• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIII TEKNIK TEKSTIL LAPORAN PRAKTIKUM PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DIII TEKNIK TEKSTIL LAPORAN PRAKTIKUM PE"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

DIII TEKNIK TEKSTIL

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN

PRODUK TEKSTIL

PENGUJIAN KETIDAKRATAAN BENANG

PENGUJIAN NOMOR BENANG

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PERHELAI

PENGUJIAN TPI

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK DAN MULUR KAIN

PENGUJIAN KEKUATAN SOBEK KAIN

PENGUJIAN KEKUATAN JEBOL KAIN RAJUT (CARA DIAFRAGMA)

PENGUJIAN KEKUATAN JAHIT

PENGUJIAN SLIP JAHITAN

PENGUJIAN TAHAN GOSOK

PENGUJIAN KEKAKUAN KAIN

PENGUJIAN DRAPE KAIN (KELANGSAIAN KAIN)

PENGUJIAN KEMAMPUAN KAIN KEMBALI DARI KUSUT

PENGUJIAN DAYA TEMBUS UDARA PADA KAIN

DISUSUN OLEH :

NAMA : RIZKI PURWANING WULAN

NRP : 12050010

GROUP : 3B1

DOSEN : TOTONG, AT.,T.T

ASISTEN : ENGKON

RYAN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL

(2)

DIII TEKNIK TEKSTIL

BAB I

UJI KETIDAKRATAAN BENANG

I. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui ketidakrataan suatu benang dengan menggunkan alat U Tester, selain itu untuk mengetahui grade benang kapas dengan cara membandingkan dengan benang kapas standar

II. TEORI DASAR

Kerataan benang merupakan faktor yang amat penting dalam mutu benang, karena itu pada perusahaan-perusahaan pemintalan yang moderen selalu akan menempatkan pengujian kerataan setarap dengan pengujian-pengujian lain yang sangat penting.

Beberapa macam alat dapat dipakai untuk mengukur kerataan benang. Diantaranya adalah alat-alat buatan Zellweger Uster, Brush dan Fielden Walker, semuanya menggunakan sistem capasitance, sedang lainnya pacific tester dan saco Lowell menggunakan sistem mekanik.

Dari macam-macam alat tersebut, alat Uster Evenness Tester paling populer sekarang ini terutama untuk pengukuran-pengukuran kerataan hasil-hasil proses dalam pemintalan kapas tau serat staple sintetis.

Pacific tester populer digunakan dalam pabrik-pabrik pemintalan wol yang memproses sliver, roving dan benang yang besar-besar.

Uster Evennes Tester

Uster Evenness Tester salah satu alat yangmenggunakan sistem capasitance, dibuat oleh Zellweger Company dikota Uster Switzerland. Alat ini terdiri dari :

1. Evenness Tester (GGP), merupakan alat induk yang dilengkapi dengan 2. Recorder (Reg GGP), untuk mencatat grafik ketidak rataan bahan

3. Integrator (ITG), yang mencatat harga-harga ketidak rataan U % atau CV %.

4. Spectrograph (SPG) dan recordernya (Reg. SPG), yang mencatat periodicity dari bahan yang diuji dan

(3)

DIII TEKNIK TEKSTIL

III. ALAT DAN BAHAN Uster Evennes Tester Imperfection Indicator IV. LANGKAH KERJA Kalibrasi alat

1. panaskan alat selama ½ jam (30 menit) dengan urutan :  tekan tombol “ON” (main supply) pada eveness tester  tekan tombol “ON” (main supply) pada integrator

 tekan tombol “ON” (main supply) pada imperfection indicator  tekan tombol “ON” (main supply) pada spectograph

2. setelah ½ jam (30 menit) dipanaskan lalu tekan :  tekan tombol “ON” (output) pada eveness tester  range of scale (3) pada posisi 100%

3. tekan tombol servis selector (4) pada posisi normal test Menentukan ketidak rataan benang

1. tekan tombol range of scale (3) pada posisi eveness tester dan intergrator sesuai dengan ketentuan

2. pasang benang melalui penghantar benang, peraba sambungan, dan tention

3. pilih slot yang sesuai dengan no. benang (lihat tabel) dan lewatkan pada penghantar benang, rol penarik dan lilitkan pada penggulung benang.

4. atur kecepatan sesuai dengan yang ditentukan

5. lakukan penggulungan benang dengan menekan tombol “ON”

6. atur tombol average value hingga posisi jarum bergerak diantara 0% kemudian hentikan pengggulungan dengan menekan tombol “OFF”

7. putar evaluating time pada integrator diposisi “NOL” tunggu hingga jarum U% mencapai angka nol (0)

8. secara bersamaan jalankan penggulung benang dan evaluating time baca skala U% sampai pada batas waktu yang ditentukan

Menentukan jumlah thin, thick, dan neps

1. tekan tombol output pada integrator

2. stel semua counter pada posisi nol dan range of scale pada eveness tester dan integrator diposisi 100%

3. putar evaluating time pada imnperfection indicator pada posisi 10 tunggu sampai lampu menyala

4. lakukan penggulungan benang

(4)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Grade benang dan indeksnya

Grade Penilaian Index

A dan diatasnya 130

B+ Exellent 120

B Very good 110

C+ Good 100

C Fair 90

D+ Poor 80

D Very poor 70

BG Below grade 60

V. DATA PERCOBAAN tabel slot dan No. benang

Slot No. benang(Ne1)

1 0,015-0,06

2 0,2-0,047

3 0,65-0,18

4 3,7-0,53

5 9-3,7

6 28-9

7 73-28

8 150-73

Menggunakan U Tester

1 Menit 12 %

(5)

DIII TEKNIK TEKSTIL yang dihadapi oleh praktikan salah satunya pada awal penjalankan alatnya. Ada beberpa hal yang harus diperhatikan untuk menggunakan alat Uster Evenness antara lain :

1. Persiapan alat

Persiapan alat, peneraan dan cara-cara pengujian praktikan haruslah menuruti buku petunjuk yang sesuai dengan model alatnya.

2. Pemilihan Slot

(6)

DIII TEKNIK TEKSTIL

VIII. KESIMPULAN

(7)

DIII TEKNIK TEKSTIL

BAB II

UJI NOMOR BENANG

I. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan dari pengujian penomoran benang ini antara lain : 1. Untuk mengetahui nomer benang yang diuji

2. Untuk mengetahui kehalusan benang dari nomer benang yang dihasilkan

II. TEORI DASAR

Dari pengujian nomer benang ini, dapat diketahui nomer banangnya dimana nomer benang tersebut dapat diketahui dari besar kecilnya diameter benang, kehalusan benangnya dan lain lain.

Telah dikenal beberapa sistem penomeran benang akan tetapi secara garis besar sistem penomeran benang dibagi menjadi dua yaitu :

Sistem Penomeran Langsung

Yaitu penomeran benang yang menyatakan berat benang setiap panjang tertentu (panjang tetap).

Yang termasuk sistem penomeran langsung antara lain : a. Td atau Denier

Menyatakan berat setiap panjang 9000 meter.

Rumus : Td =

Menyatakan berat benang setiap panjang 1000 meter

Rumus : Tex =

A. Sistem Penomeran Tidak Langsung

Yaitu penomeran benang yang menyatakan panjang benang setiap berat tertentu (berat tetap).

(8)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Menyatakan bahwa panjang benang dalam satuan Hank setiap berat satu Pound

Rumus : Ne1 =

Menyatakan bahwa berapa Hank panjang benang ( 1hank = 300 yard ) setiap berat 1 pound.

Menyatakan bahwa berapa Hank panjang benang ( 1hank = 560 yard ) setiap berat 1 pound.

Menyatakan bahwa berapa Hank panjang benang ( 1hank = 256 yard ) setiap berat 1 pound.

Menyatakan bahwa berapa meter panjang benang setiap berat 1 gram. Biasanya digunakan dalam benang benang hasil pintalan ( spin yarn )

Rumus : Nm =

Dalam pengujian nomer benang perlu memperhatikan faktor faktor yang berhubungan dengan ketegangan benang dan juga regain benang, karena akan mempengaruhi pengujian nomer benangnya. Pengukuran panjang biasanya dilakukan setiap panjang 120 yard ( 1 Lea ) dengan menggunakan kincir atau skein reel yang sekali putar dapat mengukur 1,5 yard. Untuk mengukur berat dipakai neraca Analitis.

III. ALAT DAN BAHAN  Kincir / skein reel

 Neraca Analitis dan Benang

IV. LANGKAH KERJA

(9)

DIII TEKNIK TEKSTIL

1. Pasang benang pada alat dengan melewatkannya pada lapet, tension dan ikatkan pada kincir.

2. Stel panjang gulungan yang diinginkan dengan menekan tombol angka yang tertera. 3. Naikkan posisi main switch untuk menghidupkan mesin

4. Tekan tombol starter untuk menjalankan mesin

5. Jka penggulungan benang telah selesai lepaskan benang dari kincir.

Hasil gulungan sepanjang 120 yard tersebut kemudian ditimbang dalam neraca, dan catat beratnya.

Dari hasil panjang dan berat tersebut dapat dicari nomer benangnya.

