• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Politik Hukum S2 UGM tentang Ciri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tugas Politik Hukum S2 UGM tentang Ciri "

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS HUKUM

TUGAS MATA KULIAH KE-II POLITIK HUKUM DOSEN PENGAMPU :

PROF. MUCHSAN

Tinjauan Yuridis Tentang Penerapan Ciri-Ciri Negara Hukum Dalam Pembentukan Hukum Nasional

NAMA : Rizky P. P. Karo Karo

NIM : 15/376209/PHK/08625

(2)

ii

Kata Pengantar

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmatnya segala

halangan dan hambatan dalam pembuatan tugas mata kuliah ini dapat terselesaikan dengan

baik. Bagi Penulis, Tugas mata kuliah Politik Hukum dengan judul Tinjauan Yuridis Tentang

Penerapan Ciri-Ciri Negara Hukum Dalam Pembentukan Hukum Nasional bukanlah hanya

sekedar tugas perkuliahan saja atau hanya untuk mencari nilai saja, melainkan Penulis sadar

dengan tugas ini, Penulis dapat lebih berpikir, bereflkesi tentang pembentukan hukum nasional

yang baik, dan sangat berguna bagi Penulis setelah Penulis menyelesaikan jenjang perkuliahan

S-2 ini jika Penulis berkecimpung sebagai drafter Peraturan Perundang-undangan.

Penulisan tugas mata kuliah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu Penulis

berharap kritik dan saran dari para Pembaca agar Penulis dapat menulis dengan lebih baik dan

lebih kritis lagi.

Penulisan tugas mata kuliah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. M.Hawin, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada;

2. Prof.Muchsan, selaku Dosen pada mata kuliah Politik Hukum;

3. Ke-2 Orang tua saya yang bekerja keras dan berdoa untuk keberhasilan Puteranya;

4. Teman-teman S-2 Magister Hukum Bisnis atas segala bantuan dan keceriaannya

5. Kepada para pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu

(3)

1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI 1

BAB I. PENDAHULUAN 2

I.1. Latar Belakang Masalah 2

I.2. Rumusan Masalah 3

I.3. Tujuan Penulisan 3

BAB II. PEMBAHASAN MASALAH 4

I. Ciri-Ciri Negara Hukum Dalam Pembentukan Hukum Nasional 4

1) Ciri-ciri Negara Hukum 4

2) Negara Hukum Indonesia 11

II. Pelaksanaan Pembentukan Hukum Nasional yang baik 12

1. Produk Hukum Nasional 12

2. Pembentukan Hukum Nasional 14

1) Asas-Asas Pembentukan Peraturan 14

Perundang-undangan yang baik

2) Partisipasi Masyarakat dalam 15

Pembentukan Hukum Nasional

3) Program Legislasi Nasional dan 15

Program Legislasi Daerah

BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN 18

KESIMPULAN 18

SARAN 19

(4)

2 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

Peraturan perundang-undangan dan produk hukum nasional adalah sah jika dibuat oleh

lembaga atau otoritas yang berwenang untuk membentuknya, dalam hal Pemerintahan

Indonesia, yang berwenang membentuk produk hukum nasional ialah Dewan Perwakilan

Rakyat dan Presiden Republik Indonesia, dan dibentuk berdasarkan norma yang lebih tinggi,

serta tidak bertentangan dengan norma yang lebih tinggi tersebut.

Teori mengenai tingkatan norma hukum dikemukakan oleh Hans Kelsen (2006), yakni

stufentheorie, yang menyebutkan bahwa norma hukum itu berjenjang dan berlapis-lapis dalam

suatu hierarki, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada

norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma

yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya pada hingga pada suatu norma yang disebut nroma

dasar/grundnorm.

Produk hukum nasional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh

ditetapkan secara sepihak oleh dan atau hanya untuk kepentingan penguasa ataupun melakukan

jual beli pasal. Hal tersebut bertentangan dengan prinsip demokrasi, dan ciri negara hukum,

karena hukum dimaksudkan bukan untuk menjamin kepentingan beberapa orang yang

berkuasa, melainkan untuk menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang.

Menurut Jimly Asshiddiqe1, hukum pada pokoknya adalah produk pengambilan

keputusan yang ditetapkan oleh fungsi-fungsi kekuasaan negara yang mengikat subjek hukum

dengan hak-hak dan kewajiban hukum berupa larangan/prohibere atau keharusan/obligatere

ataupun kebolehan.

Indonesia adalah Negara Hukum. Hal tersebut dengan tegas disebutkan dalam Pasal 1

ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Negara Indonesia

adalah Negara Hukum”. Dalam konsep Negara Hukum, hukum adalah panglima tertinggi, bukan politik, ataupun ekonomi.

(5)

3

Penulis memaparkan ciri-ciri Negara Hukum pada Bab II karya tulis ini, dimana

Pemerintah, DPR, dan Presiden wajib memperhatikan ciri-ciri Negara Hukum dalam

membentuk suatu produk hukum nasional agar ketertiban umum masyarakat, kemakmuran

masyarakat, dan tujuan bernegara dapat tercapai.

Jikalau Pemerintah tidak memperhatikan ciri-ciri Negara Hukum dalam pembentukan

hukum nasional, hal tersebut akan menyulitkan warga masyarakat untuk mewujukan hak dan

kewajibannya, dan akan membuat hukum di Indonesia menjadi buruk. Memang terdapat

Mahkamah Konstitusi yang diberi wewenang salah satunya untuk menguji Undang-Undang

terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dimana Mahkamah

Konstitusi ini menurut Jimly Asshiddiqie berfungsi sebagai the guardian dan the ultimate

interpreter of the constitution. Namun menurut Penulis hal tersebut akan tidak efektif jikalau

Mahkamah Konstitusi harus menguji banyak Undang-Undang yang diduga bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, untuk itu hal yang efektif dalam

pembentukan hukum nasional adalah dimana legal drafter, Presiden dan Dewan Perwakilan

Rakyat mengacu pada ciri-ciri negara hukum.

Oleh karena itu Penulis menulis tugas, mencari tahu, dan merefleksikan tentang

Tinjauan Yuridis Tentang Penerapan Ciri-Ciri Negara Hukum Dalam Pembentukan Hukum

Nasional

I.2. Rumusan Masalah

Atas dasar latar belakang masalah itu, maka Penulis mengambil rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan ciri-ciri negara hukum dalam pembentukan hukum nasional ?

2. Bagaiamana pelaksanaan pembentukan hukum nasional yang baik?

I.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan tugas mata kuliah ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui ciri-ciri negara hukum dalam pembentukan hukum nasional;

2. Untuk mengetahui pelaksanaan pembentukan hukum nasional yang baik;

3. Untuk memenuhi tugas ke-2 (dua) mata kuliah Politik Hukum dengan dosen

(6)

4 BAB II

PEMBAHASAN MASALAH

I. Ciri-Ciri Negara Hukum Dalam Pembentukan Hukum Nasional

1) Ciri-ciri Negara Hukum

Menurut Arief Sidharta2, asas-asas, dan unsur-unsur Negara Hukum, yakni

sebagai berikut:

a) Pengakuan, penghormatan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia yang

berakar dalam penghormatan atas martabat manusia (human dignity);

b) Berlakunya asas kepastian hukum. Negara Hukum bertujuan untuk

menjamin bahwa kepastian hukum terwujud dalam masyarakat. Hukum

bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum dan prediktabilitas yang

tinggi, sehingga dinamika kehidupan bersama dalam masyarakat

bersifat predictable.

Sedangkan asas-asas yang terkandung dalam kepastian hukum itu

adalah:

i. Asas legalitas, konstitusionalitas, dan supremasi hukum;

ii. Asas undang-undang menetapkan berbagai perangkat peraturan tentang cara pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan pemerintahan;

iii. Asas non-retroaktif perundangan, sebelum undang-undang tersebut mengikat, undang-undang-undang-undang tersebut harus diundangakan dan diumumkan terlebih dahulu secara layak;

iv. Asas peradilan bebas, independen, imparial, dan objektif, rasional, adil, dan manusiawi;

v. Asas non-liquet, hakim tidak boleh menolak perkara karena alasan undang-undangnya tidak ada atau tidak jelas;

vi. Hak asasi manusia harus dirumuskan dan dijamin perlindungannya dalam undang-undang maupun Undang-Undang Dasar.

