republik Indonesia yang secara rutin melakukan upaya-upaya penyelidikan dan penyidikan tindak pidana dalam rangka pemberantasan kegiatan ilegal di kawasan perbatasan. Pembangunan pos-pos pertahanan serta pos polisi di kawasan perbatasan juga dilakukan untuk menciptakan situasi keamanan yang kondusif serta meningkatkan pelayanan terhadap

masyarakat. Namun demikian perlu diakui bahwa penanganan kegiatan ilegal di kawasan perbatasan negara selama tiga tahun terakhir tampaknya masih menghadapi berbagai tantangan karena kegiatan ilegal terutama pembalakan liar, ternyata masih sulit dibendung. Hal ini disebabkan masih lemahnya upaya pencegahan maupun penegakan hukum terhadap kegiatan-kegiatan ilegal yang terjadi di kawasan perbatasan.

Permasalahan Mendasar

Meskipun banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mempercepat pembangunan di Kawa-san PerbataKawa-san, berbagai kalangan menilai bahwa keterbatasan pendanaan masih menjadi persoalan mendasar untuk mempercepat pembangunan kawasan perbatasan. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dirasakan belum sebanding dengan luasnya kawasan perbatasan yang harus ditangani. Selain itu, inefisiensi pelaksanaan kegiatan pembangunan masih sangat menonjol. dimana banyak kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun peme-rintah daerah yang cenderung tumpang tindih dan tidak sinergis satu dengan yang lain. Aspirasi yang sering disuarakan oleh pemerintah daerah adalah perlunya suatu sistem kelembagaan di tingkat pusat yang menangani kawasan perbatasan secara khusus serta perlunya payung hukum yang mampu mendorong keberpihakan dan keterpaduan dalam pembangunan kawasan perbatasan.

Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti

Potret singkat perkembangan kebijakan dan kegiatan pembangunan serta permasalahan yang telah diurai-kan memperlihatdiurai-kan adanya pening-katan keberpihakan pada pembangu-nan kawasan perbatasan selama tiga tahun terakhir oleh berbagai Kemente-rian/Lembaga di tingkat pusat. Namun tantangan yang harus dijawab adalah bagaimana keberpihakan tersebut dapat semakin meningkat lagi di masa yang akan datang serta diiringi oleh semakin terpadunya sektor-sektor dan

pemerintah daerah dalam upaya pembangunan kawasan perbatasan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah saat ini tengah berupaya menyelesaikan beberapa rancangan regulasi yang lebih bersifat operasional untuk semakin meningkatkan keberpi-hakan dalam pembangunan kawasan perbatasan serta mendorong pengelo-laan kawasan perbatasan secara lebih terintegrasi. Rancangan regulasi yang tengah digodok misalnya regulasi mengenai Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Perbatasan, serta Rancangan Inpres Percepatan Pembangunan Kawasan Perbatasan dan Pulau Kecil Terluar (lihat : rubrik wawancara).

Terobosan regulasi semacam ini perlu segera diimplementasikan secara konsisten dan berkelanjutan di masa yang akan datang untuk semakin mempercepat pembangunan kawasan perbatasan. Dengan adanya perenca-naan spasial yang lebih rinci, sistematis, berkelanjutan, serta didukung oleh sistem kelembagaan yang terkoordinasi dengan baik, diharapkan ke depannya setiap unsur terkait dapat melakukan perencanaan dan pelaksanaan pro-gram sektoral secara terpadu dengan sektor lain. Selain itu, keberadaan regulasi ini diharapkan dapat lebih mendorong jumlah maupun kualitas pendanaan yang dialokasikan Kemen-terian/Lembaga serta Pemerintah Daerah untuk membangun kawasan perbatasan. Pada gilirannya, dengan adanya stimulasi pendanaan yang memadai dari pemerintah terutama pada sektor infrastruktur serta upaya-upaya untuk memperbaiki iklim usaha, pembangunan kawasan perbatasan diharapkan juga dapat didukung oleh investasi dari sektor swasta.

(6)

K

awasan perbatasan merupakan wilayah yang secara geografis berbatasan langsung dengan negara tetangga dengan fungsi utama mempertahankan kedaulatan negara dan kesejahteraan masyarakat. Wilayah yang dimaksud adalah bagian wilayah provinsi, kabupaten atau kota yang langsung bersinggungan dengan garis batas negara (atau wilayah negara) dan/ atau yang memiliki hubungan fungsional (keterkaitan). Kawasan perbatasan negara Indonesia terdiri dari dua matra yaitu: kawasan perbatasan negara matra daratan dan kawasan perbatasan matra laut.

Kawasan perbatasan matra laut mengacu pada hukum laut internasional berupa titik koordinat batas negara baik batas laut teritorial, zona ekonomi ekslusif (ZEE), dan batas landas kontinen, yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Kawasan perbatasan matra laut ini dibatasi pada laut teritorial, khususnya pulau-pulau kecil terluar. Kawasan perbatasan matra darat mengacu pada peraturan internasional dan kesepakatan bilateral yang ditandai oleh titik koordinat berupa patok-patok batas. Indonesia sebagai negara yang luas baik daratan dan laut yaitu hampir 2 juta km2, dikelilingi oleh 10 negara

te-tangga (Singapura, Malaysia, Thailand, Brunai, PNG, Palau, Timor Leste, Australia, Vietnam, dan Philipina). Rencana Tata Ruang Nasional mengi-dentifikasi 10 kawasan perbatasan negara, yang terdiri dari 3 kawasan perbatasan negara matra darat (Kalimantan, Papua, dan NTT) dan 7 kawasan perbatasan negara matra laut (NAD-Sumut, Riau-Kep. Riau, Sulut, Malut-Papua, Maluku Tenggara Barat, NTT, dan laut lepas mulai dari barat

Pulau Sumatera hingga Pantai Selatan Nusa Tenggara Barat).

Dilihat dari kekayaan sumberdaya alam dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan, kondisi kawasan perbatasan di Indonesia adalah “paradoks”. Sumber daya alam yang berlimpah-limpah baik di darat (hutan, migas, tambang, dan perkebunan) maupun di laut (migas dan perikanan) yang seharusnya menjadi modal pembangunan kawasan ini, ternyata justru dieksploitasi secara besar-besaran dan dibawa keluar, telah menyebabkan masyarakat di kawasan ini relatif tertinggal dan miskin bahkan pada umumnya terisolir.

Kondisi tersebut telah diantisipasi oleh Pemerintah dengan adanya peru-bahan paradigma pembangunan kawa-san perbatakawa-san di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJP dan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang RPJM, yang menegaskan adanya 5 fungsi yang menjadi dasar kebijakan pembangunan kawasan perbatasan, yaitu: (1) kawasan perbatasan sebagai “beranda depan” negara dan pintu ger-bang internasional ke negara tetangga, (2) kawasan perbatasan menerapkan keserasian prinsip pembangunan kese-jahteraan dan pertahanan keamanan, (3) pembangunan kawasan membe-rikan perlindungan terhadap kawasan konservasi dunia dan kawasan lindung nasional, (4) pengembangan ekonomi secara selektif sesuai potensi eksternal dan internal kawasan, (5) sebagai kerja sama ekonomi yang menguntungkan antar negara dengan melibatkan pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha.

Mengantisipasi pesatnya pem-bangunan kawasan perbatasan dan paradigma baru, Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menegaskan prioritas penataan ruang kawasan perbatasan terutama dengan nilai strategis nasional kawasan perbatasan dari sudut kedaulatan NKRI dan kesejahteraan masyarakat. Berbasis RTR Kawasan Perbatasan ini diharapkan dapat menjadi alat koordinasi pembangunan kawasan antar sektor dan antar wilayah.

Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Negara : Amanat UU no. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Amanat Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menegaskan hal-hal yang terkait dengan Penataan Ruang Kawasan Perbatasan, sebagai berikut:

1. Sebagai rencana rinci tata ruang, yang berfungsi sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang dalam hal ini rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN), terutama alokasi ruang dari fungsi-fungsi kedaulatan negara dan beranda depan/pintu gerbang internasional.

