• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIAS GENDER DALAM BUKU BUKU TUNTUNAN HID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BIAS GENDER DALAM BUKU BUKU TUNTUNAN HID"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 1: Pendahuluan

Perbedaan gender sebenarnya tidak menjadi masalah sejauh tidak menyebabkan ketidakadilan bagi perempuan dan laki-laki. Akan tetapi dalam kenyataannya, perbedaan gender telah menciptakan ketidakadilan, terutama terhadap perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem atau struktur sosial di mana kaum laki-laki atau perempuan menjadi korban. Ketidakadilan tersebut menurut Mansur Faqih (2001) termanifestasikan dalam bentuk marjinalisasi, proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak perlu berpartisipasi dalam pembuatan atau pengambilan keputusan politik, stereotip, diskriminasi dan kekerasan. Dengan memahami persoalan perbedaan gender ini, diharapkan muncul pandangan-pandangan yang lebih adil dan manusiawi.

Akan tetapi, memahamkan persoalan-persoalan gender berikut implikasinya ke tengah-tengah masyarakat benar-benar menghadapi kesulitan yang luar biasa, terutama ketika harus berhadapan dengan pemikiran-pemikiran keagamaan. Lebih-lebih apabila pemikiran-pemikiran keagamaan itu disampaikan oleh kalangan yang dipandang sebagai pemilik otoritas kebenaran. Kesulitan lebih jauh lagi adalah ketika pemikiran-pemikiran keagamaan tersebut telah menjadi keyakinan keagamaan dan diyakini sebagai agama itu sendiri.

Pemikiran-pemikiran keagamaan Islam tentang relasi suami istri antara lain dipublikasikan secara luas lewat buku-buku tuntunan hidup berumah tangga yang dapat diperoleh secara mudah di toko-toko buku. Buku-buku tersebut menjadi rujukan bagi para juru dakwah Islam yang sering memberi ceramah di acara-acara pesta pernikahan (walimatu al-‘arusy). Buku-buku tersebut juga menjadi pilihan untuk dibaca oleh pasangan suami-istri muda yang baru saja mengikat tali pernikahan. Mereka mendapatkannya dari kado pernikahan yang diberikan oleh sanak saudara dan teman-temannya.

(2)

Fuad Kauma melengkapi uraiannya bahwa seorang istri perlu menawarkan dirinya kepada suami untuk melakukan hubungan intim sebagai upaya untuk mendapatkan ridha sang suami karena ridha suami akan mengantarkan istri ke surga (Fuad Kauma, 2003: 143). Dalil normatif yang ia jadikan pijakan adalah hadits Nabi: “Istri manapun yang mati, sedangkan suami ridha kepadanya, maka ia dijamin masuk surga” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam karyanya Arba’ûna Nashîhah li Islâhi al-Buyût yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Keluarga Surgawi Empat Puluh Kiat Menjadikan Rumah Tangga Laksana Surga (2005: 65) menegaskan sisi-sisi negatif seorang istri yang bekerja di luar rumah. Menurutnya, sisi negatif tersebut antara lain berkurangnya makna hakiki dari kepemimpinan seorang laki-laki pada diri wanita. Lebih jelas kutipan berikut menjelaskan pernyataan tersebut:

“Kita bayangkan jika seorang wanita memiliki ijazah sederajat dengan ijazah suaminya atau lebih tinggi dan mereka bekerja dengan gaji yang lebih tinggi dari suaminya, maka apakah wanita seperti ini akan merasa butuh secara utuh kepada suaminya, ataukah perasaan wanita yang telah merasa cukup dengan pekerjaannya itu akan mendatangkan banyak masalah yang akan menggoncangkan keadaan rumah tangga ?.” (Al-Munajjid, 2005: 66)

Bias gender juga banyak ditemukan dalam “60 Pedoman Rumah Tangga Islamy” karya M. Thalib. Bias gender tersebut antara lain: melarang istri keluar rumah tanpa ijin suami (M.Thalib, 1993: 38), perintah sabar pada kelemahan-kelemahan istri (1993: 24) tanpa menyinggung-nyinggung hal yang sebaliknya (sabar pada kelemahan-kelemahan suami), menghukum istri yang durhaka (1993: 25) dan sebagainya.

(3)

muncul), padahal di situlah pangkal persoalan yang menyebabkan sebuah pemahaman agama menjadi bias gender atau tidak.

Penelitian ini ingin menemukan lebih detail kecenderungan bias gender dalam buku-buku yang disebutkan di atas. Penelitian dipandang penting untuk dilakukan mengingat buku-buku tersebut sering dijadikan rujukan terutama para juru dakwah dan pasangan suami istri muda. Jika demikian, dengan mudah dapat diduga bahwa buku-buku tersebut akan sangat mempengaruhi sikap dan pandangan-pandangan masyarakat terkait dengan norma-norma yang mengatur relasi suami-istri.