V. DATA PERCOBAAN

No Panjang

(Yard)

Panjang

(m)

Berat

(g)

Nm Ne1 Tex Td

1 120 109,73 3,300 33,25 19,61 30,07 270,63

2 120 109,73 3,237 33,89 19,99 29,50 265,5

3 120 109,73 3,125 35,11 20,71 28,48 256,32

4 120 109,73 3,476 31,56 18,62 31,68 285,12

5 120 109,73 3,153 34,80 20,53 28,73 258,57

x

120 109,73 3,2582 33,72 21,89 29,69 267,22

VI. PERHITUNGAN

Panjang benang = 120 yard Berat benang = 3,2582 gram

1 hank = 768 m

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Untuk menghitung standar deviasi, cukup menggunakan data salah satu nomor benang saja, data yang saya gunakan adalah Ne1

(16)

DIII TEKNIK TEKSTIL

VII. DISKUSI

Pada waktu melakukan praktikum uji nomor benang, ada beberapa hal yang harus

diperhatikan oleh praktikan, yaitu pada waktu melakukan penimbangan benang contoh uji dan pada waktu menggulung benang pada Reeling Machine harus dilakukan dengan hati hati, karena kesalahan sedikit saja akan mempengaruhi hasil akhir dari pengujian tersebut, yaitu akan melenceng dari standar baku nomor benang contoh uji tersebut.

VIII.KESIMPULAN

Dari hasil pengujian yang telah praktikan kerjakan, maka dapat disimpulkan bahwa : Nm rata-rata = 33,72

Ne1 rata-rata = 21,89

Tex rata-rata = 29,69

Td rata-rata = 267,22

(17)

DIII TEKNIK TEKSTIL

BAB III

UJI KEKUATAN TARIK PER HELAI

I. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan dari pengujian kekuatan tarik per helai adalah : 1. Untuk mengetahui kekuatan per helai benang uji

2. Untuk mengetahui besarnya breaking length contoh uji 3. Untuk mengetahui besarnya tenacity contoh uji

II. TEORI DASAR

Sama halnya pada bab sebelumnya, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan antara lain : panjang stapel, kehalusan serat, kekuatan serat. Twist, kerataan, distribusi panjang serat, pengerjaan finish serat, pengerjaan kimia terhadap benang, regain benang, letak serat dan mulur serat individu.

Demikian pula prinsip penguian kekuatan tarik per helai hampir sama dengan pengujian kekuatan tarik per berkas. Tetapi untuk ketelitian, pengujian per helai lebih memakan waktu dan biaya jika menggunakan mesin yang otomatis.

Akan tetapi kekuatan per helai menunjukkan kekuatan benang yang sebenarnya dan dalam waktu yang sama memberikan beberapa petunjuk juga titik titik yang paling lemah pd benang. Krn hasil pengujian perhelai menunjukkan variasi kekuatan benang, maka datanya akan mempunyai variasi yang lebih besar daripada kekuatan per lea.

Ini berarti lebih banyak pengamatan yang dilakukan pada kekuatan per helai daripada kekuatan per lea untuk benang yang sama dengan rata rata yang sama.

Beberapa faktor yang mempengaruhi sifat sifat kekuatan tarik bahan tekstil dan hasil yang diperoleh dari alat penguji kekuatan :

1. Panjang Specimen ( contoh pengujian )

(18)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Pengujian yang cepat akan menghasilkan breaking stress yang lebih besar daripada pengujian yang lambat. Hal ini dialami pada pengujian benang pintalan karena pengujian yag lambat memberikan pengujian benang pintalan karena pengujian yang lambat memberikan kesempatan benang membuka twist nya dan memungkinkan serat serat yang seharusnya putus karena twist menahan juga menjadi slip.

3. Kapasitas mesin

Benang yang ditarik dengan mesin yang berkapasitas tinggi akan memberikan kekuatan yang lebih besar karena waktu untuk memutuskan menjadi cepat sekali.

4. Mulur benang

Suata benang yang mulurnya besar akan memerlukan waktu yang lama untuk putus. Karena itu hasil pengujian cenderung akan lebih rendah.

III. ALAT DAN BAHAN

 Asano dengan kapasitas 500 gram dan 2000 gram jarak jepit 50 cm  Benang contoh uji

IV. LANGKAH KERJA

1. Kencangkam kunci pengatur mulur, kemudian pasang benang melalui pengantar benang dan jepita pada klem atas ( pasif ) selanjutnya kencangkan.

2. Lepaskan kunci pengatur mulur, dan pasang benang pada klem bawah ( aktif ) dengan memberi tegangan awal sampai pada batas yang ditentukan, kemudian kencangkan. 3. Tarik handle ke arah belakang untuk menjalankan mesin dan biarkan hingga benang

putus.

4. Bila benang putus, dorong hnadle ke posisi tengah dan baca skala kekuatan ( g ) dan mulurnya ( % atau mm )

5. Dorong handle ke arah depan , kemudian kembalikan jarum penunjuk skala ke arah posisi semula sambil menarik handle penahan roda gigi rachet.

Catatan :

(19)
(20)

DIII TEKNIK TEKSTIL diperhatikan oleh praktikan, antara lain :

 Perlu adanya ketelitian yang tinggi dalam membaca skala pada alat uji

 Harus tepat atau benar dalam menjalankan alat uji yang digunakan dalam pengujian

 Sebelum digunakan, praktikan harus terlebih dahulu menyetel alat uji pada posisi standar (menstandarkan alat uji ).

 Ternyata pengujian kekuatan per helai lebih bervariasi, karena terlihat jelas bagian benang yang lemah akan langsung putus ( kekuatannya rendah ).

VIII.KESIMPULAN

(21)

DIII TEKNIK TEKSTIL

BAB IV

UJI TPI ( Twist Per Inchi )

I. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan dari pengujian TPI adalah untuk mengetahui jumlah twist per inch, arah twist dan kekuatan dari benang contoh uji.

II. TEORI DASAR

Twist ( antihan / puntiran ) pada beang dapat mempengaruhi sifat sifat fisik benang,

pemakaian benang ( apakah untuk lusi, pakan atau rajut ) dan juga kenampakan ( appearance ) hasil akhirnya.

Jumlah twist mempengaruhi jumlah produksi, karena perubahan twist akan merubah kecepatan rol depan. Makin tinggi twist, makin lambat. Yang berarti produksi makin kecil, dan sebaliknya.

Arah twist pada benang dibedakan menjadi 2 yaitu : arah kanan atau arah Z dan arah kiri atau arah S, seperti tampak pada gambar berikut :

Arah Z Arah S

Pengaruh twist pada benang : 1. Kekuatan

Penambahan twist menambah kekuatan benang sampai suatau titik tertentu, sesudah itu penambahan twist akan mengurangi kekuatan.

(22)

DIII TEKNIK TEKSTIL

2. Mulur

Twist yang tinggi menambah mulur benang sebelum putus pada waktu penarikan. 3. Pegangan

Twist yang rendah memberikan pegangan yang lembut, sedangkan twist yang tinggi memberikan pegangan yang kaku.

4. Elastisitas

Twist yang rendah memberikan elastisitas yang kurang pada benang. 5. Kilat

Twist yang tinggi mengurangi kilat benang. 6. Absorbsi

Twist yang tinggi mengurangi absorbsi / daya serap benang terhadap zat warna, dan menghambat dalam proses pencelupan.

7. Arah twist

Dalam konstruksi kain arah twist dapat mempengaruhi kenampakan ( apearance ) kain. Twist pada lusi dan pakan searah akan memberikan garis twist yang bersilangan. Hal ini akan mengurangi kilat bhan disamping memberikan pegangan yang kurang lembut.

III. ALAT DAN BAHAN

 Twist Teter, jarak jepit10 inchi  Benang contoh uji

IV. LANGKAH KERJA Cara Uji TPI

Benang Rangkap

1. Hidupakan mesin dengan menaikkan swicth power netz ke posisi (1)

2. Atur posisi kedua switch pengatur arah putaran sesuai dengan arah twist benang yang akan dibuka.

3. Atur posisi jarum pengatur Rpm motor pada skala “nol”, kemudian counter dinolkan dengan menekan tombol counter hazler.

4. Atur posisi jarum penunjuk pada penjepit pasif supaya berada pada skala 3 – 4 mm. 5. Pasang beban sesuai dengan nomer benan yang akan diuji ( lihat tabel )

(23)

DIII TEKNIK TEKSTIL

7. Tekan tombol START untuk memulai pengujian

8. Atur kecepatan dengan memutar tombol pengatur Rpm motor sesuai dengan skala.

9. Hentikan putaran dengan menekan tombol STOP bila komponen benang tunggalnya telah sejajar

10. Bsarnya gintiran adalah angka yag terdapat pada counter dibagi ( 1x10 ) Benang Tunggal

1. Lakukan point 1sd 8 seperti diatas

2. Hentika putaran dengan menekan tombol STOP, bila posisi jarum penunjuk telah mencapai skala 3 mm dan kembali lagi ke skala “nol”

(24)

DIII TEKNIK TEKSTIL

VII. DISKUSI

Pada waktu melakukan praktikum uji TPI praktikan harus memperhatikan hal hal sebagai berikut :

 Selalu melihat jarum penunjuk untuk skala 3 – 4 mm

 Teliti dalam melihat skala serta tepat dalam mengatur kecepatan putaran dan berhentinya. Hal diatas tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil akhir dari praktikum uji TPI.