2. Fungsi dan kedudukan Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan:

a. Keterpaduan pemanfaatan ruang lintas wilayah dan lintas sektor di kawasan perbatasan; b. penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota di di kawasan perbatasan;

c. perumusan dan sinkronisasi program pemanfaatan ruang di kawasan perbatasan;

Konsep dan Strategi Penataan Ruang

Kawasan perbatasan Negara Sesuai UU 26/2007

Tentang Penataan Ruang

(7)

d. pengendalian pemanfaatan ruang di di kawasan perbatasan;

e. acuan spasial dalam penyele-saian konflik pemanfaatan ruang di di kawasan perbatasan; dan

f. acuan koordinasi dan kerja-sama pembangunan lintas wila-yah, lintas sektor, dan lintas pemangku kepentingan 3. RTR Kawasan Perbatasan ini harus juga menjadi acuan bagi pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk membangun kawasan perbatasan 4. Bentuk legalitas RTR Kawasan Per-batasan adalah Peraturan Presiden (Perpres)

5. Jangka waktu rencana sama dengan waktu RTRWN (2028)

Permasalahan

Secara umum, permasalahan kawa-san perbatasan adalah relatif tertinggal, terisolir, dan miskin, tetapi memiliki potensi sumber daya alam yang besar dan akses tinggi ke pasar negara tetangga tinggi. Beberapa permasalahan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Kawasan perbatasan masih menjadi “daerah belakang” negara, yang mendapat hanya sedikit sekali porsi pembangunan, antara lain: a. Pembangunan sarana dan

prasa-rana (transportasi, telekomunika-si, listrik, air) di kawasan perbatas-an masih terbatas, baik dengan wilayah lain maupun dengan negara tetangga.

b. Fasilitas

Custom-Immigration-Quarantine-Security (CIQS)

relatif belum lengkap atau terba-tas pada beberapa fungsi saja, akibatnya kawasan perbatasan rawan terhadap berbagai kegi-atan ilegal, seperti illegal logging, perdagangan manusia, illegal fishing, dan illegal trading.

c. Masih banyak titik-titik koordinat batas yang belum disepakati, yang dapat berdampak pada “belum pastinya” garis batas antar negara dan kedaulatan wilayah Republik Indonesia.

2. Tidak semua kawasan perbatasan terlayani pintu keluar/masuk pada-hal aktivitas sosial ekonomi berpotensi besar. Kawasan perba-tasan cenderung memfokuskan hanya pada prinsip-prinsip perta-hanan keamanan, antara lain:

a. Pulau-pulau berukuran kecil yang rentan hilang akibat eks-ploitasi pasir lautnya sehingga dapat mengakibatkan berubah-nya Titik Dasar/Titik Referensi sebagai acuan dalam menarik Garis Pangkal Kepulauan Indo-nesia, masih belum dilindungi secara optimal.

b. Keberadaan penduduk lokal di kampung-kampung di kawasan perbatasan harus dapat diper-tahankan sebagai bagian dari pertahanan negara, tetapi juga harus dapat hidup layak dengan sumber daya yang tersedia. c. Ketersediaan sumber daya alam

justru tidak dapat dilindungi hanya oleh aparat pertahanan dan keamanan karena jarak yang cukup panjang (untuk Kasaba sepanjang ± 2.000 km).

3. Keberadaan kawasan konservasi dunia dan kawasan lindung yang strategis berskala nasional, berpo-tensi dirusak untuk kepentingan individu/kelompok tertentu demi kepentingan ekonomi, antara lain: Suaka Margasatwa Karakelang Utara dan Selatan dan Tanimbar, Cagar Alam Nyiut-Penrissen dan Enarotali, Taman Nasional Kayan Mentarang dan Kutai (Heart of Borneo), Taman Wisata Alam Laut Pulau Enggano dan Bengkayang, Taman Nasional Laut Wasur, dan Taman Nasional Laut Pulau Weh.

4. Kawasan perbatasan belum meng-embangkan ekonomi yang mampu bersaing dengan negara tetangga. a. Kondisi sosial ekonomi

masya-rakat yang tinggal di kawasan perbatasan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga di negara tetangga (pertumbuhan ekonomi Sabah 4,5%/tahun; income/kap Sabah $ 3.000/ bulan).

b. Potensi sumber daya alam di kawasan perbatasan umumnya belum dikelola dengan optimal dan rawan terhadap eksploitasi sebanyak-banyaknya oleh pihak negara tetangga sehingga tidak memberikan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup bagi masyarakat di kawasan perba-tasan : 10-20 juta m3 kayu illegal

diselundupkan ke Malaysia setiap tahun, kerugian akibat pencurian ikan + Rp 2 triliun/ tahun.

c. Belum berkembangnya kegiatan industri yang mengolah SDA (e.g. kayu, ikan) menyebabkan perdagangan kayu log tanpa diolah (potential loss mencapai triliunan rupiah).

d. Di kawasan perbatasan belum terdapat pusat promosi menge-nai hasil produksi Indonesia e. Permasalahan berdimensi

eko-nomi, yaitu belum berkembang-nya komoditas unggulan yang sinergis dengan industri pengo-lahan sehingga mengakibatkan terjadinya penyelundupan dan pemasaran yang berorientasi ke luar negeri.

5. Kawasan perbatasan belum menjadi kawasan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan antar negara yang melibatkan pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha a. Permasalahan yang berdimensi

(8)

tetangga, serta pergeseran garis tapal batas;

b. Belum spesifiknya kerja sama regional seperti BIMP-EAGA, IMS-GT, IMT-GT, dan AIDA dalam mengembangkan kawasan perbatasan.

Kebijakan

Menghadapi permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya, Pemerin-tah melalui UU No 17 Tahun 2007 dan Perpres No 7 Tahun 2005 telah menca-nangkan percepatan pembangunan kawasan perbatasan yang dirinci dalam program pembangunan 5 tahun. Dengan pembangunan yang bertahap tersebut, kebijakan kawasan perbatasan adalah sebagai berikut:

1. Mendorong pengembangan kawa-san perbatakawa-san sebagai “beranda depan” negara dan pintu gerbang internasional ke negara tetangga, dengan strategi:

a. pengembangan kota utama kawasan perbatasan sebagai pusat promosi dan investasi, pusat pengembangan barang dan jasa yang berorientasi ekspor dengan berbasis pada potensi sumber daya.

b. meningkatkan fungsi bea cukai, imigrasi, karantina, keamanan ( C u s t o m I m m i g r a t i o n -Quarantine-Security/CIQS) di kota-kota utama pada pintu gerbang perbatasan.

c. peningkatan dan pengembang-an sarpengembang-ana dpengembang-an prasarpengembang-ana perko-taan (jalan, air bersih, hotel, terminal, dan sebagainya). 2. Pengembangan kawasan

perbatas-an menerapkperbatas-an keserasiperbatas-an prinsip pembangunan kesejahteraan dan pertahanan keamanan, dengan strategi:

a. memberikan fungsi pertahanan dan keamanan negara yang merata, terutama pada pengelolaan garis batas negara dan pengelolaan sumber daya potensial

b. memberdayakan kampung-kampung di kawasan perbatas-an dengperbatas-an pemperbatas-anfaatperbatas-an kawa-san pengembangan ekonomi yang berfungsi sekaligus menjadi penjaga wilayah kedaulatan NKRI

3. Memberikan perlindungan terhadap kawasan konservasi dunia dan

kawasan lindung yang strategis berskala nasiona, dengan strategi : a. pengelolaan fungsi kawasan lindung di kawasan perbatas-an, diantaranya : Taman Nasional Laut Pulau Weh, Suaka Alam Laut Sambas dan Pulau Sebatik, Suaka Marga-satwa Karakelang Utara dan Selatan dan Tanimbar, Cagar Alam Nyiut-Penrissen dan Enarotali, Taman Nasional Kayan Mentarang dan Kutai (Heart of Borneo/HoB), Wasur, Taman Wisata Alam Laut Pulau Enggano dan Bengkayang 4. Mendorong pengembangan

kawa-san pengembangan ekonomi secara selektif didukung oleh kegiat-an ekonomi sesuai potensi internal dan eksternal, dengan strategi: a. menetapkan komoditas/produk

unggulan kawasan untuk ekspor, sekaligus pengelolaan kawasan ekonominya sesuai dengan potensi pengembangannya; b. meningkatkan aksesibilitas

dengan membangun sistem ja-ringan transportasi antar-moda; c. mengaitkan pengembangan pulau terluar dengan kawasan potensial ekonomi atau kawasan andalan terdekat, sesuai potensi dan peluang

d. mendorong pertumbuhan kota utama kawasan perbatasan sebagai pusat pertumbuhan di kawasan perbatasan

5. Mendorong kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan antar negara dengan melibatkan peme-rintah daerah, masyarakat dan dunia usaha, dengan strategi:

a. Memanfaatkan hubungan kerja sama di kawasan perbatasan dengan negara tetangga yang saling menguntungkan, dalam bidang ekonomi, penyediaan infrastruktur, sosial budaya, politik, pertahanan dan

Grs batas

Ke:

• kawasan andalan

• Pusat Kegiatan Nasional Kawasa

n

Negara tetangga

Indonesia

Ke

• kawasan andalan

• Pusat Kegiatan Nasional

Lokasi SD Alam

KPE Kota utama perbatasan (PKSN)

Lokasi pasar di negara tetangga (kota) PPLB (fasilitas CIQS)

ekspor Input dari resources Keterangan :

Kawasan Lindung

(9)

keamanan, misalnya bilateral seperti Sosek Malindo, maupun multilateral seperti kerja sama HoB.