Bab 2: Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan penelitihan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja materi yang dibahas dalam buku-buku tuntunan hidup berumah tangga?

2. Bagaimana kualitas hadits-hadits yang termuat dalam buku-buku tersebut?

3. Apa saja bentuk-bentuk bias gender yang terdapat dalam buku-buku tersebut ?

Bab 3: Tinjauan Pustaka A. Kerangka Teoritik

1. Gender: Dikotomi Sifat, Peran dan Posisi

Gender secara leksikon merupakan identitas atau penggolongan gramatikal yang berfungsi mengklasifikasikan suatu benda pada kelompok-kelompoknya (Concise Oxford Dictionary of Curent English, Edisi 8, 1990: 204). Penggolongan ini secara garis besar berhubungan dengan dua jenis kelamin, masing-masing sering dirumuskan dengan kategori feminine dan maskulin.

(4)

pendidikan, profesi, alat-alat produksi, dan alat-alat rumah tangga (Dzuhayatin, 1998: 11)

Secara sederhana dan umum, gender diartikan berbeda dengan jenis kelamin. Jenis kelamin merupakan ciri biologis manusia yang diperoleh sejak lahir sehingga secara biologis dibagi menjadi jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan cirri fisik yang berbeda. Laki-laki memiliki penis, jakun dan mereproduksi sperma, sedang perempuan memiliki vagina, rahim, sel telur serta air susu. Ciri biologis ini akan melekat selamanya dan tidak bisa dipertukarkan. Sedangkan gender merupakan ciri yang melekat pada laki-laki mapupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural dengan mengaitkannya pada ciri biologis masing-masing jenis kelamin (Fakih, 1997)

Ciri biologis khusus yang dimiliki perempuan, yang pada umumnya untuk reproduksi, secara sosial maupun kultural direpresentasikan sebagai makhluk yang lemah lembut, emosional sekaligus keibuan. Sementara laki-laki dengan ciri fisik yang dimiliki , dipandang kuat, rasional, jantan dan perkasa.Sifat yang dikonstruksi secara sosial dan kultural ini dapat dipertukarkan. Maksudnya, laki-laki dapat mempunyai sifat lembut, keibuan dan emosional. Sebaliknya, perempuan bisa bersifat kuat, rasional dan perkasa. Pertukaran sifat atau ciri tersebut tergantung jaman, latar budaya maupun stratifikasi sosial yang mengitarinya. Pada latar budaya dan kelas sosial tertentu perempuan dikonstruksi untuk mengurus anak dan suami di rumah, sedang laki-laki mencari nafkah di luar rumah. Sebaliknya, dalam latar budaya dan kelas sosial yang lain, perempuanlah yang bekerja di luar rumah, sedang laki-laki yang mengasuh anak di rumah. Semua hal yang bisa dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan perkembangan waktu dan budaya tersebut yang disebut dengan konsep gender. Jadi, bukan ciri biologis yang melekat secara alamiah dan kodrati.

(5)

pemutarbalikan makna tentang apa yang disebut jenis kelamin dengan gender. Saat ini terjadi pengesahan pemahaman yang tidak pada tempatnya di masyarakat. Apa yang sesungguhnya gender justru dianggap kodrat.

Gender, sebagaimana teori yang dikemukakan di atas, melahirkan atau memunculkan dikotomi sifat, peran, dan posisi antara laki-laki dan perempuan. Dikotomi tersebut meliputi sifat feminin untuk perempuan dan maskulin untuk laki-laki serta posisi tersubordinasi yang dialami perempuan dan mendominasi bagi laki-laki. Untuk laki-laki bekerja di sektor publik (luar rumah) sementara perempuan di sektor domestik (dalam rumah). Sifat, peran dan posisi tersebut saling terkait antara satu dengan lainnya dan sulit untuk dipisahkan secara tegas (Muthali’in, 2001: 28)

2. Bias dan Ketidakadilan Gender

Dalam realitas kehidupan sehari-hari, perbedaan gender ternyata banyak melahirkan berbagai bias dan ketidakadilan, terutama sering menimpa kaum perempuan. Ketidakadilan gender tersebut termanifestasi dalam berbagai bentuk; misalnya marginalisasi perempuan, subordinasi perempuan, stereotip atau pelabelan negatif sekaligus perlakuan diskriminatif terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan dan beban kerja lebih banyak dan panjang (Prasetyo dan Marzuki, 1997: 56). Uraian agak rinci disajikan sebagai berikut: a. Marginalisasi Perempuan

(6)

b. Subordinasi Perempuan

Sebagai kelanjutan dari pandangan bahwa perempuan adalah makhluk yang emosional, maka ia dipandang tidak bisa memimpin dan karena itu ditempatkan pada posisi yang tidak penting. Hal ini melahirkan subordinasi bagai perempuan. Bentuk subordinasi bermacam-macam, berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain, dari waktu ke waktu dan dari budaya satu dengan budaya yang lainnya. Misalnya, Budaya Jawa masa lalu menganggap bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya akan ke dapur (Fanani, 1994: 73). Dalam banyak keluarga, perempuan menjadi pilihan pertama untuk tidak disekolahkan jika suatu keluarga mengalami kendala biaya.

c. Stereotip Jenis Kelamin

Secara umum stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu yang merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotip itu adalah bersumber dari pandangan yang bias gender.