VIII.KESIMPULAN

Dari haril praktikum dan data data yang telah praktikan peroleh, maka dapat disimpulkan bahwa :

TPI rata-rata = 15,75 TPM rata-rata = 620,0775

(25)

DIII TEKNIK TEKSTIL

BAB V

PENGUJIAN PRODUK TEKSTIL BAGIAN FISIKA

A. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud

Studi tentang pengujian produk tekstil dengan metode atau cara fisika. Tujuan

1. Mampu menguji kekuatan tarik kain cara pita tiras dan pita potong.

2. Mampu menguji kekuatan sobek kain dengan cara Elmendorf dan cara Trapesium. 3. Mampu menguji kekuatan jahitan dan slip jahitan.

4. Mampu menentukan harga daya tembus udara pada kain. 5. Mampu menguji ketahanan gosok dan ketahanan kusut kain.

6. Mampu menguji kekakuan kain dan menguji kelangsaian kain ( Drape ). 7. Mampu menentukan kekuatan jebol untuk kain rajut.

8. Mampu mengetahui konstruksi kain

B. TEORI DASAR

Kata “design” yang biasa digunakan dalam tekstil, mempunyai perbedaan sedikit dengan arti umum yang biasa digunakan untuk istilah disain pada umumnya. Dalam tekstil, pengertian “disain”adalah sama dengan pattern atau pola atau figure, dimana selalu diulangi baik kearah vertical maupun arah horizontal didalam kainnya.

Pada umumnya, tekstil design dibagi menjadi dua golongan, yaitu :  Structural design

Surface design

(26)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa kain tenun dibentuk dengan cara menyilangkan dan menganyamkan dua kelompok benang yang saling tegak lurus posisinya sehingga membentuk kain tenun dengan konstruksi tertentu. Dua kelompok benang yang dimaksud adalah kelompok benang yang membentuk ke arah panjang kain (vertical) yang disebut benang lusi dan kelompok benang yang membentuk ke arah lebar kain (horizontal) yang disebut benang pakan. Agar dihasilkan kain yang memiliki mutu, pola dan sifat seperti yang dikehendaki, maka diperlukan unsur-unsur yang merupakan bangunan atau konstruksi dari kain tersebut. Jenis kain tenun mempunyai berbagai macam variasi, yang satu sama lain dapat berbeda mutu, sifat maupun polanya. Bahkan dengan jenis anyaman yang sama dapat dibuat macam-macam variasi kain yang mempunyai rupa dan karakteristik berbeda.

Faktor yang mempengaruhi antara lain :  Jenis serat tekstil yang digunakan.  Jenis benang yang digunakan.  Ketentuan kain.

 Persiapan.  Anyaman.  Pertenunan.

 Pengubahan permukaan kain, dan sifat kain.  Bentuk design dan motif.

Anyaman tekstil dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu :

1.

Anyaman dasar  Anyaman dasar  Anyaman keper  Anyaman satin

2.

Anyaman turunan

 Anyaman turunan dari anyaman polos. Anyaman ini dapat dibedakan dalam turunan langsung dan turunan tidak langsung.

 Anyaman turunan dari anyaman keperturunan anyaman keper . Ayaman ini dapat dibedakan dalam turunan langsung dan turunan tidak langsung.

 Anyaman turunan dari anyaman satin.

3.

Anyaman campuran

4.

Anyaman dengan benang berwarna

5.

Anyaman untuk tenunan rangkap

6.

Anyaman khusus

(27)

DIII TEKNIK TEKSTIL

DEKOMPOSISI

Kain tenun merupakan hasil silangan antara benang lusi dan benang pakan, dimana silangan itu memiliki variasi tertentu. Variasi tersebut dinamakan pola anyaman. Anyaman yang dibuat mempengaruhi kain hasil. Anyaman yang paling banyak silangannya cenderung lebih kuat daripada kain dengan silangan yang sedikit, ini disebabkan karena silangan tersebut saling memperkuat antara benang satu dengan benang yang lainnya.

Fakor lain yang mempengaruhi sifat kain adalah tetal benang, tetal benang menunjukan banyaknya benang per satuan panjang. Semakin tinggi tetal benang maka kain semakin padat sehingga kekuatan kain akan semakin baik.

Benang yang menyusun kain mengalami pengkeretan, hal ini deisebabkan karena adanya silngan-silangan antara benang lusi dan benang pakan. Mengkeret benang ditunjukan dengan persentase perbandingan antara selisih panjang benang sesungguhnya berbanding dengan panjang benang setelah menjadi kain.

Data-data diatas sangat perlu didapatkan jika akan membuat kain yang sesuai dengan kain contoh, maka untuk mencari data-data diatas digunakan ilmu dekomposisi kain. Dekomposisi kain adalah penelitian terhadap kain mengenai tetal benang, jenis anyaman, berat kain, no benang, dan lainnya yang menyangkut produksi kain.

Perlu ilmu khusus ini karena benang sangat kecil sekali dan juga pola anyamannnya ada yang sederhana dan ada yang rumit. Mendekomposisi kain arinya kita ingin mendapatkan data-data mengenai kain sampel yang akan kita buat kembali supaya kain yang dibuat sesuai atau sama dengan kain yang didekomposisi.

Proses dekomposisi harus dilakukan secara hati-hati dan diusahakan pada suhu dan kelembapan yang stabil, karena sifat benang terpengaruh oleh suhu dan kelembapan. Ketelitian orang yang mendekomposisi sangat diperlukan supaya hasil dari penelitian tentang kain tidak salah. Jika salah melakukan pendekomposisian maka kain yang akan dibuat tidak akan sesuai dengan kain yang didekomposisi.

Proses ini biasa dilakukan pada industry yang memproduksi kain, Pihak produsen biasnya menerima contoh kain lalu diminta untuk membuat kain yang sama dengan contoh yang diberikan. Maka proses dekomposisi merupaka begian yang penting bagi proses perencanaan pembuata kain yang sesuai dengan sampel.

Alat – alat yang digunakan pada praktikum dekomposisi anyaman polos adalah 1. Lup

(28)

DIII TEKNIK TEKSTIL

A. Bagian atas, sebagai tempat melihat orang yang akan mencari tetal. Dibagian ini ada satu buah kaca pembesar untuk mempermudah penghitungan helai benang.

B. Bagian penyangga

Bagian penyangga berfungsi untuk memberi jarak antara kaca pembesar dengan bagian untuk menentukan tetal dengan luas satu inchi

C. Bagian Bawah

Bagian yang menempel pada kain dimana ada bagian yang berlubang sebesar 1 inchi berbentuk persegi agar memudahkan kita menandai jumlah helai benang dalam satu inchi

Posisi ketika melakukan penghiutngan tetal lusi atau pakan

2. Jarum kasur

Jarum kasur adalah jarum yang ukurannya besar berfunsi untuk menisar dan juga untuk menandai benang ketika melakukan penghitungan untuk menentukan tetal lusi atau tetal pakan pada kain.

3. Gunting

Gunting befungsi untuk memotong kain seukuran yang telah ditentukan. Gunting yang digunakan diusahakan gunting yang mempunyai gerigi kecil supaya ketika menggunting kain tidak licin.

4. Mistar

Mistar berfungsi untuk mengukur panjang kain yang didekomposisi juga untuk mengukur panjang benang yang akan dicari faktor mengkeretnya.

5. Timbangan mikrobalam

Timbangan mikrobalam digunakan untuk menimbang benang, timbangan ini digunakan untuk menimbang benang karena memiliki tingkat ketelitian yang lebih baik dari timbangan analitik.

6. Timbangan analitik

Timbangan analitik digunakan untuk menimbang kain contoh yang kan didekomposisi, timbangan ini hanya digunakan untuk menimbang kain saja tidak utuk menimbang benang

Bagian atas Bagian

(29)

DIII TEKNIK TEKSTIL

karena tingkat ketelitiannya hanya 0,01 g sedangkan benang membutuhkan timbangan yang mempunyai keteliian lebih kecil dari itu.,

Bahan yang dipakai pada praktikum ini adalah kain yang mempunyai anyaman sesuai dengan yang akan didekomposisi.

Langkah-langkah percobaan yang dapat dilakukan pada setiap praktikum secara keseluruhan adalah sebagai berikut ini:

1. Contoh uji ditentukan arah lusi dan pakannya terlebih dulu, kemudian diberi tanda panah untuk arah lusi.

 Cara menentukan arah lusi dapat dilakukan seperti :

Ketika diraba permukaan bahan, maka permukaan yang paling halus merupakan arah lusi. Pada kain anyaman polos, arah lusi dapat ditentukan dengan melihat arah sisiran dan pinggir kain. Arah lusi dapat diketahui dengan menerawang kain kearah cahaya, benang yang searah dengan sisiran yang berupa garis – garis cahaya merupaka benang lusi. Jika pinggir kain masih terlihat maka benang yang searah adalah benang lusi. Ada cara lain yang lebih baik yaitu kain ditiras sampai terlihat umbaian – umbaian kain, Maka tetal benang yang paling besar merupakan benang lusi

2. Tetal lusi dan pakan dihitung pada 5 tempat yang berbeda dan keempat tempat itu membentuk garis miring, kemudian dicari nilai rata-ratanya.

Pola daerah yang dihitung lusi dan pakannya.