Penataan Ruang Kawasan

Sebagai matra spasial dari kebijak-an pengembkebijak-angkebijak-an kawaskebijak-an an, penataan ruang kawasan perbatas-an negara dilakukperbatas-an secara berhirarki dan terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pada tingkat nasional (PP RTRWN) telah dirumuskan hal-hal sebagai berikut :

1. Kebijakan dan strategi pengem-bangan kawasan perbatasan nega-ra. Kebijakan pengembangan kawa-san perbatakawa-san yaitu peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara. Sedangkan strategi pengembangan kawasan perbatasan meliputi :

a. menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan b. mengembangkan kegiatan budi

daya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan c. mengembangkan kawasan

lin-dung dan/atau kawasan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan ka-wasan strategis nasional dengan kawasan budi daya terbangun. 2. Penetapan Kawasan Strategis

Nasi-onal Perbatasan Negara, yaitu : (a) Kawasan Perbatasan Laut RI dengan negara India/Thailand/Semenan-jung Malaysia (Provinsi NAD dan Sumut); (b) Kawasan Perbatasan Laut RI dengan Semenanjung Malay-sia/Vietnam/Singapura (Provinsi Riau dan Kepri); (c) Kawasan Perba-tasan Darat RI dengan negara Timor Leste (Provinsi NTT); (d) Kawasan Perbatasan Laut RI dengan negara Timor Leste/Australia; (e) Kawasan Perbatasan Darat RI dan Jantung

Kalimantan (Heart of Borneo) (Kalbar, Kaltim, dan Kalteng); (f) Kawasan Perbatasan Laut RI dengan negara Philipina (Kaltim, Sulteng, dan Sulut); (g) Kawasan Perbatasan Laut RI dengan negara Timor Leste/Austra-lia (Provinsi Maluku dan Papua); (h) Kawasan Perbatasan Laut RI deng-an negara Palau (Provinsi Malut, Papua Barat, dan Papua); (i) Kawa-san PerbataKawa-san Darat RI dengan ne-gara Papua Nugini (Provinsi Papua); (j) Kawasan Perbatasan Negara yang berhadapan dengan laut lepas (Provinsi NAD, Sumut, Sumbar, Bengkulu, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, dan NTB).

Pada tingkat kawasan (Raperpres RTR Kawasan Perbatasan), dirumus-kan :

1. alokasi ruang untuk ke-5 fungsi kawasan perbatasan negara, 2. alokasi infrastruktur yang

mendu-kung fungsi kawasan perbatasan, 3. strategi pelaksanaan/perwujudan

alokasi ruang/infrastruktur pendu-kung 5 tahunan (jangka menengah), 4. kelembagaan.

Pada tingkatan Kawasan Pengem-bangan Ekonomi (KPE), dirumuskan : 1. penetapan komoditas atau produk

unggulan ekspor ke negara tetang-ga, termasuk peluang investasi dan pasar,

2. hubungan input-proses-output dari komoditas atau produk unggulan (kluster industri),

3. alokasi ruang untuk kegiatan input-proses-output produk unggulan, 4. alokasi ruang permukiman dan

perkotaan utama kawasan,

5. alokasi infrastruktur (detail kawasan), 6. tahapan pembangunan tahunan.

Sedangkan pada tingkatan kota utama kawasan perbatasan (PKSN), dirumuskan :

1. alokasi ruang untuk pusat promosi, investasi, kawasan komersial perkantoran, termasuk fasilitas untuk CIQS, dan permukiman

2. alokasi infrastruktur (detail kota) 3. fasilitas perkotaan

4. estetika kota perbatasan sebagai etalase negara

5. tata bangunan dan lingkungan.

Penutup

Penataan ruang kawasan perbatas-an, hingga pengaturan ruang detail Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) dan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) mendesak disiapkan dan dilegalkan agar dapat menjadi acuan spasial bagi pembangunan antar sektor maupun daerah. Upaya penataan ruang ini diharapkan dapat didorong dengan perangkat pengendalian pe-manfaatan ruang, antara lain perizinan, insentif-disinsentif, dan sanksi yang te-gas agar secepatnya kawasan ini dapat mengejar ketertinggalannya (DTO)

* Direktur Penataan Ruang Nasional, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum

KOTAK 1

(10)

Model-Model Pengembangan Kawasan Perbatasan

P

engembangan kawasan perbatasan pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan dan meningkatkan kegiatan ekonomi dan perdagangan antara kedua negara yang akan memberikan dampak bagi peningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dan peningkatkan pendapatan negara nelalui kegiatan ekspor dan impor. Beberapa model pengembangan wilayah yang dapat dikembangkan di kawasan perbatasan meliputi : (1) model pusat pertumbuhan; (2) model transito; (3) model stasion riset dan wisata ekologi; (4) model kawasan agropolitan; dan (5) model kawasan perbatasan laut. Setiap model pengembangan kawasan perbatasan tersebut memiliki komponen pembentuk masing-masing yang sesuai dengan sifat (karakteristik) dan kebutuhan pengembangannya. Pengembangan model-model kawasan tersebut pada pelaksanaanya perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing lokasi serta kebijakan pemerintah setempat.

Model Pusat Pertumbuhan

Pengembangan pusat pertumbuhan di kawasan perbatasan perlu dilakukan secara bertahap, mulai dari usaha perdagangan dan jasa, pergudangan, industri, sampai kegiatan prosesing yang menggunakan bahan baku dari kedua negara, sehingga dibutuhkan suatu kawasan berikat dan pelabuhan bebas (dry port). Pengembangan kawasan perbatasan menjadi pusat-pusat pertumbuhan sangat dibatasi oleh faktor alam dan perlu disesuaikan dengan pusat-pusat pertumbuhan yang ada di negara tetangga. Pusat-pusat pertumbuhan baru ini diharapkan menjadi kota-kota perbatasan yang maju dengan tingkat kemakmuran yang lebih baik dibandingkan dengan wilayah-wilayah di sekitarnya. Sistem kota-kota di perbatasan yang terbentuk ini diharapkan dapat mengefisienkan berbagai pembangunan infrastruktur yang akan dilakukan. Beberapa

komponen yang membentuk model ini terdiri dari Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB), kawasan berikat, kawasan industri, pelabuhan darat, welcome plaza, dan kawasan permukiman.

Setiap kawasan perbatasan darat dilengkapi oleh pintu perbatasan (border gate) resmi yang digunakan sebagai satu-satunya sarana akses keluar dan masuk bagi orang maupun barang. Di wilayah pintu perbatasan tersebut perlu dilengkapi dengan Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB). Fungsi PPLB pada dasarnya adalah untuk memeriksa setiap kegiatan, baik orang maupun barang, yang melintasi perbatasan negara. Dengan meningkatnya aksi terorisme internasional dan berbagai kegiatan ilegal seperti penyelundupan kayu dan tenaga kerja ilegal, PPLB saat ini dituntut tidak hanya mengurusi permasalahan bea cukai, imigrasi, dan karantina (CIQ), tetapi juga keamanan atau security.