Contoh stereotip adalah bahwa perempuan merupakan makhluk pesolek. Perempuan bersolek diasumsikan untuk menarik perhatian lawan jenisnya. Karena itu jika kemudian terjadi kasus kekerasan atau pelecehan seksual terhadap perempuan, maka akan selalu dikaitkan dengan pelabelan tersebut. Artinya, masyarakat akan cenderung menyalahkan perempuan yang menjadi korban karena dialah yang menjadi penyebab pertama terjadinya pelecehan seksual.

d. Beban Kerja Lebih Berat

(7)

samping harus membereskan urusan rumahtangga, mereka juga harus membantu bekerja di luar rumah untuk membantu mencari nafkah tambahan bagi keluarganya (Fakih, 1998: 34).

Ketidakadilan sangat tampak ketika realitasnya beban kerja domestik lebih berat, paling tidak waktu yang digunakan lebih lama, tetapi sama sekali tidak dihargai secara ekonomis, bahkan status sosialnya dalam masyarakat dipandang lebih rendah dari pekerjaan publik.

e. Kekerasan terhadap Perempuan

Kekerasan yang menimpa perempuan pada umumnya disebabkan karena adanya pandangan gender. Bentuk kekerasannya bisa kekerasan fisik maupun non fisik yang terjadi di tingkat rumah tangga, negara bahkan dalam tafsir agama.

Salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan adalah pemerkosaan dalam perkawinan. Dengan pemahaman bahwa perkosaan adalah suatu hubungan seksual di mana salah satu pihak tidak menghendakinya, maka sangat mungkin perkosaan terjadi dalam kehidupan suami istri (Dzuhayatin, 1997: 57). Banyak kaum ibu yang menyatakan sering merasa enggan berhubungan seksual dengan suaminya karena capai akan tetapi toh mereka tetap melayaninya. Ketidakrelaan ini tidak mereka ekspresikan kepada suami karena berbagai faktor yang pada umumnya dipengaruhi oleh budaya gender. Budaya gender yang disapport oleh pemahaman agama mengajarkan bahwa istri harus selalu menyenangkan suami, melayani dan mematuhinya betapapun sesungguhnya sang istri tidak sedang ingin melakukannya.

2. Faktor Pendukung Tetap Eksisnya Ketidakadilan Gender

Ada beberapa faktor yang dominan, khususnya untuk kasus Indonesia, yang menyebabkan tetap langgengnya ketidakadilan gender. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Tafsir Agama

(8)

Adam dan Hawa sebagai manusia pertama harus keluar dari sorga dan turun di dunia sebagai hukuman dari pelanggaran yang mereka lakukan. Menurut keyakinan pemeluk ketiga agama tersebut, Hawalah yang menjadi penyebab dari pelanggaran yang dilakukan oleh Adam, yaitu memakan buah khuldi. Hawa yang sudah kerasukan setan terus menerus merayu Adam agar memetik dan makan buah khuldi yang menjadi larangan Allah. Semula Adam tetap bertahan, namun karena bujuk rayu istrinya itu akhirnya Adam melanggar larangan di atas (Baidhawi, 1997:ix). Kisah ini dalam perspektif kaum feminis dipandang sebagai sumber utama munculnya stereotip patriarkhi. Maksudnya, perempuan dipandang sebagai sumber dosa dan penggoda pria sehingga pria terjerembab ke lembah dosa.

Al-Qur`an sebagai kitab suci umat Islam sebenarnya menjelaskan status yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam pengertian normatif, namun juga mengakui superioritas laki-laki dalam konteks sosial tertentu. Akan tetapi, para teolog yang menafsirkan ajaran Al-Qur`an tersebut telah mengabaikan konteks sosial yang dimaksud sehingga menjadikan laki-laki sebagai makhluk superior dalam pengertian yang absolut (Engineer, 1994). Pemahaman seperti itu mewarnai berbagai penafsiran terhadap ajaran yang terkait dengan hubungan laki-laki dan perempuan dalam kitab suci tersebut. b. Budaya Etnis

Budaya etnis banyak mengajarkan bias gender. Di kalangan masyarakat Jawa misalnya, dikenal ungkapan-ungkapan yang menyiratkan bias gender sekaligus menempatkan perempuan sebagai makhluk yang imperior. Ungkapan kanca wingking, swarga nunut neraka katut, wanita panggonane dhapur, sumur lan kasur, menegaskan bahwa perempuan dalam budaya Jawa menempati struktur kelas bawah (Fanani, 1994:116)

(9)

hal itu. Ken Dedes digambarkan sebagai perempuan yang sangat sempurna kecantikannya, ditambah dengan alat vitalnya yang bercahaya.