3. Dibuat garis persegi dengan ukuran 10 x 10 cm lalu digunting seukuran 10,5 x 10,5 cm. 4. Ditiras setiap sisi sehingga sudut – sudut kain tegak lurus dengan ukuran 10 x 10 cm. 5. Kain ditimbang teliti menggunakan timbangan analitik.

6. Setiap pinggir kain ditiras dan diambil lima – lima sehingga diperoleh benang lusi sepuluh dan pakan sepuluh.

7. Kemudian benang itu ditimbang, sehingga diperoleh berat 10 helai benang lusi dan berat 10 helai benang pakan.

8. Benang – benang yang telah ditimbang lalu diluruskan dan dihitung panjang setiap benang, dicari rata – rata benang pakan dan rata – rata banang lusi..

(30)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Panjang benang setelah pelurusan = Pb, maka

Mengkeret benang = M =

100

%

11. Berikutnya berat kain per meter persegi dihitung, baik secara penimbangan maupun perhitungan.

a. Penimbangan

b. dengan perhitungan dasar perhitungan = Nm =

b

p

b =

Nm

p

 panjang seluruh benang lusi dalam 1 m2

kain dibagi dengan Nm lusi;

bL =  Dilakukan perhitungan yang sama untuk pakan = bP

 Maka berat kain/m2

adalah : bL + bP = b2

c. hitung selisih berat hasil penimbangan dan perhitungan, dengan rumus :

1 menghitung tetal lusi dalam sisir, jika TS adalah tetal sisir , Cp adalah mengkeret pakan, TL adalah tetal lusi ( Helai / “ ), NSH adalah nomor sisir hani dan t adalah banyaknya cucukan dalam lubang, maka :

(31)

DIII TEKNIK TEKSTIL

ANYAMAN POLOS

Nama-nama lain yang biasanya digunakan pada anyaman polos yaitu : Anyaman blacu, plat, tabby, taffeta (taffeta weave), plain (plain weave).

Anyaman polos mempunyai ciri-ciri dan karakteristik sebagai berikut: 1. Mempunyai rapot yang paling kecil dari semua jenis anyaman. 2. Paling tua dan sederhana

3. Paling luwes untuk kain

 Dari jarang sampai dengan padat

 Dari paling ringan sampai dengan paling berat  Dengan berbagai ragam disain

4. Bekerjanya benang-benang lusi dan pakan paling sederhana, yaitu: 1-naik, 1-turun. 5. Simetris

6. Kain relative kuat

7. Ulangan rapot : kearah horizontal (lebar kain) atau kearah pakan diulangi sesudah 2 helai pakan. Pengulangan ke arah vertikal (panjang kain) atau ke arah lusi, diulangi sesudah 2 helai lusi.

8. Jumlah silangan paling banyak diantara jenis anyaman yang lain.

9. Jika faktor-faktor yang lain sama, maka anyaman polos mengakibatkan kain dengan anyaman polos menjadi kain paling kuat daripada kain dengan anyaman lain dan letak benang lebih teguh atau tak mudah berubah tempat.

10. Anyaman polos paling sering dikombinasikan dengan faktor-faktor konstruksi kain yang lain daripada jenis anyaman yang lainnya.

11. Tetal lusi dan tetal pakan pada anyaman polos mempunyai perpencaran (range) yang lebih besar daripada anyaman lain (10 helai/inch – 200 helai/inch). Perpencaran berat kain lebih besar daripada anyaman lain (0,25 oz/yds2 – 52 oz/yds2).

12. Anyaman polos lebih sesuai untuk diberi rupa yang lain dengan jalan mengadakan ubahan-ubahan desain, baik pengubahan pada structural design maupun pengubahan pada surface design dibandingkan dengan anyaman lainnya.

13. Pada umumnya, kain dengan anyaman polos penutupan kainnya (fabric cover) berkisar pada 25 % - 75 %.

14. Anyaman polos dapat dipakai untuk kain yang jarang dan tipis (open construction / sheer texture) dengan hasil yang memuaskan dari anyaman yang lain.

(32)

DIII TEKNIK TEKSTIL

16. Anyaman polos banyak dipakai untuk kain dengan konstruksi medium, dengan fabric covers 51 % - 75 %. Penutupan lusi dan pakan berkisar 31 % - 50 %.

17. Anyaman polos untuk kain padat (close construction), biasanya menggunakan benang pakan yang lebih kasar daripada benang lusi.

Karakteristik dari jenis ini cenderung menunjukan rip (rusuk horizontal pada permukaan kain.

Rencana Tenun untuk Anyaman Polos

Cucukan sisir pada anyaman polos biasanya 2 helai tiap lubang dengan system cucukan teratur. Rencana tenun untuk ATBM dengan rol menggunakan 2 buah gun dan injakan yang digunakan pun hanya 2 yang dilakukan secara bergantian. Rencana tenu dengan Dobby pada umumnya menggunakan 4 gun dan cucukan loncat.

Pada anyaman polos, penggunaan 2 gun jarang digunakan, terutama yang digunakan untuk menenun kain katun dengan tetal lusi yang lebih besar dari 20 helai/cm. Untuk tetal tersebut biasanya digunakan 4 gun. Padapertenunan sutera kadang-kadang tetal lusi mencapai 120 helai/cm, untuk ini digunakan 6-8 gun dengan cucukan loncat. Untuk menenun kain wol halus dengan tetal lusi di atas 40 helai/cm, digunakn 12 gun dengan cucukan loncat.

Pengaruh Twist pada Anyaman Polos

Jika benang lusi dan pakan mempunyai arah twist yang berlawanan , maka permukaan lusi bagian bawah dan permukaan benang pakan bagian atas, arah putarannya saling bertentangan satu sama lain. Keadaan ini menyebabkan pada waktu terjadinya proses penetakan (beating)benang pakan dalam mulut lusi mempunyai kecenderungan untuk kembali kea arah sebaliknyadari arah ketekan. Hal in menyebabkan susunan benang dalam kain menjadi kurang kompak dan kurang tertutup.

Jika benang lusi dan pakan mempunyai arah twist yang sama, maka permukaan benang lusi bagiann bawah dan permukaan benang pakn bagian atas arah putaran dari serat-serat mempunyai arah yang sama. Sehingga pada aat terjadinya pengetekan benang pakan di dalam mulut lusi , benang pakan cenderung untuk segara masuk dan merapat pada benang pakan sebelumnya. Oleh karena itu susunan benang dalam kain akan menjadi lebih kompak dan lebih tertutup.

Perhitungan Tetal Benang

Tetal lusi dan pakan adalah salah satu faktor yang sngat penting pada konstruksi kain, karena tetal tersebut mempunyai pengaruh tehadap kekuatan kain, penutupan kain, kekompakan kain, keindahan kain, appearance, dan lain-lain

(33)

DIII TEKNIK TEKSTIL

b. Menggunakan contoh kain yang sudah ada c. Dengan cara teoritis

Kekuatan kain dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu :  Kekuatan tarik kain

 Kekuatan sobek kain  Kekuatan jebol kain

Kekuatan Tarik Dan Mulur Kain

Kekuatan tarik kain adalah beban maksimal yang dapat ditahan suatu contoh uji kain hingga kain tersebut putus, sedangkan mulur kain adalah penambahan panjang kain pada saat kain putus, dibandingkan dengan panjang kain semula dinyatakan dalam persen. Kekuatan tarik digunakan untuk kain tenun. Kekuatan tarik kain dapat diuji dengan tiga cara, yaitu Pengujian Cara Cekau, Pengujian Cara Pita Tiras, Dan Pengujian Cara Pita Potong.

Pengujian Cara Pita Tiras

Pengujian cara pita tiras (jalur urai) biasa dilakukan dengan ukuran contoh uji 3 cm x 20 cm ditiras menjadi 2,5 cm x 20 cm, atau 6 cm x 20 cm ditiras menjadi 5 cm x 20 cm. Cara ini umumnya dipakai untuk kain yang tidak dilapisi dengan kata lain kain yang mudah diurai. Pengujian kekuatan tarik dengan pita tiras pada saat terjadi penarikan benang pada bagian tengah kain yang mengalami tarikan, sedangkan benang yang terdapat pada kedua sisi kain hanya mengalami tarikan yang kecil. Hal ini terjadi karena contoh uji yang telah diurai tidak ada jalinan yang memegang benang pada sisi kain, maka pada saat beban bertambah benang-benang sisi kain hanya hilang keritingnya saja, baru setelah bagian tengah putus benang pada bagian pinggir kain putus. Pengujian kekuatan cara pita tiras selalu menghasilkan kekuatan tarik yang lebih rendah dari cara cekau namun masih lebih tinggi dari cara pita potong.

(34)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Pengujian ketahan sobek kain adalah uji daya tahan kain terhadap sobekan. Pengujian kekuatan sobek kain sangat diperlukan untuk kain-kain militer seperti kain untuk kapal terbang, paying udara, dan tidak kalah pentingnya untuk kain sandang. Pegujian tahan sobek dapat dilakukan dengan cara :

 Cara Trapesium  Cara Lidah  Cara elmendorf.

