• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA .pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA .pdf"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

MAKALAH:

MALADMINISTRASI DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 20P/HUM/2017

TENTANG IR. ANANG PRIHANTORO, DKK VS PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH RI

Sebagai Nilai Tugas Hukum Administrasi Negara Pengampu: Dr. Martitah, M.Hum

OLEH:

YOGIK PRAYUDA (8111415086)

PROGRAM STRATA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Maladministrasi Dalam Penyelenggaraan Negara

Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 20P/HUM/2017 Tentang Ir. Anang Prihantoro, dkk vs Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah RI” ini sebagai tugas dari mata kuliah Hukum Administrasi Negara tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Martitah, M.Hum selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Administrasi Negara yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan serta semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Akhirnya penulis mohon kritik dan saran untuk lebih sempurnanya makalah ini. Selanjutnya penulis berharap makalah yang sederhana ini bermanfaat, terutama bagi yang membutuhkannya.

Semarang, 1 April 2017

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan ... 3

BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1. Maladministrasi………... 3

2.2. Identifikasi Perkara ... 5

2.3. Analisis Kasus Berdasar Teori Mal Administrasi dan Ombudsman 7

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Berbicara mengenai Hukum Administrasi Negara, berbicara tentang adanya kewenangan bagi administrasi negara untuk bertindak secara bebas dalam melaksanakan tugas-tugasnya maka ada kemungkinan bahwa administrasi negara melakukan perbuatan yang menyimpang dari peraturan yang berlaku sehingga menimbulkan kerugian. Oleh sebab itu untuk meningkatkan perlindungan hukum secara lebih baik maka pada tahun 1950 panitia de Monchy di Nedherland telah membuat laporan tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur atau the general principles of good

administration). Jadi lahirnya asas hukum pemerintahan yang baik ini dapat

ditunjuk secara tepat yaitu dari laporan panitia de Monchy. Istilah itu dipakai dalam pekerjaan-pekerjaan atau tulisan-tulisan Commissie den Monchy (1946-1950) untuk mempertinggi perlindungan hukum terhadap administrabele.1

Dalam pemerintahan, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia yang berisi pengertian dan sebagai dasar pendirian Ombudsman, badan ini memberikan pelayanan kepada masyarakat dan penegakan hukum yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih, dan efisien guna meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

(5)

Indonesia Tahun 1945 serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Kedua aturan perundang-undangan tersebut adalah dasar perlindungan maladministrasi.

Menurut pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. 2

Dalam Pasal 1 angka 3 ini, Maladministrasi bukan hanya berbentuk perilaku/tindakan tetapi juga meliputi Keputusan dan Peristiwa yang melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan, termasuk perseorangan yang membantu pemerintah memberikan pelayanan publik yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Dalam hukum positif Indonesia ada 9 kriteria yang menjadi kategori maladministrasi (1) Perilaku dan perbuatan melawan hukum (2) Perilaku dan perbuatan melampaui wewenang, (3) Menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, (4) Kelalaian (5) Pengabaian kewajiban hukum (6) Dalam penyelenggaraan pelayanan publik (7) Dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan (8) Menimbulkan kerugian materiil dan/atauimmaterial (9) Bagi masyarakat dan orang perseorangan.3

(6)

Perlu diketahui pula bahwa Mahkamah Agung memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 24 menyebutkan empat kewenangan tersebut yakni (1) menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar; (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD: (3) memutus pembubaran partai politik; dan (4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selanjutnya dalam ayat (2) menyatakan “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPRmengenai dugaan pelanggaran oleh

Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.”4

1.2RUMUSAN MASALAH

Dari uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan perlindungan Maladministrasi di Indonesia?

2. Bagaimana identifikasi kasus putusan Mahkamah Agung Nomor

20P/HUM/2017 Tentang Ir. Anang Prihantoro, dkk vs Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah RI?