Menurut Kartodirdjo (1993), perempuan Jawa, khususnya kalangan priyayi masih menempati posisi yang tersubordinasi dan termarginalisasi. Perempuan tidak memiliki kebebasan sebagaimana laki-laki. Pada masa remaja mulai dilarang banyak keluar rumah dan dibekali keterampilan untuk menjadi ibu rumah tangga seperti memasak, merawat kecantikan dan sejenisnya. Perempuan diarahkan ke sektor domestik, sementara di sektor publik dibatasi, misalnya sekolah tidak perlu tinggi-tinggi. Jika tetap memaksa untuk berkiprah di sektor publik harus memilih jenis pekerjaan yang dikategorikan bersifat feminin. Dengan demikian, sampai saat ini, meski dalam kualitas berbeda di masyarakat Jawa masih tetap berkembang anggapan bahwa perempuan merupakan sosok kelas dua di bawah laki-laki. Penempatan peran dan posisi seperti itu sudah menjadi sistem nilai masyarakat Jawa. Karenanya akan tetap disosialisasikan meski kekentalannya mulai memudar.

c. Kebijakan Pemerintah

Agama dan budaya banyak mempengaruhi pembentukan budaya nasional. Karena budaya Islam dan Jawa mengandung muatan bias gender yang cukup kental, sebagaimana disinggung di depan, oleh karenanya budaya nasional juga tidak steril dari muatan bias gender.

(10)

sejenisnya (Rahayu, 1996: 33). Peran-peran tersebut dengan tegas menunjukkan posisi ibu (perempuan) yang sangat kental dengan bias gender. Dari peran-peran di atas tampak bahwa ibu (perempuan) diutamakan di sektor domestik dan tersubordinasi di bawah bayang-bayang kekuasaan suami.

Diakui atau tidak, kebijakan pemerintah yang bias gender akan menghambat tereduksinya bias gender yang sedang diperjuangkan untuk mencapai kesetaraan posisi dan peran antara laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, kebijakan pemerintah turut berperan dalam proses pelanggengan budaya gender di negara ini.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang bias gender dalam buku atau kitab telah dilakukan oleh beberapa orang. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid dkk (2001) pernah meneliti relasi suami istri dalam kitab Syarh ‘Uqud al-Lujjayn fi Bayan Huqûq al-Zawjayn karya Muhammad Ibn Umar al-Banteny al-Jawy (1230/1813-1316/1898). Kitab ini sarat nuansa ketidakadilan gender, terutama dalam pola relasi suami istri. Padahal, kitab ini diajarkan dan ditransmisikan secara kontinyu di mayoritas pesantren selama puluhan bahkan ratusan tahun, sehingga semakin melanggengkan pola ketidakadilan gender dalam hubungan suami-istri.

Dalam penelitian tersebut Sinta Nuriyah dkk, mempersoalkan kembali secara kritis-argumentatif teks-teks keagamaan melalui metode ta’liq wa takrij al-hadis terhadap al-hadis-al-hadis yang penuh misoginis (kebencian) terhadap perempuan yang terdapat dalam kitab ‘Uqud Lujjayn tersebut. Dengan metode takhrij al-hadits, ditemukan 26 hadits lemah (dla’if) dan 35 hadits palsu (maudlu’) dari sekitar 120-an hadits dalam kitab ‘Uqud al-Lujjayn. Dalam ilmu hadits, hadits-hadits yang tidak jelas sumbernya, dianggap sama dengan hadits palsu (maudlu’) dan tidak boleh dijadikan argumen agama, apalagi dijadikan dalil untuk melegitimasi kekerasan terhadap perempuan.

(11)

berkomentar secara kritis-argumentatif terhadap pemikiran Syaikh Nawawi, pengarang kitab ‘Uqud al-Lujjayn yang dinilai kurang memiliki sensitifitas gender. Ta’liq juga, terutama dilakukan terhadap hadits-hadits yang sanadnya dinilai sahih, tetapi matannya dianggap bisa memunculkan pemikiran yang diskriminatif terhadap perempuan, dengan cara mengungkapkan hadits-hadits shahih lain yang isinya lebih adil gender, termasuk ayat-ayat al-Qur’an, analisis kebahasaan, dan fakta-fakta sejarah yang menunjukkan kesalah pahaman terhadap perempuan. Hasil penelitian di atas kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku oleh LKiS bekerja sama dengan Forum Kajian Kitab Kuning dan Ford Foundation dengan judul Wajah Baru Relasi Suami-Istri: Telaah Kitab ‘Uqud al-Lujjayn (2001).

Jika penelitian di atas mengambil Syarh ‘Uqud al-Lujjayn fi Bayan Huqûq al-Zawjayn sebagai obyek kajian, maka dalam penelitian lain (2005) Sinta Nuriyah langsung menjadikan kitab ‘Uqud al-Lujjayn fi Bayan Huqûq al-Zawjayn karya Syekh Nawawi Banten pada abad ke-19 sebagai obyeknya. Kitab ini hingga sekarang termasuk dalam kitab kuning yang masih dipelajari di pesantren sebagai patokan relasi sosial suami-istri. Penelitian ini melibatkan beberapa pakar, yaitu: Husein Muhammad, Nazaruddin Umar, Attashendartini Habsjah, A Luthfi Fathullah, Badriyah Fayumi, Nur Ro’fiah, Arifah Khoiri Fauzi, Faqihuddin Abdul Kodir, dan Zuhairi Misrawi.

Berbeda dengan penelitian terdahulu yang berpendekatan khas pesantren, penelitian yang hasilnya dibukukan dengan judul “Kembang Setaman Perkawinan” (2005) ini menggunakan pendekatan akademis. Dalam pendekatan ini, dieksplorasi lebih luas dan lengkap latar belakang sosio-kultural pemikiran, paradigma pemikiran, filsafat keilmuan, konsep dan teori yang mendasari pemikiran seputar persoalan relasi suami-istri yang termuat dalam kitab ‘Uqud al-Lujjayn. Dengan pendekatan akademis seperti itu, pembaca akan lebih tahu secara mendalam alasan-alasan rasional dan argumentasi-argumentasi ilmiah mengapa pemikiran-pemikiran bias gender yang termuat dalam kitab ‘Uqud al-Lujjayn karya Syeikh Nawawi perlu direinterpertasi agar lebih berorientasi keadilan gender.

(12)

seksual, dan bahwa suami memiliki hak lebih atas istri serta istri wajib mematuhi karena suami bertanggung jawab memberi mas kawin dan nafkah untuk keluarga. Sinta Nuriyah dan kawan-kawan melakukan reinterpretasi terhadap pandangan di atas dengan mengutip pendapat Imam Al-Ghazali yang membuang penekanan pada aspek hubungan seksual sebagai manfaat perkawinan. Selain itu diingatkan mengenai hubungan sehari-hari suami-istri menurut Imam Baidhawi, yaitu pembagian kerja rumah tangga yang adil dan penuh tenggang rasa, komunikatif di antara suami istri, dan anak-anak menggunakan bahasa yang lemah lembut, sopan, mesra, berdasarkan akhlak karimah.Mengenai hak suami yang lebih besar dari istri karena suami memberi nafkah keluarga, para peneliti menyebutkan, saat ini ada kenyataan cukup banyak perempuan memiliki penghasilan sendiri dan bahkan menjadi kepala keluarga. Dengan demikian, bila laki-laki tidak dapat memenuhi kewajibannya dan yang menjadi tulang punggung keluarga adalah perempuan, maka kelebihan itu menjadi milik perempuan. Dengan demikian, kelebihan tersebut sebetulnya tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin.

Contoh lain adalah soal kekerasan domestik. Kitab ‘Uqud Al-Lujjayn menyebutkan, suami boleh memukul istri bila menolak berhias, menolak ajakan tidur, keluar rumah tan izin, memukul anak yang masih kecil yang menangis, memaki orang lain, menyobek pakaian suami, menarik jenggot suami sebagai penghinaan, mengucapkan kata-kata tidak pantas meskipun suami memaki lebih dulu, menampakkan wajah kepada laki-laki lain yang bukan muhrim, memberi sesuatu dari harta suami di luar adat kebiasaan, dan menolak menjalin hubungan kekeluargaan dengan saudara suami. Mengenai pandangan ini, tim peneliti mengingatkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah memukul istrinya, tidak pernah menyuruh memukul istri, bahkan melarang memukul istri. Menurut para peneliti, 11 catatan tentang hak suami memukul istri adalah pendapat pribadi penulis ‘Uqud Al-Lujjayn yang bila dihadapkan dengan hadis Nabi SAW sangat bertolak belakang.

(13)

dapat berbuat adil, maka menikahlah hanya dengan satu orang saja. Begitu pula surat An-Nisa` Ayat 129 memberi penekanan bahwa aspek keadilan itu tidak dapat dipenuhi setiap manusia.

Penelitian lain tentang bias gender dalam buku agama Islam dilakukan oleh Achmad Muthali’in (2001). Hanya saja penelitian terhadap buku teks pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar ini merupakan bagian kecil dari keseluruhan penelitian yang berusaha mengungkap bias-bias gender dalam proses pembelajaran. Terkait bias gender dalam buku-buku teks Pendidikan Agama Islam yang dijadikan buku pegangan guru dan siswa, penelitian lapangan yang mengambil lokasi di SD Negeri Kleco I Surakarta, SD Taman Siswa Yogyakarta dan SD Muhammadiyah I Surakarta ini menyimpulkan bahwa dalam buku-buku teks tersebut terdapat banyak konsep yang bias gender.