Pengujian cara Elmendorf menggunakan alat khusus yaitu Elmendorf, dengan system ayunan pendulum, berbeda dengan cara trapezium dan cara lidah yang mengunakan alat uji kekuatan tarik kain untuk mengujinya

Pada uji kekuatan sobek cara elemendorf ini bahan dibuat seperti contoh yang disediakan dimana ukurannya adalah 10,2 x 7,5 cm sebanyak 5 buah untuk tiap masing-masing arah lusi dan pakan. Pada tengah-tengah pinggir yang panjangnya 10,2 cm dibuat kotak dengan ukuran 1,2 x 1,2 cm.

Dengan menggunakan cara elmendorf ini maka data yag didapat dalam satuan % tetapi berdasarkan SII maka data diolah dalam satuan gram sehingga diguakan rumus :

Kekuatan kain dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu :  Kekuatan tarik kain

 Kekuatan sobek kain  Kekuatan jebol kain

UJI KEKUATAN SOBEK KAIN CARA

ELMENDORF

digunakan.

yang

beban

x

100

terbaca

Skala

(gram)

sobek

Kek.

PENGUJIAN KEKUATAN SOBEK KAIN CARA

(35)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Kekuatan Sobek Kain

Pengujian kekuatan sobek kain adalah menguji daya tahan kain terhadap sobekan. Pengujian kekuatan sobekkain sangat diperlukan untuk kain-kain militer seperti kain untuk kapal terbang, payung udara, dan tidak kalah pentingnya juga untuk kain sandang. Pengujian kekuatan sobek kain dapat dikakukan dengan tiga cara, yaitu :

 Kekuatan sobek kain cara trapesium

Pengujian cara trapesium ini meniru keadaan dari kejadian sebagai berikut : apabila sepotong kain ditarik dan digunting pada bagian pinggir kain, dan contoh dipegang dengan kedua tangan, kemudian disobek mulai dari sobekan yang telah dibuat.

 Kekuatan sobek kain cara lidah

Pengujian kekuatan sobek cara lidah, yaitu apabila sepotong kain digunting menjadi dua sampai kira-kira setengahnya, kain kemudian disobek dengan memegangkedua lidah kemudian ditarik. Pengujian dengan cara lidah tidak dapat dilakukan pada kain tidak seimbang. Kain dengan tetal lusi lebih besar dari tetal pakan, apabila disobek pada arah lusi, maka arah sobekan pada saat pengujian akan berubah ke arah pakan yang lebih lemah. Oleh karena itu orang lebih suka melakukan pengujian dengan cara trapesium.

 Kekuatan sobek kain cara Elmendorf

Pengujian kekuatan sobek kain cara Elmendorf menggunakan alat khusus yaitu Elmendorf, dengan system ayunan pendulum, berbeda dengan cara trapesium dan cara lidah yang menggunakan alat uji kekuatan tarik kain untuk mengujinya.

Kekuatan kain dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu kekuatan tarik dan daya tahan terhadap tarikan, tahan sobek (daya tahan terhadap sobekan) dan kekuatan tahan pecah (tahan terhadap gesekan/bursting).

Masing-masing dari ketiga car pengujian ini mempunyai kegunaan masing-masing, dimana contoh-contoh uji dibuat khusus tergantung pada jenis kain dan penggunannya.

Kekuatan kain merupakan daya tahan kain tarhadap tarikan pada arah lusi maupun pakan. Untuk mengetahui kekuatan tarik kain, dipakai dengan tiga cara pengujian yaitu:

 Cara pita potong

 Cara pita tiras (grab strip raveled)  Cara cekau (strip test)

(36)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Pengujian Cara Pita Potong

Pada pengujian cara potong, contoh uji tepat dipotong 2,5 cm. cara ini pada umumnya dipakai untuk kain yang dilapis atau kain yang dikanji tebal yang sukar atau tidak mungkin untuk diurai. Dalam pemotongan kain contoh uji harus benar-benar sejajar dengan arah benang yang memanjang.

Prinsip Pengujian cara Pita Potong

Kain tenun dipotong dengan ukuran (2,5 x 20) cm, pada kedua ujung contoh uji dijepit dan diberi tegangan sampai kain tersebut menjadi putus. Jadi yang diukur adalah beban maksimum yang dapat ditahan oleh kain, hingga kain tersebut putus. Pada saat putus, kain tersebut mendapat pertambahan panjang yang disebut mulur kain. Jadi kekuatan kain yang diukur merupakan kekuatan minimum dari kain tersebut,baik untuk arah lusi maupun arah pakan. Sedangka mulur yang diukur merupakan mulur pada saat putus.

Sifat-sifat kain dapat diuji dan dinyatakan dalam angka-angka, seperti kekuatan tarik, mulur kain, ketahanan terhadap zat kimia dan sebagainya. Tetapi ada beberapa sifat kain yang tidak dapat dinyatakan dalam angka-angkan seperti kenampakan,kehalusan atau kekasaran, kekakuan atau kelemasan, dan mutu draping yang baik atau yang jelek. Sifat-sifat kain diatas diperluakn dalam pemilihan kain.

Dalam pemilihan kain ada beberapa hal yang dilakukan seperti memegang, mencoba, kemudian menentukan mana yang sesuai dengan penggunaannya. Dengan memegang dan merasakan kain sebenarnya telah dinilai beberapa sifat sekaligus secara subyektif. Menurut Pierce apabila pegangan kain ditentukan, maka mencakup rasa kaku atau lembek, keras atau lunak, dan kasar atau halus.

Drape agak berbeda artinya yaitu kemampuan kain untuk memberikan kenampakan indah waktu dipakai. Tidak semua bahan pakaian harus mempunyai Drape yang baik. Kain untuk Bullet Skirt atau Patti Coat kaku, tidak harus mempunyai Drape yang baik. Untuk menentukan besarnya kekakuan dan Drape ternyata terdapat beberapa kesulitan. Penelitian dilakukan untuk menentukan metode yang bias mengatasi kesulitan dalam penentuan pegangan dan Drape.

(37)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Untuk itu ada dua hal yang perlu diperhatikan :

 Pemisahan macam-macam bahan yang memiliki pegangan dan Drape, dan disain instrument yang cocok untuk mengukur sifat-sifat kain secara individu.

 Menentukan teknik statistic untuk menentukan kesimpulan hubungan antara hasil-hasil pengujian yang dinilai secara individu dan secara grup oleh tim penilai.

Kekakuan Kain

Prinsip penentuan kekakuan kain dengan Shirley Stiftness Tester adalah contoh uji kain dengan ukuran 20 x 2,5 cm yang disangga oleh bidang datar bertepi. Pita kain tersebut digeser kearah memanjang dan ujung pita melengkung karena beratnya sendiri. Setelah ujung pita kain sampai pada bidang yang miring dengan sudut 41,5 o terhadap bidang datar, maka dari panjang kain yang menggantung tadi dan sudut dapat dipertimbangkan parameter-parameter :

Z

θ

a) Bending Length (C)

Adalah panjang kain yang lelengkung karena beratnya sendiri pada suatu pemanjangan tertentu. Ini merupakan ukuran kekakuan yang menentukan mutu draping.

C = I ( cos ½ θ / 8 tg θ ) 1/3

I adalah panjang pita kain yang menjulur keluar bidang datar. Pada Shirley Stiftness Tester dipilih sudut 41,5 osehingga harga fungsi sudut θ adalah 0,5 dan harga bending length sama dengan 0,5 I.

b) Flexural Regidity (G)

Adalah ukuran kekakuan yang diasosiasikan dengan pegangan. Abott menyarankan bahwa nilai Flexural Regidity yang ditentukan dengan alat menunjukkan hubungan yang baik dengan penentuan kekakuan yang dilakukan yang dilakukan oleh orang.

G = 0,1 W C3...mg.cm

(38)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Perhitungan Flexural Regidity (kekakuan) arah lusi (KL) berarti yang panjang lengkung (bending length / C) yang dipakai adalah panjang lengkung lusi dan demikian juga kekakuan arah pakan (KP) makan panjang lengkung (C) yang dipakai adalah panjang lengkung pakan. Untukmenghitung kekakuan total (KP) dapat digunakan rumus :

KT = KL x KP ...mg.cm

c) Bending Modulus (Q)

Nilai ini tergantung pada luas pita dan bisa dianggap sebagai kekakuan yang sebenarnya. Nilai ini bisa dipakai untuk membandingkan kekakuan bahan pada kain dengan tebal yang berbeda-beda. Tebal kain diukur dengan tekanan 1 lbs/inci2.

Q = 12 G x 10-6 kg/cm2 g3

g = tebal kain dalam cm

Pengujian kekuatan sobek kain adalah menguji daya tahan kain terhadap sobekan. Pengujian kekuatan sobek kain sangat diperlukan untuk kain-kain militer seperti kain untuk kapal terbang, payung udara, dan tidak kalah pentingnya juga untuk kain sandang. Pengujian kekuatan sobek kain dapat dikakukan dengan tiga cara, yaitu :

 Kekuatan sobek kain cara trapesium

Pengujian cara trapesium ini meniru keadaan dari kejadian sebagai berikut : apabila sepotong kain ditarik dan digunting pada bagian pinggir kain, dan contoh dipegang dengan kedua tangan, kemudian disobek mulai dari sobekan yang telah dibuat.  Kekuatan sobek kain cara lidah

Pengujian kekuatan sobek cara lidah, yaitu apabila sepotong kain digunting menjadi dua sampai kira-kira setengahnya, kain kemudian disobek dengan memegangkedua lidah kemudian ditarik. Pengujian dengan cara lidah tidak dapat dilakukan pada kain tidak seimbang. Kain dengan tetal lusi lebih besar dari tetal pakan, apabila disobek pada arah lusi, maka arah sobekan pada saat pengujian akan berubah ke arah pakan yang lebih lemah. Oleh karena itu orang lebih suka melakukan pengujian dengan cara trapesium.

