Jurnal Ilmu Hukum, Jilid 8, No 2, September 2013 “E-Commerce dalam perspektif”....(Mulida Hayati) 13-22
ISSN : 2085-4757 13
LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan ber-interaksi mereka dapat mengambil dan memberikan manfaat.Seringkali tidak disadari bahwa dalam kehidupan ini sebenarnya setiap manusia pada hakekatnya bertindak sebagai
konsumen.1Salah satu praktek yang merupakan hasil interaksi sesama manusia adalah terjadinya jual beli untuk men-dapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Jual beli tidak hanya dilakukan di pasar atau pusat perbelanjaan saja, tetapi dengan perkembangan jaman jual beli
1
AAG.Peters, dkk.Hukum dan Perkembangan Sosial: Buku Teks Sosiologi Hukum. Buku III. Sinar Agape Perss, Jakarta, 1990. Hal 142-157.
E-COMMERCE DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Oleh: Mulida Hayati, S.H, M.H
Dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya e-mail : mulidatency@gmail.com
Abstrak: Interaksi yang sering terjadi antara manusia dengan mausia yang lain dalam kehidupan sehari-hari adalah jual beli. Seiring dengan perkembangan jaman, jual beli dapat dilakukan melalui media elektronik yang sering disebut E-Commerce.Islam mengatur permasalahan ini dengan rinci dan seksama, sehingga ketika mengadakan transaksi jual beli manusia mampu berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari tindakan-tindakan aniaya terhadap sesama manusia. Hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan ajaran yang bersifat universal dan komprehensif. Hukum Islam juga bersifat elastis, memperhatikan berbagai segi kehidupan dan tidak memiliki dogma yang kaku, keras dan memaksa. E-Commerce dalam pandangan Islam diperbolehkan apabila terpenuhinya rukun jual beli, yaitu : pertama orang yang bertransaksi (penjual dan pembeli), dengan syarat berakal dan dapat membedakan. Kedua, sighat (ijab dan qabul), ijab menunjukkan keinginan melakukan transaksi dan qabul menunjukkan atas kerelaannya menerima ijab. Dan ketiga barang sebagai obyek transaksi, dengan syarat bersih barangnya, dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan akad, mampu menyerahkannya, mengetahui, dan barang yang diakadkan ada di tangan.Ada pengecualian untuk transaksi as-salam (memesan barang dengan pembayaran di awal dan kepastian barang ada di masa yang ditentukan). Sedangkan larangan Islam dalam perdagangan secara garis besar dibagi atas tiga kategori yaitu pertama melingkupi zat atau barang yang terlarang untuk diperdagangkan.Kedua, melingkupi semua usaha atau obyek dagang yang terlarang. Dan ketiga meliputi cara-cara dagang atau jual beli yang terlarang.