• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS RISIKO BENCANA GERAKAN TANAH DI KECAMATAN SALAMAN KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS RISIKO BENCANA GERAKAN TANAH DI KECAMATAN SALAMAN KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh: Himatul Khoiriyah

NIM.12405241042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2016

(2)
(3)
(4)
(5)

v

6)

“Dan terhadap nikmat Tuhan-Mu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS. 92: 11)

It always seems impossible until it’s done (Nelson Mandela)

Jangan memaksakan diri untuk melampaui batas, jika pencapaian kecilmu dalam keseharian saja belum tuntas

(Anonymous)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi robbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya, dengan kehendakMu karya sederhana ini bisa selesai. Sujud syukur hamba kepadaMu atas segala kemudahan yang Engkau berikan. Sebagai ungkapan rasa syukur kupersembahkan karya sederhana ini kepada:

 Kedua orang tuaku tercinta, Ibu Samsiyah dan Bapak Ngatemin. Terimakasih untuk do’a yang selalu tercurah untuk anakmu ini. Terimakasih untuk dukungan moril dan materiil serta kasih sayang yang senantiasa mengalir sehingga anakmu ini bisa menyelesaikan studi Strata S1.

(6)

vi Kubingkiskan juga karya ini untuk:

 Keluarga tercinta, Adikku Bayu Nur Septia Saputra, Asih Arum Anembah, Bulik Riyati dan keluarga “Martonandar”.

 Partner terbaik Febri Sastiawan, yang selalu memberikan do’a, motivasi dan dukungan untuk selalu melakukan yang terbaik. Terimakasih telah menjadi tempat yang nyaman untuk berkeluh kesah.  Sahabat yang sekaligus sudah menjadi keluargaku: Juju, para Mendes

Njenong (Lenny, Lutfi, Mufti, Retno), para MakLampir (Prema, Duway, Laras, Bela), Mba Linda, Kikiseptya.

 Teman-teman seperjuangan Geografi Reguler 2012: Juli, Wiwing, Om Halim, Ayuk, Enda, Mumus, Nitya, Neli, Nelsa, Febri, Novi, Noviyanti, Gembul, Munika, Edi, Simbah, Ceter, Pampam, Wismoy, Mas Imam, Yuon, Dewok, Gondez, Zen, Tri, Gembel, Toplek, Rofiq, Lenny, Mufti, Retno, Lutfi, Saras, Fatma, Rina, Riri, Santi, Pincuk, Titin, Tanjok, Akal, Ima, Lia, Usma, Ernis, Susi, dan Ulfa.

 Teman seperjuangan: Tamia dan Isti.  Teman-teman Pendidikan Geografi 2012.

(7)

vii Nim. 12405241042

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis pengaruh tingkat bahaya, kerentanan, dan kapasitas terhadap bencana, (2) menganalisis tingkat dan sebaran risiko bencana, (3) menyusun teknik mitigasi sesuai dengan zonasi tingkat risiko bencana gerakan tanah di wilayah Kecamatan Salaman.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian ini terdiri dari populasi fisik dan non fisik. Populasi fisik dalam penelitian ini ialah keseluruhan unit geologi yang terdiri dari 8 satuan geologi yaitu Qsm, Qsmo, Tmok, Teon, Tmj, Da, a, dan Qa sedangkan populasi non fisik ialah seluruh penduduk Kecamatan Salaman sejumlah 68.656 jiwa. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah (1) wawancara, (2) observasi, (3) dokumentasi (4) interpretasi peta. Analisis Data yang digunakan ialah pengharkatan

(scoring), tumpang susun (overlay) dan deskriptif.

Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan: (1) Masing-masing variabel faktor bahaya, kerentanan, dan kapasitas memiliki pengaruh yang berbeda terhadap risiko bencana, Variabel bahaya dan kerentanan dapat meningkatkan tingkat risiko bencana, sedangkan variabel kapasitas dapat mengurangi tingkat risiko bencana (2) Tingkat dan sebaran risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman memiliki lima tingkatan, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Tingkat risiko sangat tinggi seluas 415,85 ha meliputi Desa Krasak, Kaliabu, dan Purwosari. Tingkat risiko bencana tinggi seluas 350,59 ha meliputi Desa Purwosari, Sawangargo, Tanjunganom, Krasak, dan Kaliabu. Tingkat risiko bencana sedang seluas 570,04 ha meliputi Desa Kebonrejo, Salaman, Krasak, dan Kaliabu. Tingkat risiko bencana rendah seluas 2.259,41 ha meliputi Desa Banjarharjo, Tanjunganom, Sidomulyo, Kalirejo, Menoreh, Kalisalak, Sriwedari, Salaman, Ngadirejo, dan Ngampeldento. Tingkat risiko sangat rendah seluas 3.120,17 ha meliputi Desa Ngargoretno, Margoyoso, Sidosari, Jebengsari, Paripurno, Desa Ngadirejo, Kalisalak, Sriwedari, Menoreh, dan Ngampeldento, 3) Teknik mitigasi untuk zonasi tingkat risiko sangat tinggi, tinggi, dan sedang adalah mitigasi struktural dan non struktural, sedangkan untuk zonasi tingkat risiko rendah dan sangat rendah adalah mitigasi non struktural.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, kesehatan, petunjuk, kekuatan dan kemudahan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Tugas Akhir ini berjudul berjudul “Analisis Risiko Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta atas izin yang diberikan untuk pelaksanaan penelitian.

3. Wakil Dekan I FIS UNY yang telah memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian.

4. Ketua Jurusan Pendidikan Geografi FIS UNY atas izin yang diberikan untuk penyusunan skripsi.

5. Ibu Dr. Dyah Respati Suryo Sumunar, M.Si, dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran, kritik, motivasi, dan dorongan selama masa studi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Ibu Nurul Khotimah, M.Si, dosen narasumber yang memberikan masukan dan arahan dalam proses penyusunan skripsi.

(9)

ix banyak membantu dalam mengurus perizinan.

9. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Geografi FIS UNY yang telah untuk ilmu pengetahuan dan bimbingan yang diberikan.

10.Bapak Pudjo dan Bapak Katamsi (BAPPEDA Kab. Magelang) yang telah membantu dalam proses pengambilan data.

11.Bapak Sartono (Kaur Pembangunan Kecamatan Salaman) yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis.

12.Bapak Maryono (DPU ESDM Kab. Magelang) yang telah membantu dalam proses pengambilan data.

13.Pegawai Kantor DPU UPT Salaman yang telah membantu penulis dalam pencarian data dan memberi banyak masukan kepada penulis.

14.Bapak Dodik (Garuda Menoreh) yang telah membantu dalam proses pengambilan data.

15.Seluruh perangkat desa dan warga di Kecamatan Salaman yang terlibat dalam proses pengambilan data.

16.Keluargaku, kedua orangtuaku Bapak Ngatemin dan Ibu Samsiyah yang telah memberikan do’a, cinta, kasih sayang, dan dukungan.

17.Sahabatku teman-teman Pendidikan Geografi angkatan 2012 yang telah memberikan warna selama masa studi.

(10)

x 18.Teman-teman LITBANG HMPG UNY Periode 2014 serta teman-teman

HIMA yang lain.

19.Teman-teman KKN UNY 2190 (para maklampir).

20.Tim Sensus Ekonomi Badan Pusat Statistik 2016 Wilayah Konsentrasi Taman Wisata Candi Borobudur.

21.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah berperan serta membantu kelancaran penyusunan tugas akhir skripsi. Semoga kebaikan dan kemurahan hati kalian dibalas oleh Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, ibarat pepatah “Tak ada gading yang tak retak”. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan penulis pada khususnya serta sebagai dharma bakti penulis kepada almamater tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta.