Setelah dikelompokkan, bias gender dimaksud mensosialisasikan bias yang bersifat feminin, peran domestik, serta subordinasi atau marginalisasi bagi kaum perempuan dan sebaliknya mensosialisasikan sifat maskulin, peran publik dan mendominasi bagi kaum laki-laki. Bias yang dimaksud termanifestasi dalam berbagai rumusan dan gambar suasana, kegiatan, aktivitas, penggambaran, profesi, peran, permainan, kepemilikan, tugas dan tanggungjawab yang dimiliki atau dibebankan pada masing-masing jenis kelamin (Achmad Muthali’in, 2001: 103). Sayangnya penelitian ini tidak sampai menganalisa bias gender dalam nilai-nilai atau norma-norma yang diajarkan buku-buku Pendidikan Agama Islam tersebut yang justru –menurut pendapat penulis- sangat mempengaruhi corak pandang guru dan siswa terhadap norma-norma yang mengatur relasi laki-laki dan perempuan. Bab 4: Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui materi yang dibahas dalam buku-buku tuntunan hidup berumah tangga.

2. Mengetahui kualitas hadits-hadits yang termuat dalam buku-buku tuntunan hidup berumah tangga.

(14)

Bab 5: Kontribusi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut: 1. Bagi kalangan penulis dan penerbit buku, hasil penelitian diharapkan

memberikan sumbangan pemikiran tentang perlunya melakukan revisi dan rekonstruksi materi buku-buku tuntunan hidup rumah tangga yang terbukti secara ilmiah banyak mengandung bias gender ke arah materi yang mempunyai sensivitas dan berwawasan gender.

2. Bagi masyarakat umum, terutama umat Islam, hasil penelitian diharapkan menjadi bahan rujukan dalam rangka menumbuhkan dan mempertajam sensitivitas gender dalam berbagai aspek kehidupan baik di ranah domestik maupun publik.

Bab 6: Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research). Obyek utama penelitian adalah teks-teks yang termuat dalam buku-buku tuntunan hidup berumahtangga. Buku-buku tersebut adalah: Mencapai Pernikahan Barakah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004) dan Memasuki Pernikahan Agung (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999), keduanya karya M. Fauzil Adhim, Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999) karya Hasan Basri, Keluarga Surgawi Empat Puluh Kiat Menjadikan Rumah Tangga Laksana Surga (Bandung: Mujahid Press, 2005), karya Muhammad Shalih Al-Munajjid, 60 Pedoman Rumah Tangga Islamy (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993), gubahan M. Thalib, Membimbing Istri Mendampingi Suami Pegangan Buat Pengantin Baru Muslim (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003) yang disusun oleh Fuad Kauma dan Nipan, Melahirkan Anak

Berkualitas (Solo: Ramadhani, 1992) karya Syahras Obos dan Syahidin serta buku karya Mahfudli Sahli berjudul Etika Sexual (Pekalongan: Bahagia, 1999)

(15)

juga hadits-hadits yang menjadi rujukan diupayakan ditakhrij (diketahui kualitasnya; apakah sahih, hasan, dha’if atau maudhu’) dan diketahui konteks sosio-kultural saat hadits lahir (asbab al-wurud) sehingga dapat diketahui layak tidaknya menjadi hujjah (legitimasi hukum) atas tema atau persoalan yang sedang disajikan. Dalam proses analisis isi dilakukan pula komparasi dengan pandangan-pandangan para mufassir (ulama penulis kitab tafsir) seperti Az-Zamakhsyari (467-538), Muhammad Abduh, Said Hawwa, Quraisy Syihab dan sebagainya. Demikian juga akan dikomparasikan dengan pandangan para feminis muslim seperti Amina Wadud Muhsin, Asghar Ali Engineer, Riffat Hasan, Qasim Amin serta para feminis muslim tanah air seperti Nasaruddin Umar, Yunahar Ilyas, Ruhaini Dzuhayatin dan sebagainya.

Bab 7: Jadwal Pelaksanaan

NO URAIAN KEGIATAN Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Telaah terhadap pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an tentang relasi suami istri yang terdapat dalam buku-buku tuntunan hidup berumah tangga 2 Telaah terhadap pemahaman

hadits-hadits tentang relasi suami istri yang terdapat dalam buku-buku tersebut 3 Mengkomparasikan hasil telaah pada

no. 1 dan 2 dengan penafsiran para mufassir dan kaum feminis muslim 4 Analisa data

5 Penyusunan laporan penelitian 6 Seminar hasil penelitian 7 Perbaikan hasil penelitian 8 Penggandaan hasil penelitian 9 Penyerahan hasil penelitian

(16)

Adhim, M.Fauzil, 2004, Mencapai Pernikahan Barakah, Yogyakarta: Mitra Pustaka.