1.3TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi penerapan Perlindungan Maladministrasi di Indonesia

2. Untuk mengidentifikasi kasus putusan Mahkamah Agung Nomor

20P/HUM/2017 Tentang Ir. Anang Prihantoro, dkk vs Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah RI?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1MALADMINISTRASI

Secara umum maladministrasi diartikan sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum dan etika dalam suatu proses administrasi pelayanan publik, yakni meliputi penyalahgunaan wewenang/jabatan, kelalaian dalam tindakan dan pengambilan keputusan, pengabaian kewajiban hukum, melakukan penundaan

(7)

berlarut, tindakan diskriminatif, permintaan imbalan, dan lain-lain yang dapat dinilai sekualitas dengan kesalahan tersebut.

Definisi Maladministrasi menurut Undang-Undang Ombudsman RI yakni, Perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan, termasuk perseorangan yang membantu pemerintah memberikan pelayanan publik yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau imateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.

Bentuk-bentuk maladminstrasi yang paling umum meliputi (1) Penundaan berlarut, (2)Penyalahgunaan wewenang, (3)Penyimpangan prosedur, (4)Pengabaian kewajiban hukum, (5)Tidak transparan, (6)Kelalaian, (7)Diskriminasi, (8)Tidak profesional, (9)Ketidakjelasan informasi, (10)Tindakan sewenang-wenang, (11)Ketidakpastian hukum, serta (12)Salah pengelolaan.

Termasuk bentuk tindakan maladministrasi selanjutnya ialah tindakan-tindakan yang dilakukan aparatur pemerintah dikarenakan adanya:

1. Mis Conduct yaitu melakukan sesuatu di kantor yang bertentangan dengan kepentingan kantor.

2. Deceitful practice yaitu praktek-praktek kebohongan, tidak jujur terhadap publik. Masyarakat disuguhi informasi yang menjebak, informasi yang tidak sebenarnya, untuk kepentingan birokrat.

3. Korupsi yang terjadi karena penyalahgunaan wewenang yang dimilikinya, termasuk didalamnya mempergunakan kewenangan untuk tujuan lain dari tujuan pemberian kewenangan, dan dengan tindakan tersebut untuk kepentingan memperkaya dirinya, orang lain kelompok maupun korporasi yang merugikan keuangan negara.

4. Defective Policy implementation yaitu kebijakan yang tidak berakhir dengan implementasi. Keputusan-keputusan atau komitmen-komitmen politik hanya berhenti sampai pembahasan undang atau pengesahan undang-undang, tetapi tidak sampai ditindak lanjuti menjadi kenyataan.

5. Bureaupathologis adalah penyakit-penyakit birokrasi ini antara lain: a. Indecision yaitu tidak adanya keputusan yang jelas atas suatu kasus. Jadi suatu kasus yang pernah terjadi dibiarkan setengah jalan, atau dibiarkan mengambang, tanpa ada keputusan akhir yang jelas. Biasanya kasus-kasus seperti bila menyangkut sejumlah pejabat tinggi. Banyak dalam praktik muncul kasus-kasus yang di peti es kan.

(8)

c. Cicumloution yaitu Penyakit para birokrat yang terbiasa menggunakan katakata terlalu banyak. Banyak janji tetapi tidak ditepati. Banyak kata manis untuk menenangkan gejolak masa. Kadang-kadang banyak kata-kata kontroversi antar elit yang sifatnya bisa membingungkan masyarakat.

d. Rigidity yaitu penyakit birokrasi yang sifatnya kaku. Ini efek dari model pemisahan dan impersonality dari karakter birokrasi itu sendiri. Penyakit ini nampak,dalam pelayanan birokrasi yang kaku, tidak fleksibel, yang pokoknya baku menurut aturan, tanpa melihat kasus-perkasus.

e. Psycophancy yaitu kecenderungan penyakit birokrat untuk menjilat pada atasannya. Ada gejala Asal Bapak senang. Kecenderungan birokrat melayani individu atasannya, bukan melayani publik dan hati nurani. Gejala ini bisa juga dikatakan loyalitas pada individu, bukan loyalitas pada publik.

f. Over staffing yaitu Gejala penyakit dalam birokrasi dalam bentuk pembengkakan staf. Terlalu banyak staf sehingga mengurangi efisiensi.