Yogyakarta, Juni 2016

(11)

xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Kajian Geografi ... 11

2. Kajian Gerakan Tanah ... 15

3. Kajian Kebencanaaan ... 21

B. Penelitian yang Relevan ... 29

C. Kerangka Pikir ... 31

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 34

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

C. Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 35

D. Populasi Penelitian ... 39

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 39

F. Metode Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian 62 1. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian ... 62

2. Karakteristik Fisik Wilayah Penelitian ... 64

a. Iklim ... 64

b. Ketebalan Tanah ... 69

c. Jenis Tanah ... 71

d. Kemiringan Lereng ... 74

e. Jenis Penggunaan Lahan ... 79

f. Struktur Geologi ... 80

3. Karakteristik Demografi Wilayah Penelitian ... 84

a. Jumlah Penduduk ... 85

b. Tingkat Kepadatan Penduduk ... 84

c. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 87

(12)

xii B. Bahaya, Kerentanan, dan Kapasitas Bencana Gerakan Tanah di

Kecamatan Salaman ... 91

1. Bahaya ... 93

2. Kerentanan ... 92

3. Kapasitas ... 114

C. Tingkat dan Sebaran Risiko Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman ... 121

1. Tingkat dan Sebaran Bahaya Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman ... 126

2. Tingkat dan Sebaran Kerentanan Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman ... 137

3. Tingkat dan Sebaran Kapasitas Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman ... 141

D. Teknik Mitigasi Berdasarkan Zonasi Tingkat Risiko Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman ... 146

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 153

B. Saran ... 154

DAFTAR PUSTAKA ... 155

(13)

xiii

2. Pengharkatan Variabel Curah Hujan ... 44

3. Pengharkatan Variabel Ketebalan Tanah ... 45

4. Pengharkatan Variabel Kemiringan Lereng... 46

5. Pengharkatan Variabel Geologi ... 46

6. Penentuan Kelas Bahaya Gerakan Tanah ... 48

7. Pengharkatan Variabel Jumlah Rumah ... 48

8. Pengharkatan Variabel Jumlah Fasilitas Umum ... 48

9. Pembobotan Variabel Kerentanan Fisik ... 49

10. Penentuan Kelas Kerentanan Fisik Gerakan Tanah ... 50

11. Pengharkatan Variabel Jumlah Penduduk ... 50

12. Pengharkatan Variabel Tingkat Kepadatan Penduduk ... 50

13. Pengharkatan Variabel Jumlah Penduduk Perempuan ... 51

14. Pengharkatan Variabel Jumlah Penduduk Usia Anak-anak dan Tua.. 52

15. Pembobotan Variabel Kerentanan Sosial ... 53

16. Penentuan Kelas Kerentanan Sosial Gerakan Tanah ... 53

17. Pengharkatan Variabel Luas Lahan Produktif ... 54

18. Pengharkatan Variabel Jumlah Ternak ... 54

19. Pembobotan Variabel Kerentanan Ekonomi ... 55

20. Penentuan Kelas Kerentanan Ekonomi Gerakan Tanah ... 56

21. Pengharkatan Variabel Kerentanan Lingkungan (Jenis Penggunaan Lahan) ... 56

22. Pembobotan Variabel Kerentanan Total ... 57

23. Penentuan Kelas Kerentanan Total Gerakan Tanah ... 57

24. Pembobotan Variabel Kapasitas ... 58

25. Penentuan Kelas Kapasitas Bencana Gerakan Tanah ... 59

26. Penentuan Kelas Tingkat Risiko Bencana Gerakan Tanah ... 60

27. Penggunaan Lahan di Kecamatan Salaman ... 62

28. Tipe Curah Hujan Menurut Scmidt Ferguson ... 65

29. Curah Hujan Tahunan di Kecamatan Salaman Tahun 2006 – 2015 ... 66

30. Curah Hujan di Kecamatan Salaman ... 67

31. Ketebalan Tanah di Kecamatan Salaman ... 69

32. Jenis Tanah di Kecamatan Salaman ... 71

33. Tingkat Kemiringan Lereng di Kecamatan Salaman ... 74

34. Satuan Bentuk Wilayah Berdasarkan Kemiringan Lereng ... 76

35. Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Salaman ... 78

36. Struktur Geologi Kecamatan Salaman ... 81

(14)

xiv 38. Tingkat Kepadatan Penduduk Kecamatan Salaman ... 86 39. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 88 40. Angka Beban Ketergantungan Penduduk di Kecamatan Salaman .... 89 41. Jumlah Penduduk Perempuan ... 91 42. Jumlah Penduduk per Tingkat Bahaya di Kecamatan Salaman ... 94 43. Tingkat Kepadatan Penduduk per Tingkat Bahaya di Kecamatan

Salaman ... 96 44. Jumlah Penduduk Perempuan per Tingkat Bahaya di Kecamatan

Salaman ... 98 45. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur per Tingkat Bahaya di

Kecamatan Salaman ... 100 46. Jumlah Rumah per Tingkat Bahaya di Kecamatan Salaman ... 102 47. Jumlah Fasilitas Umum per Tingkat Bahaya di Kecamatan Salaman

... 104 48. Luas Lahan Produktif per Tingkat Bahaya di Kecamatan Salaman ... 107 49. Jumlah Ternak per Tingkat Bahaya di Kecamatan Salaman ... 109 50. Jenis Penggunaan Lahan per Tingkat Bahaya di Kecamatan Salaman 111 51. Jenis Kelembagaan Penanggulangan Bencana per Tingkat Bahaya

di Kecamatan Salaman ... 114 52. Keberadaan dan Jenis Sistem Peringatan Dini (EWS) per Tingkat

Bahaya di Kecamatan Salaman ... 116 53. Keberadaan Sosialisasi Kebencanaan per Tingkat Bahaya di

Kecamatan Salaman ... 117 54. Keberadaaan dan Jenis Faktor Risiko Dasar per Tingkat Bahaya di

Kecamatan Salaman ... 119 55. Keberadaan Mitigasi Bencana per Tingkat Bahaya di Kecamatan

Salaman ... 120 56. Luas Wilayah Terancam per Tingkat Bahaya di Kecamatan Salaman

... 124 57. Luas Wilayah Terancam per Tingkat Kerentanan di Kecamatan

Salaman ... 129 58. Luas Wilayah Terancam per Tingkat Kapasitas di Kecamatan

Salaman ... 137 59. Luas Wilayah Terancam per Tingkat Risiko Bencana di Kecamatan

Salaman ... 144 60. Teknik Mitigasi Bencana Gerakan Tanah Berdasarkan Zonasi

Risiko ... 146 61 Jenis Tanaman yang disarankan pada Wilayah dengan Lereng

(15)

xv

Nomor Halaman

1. Peta Overlay Zona Kerentanan Gerakan Tanah dengan Prakiraan

Curah Hujan Bulan Desember 2014 di Provinsi Jawa Tengah ... 3

2. Kerangka Pikir Penelitian ... 33

3. Diagram Alir Penelitian ... 61

4. Peta Administratif Kecamatan Salaman ... 63

5. Peta Curah Hujan Kecamatan Salaman ... 68

6. Peta Ketebalan Tanah Kecamatan Salaman ... 70

7. Peta Jenis Tanah Kecamatan Salaman ... 73

8. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Salaman ... 77

9 Peta Jenis Penggunaan Lahan Kecamatan Salaman ... 79

10. Jenis Penggunaan Lahan (a) sawah, (b) tegalan ... 80

11. Peta Struktur Geologi Kecamatan Salaman ... 83

12. Gerakan Tanah Tipe Nendatan di Desa Ngargoretno Kecamatan Salaman ... 122

13. Gerakan Tanah Tipe Jatuhan dan Tata Guna Lahan Bagian Atas Berupa Kebun Campuran (Bambu dan Salak). Lokasi Desa Jebengsari ... 123

14. Peta Sebaran Tingkat Bahaya Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman ... 125

15. Peta Sebaran Tingkat Kerentanan Sosial Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman ... 132

16. Peta Sebaran Tingkat Kerentanan Fisik Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman ... 133

17. Peta Sebaran dan Tingkat Kerentanan Ekonomi Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman ... 134

18. Peta Sebaran dan Tingkat Kerentanan Lingkungan Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman ... 135

19. Peta Sebaran dan Tingkat Kerentanan Total Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman ... 136

20. Peta Sebaran Tingkat Kapasitas Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman ... 140

21. Peta Sebaran dan Tingkat Risiko Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman ... 145

22. Saluran Drainase Permukaan pada Penggunaan Lahan Sawah di Desa Sidosari, Kecamatan Salaman ... 150

23. Penggunaan Lahan Sawah dengan Metode Teras Bangku di Desa Sidosari Kecamatan Salaman ... 151

24. Perubahan Geometri Lereng yang Curam di Desa Ngargoretno Kecamatan Salaman ... 151

25. Penggunaan Lahan untuk Kolam Ikan Tanpa Alas di Dusun Kranjang Lor, Desa Sidosari, Kecamatan Salaman ... 152

(16)

xvi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Instrumen Penelitian ... 158 2. Dokumentasi Kegiatan ... 164 3. Data Atribut ... 169

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang rawan bencana dilihat dari aspek geografis, klimatologis dan demografis. Terdapat bermacam-macam potensi bencana alam di Indonesia seperti gempa, tsunami, erupsi gunung berapi, badai, dan tanah longsor. Secara geologis, Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang selalu bergerak dan saling menumbuk. Konsekuensi dari tumbukan tersebut adalah terbentuknya jalur gunung api di Indonesia. Keberadaan jalur gunung api di wilayah Indonesia menyebabkan beberapa wilayah Indonesia memiliki bentuk lahan pegunungan dan perbukitan yang memiliki lereng landai hingga terjal, serta jenis tanah hasil endapan gunung api yang memiliki tingkat porositas tanah tinggi. Kondisi seperti ini menyebabkan wilayah-wilayah tersebut rentan longsor (PVMBG, 2010: 1). Selain longsor, wilayah Indonesia juga rentan terjadi gerakan tanah akibat kondisi di atas.