2B. Arief Sidharta, “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum”, dalam Jentera (Jurnal Hukum), “Rule of Law”,

(7)

5

c) Berlakunya Persamaan dimuka hukum (equality before the law)

Dalam Negara Hukum, Pemerintah tidak boleh mengistimewakan atau

mengutamakan orang atau kelompok tertentu, ataupun

mendiskriminasikan orang/kelompok tertentu. Di dalam prinsip ini,

terdapat unsur adanya jaminan persamaan bagi semua orang di hadapan

hukum dan pemerintahan; tersedianya mekanisme untuk menuntut

perlakuan yang sama bagi semua Warga Negara.

d) Asas demokrasi dimana setiap orang mempunyai hak dan kesempatan

yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan atau untuk

mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintahan. Asas demokrasi

diwujudkan melalui beberapa prinsip yakni:

i. Adanya mekanisme pemilihan pejabat-pejabat publik tertentu

yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil

yang diselenggarakan secara berkala;

ii. Semua warga negara memiliki kemungkinan dan kesempatan

yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan

keputusan politik dan mengontrol pemerintah;

iii. Pemerintah bertanggun jawab dan dapat dimintai

pertanggungjawaban oleh badan perwakilan rakyat;

iv. Semua tindakan pemerintahan terbuka bagi kritik dan kajian

rasional oleh semua pihak

v. Kebebasan berpendapat/berkeyakinan dan menyatakan

pendapat;

vi. Kebebasan pers dan lalu linta informasi;

vii. Rancangan undang-undang harus dipublikasikan untuk

memungkinkan partisipasi rakyat secara efektif.

e) Pemerintah dan Pejabat mengemban amanat sebagai pelayan

masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai

dengan tujuan bernegara. Dalam asas ini, terkandung prinsip-prinsip

(8)

6

i. Asas-asas umum pemerintahan yang baik;

ii. Syarat-syarat fundamental bagi keberadaan manusia yang

bermartabat manusiawi dijamin dan dirumuskan dalam aturan

perundang-undangan khususnya dalam konstitusi;

iii. Pemerintah harus secara rasional menyusun setiap tindakannya,

memiliki tujuan yang jelas dan berhasil guna, yang berarti

Pemerintahan itu harus diselenggarakan secara efektif dan

efisien;

Menurut Jimly Assiddiqie3, terdapat 13 (tiga belas) prinsip pokok

Negara Hukum (Rechsstaat), yakni:

1) Supremasi Hukum/Supremacy of Law

Dalam perspektif supremasi hukum, pada hakikatnya pemimpin

tertinggi negara yang sesungguhnya bukan manusia, melainkan konstitusi yang

mencerminkan hukum tertinggi. Pengakuan normatif adalah supremasi hukum

adalah pengakuan yang tercermin dalam perumusan konstitusi, sedangkan

pengakuan empirik adalah pengakuan yang tercermin dalam perilaku sebagaian

terbesar masyarakatnya bahwa hukum adalah panglima.

2) Persamaan Dalam Hukum/Equality Before The Law

Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan

pemerintahan ,yang diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empirik.

Dalam prinsip ini segala bentuk diskriminasi terhadap golongan tertentu

dilarang kecuali tindakan yang bersifat khusus atau affirmative actions, guna

mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok

warga masyarakat tertentu. Sedangkan kelompok warga masyarakat yang dapat

diberi perlakuan khusus yang bukan bersifat diskriminatif, misalnya kaum

wanita ataupun anak terlantar.

3) Asas Legalitas/Due Process of Law

Asas ini berarti bahwa segala pemerintahan harus didasarkan atas

peraturan undangan yang sah dan tertulis. Peraturan

(9)

7

undangan tertulis harus ada dan berlaku lebih dahulu atau mendahului tindakan

atau perbuatan administrasi yang bersangkutan. Hal tersebut berarti, setiap

perbuatan administrasi harus didasarkan atas aturan rules and procedures. Oleh

karena itu, untuk menjamin ruang gerak bagi pejabat administrasi negara dalam

menjalankan tugasnya, maka sebagai pengimbang, diakui pula prinsip frijs

ermessen, yang memungkinkan para pejabat tata usaha negara atau administrasi

negara mengembangkan dan menetapkan sendiri/ policy rules ataupun

peraturan-peraturan yang dibuat untuk kebutuhan internal secara bebas dan

mandiri dalam rangka menjalankan tugas yang dibebankan oleh peraturan yang

sah.