g. Paperasserie adalah kecenderungan birokrasi menggunakan banyak kertas, banyak formulir-formulir, banyak laporan-laporan, tetapi tidak pernah dipergunakan sebagaimana mestinya fungsinya.

h. Defective accounting yaitu pemeriksaan keuangan yang cacat. Artinya pelaporan keuangan tidak sebagaiamana mestinya, ada pelaporan keuangan ganda untuk kepentingan mengelabuhi. Biasanya kesalahan dalam keuangan ini adalah mark up proyek keuangan.5

2.2IDENTIFIKASI PERKARA

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Mahkamah Agung melalului putusan Nomor 38 dan nomor 20 tentang judicial review Peraturan DPD nomor 1/2016 dan Peraturan DPD nomor 1/2017 tentang Tata Tertib (Tatib) DPD dinilai cacat demi hukum. Oleh sebab itu putusan MA ini tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Hal tersebut disampaikan oleh senator asal Sulawesi Utara, Benny Rhamdani, di Jakarta, Sabtu (1/4/2017). Dia juga menilai, amar putusan MA tersebut salah sasaran menetapkan obyek hukum yang dibatalkan.

"Putusan MA tersebut cacat hukum. Karena obyek hukum yang diperintahkan untuk dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku salah sasaran. Dengan demikian tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," tegas Benny Rhamdani.

(9)

Menurutnya, dalam amar putusan angka 2 dinyatakan Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Tata Tertib bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan karenanya tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pernyataan dalam amar putusan MA itu dinilai Benny keliru.

"DPD RI tidak pernah punya Peraturan UU No. 1 Tahun 2017, yang ada adalah Peraturan DPD RI No. 1 Th 2017 tentang Tata Tertib DPRD. Dengan demikian obyek hukum yang diperintahkan untuk dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku salah sasaran," tegas Benny.

Dijelaskan, dalam amar putusan angka 3, dinyatakan:

"Memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Tata Tertib," tegasnya.

"Putusan ini memerintahkan DPRD untuk mencabut Tatib DPD RI, bagaimana logikannya? Harusnya memerintahkan kepada DPD bukan Pimpinan DPD, karena pimpinan tidak memiliki otoritas mencabut Tatib. Rapat Paripurnalah yang berwenang untuk melakukan perubahan atau pembatalan Tatib," tegas Benny.

(10)

2.3ANALISIS KASUS BERDASAR MALADMINISTRASI DAN OMBUDSMAN Kasus Pemberhentian tersebut merupakan kasus maladministrasi terbukti dari putusan amar yang salah menyebut undang-undang yang seharusnya menyebut objek putusan yakni Dewan Perwakilan Daerah. Dari kesalahan tersebut Ombudsman berhak untuk meminta keterangan Mahkamah Agung serta memeriksa keputusan Mahkamah Agung tersebut secara menyeluruh hingga memberikan sanksi terhadap oknum Mahkamah Agung.

(11)

pengadilan yang merupakan ranah hukum perdata. Dengan keputusan selanjutnya menjadi wewenang Atasan pejabat terlapor.6

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013

Berita

http://www.netralnews.com/news/nasional/read/66041/dpd.ri.putusan.ma.tentang.t atib.dpd.dinilai.cacat.hukum Diakses tanggal 1 April 2017

Keputusan

Putusan Mahkamah Agung Nomor 20P/HUM/2017 Tentang Ir. Anang Prihantoro, dkk vs Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah RI

Peraturan

Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah

Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah

Undang-undang

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi

Berdasarkan pasal 1 angka 4 Undang-Undang Norma 2 Tahun 2008 tentang Ombudsman menentukan bahwa: Maladministasi adalah perilaku atau perbuatan melawan

Menurut pasal 1 angka 1 Undang- UndangNomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang dimaksud dengan maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan

37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, peran Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Timur dalam menangani dugaan maladministrasi dalam

Maladministrasi berarti perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk

Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Repu- blik Indonesia, yang dimaksud dengan malad- ministrasi adalah perilaku atau perbuatan

Maladministrasi itu sendiri diartikan sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, manggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan

Maladaministrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 adalah “perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk