• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINT"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM SEKTOR KEHUTANAN

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Antar Wewenang

Oleh :

Ferin Chairysa (1206209356)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

(2)

URUSAN PEMERINTAHAN

Pelaksanaan otonomi daerah dimulai sejak berakhirnya masa pemerintahan orde baru. Dengan dilaksanakannya otonomi daerah, daerah diberikan hak, wewenang, dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingannya. Hal ini juga dijelaskan dalam Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemerintahan Daerah) yang menjelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Presiden merupakan pucuk yang memegang kekuasaan pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Pasal 4 ayat (1). Dalam menjalankan pemerintahan sejak terdapat pengaturan mengenai otonomi daerah, urusan pemerintahan terbagi atas urusan pusat dan daerah, yang mana dijalankan berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Urusan pemerintahan itu sendiri, terbagi atas:1

1. Urusan pemerintahan absolut, adalah kewenangan yang sepenuhnya berada di pusat, yang terdiri atas:2

a. politik luar negeri b. pertahanan c. keamanan d. yustisi

e. moneter dan fiscal f. agama

2. Urusan pemerintahan konkuren, adalah urusan pemerintah yang dibagi antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Urusan yang diserahkan kepada daerah ini menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah. Urusan pemerintahan konkuren terdiri atas:3

a. urusan pemerintahan wajib, yang terdiri atas:4

1 Indonesia (a), Undang-Undang Pemerintahan Daerah, UU No. 23 Tahun 2014, LN No. 244 Tahun 2014, TLN No. 5587, Ps.9 ayat (1).

2 Ibid., Ps. 10 ayat (1).

3 Ibid., Ps. 11 ayat (1).

(3)

 urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar,

meliputi:5 o pendidikan

o kesehatan

o pekerjaan umum dan penataan ruang

o perumahan rakyat dan kawasan pemukiman

o ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat

o sosial

 urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan

dasar, meliputi:6 o tenaga kerja

o pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak

o pangan

o pertanahan

o lingkngan hidup

o administrasi kependudukan dan pencatatan sipil

o pemberdayaan masyarakat dan desa

o pengendaliam penduduk dan keluarga berencana

o perhubungan

o komunikasi dan informatika

o koperasi, usaha kecil, dan menengah

o penanaman modal

b. urusan pemerintahan pilihan, meliputi:7  kelautan dan perikanan

 pariwisata

 pertanian

 kehutanan

 energi dan sumber daya mineral

 perdagangan

 perindustrian

 transmigrasi

3. Urusan Pemerintahan Umum, yang meliputi:8

a. Pembinaan wawasan kebangsana dan ketahanan nasional dalam rangka memantaokan pengalaman Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar

5 Ibid., Ps. 12 ayat (1).

6 Ibid., Ps. 12 ayat (2).

7 Ibid., Ps. 12 ayat (3).

(4)

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

b. Pembinaan persatuan dan kesatuan oangan

c. Pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, mat brgama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas keamanan lokal, regional dan nasional

d. Penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan e. Koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

f. Pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila

g. Pelaksanaan semua urusan pemerintahan yang bukan kewenangan daerah dan tidak dilaksanakan oleh instansi vertikal

Di dalam UU Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Pemerintah Pusat berwenang untuk menetapkan kebijakan sebagai dasar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan.9 Selain itu, Pemerintah Pusat juga harus melakukan

pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah.10 Dasar yang harus ditetapkan oleh Pemerintahan Pusat berupa norma,

standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan.11 Sedangkan Pemerintahan Daerah dapat menetapkan kebijakan

daerah sendiri untuk urusan yang menjadi kewenangannya. Namun, hal ini dibatasi dengan kewajiban daerah untuk berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.12

PEMBAGIAN KEWENANGAN PUSAT DAN DAERAH SECARA UMUM DALAM UU PEMERINTAHAN DAERAH

Berdasarkan pembagian urusan pemerintahan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dilihat bahwa mengenai pembagian kewenangan pusat dan

9 Ibid., Ps. 6.

10 Ibid., Ps. 7.

11 Ibid., Ps. 16 ayat (1).

(5)

daerah hanya terjadi di dalam urusan pemerintahan konkuren yang menjadi dasar pelaksanaan dari otonomi daerah. Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota dilaksanakan dengan prinsip akuntabilitas, efesiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional13, dan hal ini dilaksanakan dengan berdasarkan

pada luas, besaran, dan jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu Urusan Pemerintahan.

UU Pemerintahan Daerah membagi kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota sebagai berikut:14

(6)

PEMBAGIAN KEWENANGAN PUSAT DAN DAERAH DALAM SEKTOR KEHUTANAN BERDASARKAN UU PEMERINTAHAN DAERAH

Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutananan dibagi antara Pemerintahan Pusat dan Daerah Provinsi. Namun untuk yang berkaitaan dengan pengelolaan taman hutam raya kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.15 Di dalam lampiran UU Pemerintahan Daerah, dapat dilihat

bahwa pembagian kewenangan pusat dan daerah adalah sebagai berikut:

(7)
(8)
(9)
(10)

PEMBAGIAN KEWENANGAN PUSAT DAN DAERAH DALAM SEKTOR KEHUTANAN BERDASARKAN UU KEHUTANAN

Mengenai perencanaan hutan, diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) dan lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan:16

1. Inventarisasi hutan

2. Pengukuhan kawasan hutan 3. Pentagunaan kawasan hutan

4. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan 5. Penyusunan rencana kehutanan

Untuk inventarisasi hutan, diatur dalam PP tersebut bahwa menteri menyelenggarakan inventarisasi hutan tingkat nasional.17 Sedangkan

Inventarisasi Hutan tingkat wilayah, gubernur menyelenggarakannya pada tingkat provinsi dengan memperhatikan pedoman dan acuan yang ditetapkan menteri.18 Begitu juga di kabupaten/kota, bupati/walikota melkukan inventarisasi

hutan dengan mengacu pada pedoman dari menteri dan gubernur.19

Mengenai pengukuhan kawasan hutan, dilakukan oleh Menteri.20

Sedangkan dalam hal penataan batas kawasan hutan, PP ini menyebutkan bahwa Bupati/Walikota bertanggung jawab atas penyelenggaraan penataan batas kawasan hutan di wilayahnya.21 Begitu juga dalam hal pembentukan wlayah

pengelolaan hutan, hal ini diserahkan pada tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan unit pengelolaan.22 Hal yang sama juga dengan penyusunan rencana kehutanan.23

16 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, LN No. 146 Tahun 2004, Ps. 3 ayat (1).

17 Ibid., Psl. 7 ayat (1)

18 Ibid., Psl. 9

19 Ibid., Psl. 10

20 Ibid., Psl. 16

21 Ibid., Psl. 19 ayat (5)

22 Ibid., Psl. 26

(11)

Mengenai pembagian kewenangan antara pusat dan daerah mengenai hal pengeelolaan hutan diatur dalam UU Kehutanan dan terdapat pada Bab VIII tentang Penyerahan Kewenangan Pasal 66, yang mana diatur bahwa:24

(1) Dalam rangka penyelenggaraan kehutanan pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah

(2) Pelaksanaan penyerahan sebagian kewenangan sebagaimana dmaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pengurusan htan dalam rangka pengembangan otonomi daerah.

(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

UU Kehutanan ini pada dasarnya sudah diubah dengan dengan UU Nomor 14 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang. Namun, isi perubahannya hanya terdapat pada pasal dalam bab penutup, sehingga tidak merubah secara materi UU Kehutanan ini.

Di dalam Pasal 66 UU Kehutanan tersebut, disebutkan secara tegas bahwa dalam penyelenggaraan kehutanan, pemerintah pusat menyerahkan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah. Dan bentuk penyerahannya seperti apa dilanjutkan penjelasannya oleh Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan.