4) Pembatasan Kekuasaan

Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ Negara dengan

cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal ataupun secara

horizontal. Sesuai dengan hukum bagi penguasa, setiap kekuasaan pasti

memiliki kecendrungan untuk menjadi sewenang-wenang ,seperti yang

dikemukakan oleh Lord Acton, “Power tends to corrupt, and absolute power

corrupts absolutely”. Oleh karena itu kekuasaan harus dibatasi dengan cara

memisah-misahkan kekuasaaan yang bersifat checks and balances dalam

kedudukan yang sederajat dan mengendalikan satu sama lain. Pembatasan

kekuasaan juga dilakukan dengan membagi kekuasaan ke dalam organ yang

tersusun secara vertikal. Dengan begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan

terkonsentrasi dalam satu organ yang memungkinkan terjadinya

kesewnang-wenangan.

5) Organ-Organ yang Bersifat Independen

Dewasa ini perlunya pengaturan kelembagaan pemerintahan yang

bersifat independent, seperti bank sentral, organisasi tentara. Selain itu, ada pula

lembaga-lembaga baru seperi Komisi Hak Asasi Manusia, dan sebagainya.

6) Peradilan Bebas dan Tidak Memihak

Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak/ independent and

impartial judiciary. Peradilan bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada

(10)

8

tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena jabatan (politik)

maupun kepentingan uang. Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak

diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan

keadilan oleh Hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif

ataupun legislatif, masyarakat, dan media massa. Namun demikian, dalam

menjalankan tugasnya ,proses pemeriksaan perkara oleh hakim juga harus

bersifat terbuka, dan dalam menentukan penilaian dan menjatuhkan putusan,

hakim harus menghayati nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah-tengah

masyarakat.

7) Peradilan Tata Usaha Negara

Dalam setiap Negara Hukum, harus terbuka kesempatan bagi tiap-tiap

warga negara untuk menggugat keputusan pejabat Administrasi Negara dan

dijalankannya putusan hakim tata usaha negara/administrative court oleh

Pejabat Administrasi Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara ini disebut sendiri

,karena PTUN yang menjamin agar warga negara tidak dizolimi oleh

keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak yang

berkuasa. Jika hal zolimi itu terjadi ,maka harus ada pengadilan yang

menyelesaikan tuntutan keadilan itu bagi Warga Negara, dan harus ada jaminan

bahwa putusan Hakim PTUN itu benar-benar dijalankan oleh para pejabat

PTUN yang bersangkutan. Hakim PTUN harus bersifat independen dan tidak

memihak.

8) Peradilan Tata Negara/Constitutional Court

Negara Hukum modern ini juga mengadopsi gagasan Mahkamah

Konstitusi dalam sistem ketatanegaraanya, baik dengan pelembagaannya berdiri

sendiri di luar dan sederajat dengan Mahkamah Agung ataupun dengan

mengintegrasikannya ke dalam Mahkamah Agung yang sudah ada sebelumnya.

Pentingnya Mahkamah Konstitusi/Constitutional Court ini adalah upaya

memeprkuat sistem check and balances, antara cabang-cabang kekuasaan yang

sengaja dipisahkan untuk menjamin demokrasi. Misalnya, Mahkamah

Konstitusi diberi wewenang pengujian konstitusionalitas undang-undang yang

(11)

9

bentuk sengketa antara lembaga negara yang mencerminkan cabang-cabang

kekuasaan negara yang dipisah-pisahkan.

9) Perlindungan Hak Asasi Manusia

Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan

jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil. Jika

dalam suatu Negar, Hak Asasi Manusia terabaikan atau dilanggar dengan

sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil,

maka Negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai Negara Hukum

dalam arti yang sesungguhnya.

10)Bersifat Demokratis/Democratische Rechtsstaat

Dipraktikannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang

menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan

kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan

dan ditegakkan mencerminkan nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah

masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak

boleh ditetapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan

penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, karena hukum

menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang.

11)Bersifat sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara/Welfare Rechsstaat

Hukum adalah sarana untuk mewujudkan tujuan yang dicita-citakan

bersama. Cita-cita tersebut dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi

maupun melalui gagasan negara hukum yang dimaksudkan untuk meningkatkan

kesejahteraan umum. Dalam pembukaan UUD Tahun 1945 jelas dan tegas

disebutkan tujuan bernegara, yakni dalam rangka melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Negara

hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan bernegara yang

didasarkan atas aturan hukum.

(12)

10

Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap

proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan yang terdapat

dalam mekanisme kelembagaan resemi dapat dilengkapi secara komplementer

oleh peran serta masyarakat secara langsung dalam rangka menjamin keadilan

dan kebenaran. Prinsip representation in ideas dibedakan dari representation in

presence karena perwakilan fisik saja belum tentu mencerminkan keterwakilan

aspirasi. Begitu pula dalam penegakan hukum yang dijalankan oleh aparatur

kepolisian, kejaksaan, pengacara, hakim semuanya memerlukan kontrol sosial

agar dapat bekerja secara efisien.

13)Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa

Bahwa Negara Hukum Indonesia itu menjunjung tinggi nilai-nilai

ke-Maha Esaan dan Ke-ke-Maha Kuasa-an Tuhan. Artinya, diakuinya prinsip

supremasi hukum tidak mengabaikan keyakinan mengenai Ketuhanan Yang

Maha Esa sebagai sila Pertama dari Pancasila. Oleh karena itu, pengakuan

segenap bangsa Indonesia mengenai kekuasaan tertinggi yang terdapat dalam

hukum konstitusi di satu segi tidak boleh bertentangan dengan keyakinan

segenap warga dan nilai-nilai Pancasila.

Lebih lanjut menurut Jimly Asshiddiqie4, menegaskan bahwa negara hukum

yang bertopang pada sistem demokrasi mengidealkan suatu mekanisme bahwa negara

hukum harus demokratis, dan negara demokrasi itu haruslah didasarkan atas hukum.

Menurut Jimly, terdapat 4 (empat) prinsip pokok gagasan demokrasi, yakni:

1. Adanya jaminan persamaan dan kesetaraan dalam kehidupan bersama;

2. Pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan atau pluralitas;

3. Adanya aturan yang mengikat dan dijadikan sumber rujukan bersama;

4. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan mekanisme aturan yang ditaati bersama dalam konteks kehidupan bernegara, dimana terkait pula dimensi-dimensi kekuasaan yang bersifat vertikal atau institusi negara dengan warga negara.

4 Jimly Asshiddiqie, 2000, Demokrasi dan Nomokrasi: Prasyarat Menuju Indonesia Baru, Kapita Selekta Teori

(13)

11 2) Negara Hukum Indonesia

Indonesia sebagai negara hukum dapat terlihat dalam Pembukaan UUD 1945,

Batang Tubuh, dan Penjelasan UUD 1945 dengan rincian sebagai berikut5:

1. Pembukaan UUD 1945, memuat dalam alinea pertama kata “perikeadilan”, dalam

alinea kedua “adil”, serta dalam aline keempat terdapat perkataan “keadilan sosial”, dan “kemanusiaan yang adil”. Semua istilah itu berindikasi kepada pengertian

negara hukum, karena tujuan hukum itu adalah untuk mencapai negara keadilan.

Kemudian dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat juga tegas disebutkan

bahwa “maka disusunkah kemerdekaan kebangsaaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.”

2. Batang Tubuh UUD 1945 menyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia

memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 14).

Ketentuan ini menunjukkan bahwa Presiden dalam menjalankan tugasnya harus

mengikuti ketentuan dalam UUD 1945. Dalam menjalankan tugasnya, Presiden dan

Wakil Presiden dilarang melakukan penyimpangan ari peraturan

perundang-undangan yang berlaku, jika melanggar maka akan dikenakan sanksi. Hal ini

dipertegas dalam Pasal 27 UUD 1945 yang menetapkan bahwa “segala warga

negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

ada kecualinya”. Pasal ini menjamin prinsip equality before the law.