(39)

DIII TEKNIK TEKSTIL  Kekuatan sobek kain cara Elmendorf

Pengujian kekuatan sobek kain cara Elmendorf menggunakan alat khusus yaitu Elmendorf, dengan system ayunan pendulum, berbeda dengan cara trapesium dan cara lidah yang menggunakan alat uji kekuatan tarik kain untuk mengujinya.

Ketiga cara pengujian ini berbeda dalam menyiapkan contoh dan pembebanan yang dipakai. PRINSIP PENGUJIAN CARA TRAPESIUM

Contoh uji diberi suatu garis sehingga membentuk tarpesium sama kaki sehingga sisi yang tidak sejajar dijepit pad alat uji. Gaya diberikan akan menyobek contoh uji yang telah diberi sobekan awal sepanjang 1 cm. Kekuatan sobek dapat dihitung dari besarnya beban dan mulur

Keawetan kain (serviceability) adalah lamanya suatu kain bisa dipakai sampai tidak bisa dipakai lagi, karena suatu sifat penting telah rusak. Keawetan kain misalnya ditentukan oleh daya tembus air, keawetan kain kanvas atau kain sepatu benar-benar ditentukan oleh keusangan. Jadi keawetan tidak diuji dan hanya bergantung dari lamanya dipakai atau jumlah kali pakai. Sedangkan keusangan (wear) adalah jumlah kerusakan kain karena serat-seratnya putus atau lepas. Dalam hal-hal tertentu, misalnya kain belt keawetan dan keusangan mungkin sama, tetapi dalam banyak hal lainnya berbeda. Keusangan juga merupakan suatu mutu kain yang tidak diuji sebab kondisi-kondisi sangat bervariasi disamping tidak dapat diketahui secara kuantitatif pengaruh macam-macam faktor terhadap keusangan.

Pilling kain adalah istilah yang diberikan untuk cacat permukaan kain karena adanya “pills” yaitu gundukan serat-serat yang mengelompok dipermukaan kain yang menyebabkan tidak baik dilihat. Pills akan terbentuk ketika dipakai atau dicuci, karena kekusutan serat-serat lepas yang menonjol di permukaan kain akibat gosokan. Faktor-faktor yang menyebabkan keausan antara lain :

 Gaya-gaya yang langsung pada kain, ini bisa terjadi pada keadaan tidak normal.  Pengaruh tumbukan, ini penting pada alas lantai seperti permadani.

 Tekukan atau friksi antar serat dengan serat dan antar benang dengan benang karena kain sering tertekuk.

 Gosokan, friksi antar kain dengan kain, friksi antar kain dengan benda lain dan friksi antar serat dengan kotoran, ini menyebabkan putus serat.

(40)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Berdasarkan uraian diatas, faktor gosokan dalam banyak hal merupakan faktor penting yang berhubungan dengan keusangan. Pengujian ketahanan gosokan kain hanya merupakan pengujian yang sederhana terhadap mutu kain. Jadi harus diingat bahwa gosokan bukan hanya satu-satunya faktor yang mempengaruhi keusangan dan keawetan.

J.E. Booth menggolongkan gosokan menjadi beberapa bagian, yaitu :

 Gosokan datar (pane of plate abrasion) yaitu gosokan pada permukaan datar dari contoh.  Gosokan pinggir (edge abrasion) yaitu gosokan yang terjadi pada leher atau lipatan kain.  Gosokan tekuk (flex abrasion) yaitu gosokan yang disertai dengan tekukan dan lengkungan.

Pembagian diatas hanya pembagian yang kasar saja karena sesungguhnya banyak dijumpai pula gosokan campuran yang rumit. Pengujian ketahanan gosokan kain dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan kain menahan gosokan yang berputar dengan tekanan tertentu. Ada beberapa hal penting yang mempengaruhi hasil pengujian ketahanan gosokan kain,yaitu :

 Keadaan contoh, jika tidak ditentukan maka keadaan contoh harus dikondisikan dalam kondisi standar pengujian.

 Pemilihan alat, tergantung pada karakter pengujian yang diperlukan, apakah menggunakan gosokan datar, tekanan, dan lain-lain.

 Karakter gerakan, apakah arah gerakan bolak-balik, maju saja, memutar atau macam-macam gerakan.

 Arah gerakan, arah gerakan apakah searah lusi, pakan atau membentuk sudut terhadap lusi dan pakan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian ketahanan gosokan kain,yaitu :

 Pemilihan bahan penggosok, kain penggosok bisa berupa kain itu sendiri, kain standar (kanvas atau wool), baja, silicon carbide, kain amplas atau kertas amplas. Masing-masing penggosok mempunyai kelebihan dan kelemahan,misalnya jika kain penggosok adalah kain contoh itu sendiri, proses penggosokan memerlukan waktu lama dan hasil pengujiannya tidak bisa dibandingkan.

 Pelapis contoh, kain pelapis contoh mempengaruhi hasil pengujian.

 Kebersihan alat daerah yang digosok harus bersih dari kotoran, karena akan mempengaruhi hasil gosokan, misalnya serat yang tinggal di daerah permukaan.

 Tegangan contoh, tegangan harus distandarkan sehingga hasilnya sesuai dengan standar.  Tekanan antara penggosok dengan contoh, tekanan sangat berpengaruh terhadap lamanya

(41)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Beberapa cara untuk menilai kerusakan akibat gosokan, yaitu :  Kenampakan terhadap contoh yang tidak tergosok.

 Jumlah gosokan sampai kain berlubang, benang putus atau contoh putus.  Kehilangan berat setelah penggosokan.

 Perubahan tebal kain.  Kehilangan kekuatan kain.

 Perubahan sifat-sifat lain seperti daya tembus udara, kilau dan lain-lain.  Pengujian mikroskopis mengenai kerusakan benang atau serat pada kain.

Serat selulosa merupakan serat yang mudah kusut dan usaha-usaha untuk memperbaiki kekurangan ini banyakdilakukan dalam proses penyempurnaan. Wol merupakan serat yang elastisitasnya sangat baik, sehingga mudah pulih dari kekusutan. Sifat ini menjadi dasar untuk mengukur sudut kembali dari kekusutan.

Kemampuan kembali dari kekusutan adalah sifat dari kain yang memungkinkan untuk kembali dari lipatan. Alat uji untuk ketahanan terhadap kekusutan ada dua jenis, yaitu :

 Pengujian Tootal

Prinsip pengujian dengan cara ini adalah kain dipotong dengan ukuran 4 cm x 1 cm, kemudian dilipat dan ditekan dengan beban 500 gram untuk mengusutkan selama 5 menit. Kain diambil dan digantungkan pada kawat selama 3 menit supaya kembali dari kekusutannya, setelah itu jarak antara dua ujung pita (V) diukur. Untuk wol yang mempunyai mutu crease recovery yang baik jarak antara kedua ujung pita 33 – 35 mm.  Pengujian dengan alat Shirley Crease Recovery Tester

Prinsip pengujiannya sama seperti Tootal tetapi yang diukur adalah sudut (V) nya bukan jaraknya. Alat terdiri dari beban pemberat dan piringan busur derajat yang dipasang dan dapat berputar pada porosnya. Tepat pada 0 0 dipasang penjepit untuk menjepit contoh uji. Tepat dibawah poros piringan, pada dudukan terdapat lempeng penunjuk. Disamping itu terdapat pula garis penunjuk sudut pada skala.

Prinsip pengujiannya dengan cara kain dipotong berbentuk pita kemudian dilipat dan ditekan dengan beban tertentu selamawaktu tertentu. Kemudian contoh uji dipasang pada lempeng busur derajat, dibiarkan pulih dari lipatan dan diatur ujung contoh uji yang bebas lurus dengan lempeng petunjuk. Setelah waktu tertentu atur kembali penunjuk sesuai arah ujung kain dan baca sudut kembali dari kekusutan tersebut. Prinsip pengujian dan alat dari

PENGUJIAN KEMAMPUAN KAIN UNTUK

(42)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Shirley dan AATCC sama tetapi kondisi pembebanan dan waktu pembebanan serta waktu pembacaan sudut berbeda.

Pengujian slip jahitan dilakukan dengan cara contoh uji dilipat kemudian dijahit didekat dan sejajar dengan lipatan, kemudian dipotong. Contoh uji ditarik kearah tegak lurus jahitan, sehingga dapat ditentukan besarnya gaya yang menyebabkan terjadinya pergeseran benang selebar yang ditentukan (3 mm atau 6 mm). Slip jahitan juga dapat diukur dengan berapa cm slip benang pada jahitan setelah diberi beban tertentu (8 kg atau 12 kg). Kedua cara diatas bisa digunakan untuk mencari besarnya slip jahitan. Saat ini cara yang dipilih adalah untuk menentukan gaya yang diperlukan untuk pembukaan selebar 6 mm atau 3 mm.

Kekuatan jahitan adalah kemampuan suatu jahitan untuk menahan beban maksimum. Stich jahitan diatur sedemikian rupa sehingga didapat stich jahitan 12 per inci. Kemungkinan yang terjadi setelah kain diuji kekuatan jahitannya adalah kain putus, benang jahit yang putus, benang-benang pada kain tergelincir dan gabungan dua atau tiga penyebab diatas.

Alat yang digunakan untuk pengujian kekuatan jahitan dan slip jahitan adalah alat uji kekuatan tarik kain baik sistem laju tarik tetap maupun sistem mulur tetap.

Daya tembus udara penting untuk diuji karena susunan dari kain terdiri dari benang-benang dan benang-benang terdiri dari serat-serat, maka bagian dari volume suatu kain sebenarnya terdiri dari rongga udara. Jumlah ukuran dandistribusi dari ruang tersebut sangat mempengaruhi sifat-sifat dari kain, seperti kehangatan dan perlindungan terhadap angin dan hujan serta efisiensi dari penyaringan dari kain-kain untuk industry. Contoh kain untuk kantong-kantong vacuum cleaner harus mudah dilalui udara tetapi mencegah masuknya kotoran. Meskipun jumlah ruang udara dari dua macam kain sama, akan tetapi mungkin saja kain yang satu lebih sukar dilalui udara dari pada kain yang lain dan karenanya akan lebih hangat dipakai.

Ada dua istilah yang berhubungan dengan ruang udara padakain,yaitu :  Daya tembus udara (air permeability)

 Rongga udara (air porosity)

PENGUJIAN SLIP JAHITAN

(43)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Daya tembus udara adalah laju aliran udara yang melewati suatu kain, dimana tekanan pada kedua permukaan kain berbeda. Daya tembus udara dinyatakan dengan volume udara (cm3) yang mengalir per satuan waktu (detik) melalui luas permukaan kain tertentu (cm2) pada perbedaan tekanan udara tertentu pada kedua permukaan kain. Sedangkan rongga udara adalah untuk menyatakan berapa persentase volume udara dalam kain terhadap volume keseluruhan kain tersebut.

Pengujian kekuatan jebol kain dilakukan pada kain rajut dan beberapa jenis kain tertentu, misalnya kain-kain untuk militer dan payung terbang, selain itu dipakai pula untuk kertas. Pengujian tahan jebol dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengujian dengan bola penekan dan pengujian dengan diafragma.

Pengujian dengan bola penekan dilakukan dengan alat uji kekuatan tarik yang dilengkapi dengan bola baja yang mendorong contoh yang dijepit oleh penjepit yang berbentuk cincin untuk memegang contoh uji. Peralatan terpasang pada alat uji kekuatan tarik sedemikian rupa, sehingga pada saat berjalan, bola yang berukuran satu inci akan mendorong kain keatas. Beban yang diperlukan untuk memecah kain menunjukkan kekuatan jebol kain tersebut.

Pengujian dengan diafragma, penekan digunakan diafragma yang terbuat dari karet, yang ditekan oleh cairan yang digerakkan oleh pompa, sehingga karet akan mendorong kain hingga pecah. Besarnya tekanan yang terjadi diukur dengan pengukur tekanan tabung bourdon. Kapasitas alat ini relative kecil.

Kekuatan jahitan adalah kemampuan suatu jahitan untuk menahan beban maksimum. Stich jahitan diatur sedemikian rupa sehingga didapat stich jahitan 12 per inci. Kemungkinan yang terjadi setelah kain diuji kekuatan jahitannya adalah kain putus, benang jahit yang putus, benang-benang pada kain tergelincir dan gabungan dua atau tiga penyebab diatas.

Pengujian slip jahitan dilakukan dengan cara contoh uji dilipat kemudian dijahit didekat dan

PENGUJIAN KEKUATAN JEBOL KAIN RAJUT

(44)

DIII TEKNIK TEKSTIL

dapat ditentukan besarnya gaya yang menyebabkan terjadinya pergeseran benang selebar yang ditentukan (3 mm atau 6 mm). Slip jahitan juga dapat diukur dengan berapa cm slip benang pada jahitan setelah diberi beban tertentu (8 kg atau 12 kg). Kedua cara diatas bisa digunakan untuk mencari besarnya slip jahitan. Saat ini cara yang dipilih adalah untuk menentukan gaya yang diperlukan untuk pembukaan selebar 6 mm atau 3 mm.

Alat yang digunakan untuk pengujian kekuatan jahitan dan slip jahitan adalah alat uji kekuatan tarik kain baik sistem laju tarik tetap maupun sistem mulur tetap.

Sifat-sifat kain dapat diuji dan dinyatakan dalam angka-angka, seperti kekuatan tarik, mulur kain, ketahanan terhadap zat kimia dan sebagainya. Tetapi ada beberapa sifat kain yang tidak dapat dinyatakan dalam angka-angkan seperti kenampakan,kehalusan atau kekasaran, kekakuan atau kelemasan, dan mutu draping yang baik atau yang jelek. Sifat-sifat kain diatas diperluakn dalam pemilihan kain.

Dalam pemilihan kain ada beberapa hal yang dilakukan seperti memegang, mencoba, kemudian menentukan mana yang sesuai dengan penggunaannya. Dengan memegang dan merasakan kain sebenarnya telah dinilai beberapa sifat sekaligus secara subyektif. Menurut Pierce apabila pegangan kain ditentukan, maka mencakup rasa kaku atau lembek, keras atau lunak, dan kasar atau halus.

Drape agak berbeda artinya yaitu kemampuan kain untuk memberikan kenampakan indah waktu dipakai. Tidak semua bahan pakaian harus mempunyai Drape yang baik. Kain untuk Bullet Skirt atau Patti Coat kaku, tidak harus mempunyai Drape yang baik. Untuk menentukan besarnya kekakuan dan Drape ternyata terdapat beberapa kesulitan. Penelitian dilakukan untuk menentukan metode yang bias mengatasi kesulitan dalam penentuan pegangan dan Drape. Untuk itu ada dua hal yang perlu diperhatikan :

 Pemisahan macam-macam bahan yang memiliki pegangan dan Drape, dan disain instrument yang cocok untuk mengukur sifat-sifat kain secara individu.

 Menentukan teknik statistic untuk menentukan kesimpulan hubungan antara hasil-hasil pengujian yang dinilai secara individu dan secara grup oleh tim penilai.

(45)

DIII TEKNIK TEKSTIL

Langsai Kain (Drape)

Kelangsaian (Drape) adalah variasi dari bentuk atau banyaknya lekukan kain yang disebabkan oleh sifat kekerasan, kelembutan, berat kain dan sebagainya apabila kain digantungkan. Drape faktor adalah perbandingan selisih luas proyeksi vertical dengan luas landasan contoh uji terhadap selisih contoh uji dengan luas landasan contoh uji.

The Fabris Research Laboratories of USA telah mengembangkan suatu metode untuk mengukur Drape, hal ini dilakukan dengan cara menggabungkan karakteristik lusi dan pakan menghasilkan suatu tekukan seperti terlihat ditoko apabila digantung pada gantungan bulat.

Pengujian dilakukan dengan cara selembar kain contoh uji ukuran diameter 25 cm atau 10 inchi disangga oleh sebuah cakra bulat berdiameter 12,5 cm, dimana bagian kain yang tidak tersangga akan jatuh (Drape) seperti terlihat pada gambar.

A B

Bila tidak ada Drape yang terjadi maka proyeksi contoh akan tetap 25 cm,karena adanya Drape maka terlihat seperti gambar B.

F = As – Ad F = koefisien Drape AD – Ad AD = luas contoh

(46)

DIII TEKNIK TEKSTIL

C. ALAT DAN BAHAN

KONSTRUKSI KAIN 1. Peralatan untuk dekomposisi anyaman polos :

 Lup  Gunting  Jarum kasur  Mistar

 Timbangan analitik  Timbangan mikrobalam  Alat tulis

2. Bahan yang dipakai pada praktikum ini adalah kain yang mempunyai anyaman polos.

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK KAIN CARA PITA TIRAS 1. Peralatan

 Mesin penguji kekuatan tarik dengan spesifikasi :  Kecepatan penarikan = 30 ± 1 cm per menit

 Beban = 50, 100, 250 kg

 Jenis = ayunan

 Penggerak = motor atau tangan

 Waktu putus = 20 ± 3 detik setelah penarikan

 Jarak jepit = 7,5 cm

 Ukuran penjepit = 5 cm x 2,5 cm  Ukuran contoh uji = 3 cm x 20 cm  Gunting

 Jarum

2. Persiapan Contoh Uji

 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.

(47)

DIII TEKNIK TEKSTIL

PENGUJIAN KEKUATAN SOBEK KAIN CARA ELMENDORF 1. Peralatan

 Pendulum (elmendorf) penguji sobek dengan kapasitas alat 1600 g dan 3200 g  Gunting

2. Persiapan Contoh Uji

 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.

 Gunting kain dengan ukuran sesuai gambar dibawah ini, masing-masing 3 helai pakan dan 3 helai lusi.

PENGUJIAN KEKAKUAN KAIN

1. Peralatan

Shirley Stiftness Tester  Gunting

 Mistar

2. Persiapan Contoh Uji

 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.