Di dalam PP tersebut, dijabarkan mengenai pembagian kewenangan, kewenangan yang menjadi pusat perhatian adalah kewenangan dalam pemberian izin, apakah di pusat, porivinsi, atau kabupaten, yang dapat terlihat dari penjabaran pasal-pasal dibawah ini.

A. Pemberian Izin

1. Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan (IUPK)25

(12)

a. Bupati/walikota, pada kawasan hutan yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, gubernur dan kepala KPH;

b. Gubernur, pada kawasan hutan lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, bupati/walikota, dan kepala KPH;

c. Menteri, pada kawasan hutan lintas provinsi, dengan tembusan kepada gubernur, bupati/walikota, dan kepala KPH;

d. Menteri, pada areal yang telah dibebani IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutan alam pada hutan produksi yang belum mencapai keseimbangan ekosistem, dengan tembusan kepada gubernur, bupati/walikota dan kepala KPH.

2. Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan (IUPJL)26

a. Bupati/walikota, pada kawasan hutan yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, gubernur, dan kepala KPH;

b. Gubernur, pada kawasan hutan lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, bupati/walikota dan kepala KPH;

c. Menteri, pada kawasan hutan lintas provinsi, dengan tembusan kepada gubernur, bupati/walikota dan kepala KPH; atau

d. Menteri, pada areal yang telah dibebani IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutan alam pada hutan produksi yang belum mencapai keseimbangan ekosistem, dengan tembusan kepada gubernur, bupati/walikota dan kepala KPH.

3. Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)27

Diberikan oleh Menteri berdasarkan pertimbangan gubernur yang mendapatkan pertimbangan dari bupati/walikota, sesuai dalam areal hutan. 4. Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK)28

25 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, LN No. 16 Tahun 2008, TLN No. 4814, Ps. 6.

26 Ibid., Ps. 61

27 Ibid., Ps. 62

(13)

a. Bupati/walikota, pada areal dalam hutan alam atau hutan tanaman yang ada diwilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, gubernur, dan kepala KPH; atau

b. Gubernur, pada areal dalam hutan alam atau hutan tanaman lintas provinsi yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, bupati/walikota dan kepala KPH.

B. Perpanjangan Izin29

1. Perpanjangan IUPK, IUPJL, IUPHHBK, dan IPHHBK, diberikan oleh:

a. Bupati/walikota, pada kawasan hutan yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, gubernur, dan kepala KPH;

b. Gubernur, pada kawasan hutan lintas kabupaten/kota yang ada dalam wilayah kewenangannya, dengan tembusan kepada Menteri, bupati/ walikota dan kepala KPH; dan

c. Menteri, pada kawasan hutan lintas provinsi, dengan tembusan kepada gubernur, bupati/walikota, dan kepala KPH.

2. Untuk perpanjangan IUPHHK dalam hutan alam atau IUPHHK pada HTHR dalam hutan tanaman diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, berdasarkan rekomendasi dari gubernur setelah mendapat pertimbangan dari bupati/walikota.

Sedangkan mengenai pembinaan dan pengendalian hutan, diatur di dalam PP yang sama. Pengaturannya adalah sebagai berikut: 30

1. Menteri, berwenang membina dan mengendalikan kebijakan bidang kehutanan yang dilaksanakan gubernur, bupati/walikota, dan/atau kepala KPH;

2. Gubernur, berwenang membina dan mengendalikan kebijakan bidang kehutanan yang dilaksanakan bupati/walikota, dan/atau kepala KPH.

Dalam hal pengawasan kehutanan, diatur dalam Bab VII tentang Pengawasan dalam UU Kehutanan. Dalam Pasal 60, disebutkan bahwa

29 Ibid., Ps. 81 ayat (4)

(14)

Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan. Dan pengawsan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, juga diawasi lagi oleh pemerintah pusat.31

ANALISIS SENGKETA KEWENANGAN ANTARA UU PEMERINTAHAN DAERAH DAN UU KEHUTANAN

Di dalam lampiran UU Pemerintahan Daerah, mengenai perencanaan hutan adalah sepenuhnya kewenangan dari pemerintah pusat. Namun, berbeda dengan yang diatur dalam peraturan pelaksana dari UU Kehutanan, mengenai inventarisasi bahwa kewenangan tersebut terbagi antara kewenangan pemerintah pusat dan daerah, baik provinsi maupun kabupaten. Hal yang sama pun terjadi pada kewenangan untuk penyelenggaraan penataan batas kawasan hutan di wilayahnya, pembentukan wilayah pengelolaan hutan dan penyusunan rencana kehutanan. Yang sepenuhnya dipegang oleh menteri hanyalah mengenai pengukuhan kawasan hutan. Perbedaan pengaturan semacam ini tentunya akan menimbulkan kebingunan dalam pengimplementasiannya. Sehingga, hal ini pun akan mengakibatkan sengketa kewenangan antara pusat dan daerah.

Selain itu, terdapat beberapa hal yang akan mengakibatkan sengketa kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang disebabkan oleh tidak sejalannya pengaturan di dalam kedua undang-undang ini dalam hal pengelolaan khususnya mengenai izin serta pembinaan. Namun, ketidaksinkronan ini justru ditimbulkan karena adanya lampiran dari UU Pemerintahan Daerah.

Pada dasarnya, pengaturan mengenai pembagian kewenangan pusat dan daerah secara umum dalam UU Pemerintahan Daerah, telah dianut oleh UU Kehutanan. Dimana, kewenangan ini dipengaruhi oleh lokasi, penggunaan, manfaat, dan urusan strategis.

UU Kehutanan beserta peraturan pelaksananya telah memberikan lahan yang jelas bagi masing-masing kewenangan. Kewenangan tersebut disesuaikan

(15)

dengan kawasan dan arealnya. Jadi, kewenangan terhadap suatu daerah diberikan kepada bupati/walikota setempat, apabila lintas kabupaten/kota diberikan kepada Gubernur, dan apabila lintas provinsi diberikan kepada Menteri, dengan pengecualian pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Hasil Kayu (IUPHHHK) yang diberikan khusus oleh Menteri dengan pertimbangan Gubernur yang didapat dari pertimbangan bupati/walikota. Hal ini tentu saja sudah sesuai dengan prinsip-prinsip umum yang dianut dalam pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Namun, yang menjadi masalah adalah Pasal 14 dari UU Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa:

(1) Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energy dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat

dan Daerah Provinsi.

(2) Urusan Pemerintahan bidang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.

Dan Pasal 15 UU Pemerintahan Daerah, yaitu:

(1) Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota tercantum dalam

Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(16)

Di dalam lampiran UU Pemerintahan Daerah juga dapat terlihat bahwa mengenai pengawasan kehutanan, dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Padahal, di dalam UU Kehutanan juga disebutkan bahwa Pemerintah Daerah juga wajib melaksanakan pengawasan.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut Healy dan Wahlen (1999), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk

Analisis kepraktisan menghasilkan hasil rata-rata validasi pelaksanaan pembelajaran dan respon siswa, diperoleh presentase sebesar 80,9% yang menunjukan bahwa media yang

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 11 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan

Mahasiswa memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai teks hadis hukum dan penjelasannya yang terkait dengan masalah-masalah hukum di bidang munakahat, mawaris,

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun Laporan Akhir PKM-P

- Catatan : Yang hadir dalam klarifikasi dan verifikasi ini harus Direktur atau yang ada di akta perusahaan, Jika tidak dihadiri pihak yang berwenang tersebut maka

Sesuai dengan hasil evaluasi kelompok kerja, maka perusahaan Saudara merupakan salah satu penyedia jasa untuk diusulkan sebagai calon pemenang pada paket tersebut di atas, bersama

S2011 t anggal 28 Februari 2011 t ent ang Pembent ukan Panit ia Pengadaan Barang/ Jasa melal ui. Pelelangan Umum/ Terbat as, Pelel angan Sederhana dan Penunj ukan