______, Memasuki Pernikahan Agung, 1999, Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Al-Munajjid, Muhammad Shalih, 2005, Arba’ûna Nashîhah li Ishlâhil Buyût, terj. Keluarga Surgawi Empat Puluh Kiat Menjadikan Rumah Tangga Laksana Surga, Bandung: Mujahid Press.

Baidan, Nashruddin, 1999, Tafsir bi al-Ra’yi: Upaya Penggalian Konsep Wanita dalam Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baidhawy, Zakiyudin, 1997, Wacana Teologi Feminis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Basri, Hasan, 1999, Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Al-Bantaniy, Muhammad Nawawi, t.t., ‘Uqud al-Lujjain.

Darban, Ahmad Adaby, 1998, Peranan Perempuan dalam Kebudayaan Jawa: Perspektif Historis, Dalam Bainar (Ed.), Wacana Perempuan dalam Keindonesiaan dan Kemodernan, Jakarta: CIDES-UII.

Departemen Agama RI, 2000, Membina Keluarga Bahagia Sejahtera, Yogyakarta: BP4 DIY.

Dhafir, Zamakhsyari, 1982, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES.

Dzuhayatin, Siti R., 1997, Agama dan Budaya Perempuan: Mempertanyakan Posisi Perempuan dalam Islam, dalam Sangkan Paran Gender, Irwan Abdullah (ed), Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

______dkk, 1998, Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Endang, Anastasia dan Setyawati, 1992, Penelitian yang berwawasan Wanita, Jakarta: Proyek Studi Gender dalam Pembangunan, FISIP UI.

Engineer, Asghar A., 1994, Hak-hak Perempuan dalam Islam, (terj.) oleh Farid Wajdi dan Cici Farkha Assegaf, Yogyakarta: Bentang Budaya.

(17)

Ilyas, Yunahar, 1996, Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an (Klasik dan Kontemporer), Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jurnal Analisis Sosial, 1996, Analisis Gender dalam Memahami Persoalan Perempuan, Bandung: Akatiga, Edisi IV.

Kauma, Fuad, Nipan, 2003, Pegangan Pengantin Muslim Membimbing Istri Mendampingi Suami, Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Kartodirdjo, Sartono, 1993, Perkembangan Peradaban Priyayi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Khilmiyah, Akif, 2000, Ketidakadilan Gender dalam Rumah Tangga Keluarga Muslim, Jurnal Profetika, Vol.2.

Mansur Faqih, 1997, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mastuhu, 1994, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS

Mernissi, Fatima, 1991, Wanita di dalam Islam, terj. Oleh Yaziar Radianti, Bandung: Pustaka.

Muhammad, Husein, 2002, Fiqh Perempuan: Refleksi Kyai atas Wacana Agama dan Gender, Yogyakarta: LkiS.

Muhsin, Amina Wadud, 1994, Wanita di dalam Al-Qur’an, terj. Yaziar Radianti, Bandung: Pustaka.

Nuriyah, Sinta, dkk, 2005, Kembang Setaman Perkawinan Analisis Kritis Kitab ‘Uqud Al-Lujjayn, Jakarta: Kompas.

______, 2001, Wajah Baru Relasi Suami-Istri: Telaah Kitab ‘Uqud al-Lujjayn, Yogyakarta: LKiS bekerja sama dengan FK3 & Ford Foundation.

Obos, Syahrah, Syahidin, 1995, Melahirkan Anak Berkualitas, Solo: Ramadhani.

Prasetyo, Eko, Marzuki, 1997, Perempuan dalam Wacana Perkosaan, Yogyakarta: PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia)

Rahayu, Ruth Indah, 1996, Politik Gender Orde Baru, Tinjauan Organisasi Perempuan Sejak Tahun 1980-an, dalam Majalah Prisma, No. 5 tahun 1996, Jakarta: LP3ES.

(18)

Shihab, M.Quraisy, 1996, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan.

Subhan, Zaitunah, 1999, Tafsir Kebencian: Studi Bias Gender dalam Tafsir al-Qur’an, Yogyakarta, LkiS.

Thalib, M, 1993, 60 Pedoman Rumah Tangga Islamiy, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Umar, Nasarudin, 1999, Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina.

Az-Zamakhsyari, Abu al-Qasim Mahmud ibn ‘Umar, 1977, Al-Kasysyaf ‘an Haqaiq at-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil, Beirut: Dar al-Fikr.

(19)

1. Nama : Dra. Siti Bahiroh, M.Si.

2. NIK : 113.009

3. Tempat dan tanggal lahir : Bantul, 9 September 1964 4. Pangkat/Golongan : Penata/IIIc

5. Jabatan Akademik : Lektor

6. Jurusan/Fakultas : Komunikasi dan Penyiaran Islam/Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 7. Alamat Kantor : Kampus UMY Jl. Ring Road Barat, Tamantirto,

Bantul, Yogyakarta, Telp. 0274-387656

8. Alamat Rumah : Piringan Pendowoharjo Sewon Bantul Yogyakarta, telp. 0274-367566

9. Latar Belakang Pendidikan :

a. SD Negeri Cepit III Bantul (lulus tahun 1976) b. MTsN Bantul Kota Bantul (lulus tahun 1980) c. SMA Muhammadiyah Bantul (lulus tahun 1983)

d. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (lulus tahun 1991)

e. Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada (Lulus tahun 2002) 10. Riwayat Pekerjaan:

a. Dosen Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam FAI UMY (1991-sekarang) b. Pembantu Dekan II FAI UMY (1993-1996)

c. Pembantu Dekan I FAI UMY (1996-1998)

d. Koordinator Bidang II Program Pascasarjana MSI UMY (2002-sekarang) 11. Pengalaman Mengelola Jurnal:

a. Redaksi Jurnal Orientasi (1998-2003) 12. Pengalaman Penelitian:

a. Pemanfaatan Informasi Media Massa oleh Muballigh Kabupaten Bantul (2001) b. Dinamika Kelompok-kelompok Strategis di Persyarikatan Muhammadiyah

Daerah Istimewa Yogyakarta (2002)

c. Pola Pembinaan Keluarga Musli (Studi Kasus Keluarga Muhammadiyah di Sewon Bantul) (2003)

d. Budaya Nyadran di Desa Pendowoharjo Sewon Bantul (2004)

e. Konflik Islam Modernis dengan Islam Tradisionalis (Studi Kasus Dusun Sakulan) (2005)

Yogyakarta, 23 Maret 2006 Peneliti,

Dra. Siti Bahiroh, M.Si.

(20)

1. Nama : Drs. Marsudi, M.Ag.

2. NIK : 113.019

3. Tempat dan tanggal lahir : Bantul, 7 Januari 1967 4. Pangkat/Golongan : Penata/IIIc

5. Jabatan Akademik : Lektor

6. Jurusan/Fakultas : Pendidikan Agama Islam/Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

7. Alamat Kantor : Kampus UMY Jl. Ring Road Barat, Tamantirto, Bantul, Yogyakarta, Telp. 0274-387656

8. Alamat Rumah : Kembangkerep, Srihardono, Pundong, Bantul, Yogyakarta, Telp. 0274-7472556

9. Latar Belakang Pendidikan :

a. SD Negeri Pundong II Bantul (Lulus tahun 1980)

b. SMP Negeri Panjangrejo Pundong Bantul (Lulus tahun 1983) c. SMA Negeri I Bantul (Lulus tahun 1986)

d. Jurusan Sastra Arab Universitas Gajah Mada Yogyakarta (Lulus tahun 1992) e. Program Pascasarjana UIN Sunankalijaga (Lulus tahun 2004)

10. Riwayat Pekerjaan:

a. Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam FAI UMY (1993-sekarang) b. Kepala Laboratorium FAI UMY (1996-1998)

c. Pembantu Dekan II FAI UMY (1998-2002) 11. Pengalaman Mengelola Jurnal:

a. Redaksi Jurnal Orientasi (1998-2003) b. Redaksi Afkaruna (2003-sekarang) 12. Pengalaman Penelitian:

a. Insya’ Thalabi Fi Qishati Qatili Hamzah Li Najib Al-Kailani (1999) b. Cerita Israiliyyat dalam Literatur Pesantren (1999)

c. Profil Sekolah Muhammadiyah di Kota Madya Yogyakarta (2000)

d. Kualitas Hadits dalam Kitab As-Salikin Ila ‘Ibadat Rabb al-‘Alamin (2000) e. Metode Terjemah Teks Arab di Pesantren (2001)

f. Konversi Agama dari Islam ke Kristen (Studi Kasus Sumardi dan Murniyati) (2003)

g. Sensitivitas Gender Para Da’i di Daerah Istimewa Yogyakarta (2004)

h. Bias Gender dalam Khotbah Nikah (Studi Kasus di Daerah Istimewa Yogyakarta) (2005)

Yogyakarta, 23 Maret 2006 Peneliti,

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan sebalikya nilai indeks kurang dari 1 (<1) menunjukkan bahwa industri tersebut memiliki pangsa yang lebih rendah dalam penciptaan setiap lapangan kerja

Tepung biji nangka memiliki kandungan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur terutama karbohidrat.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tepung biji nangka

Kekerasan ini bisa disebabkan ketagangan etnik, agama, kelas sosial, afiliasi politik atau perbedaan antardesa yang sederhana, seperti konflik Maluku, Poso, dan

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Peran

39 Tahun 2009, dokumen pengembangan dan perencanaan Sistem Informasi Akademik baseline, dan rencana strategi TI institut XYZ serta output dari Architecutre Vision yang berupa

Metode MRP teknik LFL dan EOQ memiliki penghematan biaya persediaan yang tinggi dari pada metode perusahaan, apabila perusahaan tidak dapat menggunakan teknik

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek ini. Kerja praktek sendiri merupakan salah