 Potong contoh uji dengan ukuran 2,5 cm x 20 cm rapi tidak ada benang lusi atau benang pakan yang menggantung dan tidak ada benang lusi dan atau benang pakan yang sama setiap contoh uji, 3 helai kearah lusi dan 3 helai kearah pakan. Contoh uji usahakan sesedikit mungkin dipegang. Kain cenderung menggulung usahakan didiamkan beberapa jam pada alas yang datar sehingga akan merata.

10,2 cm

4,5 cm 4,5 cm

1,2 cm 7,5 cm

2 cm

(48)

DIII TEKNIK TEKSTIL

UJI KEKUATAN TARIK CARA PITA POTONG 1. Peralatan

 Mesin penguji kekuatan tarik dengan spesifikasi :  Kecepatan penarikan = 30 ± 1 cm per menit

 Jenis = ayunan

 Penggerak = motor atau tangan

 Waktu putus = 20 ± 3 detik setelah penarikan

 Jarak jepit = 7,5 cm

 Ukuran penjepit = 2,5 cm x 3,75 cm atau lebih  Gunting

 Jarum

2. Persiapan Contoh Uji

 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.

 Potong kain dengan ukuran 2,5 cm x 20 cm sebanyak tiga helai arah lusi dan tiga helai arah pakan.

UJI KEKUATAN SOBEK CARA TRAPESIUM 1. Peralatan

 Alat uji kekuatan tarik sistem laju mundur (Instron)  Jarak jepit 2,5 cm

 Kecepatan penarikan 100 mm/menit  Ukuran klem 7,5 cm x 2,5 cm

 Penggerak mesin  Beban 10 kg  Gunting

 Kertas grafik  Pena/tinta

2. Persiapan Contoh Uji

 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.

(49)

DIII TEKNIK TEKSTIL

2,5 cm

Sobekan awal 1 cm

15 cm 10 cm

2,5 cm

2,5 cm

7,5 cm

UJI KETAHANAN GOSOK

1. Peralatan

 Martindale Wear and Abrasion Tester, yang dilengkapi dengan :  Beban penekan 9 ± 0,2 kPa (untuk kain berat ≤ 150 g/m2

) dan 12 ± 0,2 kPa (untuk kain dengan berat 151 – 300 g/m2).

 Alat stop motion setelah ditentukan jumlah gosokannya.  Pemotong/pisau berbentuk lingkaran dengan diameter 38 mm.  Neraca dengan ketelitian sampai 1 mg.

 Kaca pembesar.

 Kain penggosok standar, kain felt wool, berat 576 -678 g/m2 , tebal 2 mm.  Pelapis contoh uji busa poliuretan, tebal 3 mm, berat jenis 0,04 g/cm2

.

2. Persiapan Contoh Uji

 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.  Potong contoh uji dengan ukuran diameter 3,8 cm sebanyak 4 helai.

UJI KEMAMPUAN KAIN UNTUK KEMBALI DARI KEKUSUTAN

A. Pengujian Dengan Alat Shirley Recovery Tester 1. Peralatan

Shirley Recovery Tester, yang dilengkapi dengan :  Beban penekan 800 gram

(50)

DIII TEKNIK TEKSTIL  Lempeng pemegang contoh uji

 Jarum penunjuk skala  Gunting

 Pinset  Mistar

2. Persiapan Contoh Uji

 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.

 Gunting kain yang akan diuji dengan ukuran 4 cm x 1,5 cm masing-masing 4 contoh arah lusi dan pakan.

PENGUJIAN DAYA TEMBUS UDARA 1. Peralatan

 Alat uji daya tembus udara (air permeability) yang dilengkapi dengan :  Pemegang contoh uji dengan luas lubang tertentu.

 Kipas penghisap untuk mengalirkan udara.  Manometer tegak (manometer air).

Incline manometer (manometer minyak).

 Pengatur besarnya tekanan udara yang melalui contoh uji.  Skala untuk mencatat hasilnya.

Orifice sebanyak 8 buah dengan kapasitas daya tembus udara sebagai berikut :

Tabel Diameter Orifice dan Besarnya DTU Diameter

Orifice (mm)

Daya Tembus Udara (cm3/detik/cm2) h (harga minimal) H (harga maksimal)

2 4,0 11,4

3 9,3 26,6

4 20,0 58,0

5 32,0 91,0

6 40,0 113,0

8 72,0 197,0

11 137,0 375,0

16 292,0 794,0

2. Persiapan Contoh Uji

(51)

DIII TEKNIK TEKSTIL

PENGUJIAN SLIP JAHITAN 1. Peralatan

 Alat uji kekuatan tarik dengan sistem laju mulur tetap

 Jarak jepit : 7,5 cm,penjepit untuk uji kekuatan Tarik cara cekau

 Perbandingan antara kecepatan grafik dengan kecepatan penarikan 5 : 1  Kecepatan penarikan : 100 ± 10 mm/menit

 Mesin jahit listrik jeratan kunci 1 jarum, dengan kecepatan tidak lebih dari 3000 stich per menit

 Jarum jahit dan benang jahit dengan ketentuan sebagai berikut : a) Untuk kain rapat benang halus

 Untuk kain dengan berat sampai 270 g/m2

, jarum nomor metrik 90 (diameter blade 0,9 mm), benang jahit poliester tex 40 atau benang kapas tex 35.

 Untuk kain dengan berat > 270 g/m2

, jarum nomor metrik 110, benang jahit poliester tex 60 atau kapas tex 70.

b) Untuk kain sedang dengan benang sedang atau lebih kasar  Untuk kain dengan berat sampai 270 g/m2

, jarum nomor metrik 110 (diameter blade 1,1 mm), benang jahit poliester tex 60 atau benang kapas tex 70.

 Untuk kain dengan berat > 270 g/m2

, jarum nomor metrik 140, benang jahit poliester tex 90 atau kapas tex 105.

 Penggaris dengan skala mm  Gunting

2. Persiapan Contoh Uji

 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.

 Gunting kain dan jahit sesuai gambat dibawah ini, dengan stictch 12 ± 1/25 mm

PENGUJIAN KEKUATAN JEBOL KAIN RAJUT 10 cm

35 cm

10 cm 10 cm

(52)

DIII TEKNIK TEKSTIL

1. Peralatan

Bursting strength tester, yang dilengkapi dengan :  Diafragma dari karet.

 Penunjuk tekanan dalam satuan kg/cm2 .

 Contoh uji yang dapat dijebol berdiameter 30 cm.

2. Persiapan Contoh Uji

Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.

PENGUJIAN DRAPE TESTER Peralatan

Drape Tester

 Alat pengukur contoh uji  Gunting

 Printer

PENGUJIAN KEKUATAN JAHITAN 1. Peralatan

 Alat uji kekuatan Tarik dengan sistem laju penarikan tetap (V = 30 ± 1 cm/menit)  Gunting

 Mesin jahit

 Jarum jahit dan benang jahit dengan ketentuan sebagai berikut : c) Untuk kain rapat benang halus

 Untuk kain dengan berat sampai 270 g/m2

, jarum nomor metrik 90 (diameter blade 0,9 mm), benang jahit poliester tex 40 atau benang kapas tex 35.

 Untuk kain dengan berat > 270 g/m2

, jarum nomor metrik 110, benang jahit poliester tex 60 atau kapas tex 70.

d) Untuk kain sedang dengan benang sedang atau lebih kasar  Untuk kain dengan berat sampai 270 g/m2

, jarum nomor metrik 110 (diameter blade 1,1 mm), benang jahit poliester tex 60 atau benang kapas tex 70.

 Untuk kain dengan berat > 270 g/m2

(53)

DIII TEKNIK TEKSTIL

2. Persiapan Contoh Uji

 Kondisikan kain yang akan diuji dalam ruangan standar pengujian.  Potong contoh uji sesuai dengan gambar dibawah ini.

 Jahit sesuai gambar, dengan jumlah stitch 12 ± 1/25 mm.

D. LANGKAH KERJA

KONSTRUKSI KAIN

 Menentukan arah lusi dan arah pakan. (arah lusi diberi tanda panah).

 Menghitung tetal lusi dan tetal pakan pada 5 lima tempat yang berbeda, dan mencari harga rata-ratanya.

 Kain contoh dipotong 10 x 10 cm, lalu ditimbang.

 Benang lusi dan pakan diambil dari sisi yang berbeda, masing-masing 5 helai. Lusi 10 helai dan pakan 10 helai.

 Benang lusi dan benang pakan hasil cara kerja point 4, ditimbang.  Menghitung mengkeret lusi dan pakan.

o panjang benang lusi/pakan dari kain contoh = Pk

o panjang benang lusi/pakan setelah diluruskan = Pb

o Mengkeret benang : M =

100

%

Pb

Pk

Pb

 Menghitung nomor benang lusi dan pakan.

o Panjang 10 lusi setelah diluruskan = …… cm = …….m

o Berat 10 lusi = …… mg = …….g

Nm =

) (

) (

gram berat

meter panjang

Dilipat, dijahit & dipotong

menjadi sbb: Dijahit

5 cm

20 cm 1,3 cm

Gambar

tabel slot dan No. benang
Tabel Diameter Orifice dan Besarnya DTU
Tabel Jumlah Gosokan
GRAFIK PENGUJIAN SLIP JAHITAN
+2

Referensi

Dokumen terkait