3. Penjelasan UUD 1945, merupakan penjelasan autentik dan menurut Hukum Tata

Negara Indonesia, Penjelasan UUD 1945 itu memiliki nilai yuridis. “Negara

Indonesia berdasarkan atas hukum/rechstaat tidak berdasarkan atas kekuasaan

belaka/machstaat.

5 Dahlan Thaib. 2000, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum, dan Konstitusi, Cetakan ke-2, Liberty, Yogyakarta.

(14)

12

II. Pelaksanaan Pembentukan Hukum Nasional Yang Baik II.1. Produk Hukum Nasional

Menurut Bagir Manan sebagaimana dikutip oleh Yuliandri dalam bukunya

Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik, dijelaskan yang

dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang

dibuat dan ditetapkan serta dikeluarkan oleh lembaga dan/atau pejabat negara yang

mempunyai dan menjalankan fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.

Sedangkan menurut Hans Kelsen dalam buku Maria Farida6 berpendapat bahwa:

norma-norma huku mitu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yakni Norma Dasar/Grundnorm.

Doktrin Hans Kelsen dikembangkan lebih lanjut oleh Hans Nawiasky. Hans

Nawiasky berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang,

norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok seperti dibawah ini:

Kelompok I : Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara)

Kelompok II : Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar Negara/Aturan Pokok

Negara)

Kelompok III : Formell Gesetz (Undang-Undang)

Kelompok IV : Verordnung&Autonome Satzung ( Aturan Pelaksana&Aturan

otonom)

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan, di Indonesia berlaku Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004

Pasal 7 ayat (1) menyebutkan jenis, dan hierarki peraturan perundang-undanngan,

yakni:

a. Undang-Undang Dasar Negara Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

6 Maria Farida.2007. Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Penerbit Kanisius.

(15)

13

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Daerah;

Namun semenjak berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan undangan, Jenis dan Hierarki Peraturan

Perundang-undangan pada Pasal 7 ayat (1) disebutkan:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang7/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang8;

d. Peraturan Pemerintah9;

e. Peraturan Presiden10;

f. Peraturan Daerah Provinsi11; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota12.

Pada bagian penjelasan disebutkan yang dimaksud dengan

“Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” adalaah Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Menteri dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis

7 Pasal 1 angka (3) UU 12/2011 disebutkan bahwa Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang

dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.

8 Pasal 1 angka 4) UU 12/2011 disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah

Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa

9 Pasal 1 angka (5) UU 12/2011 disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah Peraturan Perundang-undangan yang

ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

10 Pasal 1 angka (6) UU 12/2011 disebutkan bawa Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang

ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.

11 Pasal 1 angka (7) UU 12/2011 disebutkan bahwa Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan

Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur;

12 Pasal 1 angka (8) UU 12/2011 disebutkan bahwa Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan

(16)

14

Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.

II.2. Pembentukan Hukum Nasional

1) Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik

Untuk membentuk suatu hukum nasional, peraturan perundang-undangan yang

baik, para Legal Drafter harus memperhatikan pula asas-asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik. Pada Pasal 5 dan pada penjelasan pasal 5 disebutkan

bahwa asas-asas tersebut yakni:

a. kejelasan tujuan;

Asas kejelasan tujuan adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh

lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang

berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal

demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak

berwenang.

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus

benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki

Peraturan Perundang-Undangan.

d. dapat dilaksanakan;

adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus

memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam

masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

(17)

15

Adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang

benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

f. kejelasan rumusan;dan

Adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan

teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau

istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak

menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaanya.

g. keterbukaan

Adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari

perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, atau penetapan, dan

pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan

masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan

masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

2) Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Hukum Nasional

Masyarakat baik itu orang perseorangan ataupun kelompolk orang yang

mempunyai kepentingan atas Rancangan Peraturan Perundang-undangan memilki hak

untuk memberikan masukan secara lisan/tertulis dalam Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan yang baik. Hal teresebut diakomodir dalam UU 12/2011 Pasal 96.

Masukan tersebut dapat dilakukan melalui; (a). rapat dengar pendapat umum; (b).

Kunjungan kerja; (c). sosialisasi; dan/atau (d). seminar,lokakarya, dan/atau diskusi.

3) Program Legislasi Nasional dan Program Legislasi Daerah

Dalam melakukan pembentukan hukum nasional, Pemerintah Pusat maupun

Pemerintah Daerah memprogramkannya dalam Program Legislasi Nasional maupun

Program Legislasi Daerah.

Menurut Pasal 1 angka (9) Program Legislasi Nasional adalah instrumen

perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disususn secara terencana,

terpadu, dan sistematis.

Penyebarluasan Prolegnas dilakukan oleh DPR dan Pemerintah, baik dari

(18)

16

Rancanagan Undang-Undang hingga Pengundangan Undang-Undang13. Penyusunan

Prolegnas dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah14. Prolegnas ditetapkan untuk jangka

menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan

Undang-Undang15. Penyusunan dan penetapan Prolegnas jangka menengah dilakukan pada awal

masa keanggotaan DPR sebagai Prolegnas untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat

dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan Prolegnas

setiap tahunan16. Dalam Prolegnas dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas17:

a. pengesahan perjanjian internasional tertentu;

b. akibat putusan Mahkamah Konstitusi;

c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

d. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah Provinsi dan/atau

Kabupaten/Kota; dan

e. penetapan/pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

Namun dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan Rancangan

Undang-Undang di luar Prolegnas mencakup:

a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan

b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu

Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR

yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urutan

pemerintahan di bidang hukum.

Sedangkan menurut Pasal 1 angka (10), Program Legislasi Daerah adalah instrumen

perencanaan program Pembentukan Peraturan Daerah/Provinsi atau Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Penyusunan

Prolegda dilaksanakan oleh DPR Provinsi dan Pemerintah Daerah Provinsi dan

(19)

17

ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi18.

Dalam penyusunan Prolegda Provinsi, penyusunan daftar rancangan peraturan

daerah provinsi didasarkan atas19:

a. perintah Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi;

b. rencana pembangunan daerah;

c. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan

d. aspirasi masyarakat daerah.

Dalam Prolegda Provinsi dapat dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas20:

a. akibat putusan Mahkamah Agung; dan

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi.

Dalam keadaan tertentu, DPRD Provinsi atau Gubernur dapat mengajukan

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi di luar Prolegda Provinsi: 21

a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam;

b. akibat kerja sama dengan pihak lain; dan

c. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Rancangan

Peraturan Daerah Provinsi yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD

Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan biro hukum.

Pembuatan perencanaan penyusuan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan

dalam Prolegdan Kabupaten/Kota22. Dalam Prolegda Kabupaten/Kota dapat dimuat

daftar kumulatif terbuka mengenai pembentukan, pemekaran, dan penggabungan

Kecamatan atau nama lainnya dan/atau pembentukan, pemekaran, dan penggabungan

Desa atau nama lainnya.23

18 Pasal 34 ayat (1), (2) UU 12/2011 19 Pasal 35 UU 12/2011

(20)

18 BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Atas dasar pemaparan diatas, maka Penulis mengambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Ciri-ciri negara hukum dalam pembentukan nasional ialah sebagai berikut

a. Supremasi hukum;

b. Persamaan dalam hukum;

c. Asaa legalitas;

d. Pembatasan kekuasaan;

e. Organ-organ yang independen;

f. Peradilan bebas dan tidak memihak;

g. Peradilan Tata Usaha Negara;

h. Peradilan Tata Negara;

i. Perlindungan Hak Asasi Manusia;

j. Bersifat Demokratis;

k. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara;

l. Transparansi dan kontrol sosial;

m. Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa

Dimana ciri-ciri dan prinsip-prinsip Negara Hukum tersebut saling berkaitan satu

sama lain dalam pembentukan hukum nasional Indonesia. Jika pembentuk hukum

nasional tidak memperhatikan ciri-ciri Negara Hukum dalam pembuatan hukum

nasional maka produk hukum nasional yang diciptakan tentu tidak dapat mewujudkan

kemakmuran masyarakat, tidak dapat menjamin kepastian hukum, dan jika

Undang-Undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang-Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 Hasil Amandemen ke-IV, maka masyarakat dapat

(21)

19

menguji Undang-Undang yang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pelaksanaan pembentukan hukum nasional yang baik didasarkan atas asas-asas

pembentukan hukum nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5234. Asas –asas tersebut yakni:

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. kejelasan rumusan; dan

g. keterbukaan

Untuk membentuk produk hukum nasional, Pemerintah, DPR menyusunnya dalam

Program Legislasi Nasional atau Prolegnas. Penyusunan dan penetapan Prolegnas

jangka menengah dilakukan pada awal masa keanggotaan DPR sebagai Prolegnas

untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan

dengan penyusunan dan penetapan Prolegnas setiap tahunan24. Dalam Prolegnas dimuat

daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas25:

a. pengesahan perjanjian internasional tertentu;

b. akibat putusan Mahkamah Konstitusi;

c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

d. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota; dan

e. penetapan/pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

Dalam pembentukan hukum nasional, masyarakat dapat berperan serta dalam

memberikan saran, rekomendasi kepada Pemerintah. Masyarakat baik itu orang

perseorangan ataupun kelompolk orang yang mempunyai kepentingan atas Rancangan

(22)

20

Peraturan Perundang-undangan memilki hak untuk memberikan masukan secara

lisan/tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik. Hal

teresebut diakomodir dalam UU 12/2011 Pasal 96. Masukan tersebut dapat dilakukan

melalui; (a). rapat dengar pendapat umum; (b). Kunjungan kerja; (c). sosialisasi;

dan/atau (d). seminar,lokakarya, dan/atau diskusi.

SARAN

Adapun saran Penulis ialah :

1. Bagi Pemerintah, agar Legislator dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat, dan juga

Presiden memperhatikan ciri-ciri negara hukum dalam pembuatan hukum nasional agar

tidak terjadi pertentangan antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya.

2. Bagi masyarakat, agar masyarakat juga turut berpartisipasi jikalau ada peraturan

perundangan atau peraturan lainnya yang bertentangan dengan ciri-ciri negara hukum

(23)

21

DAFTAR PUSTAKA Buku

Sidharta, B. Arief , “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum”, dalam Jentera (Jurnal Hukum), “Rule

of Law”, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Jakarta, edisi 3 Tahun II,

November 2004

Assiddiqie, Jimly. 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi.

Bhuana Ilmu Populer. Jakarta

Tanpa tahun. Artikel Ilmiah “Gagasan Negara Hukum Indonesia

2000, Demokrasi dan Nomokrasi: Prasyarat Menuju Indonesia Baru,

Kapita Selekta Teori Hukum (Kumpulan Tulisan Tersebar), FH-UI, Jakarta

Farida, Maria.2007. Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan. Penerbit

Kanisius. Yogyakarta

Kelsen, Hans.2006. Teori Umum tentang Hukum dan Negara. Terjemahan Raisul Muttaqien.

Nuansa dan Nusa Media. Bandung.

Thaib, Dahlan. 2000, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum, dan Konstitusi, Cetakan ke-2,

Liberty, Yogyakarta.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hasil amandemen ke-IV.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan

Referensi

Dokumen terkait

@@ STIE Widya Wiwaha Jangan

Setelah Anda klik tombol Finish maka Eclipse secara otomatis akan membentuk sebuah folder baru berisi ber- bagai file pendukung yang digunakan untuk membuat aplikasi baru..

41 Panitia Koreksi Calon Mahasiswa Baru Jalur UTUL Gelombang II UNY Tahun Ajaran 2008/2009. Sekretaris

Hasil pengukuran beban kerja fisik yang telah dilakukan menggunakan denyut jantung untuk perjalanan Solo-Semarang diperoleh sebesar 92,33 denyut/menit dan untuk perjalanan

Gerakan tanah merupakan suatu proses geologi yang terjadinya mengalami siklus dimana siklus ini mengalami pengulangan pada setiap musim hujan dengan beberapa tahapan yaitu

Penelitian yang dilakukan oleh penulis di sini ditekankan kepada komponen-komponen bauran pemasaran yang menjadi pertimbangan konsumen dalam melakukan keputusan pembelian

Watts (2003) juga menyatakan hal yang sama bahwa konservatisme merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dalam mengurangi biaya keagenan dan meningkatkan kualitas

Hal ini dapat terjadi apabila suatu unit mengalami masalah seperti kerusakan mesin yang dapat mengganggu performansi dari mesin secara keseluruhan termasuk mutu produk