Kawasan berikat mempunyai fungsi sebagai kawasan pengolahan produk untuk tujuan ekspor yang memanfaatkan banyak bahan baku maupun bahan penolong dari luar negeri dengan tujuan untuk diekspor kembali. Kawasan ini umumnya berada dekat dengan kawasan pelabuhan bebas. Pengembangan kawasan berikat di kawasan perbatasan diharapkan dapat menyerap tenaga kerja, serta menahan keinginan TKI untuk bekerja di negara tetangga (misalnya di Malaysia) melalui

Gambar 1. Model Pusat Pertumbuhan

Perkebunan Perkebunan Welcome

Plaza

Pos keamanan

Kota Lama Kawasan

Berikat

Pelabuhan Darat PPLB

(11)

Gambar 2. Model Kawasan Transito

Welcome Plaza

Pos keamanan

Kota Lama PPLB Batas

Negara

Rumah Sakit Hotel

penyediaan fasilitas dan gaji yang memadai. Karena letaknya yang strategis, diharapkan investor dari negara tetangga akan banyak yang menanamkan modalnya mengingat fasilitas tenaga kerja yang berlimpah. Perbedaaan pengembangan kawasan berikat di kawasan perbatasan dan di luar kawasan perbatasan adalah : (i) Di kawasan perbatasan, pembangunan kawasan berikat ditujukan untuk memberikan fasilitas kerjasama terutama antar dua negara untuk dapat berkompetisi di pasar global, sedangkan untuk kawasan berikat di luar kawasan perbatasan umumnya adalah untuk menarik modal investasi dan kerjasama dari berbagai negara untuk menghasilkan barang yang akan diekspor kembali; (ii) Karena kerjasama investasi terbatas pada investor dari dua negara, maka produk yangd ihasilkan juga sangat terbatas dan merupakan gabungan kompetensi dua negara yang berbatasan, sedangkan untuk kawasan berikat di luar kawasan perbatasan umumnya merupakan gabungan investasi dari berbagai negara; (iii) Untuk kawasn berikat di dalam kawasan perbatasan, pasar yang dibidik lebih terbatas dibandingkan kawasan berikat di luar kawasan perbatasan.

Kawasan industri merupakan kawasan yang dikhususkan untuk

mengolah bahan baku menjadi bahan yang siap dipasarkan. Oleh karena itu keberadaan kawasan industri di kawasan perbatasan akan sangat menguntungkan bagi kegiatan perdagangan dan ekspor komoditi yang memerlukan proses pengolahan. Selain itu, kawasan industri di perbatasan juga bertujuan untuk menarik investasi dari negara tetangga dengan berbagai fasilitas yang menarik serta tenaga kerja yang berlimpah, selain lokasinya mudah dimonitor dari negara tetangga. Pengembangan kawasan industri di kawasan perbatasan secara terlokalisir akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang, memudahan interaksi antar industri, serta meminimalkan dan mengendalikan dampak negatif lingkungan yang akan terjadi. Selain itu, dengan melokalisir berbagai industri dalam suatu kawasan, investasi infrastruktur yang ada akan lebih murah daripada harus membangun sendiri-sendiri.

Pelabuhan darat (dry port) merupakan terminal barang dan peti kemas. Kegiatan bongkar-muat dan pergudangan serta terminal baik terminal penumpang maupun terminal penumpukan peti kemas/barang dilayani di kawasan ini seperti halnya di bandara atau pelabuhan laut, pengurusan administrasi untuk keperluan ekspor dan

impor antar negara. Keberadaan pelabuhan darat di kawasan perbatasan sangat dibutuhkan mengingat lalu lintas barang yang dibawa melalui kendaraan darat seperti truk, kontainer, dan kendaraan besar lainnya perlu ditampung terlebih dahulu sebelum didisteribusikan ke tempat lain. Dengan adanya pelabuhan darat di kawasan perbatasan, usaha-usaha jasa ekspedisi pengangkutan, freight forwarder, serta jasa-jasa lain akan tumbuh sebagai pendukung usaha kepelabuhanan. Demikian pula usaha-usaha jasa seperti pos, perbankan, air bersih, listrik, transportasi, jasa bongkar muat, peti kemas, pergudangan, bengkel, rumah makan, penginapan, serta usaha-usaha pendukung lainnya akan berkembang sejalan dengan perkembangan kegiatan di pelabuhan darat. Di dalam pelabuhan darat atau pelabuhan bebas ini berbagai fungsi PPLB, seperti bea cukai, karantina, dan keamanan, perlu dikembangkan di dalamnya.

(12)

Gambar 3. Model Kawasan Agropolitan

Pusat Pelayanan Agropolitan PPLB Batas

Negara

Desa Kebun Desa Kebun

Desa Kebun

Penduduk di kawasan perbatasan pada umumnya hidup terpencar-pencar dengan jarak yang berjauhan, maka perlu dilakukan permukiman kembali untuk mengefisienkan pembangunan prasarana dan sarana permukiman yang dibutuhkan. Dengan dibangunnya berbagai kawasan industri, maka dibutuhkan sarana dan prasarana permukiman yang layak bagi tenaga kerja. Pembangunannya perlu dikendalikan dengan ketat jika kawasan ini berdekatan dengan kawasan lindung. Kawasan permukiman yang dibangun dapat ditata lebih baik dengan fasilitas yang memadai jika para pekerja industri di perbatasan dapat menerima gaji yang layak. Ruang terbuka, taman, sekolah, dan supermarket harusnya dapat berkembang dengan baik disini, karena selain usaha-usaha industri yang ada, lokasinya juga sangat strategis sebagai lintasan barang dan orang.

Model Transito

Model Transito adalah pengembangan kawasan perbatasan dengan fungsi yang dititikberatkan sebagai tempat transit para pelintas batas Indonesia dari dan ke negara tetangga. Pengembangan kawasan transito di perbatasan sangat

dimungkinkan karena adanya interaksi antara pusat pertumbuhan di kedua negara yang berbatasan, sehingga dapat menciptakan berbagai kegiatan perjalanan antar negara. Di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia misalnya, banyak orang pontianak yang berbelanja ke Kuching melakukan transit di Entikong/Tebedu, atau TKI dari Jawa dan Sulawesi yang akan bekerja di Serawak dan Sabah melakukan transit dulu di Entikong dan Nunukan atau pintu perbatasan lain yang akan dibuka. Dalam model ini tidak diperlukan dryport

atau terminal, karena dapat dibangun di pusat pertumbuhan negara masing-masing. Untuk keperluan mempercepat proses dan keamanan lintas barang dan orang, selain PPLB sebagai fasilitas standar di perbatasan, dalam model ini juag perlu dikembangkan beberapa fasilitas lain seperti welcome plaza dan kawasan permukiman yang pengembangannya disesuaikan dengan kebutuhan .

Sebagai kawasan yang difungsikan sebagai lokasi transit, perli disediakan suatu welcome plaza yang terdiri dari fasilitas pelayanan jasa dan komersial, terutama perbankan, money changer, perhotelan, kesehatan, rumah makan, pos dan telekomunikasi, cindera mata, industri kecil, bengkel dan usaha

bongkar muat barang, serta jasa-jasa lainnya. Pengembangan kawasan transito harus disesuaikan dengan kondisi daerah yang berbatasan. Selain menjual berbagai jasa dan pelayanan para pelintas batas, kawasan transit ini juga dapat difungsikan sebagai ruang pamer produk, sebagai etalase daerah untuk memperkenalkan produk-produk unggulannya. Selain itu pusat bisnis dapat dibangun dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan. Seberapa besar fasilitas yang dibutuhkan oleh kawasan transit ini sangat tergantung pada aktivitas ekonomi kedua wilayah yang membangkitkan perjalanan antar negara. Jika interaksi antarnegara yang terjadi hanya sebatas aliran tenaga kerja, maka fasilitas penginapan serta fasilitas kesehatan yang cukup modern harus tersedia disini. Namun jika interaksi di perbatasan sudah masuk pada skala industri dengan pertukaran modal, bahan baku, teknologi, dan tenaga kerja terlatih, maka diperlukan infrastrukur bisnis yang cukup besar dan berskala internasional.

(13)

Gambar 4. Model Kawasan Perbatasan Laut

Batas Negara

PPLB

Pelabuhan

Kawasan Wisata

Kawasan Akuakultur

Kawasan berikat

Kawasan industri

Kawasan Permukiman

PPLB

PPLB

Model Stasiun Riset dan Wisata Lingkungan

Beberapa kawasan perbatasan, misalnya di Kalimantan dan Papua, terletak di wilayah pedalaman yang umumnya kaya akan berbagai jenis flora dan fauna serta budaya lokal yang beraneka ragam dengan etnis dan bahasa serta suku-suku yang sangat banyak. Berbagai keragaman lingkungan dan budaya ini juga diperkaya dengan lokasinya yang sangat eksotis serta adanya berbagai jeram, danau, bukit, dan gunung yang sangat baik untuk dijadikan obyek wisata. Karena letaknya di pedalaman, berbagai kendala yang dihadapi untuk mengembangkan kawasan ini adaah kelangkaan prasarana dan sumberdaya manusia baik kualitas maupun kuantitasnya. Pengembangan kawasan perbatasan sebagai obyek wisata lingkungan dan budaya perlu didukung oleh berbagai aktivitas riset di kawasan ini. Dengan adanya stasiun-stasiun riset ini, berbagai aspek budaya dan keanekaragaman hayati akan dapat dinikmati oleh para turis yang ingin mengetahuinya. Tanpa adanya kegiatan-kegiatan riset ataupun dikaitkan dengan berbagai kegiatan riset, seperti mengadakan wisata riset

di lapangan, maka wisata lingkungan di kawasan perbatasan akan sulit untuk dikembangkan. Pengembangan wisata lingkungan di kawasan perbatasan dapat memanfaatkan infrastruktur yang telah mapan di negara tetangga untuk dapat disatukan dalam satu jaringan wisata lingkungan. Walaupun dapat memanfaatkan infrastruktur yang telah ada di negara tetangga seperti jalan, pertokoan, fasilitas penginapan dan sebagainya, perlu disiapkan pula berbagai prasarana yang ada supaya turis dapat lebih lama tinggal di wilayah Indonesia. Komponen-komponan yang harus dikembangkan udalam model ini antara lain staisun riset dan kawasan budaya lokal, serta kawasan wisata lingkungan.

Tidak seperti kawasan wisata lain, untuk menjual wisata lingkungan, terutama keanekaragaman hayati serta berbagai satwa eksotis yang ada di kawasan perbatasan perlu didukung oleh keberadaan suatu stasiun riset yang berbasiskan kehutanan, lingkungan hidup, biologi, dan budidaya pertanian/ perkebunan. Sasaran dari stasiun riset ini adalah para peneliti mancanegara maupun masyarakat awam yang tertarik kepada aktivitas riset dan penelitian. Beberapa aktivitas dan fasilitas wisata

yang dapat ditawarkan oleh stasiun riset misalnya riset lapangan, study tour, laboratorium alam, ruang pamer, serta museum mini. Stasiun riset ini bersatu dengan kawasan budaya lokal dan permukiman penduduk, dimana dalam kawasan ini para turis dapat berinteraksi secara langsung dengan penduduk lokal.

Untuk dapat menyelenggarakan acara riset lapangan ataupun kegiatan wisata ke kawasan-kawasan yang terpencil dan eksotis, perlu suatu perencanaan obyek wisata dan riset serta rute-rute perjalanan yang dapat menjamin keselamatan para peserta. Jarak dari penginapan ke obyek yang dituju harus disesuaikan dan dirangkai dalam suatu alur cerita dan acara yang telah dijadwalkan dengan baik. Perlu disediakan fasilitas penginapan mobil yang dapat menjangkau daerah-daerah pedalaman dengan fasilitas yang cukup memadai. Aktivitas yang dilakukan haruslah menyatu dengan aktivitas-aktivitas riset dan event-event wisata global sehingga sasaran yang dituju lebih mudah tercapai.

Pos Pemeriksaan Lintas Batas di kawasan riset dan wisata lingkungan perbatasan harus dapat berfungsi dengan baik dan sesuai dengan standar yang berlaku (dilengkapi dengan fasilitas CIQS). Walaupun kawasan wisata lingkungan di perbatasan ini umumnya adalah kawasan-kawasan yang sulit dijangkau, fasilitas jalan adalah persyaratan mutlak untuk perkembangan kawasan ini. Pemeriksaan dalam PPLB di kawasan ini perlu lebih diperletat sehingga pencurian berbagai spesies dan plasma nutfah yang dilindungi dapat dicegah. Fasilitas karantina harus benar-benar memadai tidak hanya untuk manusia, tetapi hewan dan tumbuh-tumbuhan.

(14)

dari berbagai pelayanan jasa dan komersial juag sangat dibutuhkan. Fasilitas yang perlu dikembangkan adalah penginapan, telekomunikasi, dan jasa pemanduan. Berbagai aktivitas komersial disesuaikan dengan kebutuhan wisata lingkungan yang dikembangkan. Toko-toko yang menjual peralatan kemah, peta-peta lokasi serta buku informasi mengenai lingkungan dan keanekaragaman hayati harus ada dan mudah dijangkau para turis. Karena wisatawan yang datang ke kawasan ini umumnya akan tinggal dalam waktu yang lama, maka fasilitas penginapan dan prasarana publiknya juga harus disesuaikan, terutama fasilitas kesehatan.

Model Kawasan Agropolitan

Kawasan agropolitan terbentuk akibat pemanfaatan lahan di negara tetangga sebagai kawasan budidaya berdampak pada investasi dan pemanfaatan lahan di sisi Indonesia untuk keperluan yang sama. Karena awal pengembangannya merupakan kelanjutan dari perkebunan yang ada di negara tetangga serta orientasi pemasarannya masih ke negara tetangga, pola pengembangan spasialnya menjadi berbentuk koridor yang membentang sepanjang perbatasan. Agropolitan merupakan sistem manajemen dan tatanan terhadap suatu kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan bagi kegiatan ekonomi berbasis pertanian (agribisnis/ agroindustri). Kawasan agropolitan diharapkan akan mendorong pengembangan ekonomi berbasis pertanian di wilayah hinterland, dan oleh karenanya perlu diciptakan suatu linkage antara kawasan agropolitan dengan wilayah hinterland. Kegiatan agribisnis yang dimaksudjkan dalam hal ini mengacu kepada pertanian dalam arti luas yang mencakup empat sub sektor yaitu sub sebktor hulu, usaha tani, hilir, serta jasa-jasa. Pasar dari produk pertanian dan perkebunan yang dihasilkan kawasan agropolitan dapat

dipasarkan pada pengolahan di pusat pertumbuhan baru perbatasan atau pengolahan wilayah lain di Indonesia atau negara tetangga. Dengan berkembangnya kawasan agropolitan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat setempat melalui percepatan pengembangan desa dan kota, serta mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing dari mulai hulu hingga ke hilir beserta jasa penunjangnya. Dengan demikian nantinya dapat mengurangi kesenjangan kesejahteraan antarwilayah, antarkota dan desa, serta kesenjangan pendapatan masyarakat. Model pengembangan kawasan agropolitan oleh pemerintah harus dilakukan secara berkelanjutan dan memperhatikan daya dukung kawasan untuk menghindari perusakan lingkungan serta faktor keamanan perbatasan. Komponen-komponen dalam model kawasan agropolitan antara lain desa-desa pertanian serta pusat pelayanan agropolitan.

Desa pertanian berfungsi sebagai kawasan permukiman petani, dengan berbagai fasilitas publik seperti sekolah, balai kesehatan, toko/warung dan fasilitas permukiman lainnya. Desa pertanian ini merupakan kawasan pemasok hasil pertanian (sentra produksi pertanian) yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pusat pelayanan agropolitan merupakan kota pertanian yang berfungsi sebagai pusat pengolahan, koleksi, dan distribusi hasil-hasil pertanian dan perkebunan. Fasilitas yang perlu ada disini misalnya gudang penyimpanan serta toko pertanian/kebun yang melayani beberapa desa agropolitan. Selain itu juga perlu ada fasilitas pengolahan skala kecil dan menengah.

Model Kawasan Perbatasan Laut

Kawasan perbatasan laut dapat terbentuk dari cluster aktivitas ekonomi

yang berbasiskan sumberdaya laut dan pesisir. Kawasan perbatasan laut ini dihuni oleh masyarakat pesisir yang hidupnya bertumpu pada budidaya laut (aquaculture) untuk dipasarkan atau diproses di tempat lain. Dalam kawasan perbatasan laut ini, desa-desa pantai perlu dilengkapi dengan fasilitas untuk pengawetan dan penyimpanan hasil dari usaha budidaya kelautan. Petani yang melakukan budidaya laut (rumput laut, mutiara, teripang, tambak udang/ikan, dan lain-lain) umumnya juga merupakan nelayan, sehingga fasilitas nelayan untuk keperluan nelayan juga harus disediakan. Selain PPLB sebagai fasuilitas standar yang harus ada di kawasa perbatasan, beberapa komponen lain yang membentuk model ini antara lain kawasan berikat, kawasan industri, kawasan pelabuhan bebas, kawasan akuakultur, serta kawasan wisata pantai.

Kawasan berikat di perbatasan laut dapat dikembangkan sebagaimana layaknya kawasan berikat di kawasan lain. Jenis usaha dan produk yang dikembangkan dalam kawasan berikat dapat lebih variatif, serta pasar yang dituju juga lebih luas. Jika kawasan berikat di perbatasan darat melayani hubungan bisnis dua negara, maka kawasan berikat di perbatasan laut melayani banyak negara dengan pasar yang lebih luas. Kawasan berikat ini jika berkembang dengan baik cenderung untuk berubah menjadi Free Trade Zone (FTZ).

Kawasan industri di perbatasan laut umumnya dibangun dekat pelabuhan. Dengan berbagai komoditi lokal sebagai bahan baku, maka prosesing dalam kawasan industri ini tidak saja untuk pasar ekspor, tetapi juga pasar lokal terutama pasar antar pulau di Indonesia. Kawasan industri yang dibangun pada perbatasan laut atau pulau terluar yentunya perlu disesuaikan dengan luas kawasan atau pulau tersebut.

(15)

feeder biasa. Jaringan dan potensi ekonomi hinterland akan sangat mempengaruhi jumlah kapal yang bersandar. Jika aktivitas ekonomi berorientasi ekspor di kawasan tersebut semakin besar, maka diperlukan fasilitas pelabuhan yang dapat menampung kapal besar dengan pelayaran ke seluruh dunia. Kawasan pelabuhan bebas ini umumnya perlu dilengkapi berbagai fasilitas kepelabuhanan seperti dermaga, terminal penumpang, lapangan penumpukan, lapangan penimbunan kontainer, gudang, fasilitas perkantoran, fasilitas CIQ dan pos keamanan, peralatan kepelabuhanan (alat navigasi, kapal tunda, crane, foklift,

dll), fasilitas listrik dan air bersih, serta fasilitas pendukung lainnya.

Kawasan perbatasan laut di Indonesia pada umumnya juga kaya akan potensi budidya kelautan, seperti budidaya udang, mutiara, teripang, rumput laut, dan sebagainya. Pengembangan kawasan akuakultur pada kawasan perbatasan laut akan menguntungkan karena hasilnya dapat segera diolah dan dijual melalui fasilitas kawasan yang ada.

Sedangkan kawasan wisata pantai di kawasan perbatasan terutama di pulau-pulau kecil dapat dikembangkan dengan tujuan untuk menarik wisatawan mancanegara, baik negara tetangga maupun negara lain. Kawasan wisata pantai perlu dilengkapi dengan fasilitas perhotelan, restoran, tempat penukaran mata uang, dan toko cindera mata serta persewaan alat wisata laut untuk turis-turis. Mengingat lokasinya di kawasan perbatasan, turis akan memperoleh keuntungan jiak disediakan fasilitas keimigrasian yang cepat, tertib, dan mudah, namun tetap menjaga keamana. (DTO)

Sumber : Strategi dan Model Pengembangan Wilayah Perbatasan Kalimantan, Bappenas, 2004

P

os Lintas Batas (PLB) adalah gerbang yang mengatur arus keluar masuk

orang dan barang di wilayah perbatasan. Pembangunan PLB harus didasarkan atas kesepakatan diantara dua negara. Dibawah ini memperlihatkan persebaran PLB di Indonesia yang didasarkan atas perjanjian dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste.

KABUPATEN/

KOTA KECAMATAN POS LINTAS BATAS

NEGARA TETANGGA

Kab. Sambas Paloh Sajingan Besar

1. Temajuk 2. Liku 3. Sajingan 4. Aruk

Kab. Sanggau Entikog Sekayam

1 Entikong 2 Segumon 3 Bantan

Malaysia

Kab. Sintang Ketungau Hulu Ketungau Tengah

1. Jasa 2. Nanga Bayan 3. Semareh

Malaysia

Kab. Kapuas Hulu

Puring Kencana Badau

1. Merakai Panjang 2. Langau 3. Nanga Badau

Malaysia

Kab. Malinau 1. Kayan Hulu/Hilir Long Nawang Malaysia Kab. Kutai Barat 1. Long Apari Lasan Tuyan Malaysia Kab. Nunukan 1. Nunukan

2. Sai Pancang 3. Pujungan 4. Lumbudut 5. Krayan 8. Simanggaris 9. Long Bawan

Kab. Indagiri Hilir 1. Kateman 2. Tanah Merah Gaung Anak Serk

1. Guntung 2. Kuala Enok 3. Kuala Gaung

Malaysia

Kab. Kepulauan Riau

1. Bintan Timur 1. Mapur 2. Senayang 3. Teluk Bintan 6. Tambelan 7. Jemaja

2. Turiskain

RDTL RDTL

Kab. Kupang Oepoli RDTL

Kab. Timur Tengah Utara

1. Napan

2. Wini

RDTL

Sumber : Direktorat Administrasi Wilayah Perbatasan, Ditjen PUM, Depdagri

(16)

Diperlukan Mekanisme Pengembangan Kawasan

Perbatasan

Secara Terpadu

Mayjen TNI Romulo Simbolon

Deputi Bidang Pertahanan Negara Kemenkopolhukam

Ketua Desk Wilayah Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil Terluar :

Upaya pembangunan di wilayah perbatasan terkesan lamban. Menu-rut Bapak terobosan apa yang sang-at diperlukan untuk memperce-psang-at pembangunan wilayah perbatasan ?

Perlu dipercepat upaya-upaya pem-bangunan infrastruktur di wilayah perba-tasan, karena tanpa infrastruktur wilayah perbatasan sulit berkembang. Pem-bangunan infrastruktur tersebut seharus-nya tidak didasarkan dari pendekatan jumlah populasi, tapi didasarkan pada potensi yang ada di wilayah perbatasan.

Bagaimana dengan pendekatan keamanan ?

Pendekatan keamanan jelas tetap diperlukan untuk mencegah terjadinya

trans-nasional crime, seperti illegal logging, illegal traficking, illegal fishing,

penyelundupan senjata, penyelundupan narkoba, dan sebagainya, yang masih sering terjadi di wilayah perbatasan Pengembangan wilayah perbatasan dilakukan secara sinergis melalui pendekatan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang.

Bagaimana dukungan dari sisi kebijakan ?

Dari aspek kebijakan, perhatian pemerintah terhadap pengembangan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar sudah cukup besar. Misalnya, pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden no. 78 mengenai pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Yang menjadi masalah adalah implementasinya. Alokasi anggaran yang diberikan untuk pengembangan wilayah perbatasan belum sesuai harapan. Menurut data dari Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan, pada tahun 2005 alokasi anggaran pembangunan

bagi wilayah perbatasan hanya Rp. 35 miliar, sementara pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp. 194 miliar. Meskipun mengalami peningkatan yang signifikan, namun nilainya masih jauh dari memadai bila dibandingkan kebutuhan ideal untuk mempercepat pembangunan wilayah perbatasan di seluruh Indonesia.

Mengapa implementasi kebijakan-kebijakan yang ada masih sangat lemah ?

Sampai saat ini belum ada konsep yang jelas di tingkat implementasi dalam pengembangan wilayah perbatasan. Pengembangan wilayah perbatasan sebagai halaman depan negara melalui pendekatan kesejahteraan terkesan masih menjadi wacana. Kita belum memiliki masterplan dan rencana aksi pengembangan wilayah perbatasan. Sering terjadi perbedaan skala prioritas dari setiap Kementerian/Lembaga. Kebutuhan pembangunan di wilayah perbatasan sering terkalahkan oleh prioritas masing-masing kementerian/ lembaga yang dinilai lebih mendesak.

Apa solusi untuk memperkuat implementasi pengembangan wilayah perbatasan ?

Semestinya ada suatu lembaga khusus yang bertugas untuk menyusun master-plan dan rencana aksi ini. Beberapa waktu lalu memang pernah diusulkan beberapa rancangan peraturan presi-den mengenai badan pengelola perba-tasan. Namun tampaknya usulan terse-but sulit diwujudkan karena membuat suatu badan baru berarti memerlukan anggaran yang relatif besar. Alternatif solusinya, Desk Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil Terluar saat ini tengah menyusun rancangan Instruksi Presiden

tentang Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan. Inpres ini mengatur sistem dan mekanisme koordinasi dalam pengelolaan wilayah perbatasan secara terpadu.

Apa yang akan diatur dalam Inpres ini ?

Inpres ini akan menginstruksikan kepada masing-masing K/L untuk melakukan percepatan pembangunan wilayah perbatasan. Adapun yang mengkoordi-nasikan inpres ini adalah Menteri Koordinator Perekonomian, karena kita ingin pengembangan wilayah perbatas-an lebih berorientasi kepada peningkat-an kesejahterapeningkat-an masyarakat. Sementa-ra di level provinsi, kegiatan pembangu-nan akan dikoordinasikan oleh guber-nur. Masterplan dan rencana aksi peng-embangan wilayah perbatasan harus menjadi acuan bersama.

Apa harapan Bapak bagi Kementerian/Lembaga Terkait dan Pemerintah Daerah ?

(17)

Membangun Kawasan Perbatasan

Secara Terintegrasi, Bisakah ?

Ir. Rohmad Supriyadi, MSi

Kasubdit Kawasan Strategis dan Perbatasan

Direktorat Kawasan Khusus dan Darah Tertinggal Bappenas

P

emerintah telah menetapkan p e m b a n g u n a n kawasan perbatasan sebagai salah satu agenda prioritas pembangunan jangka pendek, jangka menengah, serta jangka panjang nasional. Salah satu isu yang seringkali mengemuka hingga saat ini dalam upaya membangun kawasan perbatasan adalah lemahnya sinkronisasi dan keterpaduan sehingga upaya yang telah dilakukan dampaknya tidak optimal. Sinkronisasi dan keterpaduan memang menjadi dua kata yang mudah diucapkan, namun dalam prakteknya sulit dilaksanakan. Namun demikian, percepatan pembangunan kawasan perbatasan mustahil dilakukan secara efektif dan efisien tanpa adanya perencanaan yang bersifat terintegrasi, sehingga upaya-upaya menciptakan sinkronisasi dan keterpaduan dalam percepatan pembangunan kawasan perbatasan perlu terus diperjuangkan.

Kawasan Perbatasan, menurut Undang-Undang Nomor 26/ 2007 mengenai Penataan Ruang Nasional telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional di bidang pertahanan dan keamanan. Hal ini bukan berarti kawasan perbatasan tidak boleh dikembangkan secara sosial-ekonomi, namun justru

sebaliknya, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan ekonomi wilayah merupakan pendekatan yang komplementer dengan pendekatan pertahanan dan keamanan dalam rangka menjamin kedaulatan wilayah. Dengan demikian tujuan pembangunan kawasan perbatasan sesungguhnya sangatlah kompleks karena harus memenuhi beberapa tujuan sekaligus, yakni menciptakan pemerataan pembangunan serta menjamin kedaulatan wilayah.

Adanya kompleksitas dalam pembangunan kawasan perbatasan berimplikasi kepada banyaknya kepentingan pihak yang terlibat, baik kementerian/lembaga, pemerintah daerah yang terlibat di dalam kawasan, maupun kepentingan dan aspirasi masyarakat. Dalam konteks inilah upaya pembangunan yang terintegrasi di kawasan perbatasan sangat dibutuhkan untuk menghindari persaingan antar wilayah yang tidak sehat, duplikasi proyek pembangunan, pengabaian aspirasi masyarakat, atau ketidakserasian antar bidang, antar sektor, dan antar wilayah, sehingga sumberdaya pembangunan benar-benar dapat digunakan secara efektif dan efisien. Bagaimana langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mewujudkan pembangunan kawasan perbatasan yang terintegrasi tersebut ? Adisasmita (2005) menyatakan bahwa terdapat empat

langkah penyusunan rencana pembangunan wilayah yang terintegrasi.

Tahap pertama, yaitu menyusun rencana pembangunan ekonomi kawasan berdasarkan pada potensi sumberdaya yang tersedia baik secara fisik dan finansial. Pada tahap ini perlu ditetapkan rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh seluruh pihak terkait beserta anggaran dan jangka waktu pelaksanaannya. Penyusunan rencana tersebut didasarkan atas sasaran pembangunan ekonomi kawasan baik secara keseluruhan maupun sektoral.

Tahap kedua, adalah penyusunan rencana pembangunan fisik yang didasarkan pada rencana pembangunan ekonomi, misalnya dalam hal menetapkan tata ruang kawasan, tata guna tanah, pola aglomerasi kegiatan produksi, keterkaitan antar wilayah dalam kawasan, pola jaringan transportasi, dll.

(18)

dimana fungsi dan potensi wilayah kabupaten dan desa perlu diarahkan untuk mendukung kemantapan wilayah perencanaan yang tingkatannya lebih tinggi (provinsi). Jadi dapat dikatakan bahwa rencana pembangunan kawasan yang terintegrasi adalah tencana pembangunan yang lengkap dalam berbagai aspek.

Berdasarkan uraian diatas, penulis berpendapat masih terdapat

missing link dalam pembangunan kawasan perbatasan secara terintegrasi.

Pertama, suatu rencana pembangunan ekonomi maupun sosial budaya di kawasan perbatasan yang bersifat operasional belum juga kita miliki. Meskipun pembangunan kawasan perbatasan telah diakomodasi dalam RPJM Nasional 2004-2009 maupun RPJP 2010-2025, namun RPJM dan RPJP bukanlah produk kebijakan yang bersifat operasional, namun hanya memberikan arah kebijakan secara garis besar yang perlu dijabarkan lebih lanjut ke dalam kebijakan dan strategi pengembangan kawasan yang lebih operasional. Kedua, rencana pembangunan fisik, dalam hal ini Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan sebagai acuan spasial secara makro, hingga saat ini belum

ditetapkan menjadi produk kebijakan yang berkekuatan hukum. Sebagai konsekuensi dari kedua hal tersebut, maka rencana pembangunan di wilayah yang lebih rendah di bawahnya, yaitu tingkat provinsi, kabupaten, maupun kecamatan/desa dalam pelaksanaannya belum berjalan sesuai dengan “skenario besar” pembangunan kawasan perbatasan yang diharapkan. Demikian pula dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan dari Kementerian/ Lembaga, masih belum berjalan sinergis baik fokus maupun lokusnya. Dampaknya dapat kita rasakan, misalnya seringkali ditemui kegiatan dari Kementerian/Lembaga yang belum sesuai dengan kebutuhan daerah, munculnya persaingan antar pemerintah daerah dalam pembangunan infrastruktur, terjadinya kerusakan lingkungan hutan, lambannya pembangunan di kecamatan/desa yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, dan sebagainya.

Adanya upaya penyusunan beberapa payung kebijakan untuk mendorong keterpaduan dalam manajemen pengelolaan Kawasan Perbatasan, misalnya Inpres Percepatan Pembangunan Kawasan Perbatasan, merupakan upaya terobosan yang perlu

(19)

Konsep dan S

trategi Pembangunan Kawasan Perbatasan

di Provinsi Kalimantan Barat

P

ropinsi Kalimantan Barat terletak pada 20 08‘ LU dan 30 05‘ LS dan antara 1080 30’ Bujur Timur dan 1140 10’ Bujur Timur. Berdasarkan letak geografis yang spesifik, daerah Kalimantan Barat tepat dilalui garis khatulistiwa tepatnya diatas Kota Pontianak. Dengan demikian daerah ini banyak dipengaruhi iklim tropis dengan suhu udara dan kelembaban yang tinggi. Secara khusus Kalimantan Barat mempunyai perbatasan langsung dengan negara Malaysia Timur yaitu Negara Bagian Serawak.