Gerakan tanah merupakan jenis bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia pada setiap musim penghujan. Potensi gerakan tanah sangat tinggi terutama pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi, kondisi geologis terdiri batuan yang telah lapuk, dan kedalaman solum tanah cukup tebal, di bawah tanah tebal itu terselip lapisan-lapisan batuan yang tidak tembus air (impermeable layers) yang berfungsi sebagai bidang gelincir, serta mempunyai kemiringan lebih dari 30 derajat (Sudibyakto, 2011: 71).

(18)

2

Dikutip dari Mongabay.co.id, sekitar 60 persen penduduk Indonesia hidup dan tinggal di daerah lereng dataran tinggi yang rawan terhadap risiko bencana tanah longsor. Persentase jumlah penduduk tersebut, mayoritas tinggal di daerah perdesaan yang memiliki tingkat pendidikan menengah ke bawah. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia memiliki kerentanan yang tinggi terhadap bencana gerakan tanah karena bertempat tinggal di daerah yang lereng dataran tinggi yang memiliki bencana tanah longsor. Tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat juga berpengaruh terhadap tingkat kapasitas dalam menghadapi bencana gerakan tanah yang akan terjadi.

Jawa Tengah masuk dalam zona rawan bencana pergerakan tanah tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Peta Overlay Zona Kerentanan Gerakan Tanah dengan Perkiraan Curah Hujan dari Dinas ESDM bulan Desember 2014, ada 32 daerah Rawan Gerakan Tanah (Zona merah) di Jawa Tengah. Kabupaten Magelang merupakan salah satu wilayah yang termasuk dalam zona merah atau daerah rawan gerakan tanah. Kecamatan Salaman yang terletak di Kabupaten Magelang merupakan wilayah yang termasuk dalam zona merah tersebut dengan potensi gerakan tanah menengah-tinggi. Gambar 1. merupakan peta zona kerentanan gerakan tanah di Provinsi Jawa Tengah.

(19)

Gambar 1. Peta Overlay Zona Kerentanan Gerakan Tanah dengan Prakiraan Curah Hujan Bulan Desember 2014 di Provinsi Jawa Tengah.

(20)

4

Kecamatan Salaman memiliki kondisi morfologi yang bergunung-gunung dan berlereng curam. Kemiringan lereng yang curam tersebut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah. Kondisi tanah yang tebal dan berkembang lanjut juga menjadi faktor lain yang mendorong terjadinya gerakan tanah. Kecamatan Salaman juga terdiri dari berbagai macam kondisi geologi berupa sesar dan batuan penyusun yang berumur antara tersier hingga kuarter. Struktur geologi yang menyusun wilayah Kecamatan Salaman didominasi oleh batuan yang berumur tua dan telah lapuk sehingga berpotensi mengalami gerakan tanah.

Tabel 1. Data Kejadian Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman Tahun 2013-Februari 2015

Tahun Lokasi Jml

Kejadian

Kerugian

Korban Kerusakan

2013 Desa Kalirejo 3 5 Kerusakan kandang ternak, korban luka,

rumah rusak ringan

Desa Ngargoretno 3 4 Rumah rusak berat, rumah rusak ringan

Desa Margoyoso 3 - Rumah rusak ringan dan terancam

Desa Sriwedari 2 - Rumah rusak ringan dan terancam

2104 Desa Ngargoretno 9 14 Rumah rusak ringan, rumah rusak sedang,

rumah rusak berat, rumah terancam, talud SD Ngargoretno I ambrol

Desa Kalirejo 3 2 Rumah rusak ringan, sedang, dan berat

Desa Sriwedari 2 2 Tebing longsor, rumah rusak ringan

Desa Sawangargo 1 1 Rumah rusak ringan

Desa Kalisalak 1 11 Rumah retak dan terancam

2015 Desa Ngargoretno 9 11 Rumah rusak berat dan terancam

Desa Banjarharjo 1 1 Talud jembatan longsor (Banjarharjo ke

Kebonrejo)

Desa Paripurno 2 - Rumah rusak ringan

Desa Kalirejo 4 5 Rumah rusak ringan, rumah rusak berat, jalan

tertutup

Desa Kalisalak 5 - Rumah rusak ringan, jalan tertutup

Desa Margoyoso 4 - Talud ambrol, rumah rusak ringan, rumah

rusak berat

(21)

kejadian longsor yang tersebar di 9 desa di wilayah Kecamatan Salaman. Penyebab kejadian ini beragam diantaranya hujan deras yang terjadi terus-menerus, retakan-retakan pada tanah, erosi tebing curam, perubahan penggunaan lahan di daerah dengan kemiringan lereng yang curam, dan sebagainya. Banyaknya kejadian bencana gerakan tanah yang terjadi di Kecamatan Salaman menimbulkan kerugian yang akumulatif dari waktu ke waktu. Kerugian tersebut berupa korban jiwa dan kerusakan bangunan seperti rumah, jembatan, talud, serta tertutupnya jalan penghubung antar wilayah akibat material longsoran. Sebaran kejadian bencana gerakan tanah beserta tahun kejadian, jumlah kejadian dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana tersebut disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan data kejadian bencana pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa jumlah kejadian bencana gerakan tanah yang berpotensi menjadi longsor tersebar di beberapa wilayah Kecamatan Salaman seperti Desa Ngargoretno dan Desa Kalirejo dengan jumlah kejadian bencana gerakan tanah paling tinggi. Kejadian bencana gerakan tanah tersebut sudah banyak menimbulkan kerugian bagi masyarakat baik berupa timbulkan korban jiwa maupun kerugian harta benda. Oleh karena itu diperlukan penelitian risiko bencana di wilayah Kecamatan Salaman.

Penelitian risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman sangat diperlukan mengingat masih minimnya informasi terkait bencana gerakan tanah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat dan sebaran risiko

(22)

6

bencana di Kecamatan Salaman. Tingkat dan sebaran risiko bencana tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan bagi penduduk yang tinggal di wilayah yang rawan gerakan tanah dalam pembangunan dan upaya teknik mitigasi yang sesuai. Bencana gerakan tanah yang sering terjadi dan banyak mengakibatkan kerugian sudah sepatutnya diwaspadai dan dianalisis sehingga risiko dapat dikurangi dengan penguatan kapasitas sehingga kerugian yang ditimbulkan dapat diminimalisir.

Pengkajian risiko bencana merupakan dasar dalam penyusunan rencana penanggulangan bencana. Prinsipnya, fungsi dari kajian dan peta risiko bencana adalah memberikan landasan yang kuat kepada daerah untuk mengambil kebijakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitasnya sehingga mampu mengurangi jumlah jiwa terpapar serta mengurangi kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan apabila terjadi bencana (Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012).

Kajian mengenai risiko bencana dapat digunakan untuk mengetahui tingkat bahaya gerakan tanah yang terdapat di Kecamatan Salaman. Kajian mengenai risiko bencana juga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kerentanan (fisik, ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang terdapat di wilayah tersebut. Kajian mengenai risiko bencana juga dapat digunakan untuk mengetahui kapasitas dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi bencana. Hasil pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar penyusunan rencana kebijakan daerah terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana. Oleh karena itu peneliti tertarik

(23)

Kecamatan Salaman dengan judul “Analisis Risiko Bencana Gerakan Tanah

di Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang” B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diidentifikasi berbagai masalah berikut.

1. Faktor fisik yang mempengaruhi gerakan tanah di Kecamatan Salaman. 2. Faktor non fisik yang mempengaruhi gerakan tanah di Kecamatan

Salaman.

3. Tingkat bahaya, kerentanan, dan kapasitas masyarakat terhadap bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman.

4. Distribusi kerawanan bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman. 5. Zonasi tingkat bahaya bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman. 6. Tingkat dan sebaran risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan

Salaman.

7. Teknik mitigasi bencana gerakan tanah sesuai zonasi tingkat risiko bencana yang telah dibuat.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, masalah yang akan dibahas dibatasi sebagai berikut.

1. Tingkat bahaya, kerentanan, dan kapasitas terhadap bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman.

(24)

8

2. Tingkat dan sebaran risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman.

8. Teknik mitigasi bencana gerakan tanah sesuai zonasi tingkat risiko bencana yang telah dibuat.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah diantaranya sebagai berikut.

1. Bagaimana pengaruh tingkat bahaya, kerentanan, dan kapasitas terhadap terjadinya bencana gerakan tanah di wilayah Kecamatan Salaman?

2. Bagaimana tingkat dan sebaran risiko bencana gerakan tanah di wilayah Kecamatan Salaman?

3. Bagaimana teknik mitigasi yang sesuai berdasarkan zonasi tingkat risiko yang telah dibuat?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis pengaruh tingkat bahaya, kerentanan, dan kapasitas terhadap bencana gerakan tanah di wilayah Kecamatan Salaman. 2. Menganalisis tingkat dan sebaran risiko bencana gerakan tanah di

wilayah Kecamatan Salaman.

3. Menganalisis teknik mitigasi sesuai dengan zonasi tingkat risiko bencana gerakan tanah di wilayah Kecamatan Salaman.

(25)

Penelitian ini memiliki manfaat dalam dua bidang yaitu secara teoritis dan praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian penerapan ini memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan mengenai kajian kebencanaan khususnya yang berkaitan dengan bencana gerakan tanah dan mitigasinya.

b. Dapat menjadi referensi bagi penelitian yang sejenis pada masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis 1) Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat menjadi pedoman dalam melakukan mitigasi terutama pada tahap pencegahan dan kesiapsiagaan sehingga risiko kerugian dapat dikurangi.

2) Bagi Pemerintah

Menjadi pedoman dalam perencanaan tata ruang yang berbasis bencana karena penelitian ini menyajikan tingkat risiko dan sebaran bencana. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam upaya pengurangan risiko bencana melalui teknik mitigasi yang sesuai.

(26)

10

3. Manfaat Pendidikan

Sebagai bahan pembelajaran aplikatif di sekolah pada mata pelajaran Geografi SMA kelas X Kompetensi Dasar:

3.7 Menganalisis mitigasi dan adaptasi bencana alam dengan kajian geografi.

4.7 Menyajikan contoh penerapan mitigasi dan cara beradaptasi terhadap bencana alam di lingkungan sekitar.

Melalui kompetensi dasar tersebut diharapkan siswa lebih mudah memahami karakteristik wilayah bencana dan teknik mitigasi yang sesuai dengan karakteristik wilayahnya.

(27)

11 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Kajian Geografi a. Pengertian Geografi

Menurut SEMLOK Tahun 1988 di Semarang, geografi merupakan ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan (Suharyono dan Moch Amin, 1994: 15).

Kajian geografi memusatkan pada perhatian pada gejala alam

(fisis) dan kehidupan di muka bumi, hubungan-hubungannya dan

persebaran keruangannya (Suharyono dan Moch Amin, 1994 : 19).

1) Pendekatan Geografi

Menurut Hadi Sabari Yunus (2010: 41), dalam studi geografi terdapat 3 pendekatan utama yaitu spatial approach,

ecological approach, dan regional complex approach.

a) Pendekatan Keruangan (Spatial Approach)

Adalah suatu metode untuk memahami gejala tertentu agar mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam melalui media ruang yang dalam hal ini variabel ruang mendapat posisi utama dalam setiap analisis.

(28)

12

b) Pendekatan Kelingkungan (Ecological Approach)

Adalah suatu metode untuk memahami gejala tertentu yang menekankan pada hubungan antara organisme dengan lingkungan. Dalam pendekatan ini dikenal istilah

independent variable dan dependent variable.

c) Pendekatan Kompleks wilayah (Regional Complex

Approach)

Suatu wilayah yang ada di permukaan bumi ini, di dalamnya terdapat berbagai sub wilayah yang berbeda satu dengan lainnya. Sementara itu, berbagai sub wilayah yang ada memiliki elemen wilayah yang berbeda-beda pula yang terjalin sedemikian rupa dalam sistem keterkaitan yang kemudian dikenal sebagai wilayah sistem. Masing-masing wilayah sistem berinteraksi dengan wilayah sistem lainnya dan membentuk suatu sistem keterkaitan yang dikenal dengan sistem wilayah. Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan keruangan (spatial approach). Hal ini dikarenakan, penelitian ini mengkaji fenomena yang terjadi didalam ruang yaitu bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui zonasi dan tingkat sebaran risiko bencana kemudian menganalisa berbagai

(29)

faktor yang mempengaruhi serta penerapan teknik mitigasi yang sesuai dengan zonasi tingkat risiko yang telah dibuat.

2) Prinsip-prinsip Geografi

Studi geografi menggunakan beberapa prinsip yang sebagai dasar uraian, dasar pengkajian, dan dasar pengungkapan gejala. Menurut Nursid Sumaatmadja (1981: 42-45) terdapat empat prinsip geografi diantara:

a) Prinsip penyebaran

Gejala dan fakta geografi tersebar tidak merata di permukaan bumi, baik yang berkenaan dengan gejala alam maupun gejala kemanusiaan. Dengan melakukan pengkajian dan menggambarkannya pada peta dapat diungkapkan hubungan gejala satu dengan yang lain. b) Prinsip interelasi

Sesudah memperhatikan penyebaran gejala dan fakta dalam ruang selanjutnya dicari hubungannya satu sama lain. Diungkapkan hubungan antara faktor fisis dengan faktor fisis, antara faktor fisis dengan manusia, serta hubungan antara faktor manusia dengan faktor manusia. Dengan mengkaji hubungan dari berbagai faktor yang terdapat di suatu tempat atau wilayah maka dapat diungkapkan karakteristik gejala dan fakta geografi di suatu tempat tertentu di permukaan bumi.

(30)

14

c) Prinsip deskripsi

Penjelasan atau deskripsi merupakan gambaran lebih lanjut tentang gejala dan fakta geografi yang sedang dipelajari. Untuk lebih memperjelas dan mempermudah penggambaran berbagai fenomena geografis tersebut maka dapat digunakan peta, diagram, grafik, tabel, dan sebagainya.

d) Prinsip korologi

Pada prinsip ini fenomena geografis diungkapkan penyebarannya, interelasinya, dalam hubungan dengan terdapatnya di dalam ruang atau di tempat tertentu. Menurut prinsip ini sebab akibat terjadinya suatu fenomena tidak dapat dipisahkan dengan kondisi ruang terdapatnya gejala, karena ruang akan memberikan karakteristik pada kesatuan gejala, kesatuan fungsi, dan kesatuan bentuk. Prinsip korologi memperhatikan penyebaran, interelasi-interaksi segala komponen geografi di suatu tempat atau wilayah tertentu di bumi.

(31)

2. Kajian Gerakan Tanah

a. Pengertian Gerakan Tanah

Gerakan tanah merupakan perpindahan material pembentuk lereng, berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran tersebut, bergerak ke arah bawah dan keluar lereng (Varnes, 1978 dalam Widiatmoko Indrayana, 2011: 16). Pendapat lain dikemukakan oleh Djauhari Noor (2006: 106) yang mengatakan gerakan tanah adalah proses perpindahan suatu massa tanah akibat gaya gravitasi. Gerakan tanah seringkali disebut sebagai longsoran dari massa tanah/batuan dan secara umum diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat asalnya karena pengaruh gaya berat (gravitasi).

b. Jenis-jenis Gerakan Tanah

Jenis Gerakan Tanah berdasar Klasifikasi Varnes (1978) dan Direktorat Geologi Tata Lingkungan (1996) dalam Widiatmoko Indrayana (2011: 17-25) terdiri dari:

1) Runtuhan (falls) adalah runtuhnya/jatuhnya sebagian massa batuan atau tanah penyusun lereng yang terjal, dengan sedikit atau tanpa disertai terjadinya pergeseran antara massa yang runtuh dengan massa yang tidak runtuh. Hal ini berarti runtuhnya massa batuan atau tanah umumnya dengan cara jatuh bebas, meloncat atau menggelinding tanpa melalui bidang gelincir. Proses terjadinya runtuhan pada lereng dapat berlangsung sangat cepat, yaitu lebih dari 3 m/menit.

2) Robohan (topples) adalah robohnya batuan yang umumnya bergerak melalui bidang-bidang diskontinuitas (bidang-bidang yang tidak menerus) yang sangat tegak pada lereng. Seperti halnya pada runtuhan, bidang-bidang diskontinuitas ini berupa bidang-bidang kekar atau retakan pada batuan. 3) Longsoran (slide) adalah gerakan menuruni lereng oleh suatu

(32)

16

gelincir pada lereng, atau pada bidang regangan geser yang relatif tipis.

4) Bidang gelincir atau bidang regangan geser ini dapat berupa bidang yang relatif lurus (translasi) ataupun bidang lengkung ke atas (rotasi).

5) Pencaran lateral (lateral spread) adalah material tanah atau batuan yang bergerak dengan cara perpindahan translasi pada bidang dengan kemiringan landai sampai datar, pergerakan terjadi pada lereng atau lahan yang tersusun oleh lapisan tanah/batuan yang lunak, yang terbebani oleh massa tanah/batuan yang berada di atasnya.

6) Aliran (flows) yaitu aliran massa yang bersifat plastik atau berupa aliran fluida kental. Aliran ini dapat juga terjadi pada batuan tetapi lebih sering terjadi pada bahan rombakan yang merupakan percampuran antara material tanah (berbutir halus) dan hancuran-hancuran batuan (berbutir kasar). Djauhari Noor dalam Geologi Lingkungan (2006: 106-107), juga mengklasifikasikan tipe gerakan tanah menjadi tiga yaitu:

1) Gerakan tanah tipe aliran lambat (slow fowage) terdiri dari: a) Rayapan (Creep): perpindahan material batuan dan

tanah ke arah kaki lereng dengan pergerakan yang sangat lambat.

b) Rayapan tanah (Soil creep): perpindahan material tanah ke arah kaki lereng.

c) Rayapan talus (Talus creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari material talus/scree.

d) Rayapan batuan (Rock creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari blok-blok batuan.

e) Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari limbah batuan.

f) Solifluction/Liquefaction: aliran yang sangat perlahan

ke arah kaki lereng dari material debris batuan yang jenuh air.

2) Gerakan tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari: a) Aliran Lumpur (mudflows): perpindahan dari material

lempung dan lanau yang jenuh air pada teras yang berlereng landai.

b) Aliran massa tanah dan batuan (Earthflow): perpindahan secara cepat dari amterial debris batuan yang jenuh air.

c) Aliran campuran masa tanah dan batuan (Debris

avalanche): suatu aliran yang meluncur dari debris

(33)

3) Gerakan tanah tipe aliran luncuran (landslides) terdiri dari: a) Nendatan (slump): luncuran ke bawah dari satu atau

beberapa debris batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional.

b) Luncuran dari campuran masa tanah dan batuan

(Debris slide): luncuran yang sangat cepat ke arah kaki

lereng dari material tanah yang tidak terkonsolidasi (debris) dan hasil luncuran ini ditandai oleh suatu bidang rotasi pada bagian belakang bidang luncurnya. c) Gerakan jatuh bebas dari campuran massa tanah dan

batuan (Debris fall): luncuran material debris tanah secara vertikal akibat gravitasi.

d) Luncuran masa batuan (Rock slides): luncuran dari amsa batuan melalui bidang perlapisan, joint (kekar), atau permukaan patahan/sesar.

e) Gerakan jatuh bebas masa batuan (Rock fall): luncuran jatuh bebas dari blok batuan pada lereng-lereng yang sangat terjal.

f) Amblesan (Subsidence): penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh pemadatan dan isostasi/garvitasi.

c. Faktor Penyebab Gerakan Tanah

Faktor-faktor penyebab gerakan tanah merupakan fenomena yang mengkondisikan suatu lereng menjadi berpotensi untuk bergerak atau longsor, meskipun pada saat ini lereng tersebut masih stabil (belum longsor). Lereng yang berpotensi untuk bergerak ini baru akan bergerak apabila ada gangguan yang memicu terjadinya gerakan. Faktor-faktor penyebab ini umumnya merupakan fenomena alam (meskipun ada yang bersifat nonalamiah), sedangkan gangguan pada lereng atau faktor penyebab dapat berupa proses alamiah atau pengaruh dari aktivitas manusia ataupun kombinasi antara keduanya. Beberapa faktor pengontrol terjadinya gerakan tanah diantaranya sebagai beriku (Varnes, 1978 dan Direktorat Geologi Tata Lingkungan, 1996 dalam Widiatmoko Indrayana, 2011: 23-28).

(34)

18

1) Kondisi geomorfologi (kemiringan lereng)

Sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan wilayah perbukitan dan pegunungan, sehingga banyak dijumpai lahan yang miring. Lereng atau lahan yang miring ini berpotensi atau berbakat untuk mengalami gerakan tanah. Semakin besar kemiringan suatu lereng dapat mengakibatkan semakin besarnya gaya penggerak massa tanah/batuan penyusun lereng.

Namun perlu diperhatikan bahwa tidak semua lahan yang miring selalu rentan untuk bergerak. Jenis, struktur, dan komposisi tanah/batuan penyusun lereng juga berperan penting dalam mengontrol terjadinya gerakan tanah. Sering kita jumpai di lapangan, lereng batuan yang kompak dan masif akan tetap berciri tegak dan stabil, meskipun lereng tersebut merupakan tebing yang curam. Hal ini disebabkan karena masif dan kompaknya batuan penyusun lereng (kohesi dan kuat gesernya cukup besar untuk mempertahankan kestabilan lereng). Gerakan tipe luncuran dan nendatan cenderung terjadi pada lereng lebih curam dari 20°. Sebaliknya, gerakan tipe rayapan akan terjadi pada lereng dengan kemiringan landai (20°).

2) Kondisi tanah/batuan penyusun lereng

Kondisi tanah/batuan penyusun lereng sangat berperan dalam mengontrol terjadinya gerakan tanah. Meskipun suatu lereng cukup curam, namun gerakan tanah belum tentu terjadi apabila kondisi tanah/batuan penyusun lereng tersebut cukup kompak dan kuat. Perlapisan batuan yang miring ke arah luar lereng dapat menyebabkan terjadinya longsoran atau gerakan tanah, misalnya perlapisan pada batubara, napal dan batulempung.

Batuan-batuan tersebut umumnya terpotong-potong oleh kekar-kekar (retakan-retakan), sehingga sangat labil atau berpotensi untuk meluncur/bergerak disepanjang bidang perlapisan atau bidang kekar tersebut. Penggalian-penggalian pada lereng batuan sangat berpotensi untuk memicu terjadinya luncuran/gerakan batuan-batuan tersebut. 3) Kondisi iklim

Kondisi iklim di Indonesia sangat berperan dalam mengontrol terjadinya longsoran. Temperatur dan curah hujan yang tinggi sangat mendukung terjadinya proses pelapukan batuan pada lereng (proses pembentukan tanah). Akibatnya adalah sangat sering dijumpai lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah yang ketebalannya dapat mencapai lebih dari 10 meter. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dapat diketahui bahwa lereng dengan tumpukan

(35)

tanah yang lebih tebal relatif lebih rentan terhadap gerakan tanah.

Curah hujan yang tinggi atau curah hujan tidak terlalu tinggi tetapi berlangsung lama, sangat berperan dalam memicu terjadinya gerakan tanah. Air hujan yang meresap ke dalam lereng dapat meningkatkan penjenuhan tanah pada lereng sehingga tekanan air yang merenggangkan ikatan antar butir tanah meningkat, akhirnya massa tanah tersebut bergerak longsor.

4) Kondisi hidrologi lereng

Kondisi hidrologi dalam lereng berperan dalam hal meningkatkan tekanan hidrostatis air dalam tanah/batuan sehingga kuat geser tanah/batuan akan sangat berkurang dan gerakan tanah dapat terjadi.

Lereng yang muka air tanahnya dangkal atau lereng dengan akuifer menggantung, sangat sensitif mengalami kenaikan tekanan hidrostatis apabila air permukaan meresap ke dalam lereng. Selain itu, jalur-jalur pipa alamiah/retakan batuan sering pula menjadi tempat masuknya air ke dalam lereng. Apabila semakin banyak air yang masuk melewati jalur tersebut, tekanan air juga akan semakin meningkat. Mengingat jalur - jalur tersebut merupakan bidang yang kuat gesernya lemah (umumnya kohesi dan sudut gesekan dalamnya rendah), maka kenaikan tekanan air ini akan sangat mudah menggerakkan lereng melalui jalur tersebut.

5) Erosi sungai

Gerakan tanah akibat erosi sungai umumnya terjadi pada kelokan sungai. Hal ini terjadi karena pada bagian bawah lereng tererosi sehingga lereng menjadi tidak stabil. 6) Getaran

Getaran memicu longsoron dengan cara melemahkan atau memutuskan hubungan antar butir partikel-partikel penyusun tanah/batuan pada lereng. Jadi getaran berperan dalam menambah gaya penggerak dan sekaligus mengurangi gaya penahan. Contoh getaran yang memicu longsoran adalah getaran gempa bumi yang diikuti dengan peristiwa

liquifaction.

Liquifaction terjadi apabila pada lapisan pasir atau

lempung jenuh air terjadi getaran yang periodik. Pengaruh getaran tersebut akan menyebabkan butiran-butiran pada lapisan akan saling menekan dan kandungan airnya akan mempunyai tekanan yang besar terhadap lapisan di atasnya. Akibat peristiwa tersebut lapisan di atasnya akan seperti mengambang, karena getaran tersebut dapat mengakibatkan perpindahan massa di atasnya dengan cepat.

(36)

20

7) Aktivitas manusia

Faktor aktivitas manusia seperti pola penggunaan lahan juga berperan penting dalam memicu terjadinya longsoran, Pembukaan hutan secara sembarangan, penanaman jenis pohon yang terlalu berat dengan jarak tanam terlalu rapat, pemotongan tebing/lereng untuk jalan dan pemukiman merupakan pola penggunaan lahan yang dijumpai di daerah yang longsor.

Pembukaan hutan dan pencurian kayu hutan untuk keperluan manusia, seperti misalnya untuk mencukupi kebutuhan hidup, perladangan, persawahan dengan irigasi, kolam-kolam dan penanaman tumbuhan yang berakar serabut dapat berakibat menggemburkan tanah. Peningkatan kegemburan tanah ini akan menambah daya resap tanah terhadap air, akan tetapi air yang meresap ke dalam tanah tidak dapat banyak terserap oleh akar-akar tanaman serabut. Hal ini berakibat air hanya terakumulasi dalam tanah dan akhirnya menekan dan melemahkan ikatan-ikatan antar butir tanah. Besarnya curah hujan yang meresap menyebabkan longsoran tanah akan terjadi.

Pemotongan lereng untuk jalan, penambangan dan pemukiman juga dapat mengakibatkan hilangnya peneguh lereng dari arah lateral. Hal ini selanjutnya mengakibatkan kekuatan geser lereng untuk melawan pergerakan massa tanah terlampaui oleh tegangan penggerak massa tanah. Akhirnya longsoran tanah pada lereng akan terjadi.

Sedangkan Menurut Djauhari Noor (2006 : 108), faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan tanah dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor yang bersifat pasif dan aktif.

1) Faktor yang bersifat pasif

a) Litologi yaitu material yang tidak terkonsolidasi atau rentan dan mudah meluncur karena basah akibat masuknya air ke dalam tanah.

b) Stratigrafi yaitu perlapisan batuan atau perselingan batuan antara batuan lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang permeable dan batuan

impermeable.

c) Struktur geologi yaitu jarak antara rekahan/joint pada batuan, petahan, zona hancuran, bidang foliasi, dan kemiringan lapisan batuan yang besar.

(37)

e) Iklim yaitu temperatur tahunan yang ekstrim dengan frekuensi hujan yang intensif.

f) Material organik, berkaitan dengan lebat atau jarangnya vegetasi.

2) Faktor yang bersifat aktif

a) Gangguan yang terjadi secara alamiah maupun buatan. b) Kemiringan lereng yang menjadi terjal karena aliran air. c) Pengisian air ke dalam tanah yang melebihi kapasitasnya

sehingga tanah menjadi jenuh air.

d) Getaran-getaran tanah yang diakibatkan oleh seismitas atau kendaraan berat.

d. Tanda-tanda Gerakan Tanah

Gerakan tanah dapat diidentifikasikan melalui tanda-tanda sebagai berikut (Hary Christady Hardiyatmo, 2012: 24).

1) Munculnya retak tarik dan kerutan-kerutan di permukaan lereng.

2) Patahnya pipa dan tiang listrik. 3) Miringnya pohon-pohonan.

4) Perkerasan jalan yang terletak pada timbunan mengalami amblas.

5) Rusaknya perlengkapan jalan (seperti pagar pengaman) dan saluran drainase.

6) Tertutupnya sambungan ekspansi pada pelat jembatan atau perkerasan batu.

7) Hilangnya kelurusan dari fondasi bangunan. 8) Tembok bangunan retak-retak.

9) Dinding penahan tanah retak dan miring ke depan, dsb.

3. Kajian Kebencanaan a. Pengertian Bencana

Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban

(38)

22

jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Peristiwa yang ditimbulkan oleh gejala alam maupun yang diakibatkan oleh kegiatan manusia baru dapat disebut bencana ketika masyarakat/manusia yang terkena dampak oleh peristiwa tersebut tidak mampu untuk menanggulanginya (Nurjannah, 2013: 13).

b. Jenis-Jenis Bencana

Jenis-jenis bencana menurut UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dibagi menjadi tiga yaitu bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

1) Bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

2) Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia, kecelakan transportasi, kegagalan konstruksi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan. 3) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa

atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan teror.

(39)

c. Bahaya

Bahaya adalah keadaan alam yang menimbulkan potensi terjadinya bencana. Bencana juga diartikan sebagai suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan (Bakornas PB, 2007: 8).

Bencana/ancaman (hazard) adalah suatu keadaan alam yang menimbulkan potensi terjadinya bencana. Menurut Lutfi Muta’ali, 2012: 223-224, aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis ancaman diantaranya (1) sumber penyebab terjadinya ancaman, (2) kekuatan, (3) kecepatan, (4) frekwensi, (5) durasi, dan (6) sebaran atau cakupan ancaman.

d. Kerentanan

Kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana (Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 mengenai Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana).

Kerentanan (vulnerability) adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia (hasil dari proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan) yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat terhadap bahaya. Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan, dan ekonomi (Lutfi Muta’ali, 2012: 224).

(40)

24

Menurut Lufti Muta’ali (2012: 224-225), kerentanan fisik (infrastuktur) menggambarkan suatu kondisi fisik (infrastruktur) yang rawan terhadap faktor bahaya (hazard) tertentu. Kondisi kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai indikator sebagai berikut: persentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan, persentase bangunan konstruksi, darurat, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM, dan jalan KA. Kerentanan sosial menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan sosial dalam menghadapi bahaya (hazard). Beberapa indikator kerentanan sosial antara lain kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, persentase penduduk usia tua, balita dan penduduk wanita. Kerentanan ekonomi menggambarkan suatu kondisi tingkat kerapuhan ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya (hazard). Beberapa indikator kerapuhan ekonomi diantaranya persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan dan persentase rumah tangga miskin.

e. Kapasitas

Kapasitas merupakan kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan tindakan pengurangan Tingkat Ancaman dan Tingkat Kerugian akibat bencana (Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 mengenai Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana).

Kapasitas atau biasa disebut kemampuan (capacity) adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan

(41)

mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. Kapasitas atau kemampuan masyarakat dalam mengurangi risiko bencana sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan lokasi, seperti kondisi penghidupan, kepemilikan aset, dan karakteristik sosial ekonomi, sedangkan lokasi terhadap letak pusat ancaman turut menentukan (Lutfi Muta’ali, 2012: 225).

f. Risiko Bencana

Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta benda, dan gangguan kegiatan masyarakat (UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana)

g. Tingkat Risiko

Tingkat Risiko adalah perbandingan antara Tingkat Kerugian dengan Kapasitas Daerah untuk memperkecil Tingkat Kerugian dan Tingkat Ancaman akibat bencana.

h. Kajian Risiko Bencana

Kajian Risiko bencana merupakan mekanisme terpadu untuk memberikan gambaran menyeluruh terhadap risiko bencana suatu daerah dengan manganalisis Tingkat Ancaman, Tingkat Kerugian dan Kapasitas daerah (Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012).

(42)

26

Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 mengenai Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, pengkajian risiko bencana meliputi :

1) pengkajian tingkat ancaman; 2) pengkajian tingkat kerentanan; 3) pengkajian tingkat kapasitas; 4) pengkajian tingkat risiko bencana;

5) kebijakan penanggulangan bencana berdasarkan hasil kajian dan peta risiko bencana.

i. Konsep Umum Kajian Risiko Bencana

Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi bencana yang melanda. Potensi dampak negatif yang timbul dihitung berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan. Kajian risiko bencana dapat dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut.

𝑅 =

𝐻 𝑥 𝑉

𝐶

Keterangan:

R = Risk (Risiko Bencana) H = Hazard (Bahaya)

(43)

C = Capacity (Kapasitas)

Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa tingkat risiko bencana bergantung pada:

1) Tingkat ancaman atau bahaya

2) Tingkat kerentanan kawasan yang terancam 3) Tingkat kapasitas kawasan yang terancam

j. Fungsi Kajian Risiko Bencana

Hasil dari pengkajian risiko bencana pada tatanan pemerintah digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana. Kebijakan ini nantinya merupakan dasar bagi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana yang merupakan mekanisme untuk mengarusutamakan penanggulangan bencana dalam rencana pembangunan (Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012).

Hasil dari pengkajian risiko bencana pada tatanan mitra pemerintah digunakan sebagai dasar untuk melakukan aksi pendampingan maupun intervensi teknis langsung ke komunitas terpapar untuk mengurangi risiko bencana. Pendampingan dan intervensi para mitra harus dilaksanakan dengan berkoordinasi dan tersinkronasi terlebih dahulu dengan program pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana (Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012).

Hasil dari pengkajian risiko bencana pada tatanan masyarakat umum digunakan sebagai salah satu dasar untuk menyusun aksi praktis

(44)

28

dalam rangka kesiapsiagaan, seperti menyusun rencana dan jalur evakuasi, pengambilan keputusan daerah tempat tinggal dan sebagainya (Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012).

k. Mitigasi Bencana

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU Nomor 24 Tahun 2007). Mitigasi bencana dibagi menjadi dua yaitu:

1) Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana melalui pembangunan fisik yang berupa pembangunan infrastruktur seperti tanggul, bronjong, jembatan gantung, talud, dan sebagainya.

2) Mitigasi non struktural upaya untuk mengurangi risiko bencana melalui peningkatan kemampuan yang berupa sosialisasi mitigasi bencana dan pelatihan mitigasi bencana. Pemahaman masyarakat mengenai gerakan tanah dapat diketahui melalui pengetahuan masyarakat terhadap bencana gerakan tanah, sikap masyarakat terhadap bencana gerakan tanah, dan perilaku masyarakat terhadap bencana gerakan tanah.

(45)

B. Hasil Penelitian yang relevan

1. Peneliti Widiatmoko Indrayana

Judul Geologi dan Zona Kerentanan Gerakan Tanah Ruas Jalan Daerah Plaosan Dan Sekitarnya Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur

Tahun 2011 Tujuan

Penelitian

Menentukan daerah rawan gerakan tanah berdasarkan geologi dan geomorfologi khususnya pada ruas jalan di daerah Plaosan dan sekitarnya, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Propinsi Jawa Timur.

Metode Penelitian

Metode cara langsung, tak langsung, dan gabungan Hasil

Penelitian

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Akhir yang terbagi dalam dua zona kerentanan gerakan tanah yaitu zona kerentanan gerakan tanah menengah dan tinggi. Persamaan Metode yang digunakan menggunakan metode

langsung (pemetaan di lapangan), tak langsung

(overlay) dan gabungan.

Perbedaan Metode yang digunakan oleh peneliti menggunakan analisis scoring dan overlay.

2. Peneliti Wahyu Setyaningsih dan Moh. Sholeh

Judul Pemetaan daerah Rawan Bencana Gerakan Tanah di Wilayah Grabag Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah

Tahun 2010 Tujuan

Penelitian

Untuk mengetahui kondisi fisik dan penggunan di Grabag yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan peta rawan bencana gerakan tanah.

Metode Penelitian

Metode survei dengan pengamatan (deskriptif) dan analisis SIG.

Hasil Penelitian

1. Kondisi geologi dan geomorfologi memiliki pengaruh kuat terhadap gerakan tanah.

2. Daerah penelitian merupakan daerah dengan tingkat bahaya gerakan tanah sedang (60%) 3. Peta rawan bencana gerakan tanah

Persamaan Hasil penelitian akhir berupa peta rawan bencana gerakan tanah, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis berupa kajian risiko bencana gerakan tanah. Perbedaan Hasil penelitian berupa pemetaan

3. Peneliti Akhmad Ganang Hasib

Judul Analisis Risiko Bencana Erupsi Gunungapi Sundoro Di Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Tahun 2014

(46)

30

Tujuan 1. Pengaruh faktor-faktor bahaya, kerentanan, dan kapasitas terhadap terjadinya bencana 2. Tingkat dan ssebaran risiko bencana erupsi

Gunung Sundoro Metode

Penelitian

Survei deskriptif dengan pendekatan kuantitatif Hasil

Penelitian

1. Masing-masing faktor bahaya, kerentanan, dan kapasitas memiliki pengaruh yang bervariasi terhadap terjadinya bencana.

2. Tingkat dan sebaran risiko bencana erupsi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu tingkat risiko sedang, rendah, dan sangat rendah. Persamaan Metode penelitian yang digunakan menggunakan

metode survei deskritif dengaan pendekatan kuantitatif Perbedaan Penelitian ini mengkaji risiko bencana erupsi gunungapi sedangkan penelitian yang dilakukan mengkaji risiko bencana gerakan tanah.

3. Peneliti Arif Agung Pamungkas

Judul Analisis Tingkat Risiko Bencana Tsunami dan Sebarannya di Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap Tahun 2015

Tujuan 1. Faktor-faktor bahaya, kerentanan, dan kapasitas terhadap terjadinya bencana tsunami di Kecamatan Adipala

2. Tingkat dan sebaran risiko bencana tsunami di kecamatan Adipala

Metode Penelitian

Survei deskriptif dengan pendekatan kuantitatif Hasil

Penelitian

1. Pengaruh yang ditimbulkan dari faktor bahaya, kerentanan, dan kapasitas berbeda terhadap bencana tsunami.

2. Tingkat dan sebaran risiko bencana erupsi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu tingkat risiko sedang, rendah, dan sangat rendah. Persamaan Metode penelitian yang digunakan menggunakan

metode survei deskritif dengaan pendekatan kuantitatif Perbedaan Penelitian ini mengkaji risiko bencana tsunami sedangkan penelitian yang dilakukan mengkaji risiko bencana gerakan tanah.

(47)

C. KERANGKA PIKIR

Kecamatan Salaman merupakan wilayah yang termasuk dalam Zona Merah rawan bencana gerakan tanah dengan potensi menengah hingga tinggi. Kecamatan ini terletak di Kabupaten Magelang bagian selatan dan memiliki morfologi wilayah yang bergunung-gunung dan berlereng terjal. Wilayah ini terdiri dari kondisi geologi yang bermacam-macam dan didominasi oleh batuan yang tua. Umur batuan penyusun yang relatif tua (Oligosen-Miosen) menyebabkan wilayah ini rentan terjadinya gerakan tanah.

Tercatat, sepanjang tahun 2013 hingga Februari 2015 terdapat 52 kejadian longsor yang tersebar di berbagai titik di wilayah Kecamatan Salaman. Penyebab kejadian ini beragam diantaranya hujan deras, tanah retak, tebing curam dan lain lain. Kejadian bencana tersebut menimbulkan kerugian berupa korban jiwa, kerusakan bangunan seperti rumah, jembatan, dan jalan. (Data kejadian bencana Kecamatan Salaman diambil dari BPBD Kab Magelang, diolah).

Analisis risiko bencana diperlukan untuk mengetahui potensi kerugian yang disebabkan oleh bencana gerakan tanah. Analisis risiko dilakukan dengan mengetahui tingkat bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Tingkat bahaya gerakan tanah dipengaruhi oleh tingkat curah hujan, kemiringan lereng, ketebalan tanah, dan kondisi geologi. Selanjutnya tingkat bahaya gerakan tanah diklasifikasikan menjadi 3 zona yaitu tingkat bahaya tinggi (Zona Bahaya Tingkat I), sedang (Zona Bahaya Tingkat II),

(48)

32

dan rendah (Zona Bahaya Tingkat III). Tingkat kerentanan dipengaruhi oleh kerentanan fisik (jumlah rumah dan jumlah fasilitas umum), sosial (jumlah penduduk, tingkat kepadatan penduduk, dan rasio kelompok rentan), ekonomi (luas lahan produktif dan jumlah ternak), dan lingkungan (jenis penggunaan lahan), sedangkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana terdiri dari kelembagaan penanggulangan bencana, jenis peringatan dini/Early Warning System, sosialisasi kebencanaan, keberadaan dan jenis pengurangan faktor risiko dasar, dan keberadaan mitigasi bencana.

Analisis risiko dilakukan dengan menggunakan analisis skoring

(pengharkatan) dan overlay (tumpangsusun). Skoring (pengharkatan) dilakukan untuk tiap-tiap variabel di atas. Selanjutnya dilakukan overlay

(tumpang susun) tingkat bahaya, kerentanan, dan kapasitas yang disajikan dalam sebuah peta untuk mengetahui tingkat dan sebaran risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman. Selanjutnya dilakukan upaya mitigasi bencana setelah diketahui tingkat dan sebaran risiko bencana gerakan tanah di wilayah tersebut. Berikut ini merupakan skema kerangka berpikir penelitian.

(49)

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian Bencana Gerakan Tanah di Wilayah Kecamatan

Salaman

Pengharkatan (Scoring) dan Overlay

Upaya Mitigasi Bencana Gerakan Tanah di Wilayah Kecamatan Salaman Tingkat dan Sebaran Risiko Bencana Gerakan Tanah di Wilayah

Kecamatan Salaman Kapasitas 1. Kelembagaan Penanggulangan Bencana 2. Jenis Peringatan Dini/EWS 3. Sosialisasi Kebencanaan 4. Keberadaan dan Jenis Pengurangan Faktor Risiko Dasar 5. Keberadaan Mitigasi Bencana Kerentanan 1. Fisik a. Jumlah rumah b. Jumlah fasilitas umum 2. Sosial a. Jumlah penduduk b. Tingkat kepadatan penduduk c. Rasio kelompok rentan 3. Ekonomi a. Luas lahan produktif b. Jumlah ternak 4. Lingkungan (jenis penggunaan lahan) Bahaya 1. Curah Hujan 2. Kemiringan Lereng 3. Ketebalan Tanah 4. Geologi Bahaya

1. Zona Bahaya Tingkat I 2. Zona Bahaya Tingkat II 3. Zona Bahaya Tingkat III

(50)

34

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Desain Penelitian merupakan semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Desain penelitian harus dapat menerjemahkan model-model ilmiah ke dalam operasional penelitian secara praktis (Juliansyah Noor, 2011: 107). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode survei. Penelitian ini mendekripsikan semua gejala yang berhubungan dengan bahaya gerakan tanah di Kecamatan Salaman yang mendasarkan interpretasi pada data kuantitatif. Survei dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat bahaya, kerentanan, dan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya gerakan tanah sehingga dapat diketahui tingkat risiko bencana. Selanjutnya dilakukan penyusunan teknik mitigasi untuk mengurangi tingkat risiko bencana gerakan tanah.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Salaman yang merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Magelang dengan tingkat gerakan tanah menengah hingga tinggi berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Provinsi Jawa Tengah yang diterbitkan oleh Dinas ESDM bulan Desember 2014. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Februari 2016.

(51)

C. Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013: 60). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga yaitu variabel bahaya, variabel kerentanan, dan variabel kapasitas. Berikut ini merupakan definisi operasional dari masing-masing variabel.

1. Bahaya

Variabel bahaya dalam penelitian ditentukan oleh curah hujan, kemiringan lereng, ketebalan tanah, dan geologi. Berikut ini merupakan penejlasan dari variabel tersebut.

a. Curah Hujan

Curah hujan merupakan akumulasi titik-titik air yang jatuh selama satu tahun dan dinyatakan dalam satuan mm/tahun.

b. Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng merupakan derajat kemiringan suatu lereng yang dinyatakan dalam persen atau %.

c. Ketebalan Tanah

Ketebalan tanah merupakan salah satu faktor pengontrol gerakan tanah (BAPPEDA, 2002 : II-9). Ketebalan tanah yaitu kondisi tebal tipisnya tanah yang dinyatakan dalam satuan meter.

(52)

36

d. Geologi

Geologi merupakan struktur penyusun batuan permukaan bumi, dalam hal ini yang berhubungan dengan potensi bencana gerakan tanah.

2. Kerentanan

a. Kerentanan Fisik 1) Jumlah Rumah

Jumlah rumah adalah banyaknya tempat tinggal penduduk yang ada di suatu wilayah. Banyaknya jumlah rumah dalam penelitian ini dinyatakan dalam buah.

2) Jumlah Fasilitas Umum

Jumlah fasilitas umum adalah banyaknya fasilitas milik bersama yang terdapat di suatu wilayah. Misalnya: Sekolah, fasilitas kesehatan, kantor pemerintahan, pasar, terminal, tempat ibadah, dan SPBU. Banyaknya jumlah fasilitas umum dalam penelitian ini dinyatakan dalam buah.

b. Kerentanan Sosial 1) Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk adalah banyaknya penduduk yang menempati suatu wilayah tertentu yang dinyatakan dalam jiwa.

2) Tingkat Kepadatan Penduduk

Tingkat kepadatan penduduk merupakan perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah yang dinyatakan dalam jiwa/km2.

(53)

3) Rasio Kelompok Rentan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rasio merupakan perbandingan antara berbagai gejala yang dapat dinyatakan dengan angka. Rasio kelompok rentan merupakan perbandingan antara kelompok yang mudah terkena dampak dari sesuatu. Rasio kelompok rentan dibagi menjadi tiga yaitu:

a) Jumlah penduduk perempuan merupakan rasio kelompok rentan berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan.

b) Jumlah penduduk usia anak-anak dan tua merupakan rasio kelompok rentan berdasarkan kelompok umur anak-anak (0-14 tahun) dan tua (>64 tahun).

c. Kerentanan Ekonomi 1) Luas Lahan Produktif

Luas lahan produktif merupakan luasan lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan produktif seperti sawah, kebun, dan tegalan. Dalam penelitian ini, luas lahan produktif dinyatakan dalam satuan hektar atau ha.

2) Jumlah Ternak

Jumlah ternak merupakan jumlah hewan yang dipelihara dalam suatu wilayah tertentu yang dinyatakan dalam satuan ekor.

(54)

38

d. Kerentanan Lingkungan (Jenis Penggunaan Lahan)

Kerentanan lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis penggunaan lahan. Jenis penggunaan lahan dapat berupa pemukiman, lahan kosong, sawah, tegalan, semak belukar, dan hutan. 3. Kapasitas

a. Kelembagaan Organisasi Penanggulangan Bencana

Organisasi penanggulangan bencana merupakan organisasi terstruktur yang dibentuk oleh pemerintah baik di tingkat daerah atau desa untuk penanggulangan bencana. Keberadaan organisasi daerah atau desa akan meningkatkan kesiapsiagaan suatu wilayah dalam mengahadapi bencana.

b. Keberadaan dan Jenis Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Jenis peringatan dini dapat berupa pemasangan alat pendeteksi gerakan tanah.

c. Keberadaan Sosialisasi Kebencanaan

Sosialisasi kebencanaan adalah serangkaian upaya yang meliputi kegiatan pencegahan bencana dan tanggap darurat.

d. Keberadaan dan Jenis Pengurangan Faktor Risiko Dasar

Pengurangan risiko bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana baik

Gambar

Tabel 1. Data Kejadian Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman  Tahun 2013-Februari 2015
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian  Bencana Gerakan Tanah di Wilayah Kecamatan
Tabel 33. Tingkat Kemiringan Lereng di Kecamatan Salaman  No  Kemiringan Lereng  (%)  Kriteria  Luas (Ha)  Presentase (%)  1  0-8 %  Datar  2.952,71  42,87  2  8-15 %  Landai  414,33  6,02  3  15-25 %  Agak Curam  1.815,91  26,36  4  25-40 %  Curam  776,19
Tabel 34. Satuan Bentuk Wilayah Berdasarkan Kemiringan Lereng  No  Kemiringan Lereng
+7

Referensi

Dokumen terkait

Harian Umum Pikiran Rakyat melalui suatu suplemen yang diberi nama “GEULIS”, menyajikan isu-isu gender dalam bentuk artikel dan feature. Disajikan secara berkala setiap

Cagar Alam Gunung Celering, sekitar 50% dari luas total kawasan yang terganggu oleh aktivi- tas masyarakat dapat diubah fungsinya dengan cara direstorasi dan diperkaya dengan

Penurunan derajat insomnia ini dikarenakan karena adanya efek dari perlakuan senam yang bisa memberikan perasaan rileks dan kenyamanan saat tidur sehingga

Buku cerita bergambar interaktif yang akan dirancang ini bertujuan untuk dapat mengajarkan mengenai bentuk etika berkomunikasi yang baik dan sopan kepada orang tua dan

Meski berperan sebagai institusi sosial, tetapi LKM dapat menjadi institusi komersial melalui cara minimasi biaya transaksi, dan peran dari kelompok swadaya masyarakat (KSM)

Puji dan syukur kami kepada Tuhan YME atas berkat, kekuatan, semangat, dan inspirasi yang memampukan penulis menyelesaikan penulisan skripsi tepat pada waktunya untuk memenuhi

Work Value yang telah ditemukan dalam Serat Wedhatama beserta implikasinya tersebut dapat digunakan sebagai pembentukan karakter konseli untuk memiliki budaya kerja

6 – Menguak Misteri Bilangan π 33 Pada abad ke-17, tepatnya pada tahun 1660-an, Isaac Newton, se- orang matematikawan dan fisikawan dari Inggris, menghitung nilai π dengan