Kawasan Perbatasan Negara RI di Propinsi Kalimantan Barat yang berhadapan langsung dengan negara tetangga Sarawak (Malaysia Timur sepanjang ± 966 km), mencakup lima wilayah kabupaten, yaitu : Kabupaten

Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu, meliputi 16 Kecamatan, yang mencakup 98 Desa. Luas Kawasan Perbatasan tersebut meliputi 20.351,64 km2

(menurut luas kecamatan yang berbatasan langsung). Dengan jumlah penduduk 165.916 orang, dengan kepadatan penduduk hanya 8 jiwa/km2. Sebagian besar mata

pencaharian penduduk adalah sebagai peladang (67%). Dalam melakukan aktivitas sosial ekonomi, penduduk daerah perbatasan cenderung berorientasi ke Sarawak, karena akses yang lebih mudah, serta ketersediaan fasilitas yang lebih baik. Kawasan Perbatasan ini memiliki kedudukan yang sangat strategis dan berpotensi menjadi pusat pertumbuhan wilayah.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat perbatasan di Kalimantan Barat memiliki kesenjangan yang cukup menyolok dengan masyarakat perbatasan di Sarawak Malaysia. Kesenjangan sosial ekonomi masyarakat perbatasan ini telah menyebabkan beberapa dampak diantaranya terjadinya arus perdagangan hasil produksi kalbar ke negara tetangga Malaysia, pelayanan jasa kesehatan masyarakat Kalbar yang mulai terorientasi ke Sarawak Malaysia, tingginya arus tenaga kerja (TKI) yang kurang mendapatkan perlindungan hukum.

Saat ini pembangunan kawasan perbatasan telah menjadi salah satu program prioritas pembangunan baik dari Pemerintah Pusat maupun daerah.

KABUPATEN PERBATASAN ASPEK

SMB BKY SGU STG KH

KALBAR SARAWAK

A. St andar Hi dup

Persent ase penduduk miskin (%) 14, 39 17, 63 12, 05 18, 74 16, 93 14, 78 3, 1

Tingkat Pert umbuhan Pendapat an Per

Kapit a (%) 2, 20 2, 25 2, 16 0, 40 0, 22 2, 95 3, 83

Tingkat Produkt ivit as Tenaga Kerj a (Rp

t enaga kerj a) 2, 931 1, 798 3, 799 2, 417 3, 048 4, 502

15. 000 RM (Rp. 37, 5 j t )

Tingkat Pert umbuhan

Penduduk (%) 2, 69 3, 11 1, 51 1, 60 4, 17 1, 03 2, 09

Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 5, 71 5, 57 5, 73 6, 52 5, 05 4, 54 2, 7

B. Ket ergant ungan Pada Sek. Pert anian

Jlh Tenaga Kerj a di Sekt or Pert anian (%) 79, 20 78, 93 75, 97 76, 93 74, 21 65, 35 30, 06

Kont ribusi Sekt or Pert anian t hd PDRB (%) 33, 14 33, 78 36, 80 36, 95 44, 24 23, 83 9, 9

Penduduk yang t inggal di Pedesaan (%) 85, 21 92, 07 86, 16 89, 72 93, 56 73, 30 51, 63

(20)

Pembangunan kawasan perbatasan sepantasnya mendapatkan perhatian lebih, mengingat letak kawasan yang strategis secara politis terutama dari sudut pandang pertahanan dan keamanan negara, ekonomi maupun sosial budaya masyarakat setempat.

Mengutip pidato yang disampaikan oleh Presiden RI pada acara pembukaan Rapat Kerja Gubernur se-Indonesia pada tanggal 9 Juli 2007 di pontianak

“ada keinginan dari Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur untuk sebuah kebijakan khusus pembangunan daerah perbatasan kita dengan Malaysia, merujuk jaman Pak Harto ada Kepres yang mengaturnya, jaman Pak Habibi Kepres itu dicabut dan kemudian sekarang diusulkan untuk dihidupkan

kembali, …di era desentralisasi dan otonomi daerah ini justru kita mencegah terlalu banyak Kepres dan Inpres yang sifatnya top down, …Pemerintah Pusat akan mendukung dan memberikan bantuanjika direncanakan dengan cara bottom up planning dalam bentuk Inpres, …segera buat Blue Print daerah oleh Pemerintah Daerah persektor secara bottom up, Pemerintah Pusat akan mengeluarkan Inpres sehingga pembangunan betul betul bersifat desentralisasi, …jika perlu setelah Agustus presentasikan, saya akan mengeluarkan Inpres untuk dijalankan dengan baik”

Pada pidato tersebut menegaskan kembali bahwa Pemerintah Pusat akan mendukung percepatan pembangunan wilayah

perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat yang penanganan pembangunannya akan ditempuh dengan cara diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) untuk masing masing sektor sesuai dengan program dan kegiatan dari departemen terkait setelah adanya usulan dari Pemerintah Daerah tentang rencana aksi pengembangan kawasan perbatasan dan telah dipresentasikan dihadapan Presiden RI dan Menteri terkait.

Kebijakan

Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat tahun 2007-2027 telah mengagendakan strategi dan konsepsi dalam penanganan pembangunan pada

Gambar 1. Wilayah Pembangunan Perbatasan Negara di Kalimantan Barat

Wilayah Pembangunan (WP)

Kaw . Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 1. I NTERNATI ONAL HUB

2. I NDUSTRI AL ZONE 3. FI SHERY 4. AGROBI Z

Berdasarkan karakt eristik dan potensi w ilayah dapat dibagi menjadi 3 Wilayah Pembangunan ( W P), yaitu

Kaw asan Perbatasan Antar Negara, Kaw asan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan Kaw asan Pedalaman yang

berpusat di Tayan. Pembangunannya akan dilaksanakan secara terpadu, sehingga dalam RPJP Kalbar

diharapkan menjadi kaw asan maju dan merupakan masa depan pengembangan ekonomi I ndonesia. 3 Wilayah Pembangunan Kalbar, dengan sist em pusat- pusat kegiatan ekonomi : Pontianak sebagai pusat kegiatan nasional ( PKN) , diw ilayah perbatasan diarahkan Aruk, Jagoi Babang, Entikong, Jasa, dan Nanga Badau sebagai pusat kegiatan st rat egis nasional ( PKSN) , kemudian Singkaw ang, Sanggau, Sintang dan Ketapang sebagai PKW ( pusat kegiatan w ilayah) . Sementara it u Kaw asan- kaw asan yang berfungsi lindung tetap dipertahankan

WP 2

Kaw . Pedalaman 1. WATER TREATMENT 2. BAUXI TE

3. AGROBI Z CENTER 3. CENTER OF DEVELOPM 4. PLANTATI ON 5. I NDUSTRI AL FOREST 6. FOREST I NDUSTR

7. POWER PLANT WP 3 Kaw . Perbatasan Antar Negara

1. BORDER DEV. CENTER 2. PLANTATI ON 3. I NDUSTRI AL FOREST 4. POWER PLANT

Gambar

Gambar 1. Konsep Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara
Gambar 1. Model Pusat Pertumbuhan
Gambar 2. Model Kawasan Transito
Gambar 4. Model Kawasan Perbatasan Laut
+6

Referensi

Dokumen terkait

budaya yang layak sebagai penunjang pembangunan daerah apabila ditangani secara serius, berkesinambungan serta profesional dengan melibatkan berbagai kalangan

Perancangan database dapat digunakan untuk mendapatkan tabel-tabel agar tidak terjadi anomali-anomali (kelainan dan kesalahan) pada sistem yang sedang melakukan proses

(Muhadjir: 1989). a) Deduksi, yakni metode yang bertitik tolak pada data-data yang universal (umum), kemudian diaplikasikan ke dalam satuan-satuan yang singular

Akan tetapi pemikiran Amina Wadud tentang adanya pemahaman agama yang absolut dan pemikiran agama yang relatif, menurut pemikir yang tidak sepakat dengan

Berdasarkan pengamatan yang diperoleh dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan teman sejawat, pembelajaran sudah menunjukkan kemajuan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya

Etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu ilmu tentang apa yang baik dan kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan

Hendaklak kita lebih jeli dan lebih selektif dalam mensikapi budaya luar yang masuk kedalam budaya kita karena pengaruh tersebut akan sangat berpengaruh terhadap

Dalam situasi ini kata カゼ dituliskan dengan katakana dengan membawa fungsi sebagai penekanan seperti yang ada dalam konsep yang dikemukakan oleh Ishida yang dikutip dari