• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI KAJIAN TEORI

3. Kajian Kebencanaan a. Pengertian Bencana

Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban

22

jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Peristiwa yang ditimbulkan oleh gejala alam maupun yang diakibatkan oleh kegiatan manusia baru dapat disebut bencana ketika masyarakat/manusia yang terkena dampak oleh peristiwa tersebut tidak mampu untuk menanggulanginya (Nurjannah, 2013: 13).

b. Jenis-Jenis Bencana

Jenis-jenis bencana menurut UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dibagi menjadi tiga yaitu bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

1) Bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

2) Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain kebakaran hutan yang disebabkan oleh manusia, kecelakan transportasi, kegagalan konstruksi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan. 3) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa

atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan teror.

c. Bahaya

Bahaya adalah keadaan alam yang menimbulkan potensi terjadinya bencana. Bencana juga diartikan sebagai suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan (Bakornas PB, 2007: 8).

Bencana/ancaman (hazard) adalah suatu keadaan alam yang menimbulkan potensi terjadinya bencana. Menurut Lutfi Muta’ali, 2012: 223-224, aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis ancaman diantaranya (1) sumber penyebab terjadinya ancaman, (2) kekuatan, (3) kecepatan, (4) frekwensi, (5) durasi, dan (6) sebaran atau cakupan ancaman.

d. Kerentanan

Kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana (Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 mengenai Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana).

Kerentanan (vulnerability) adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia (hasil dari proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan) yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat terhadap bahaya. Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan, dan ekonomi (Lutfi Muta’ali, 2012: 224).

24

Menurut Lufti Muta’ali (2012: 224-225), kerentanan fisik (infrastuktur) menggambarkan suatu kondisi fisik (infrastruktur) yang rawan terhadap faktor bahaya (hazard) tertentu. Kondisi kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai indikator sebagai berikut: persentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan, persentase bangunan konstruksi, darurat, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM, dan jalan KA. Kerentanan sosial menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan sosial dalam menghadapi bahaya (hazard). Beberapa indikator kerentanan sosial antara lain kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, persentase penduduk usia tua, balita dan penduduk wanita. Kerentanan ekonomi menggambarkan suatu kondisi tingkat kerapuhan ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya (hazard). Beberapa indikator kerapuhan ekonomi diantaranya persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan dan persentase rumah tangga miskin.

e. Kapasitas

Kapasitas merupakan kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan tindakan pengurangan Tingkat Ancaman dan Tingkat Kerugian akibat bencana (Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 mengenai Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana).

Kapasitas atau biasa disebut kemampuan (capacity) adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat,

mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. Kapasitas atau kemampuan masyarakat dalam mengurangi risiko bencana sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan lokasi, seperti kondisi penghidupan, kepemilikan aset, dan karakteristik sosial ekonomi, sedangkan lokasi terhadap letak pusat ancaman turut menentukan (Lutfi Muta’ali, 2012: 225).

f. Risiko Bencana

Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta benda, dan gangguan kegiatan masyarakat (UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana)

g. Tingkat Risiko

Tingkat Risiko adalah perbandingan antara Tingkat Kerugian dengan Kapasitas Daerah untuk memperkecil Tingkat Kerugian dan Tingkat Ancaman akibat bencana.

h. Kajian Risiko Bencana

Kajian Risiko bencana merupakan mekanisme terpadu untuk memberikan gambaran menyeluruh terhadap risiko bencana suatu daerah dengan manganalisis Tingkat Ancaman, Tingkat Kerugian dan Kapasitas daerah (Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012).

26

Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 mengenai Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, pengkajian risiko bencana meliputi :

1) pengkajian tingkat ancaman; 2) pengkajian tingkat kerentanan; 3) pengkajian tingkat kapasitas; 4) pengkajian tingkat risiko bencana;

5) kebijakan penanggulangan bencana berdasarkan hasil kajian dan peta risiko bencana.

i. Konsep Umum Kajian Risiko Bencana

Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi bencana yang melanda. Potensi dampak negatif yang timbul dihitung berdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan. Kajian risiko bencana dapat dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut.

𝑅 = 𝐻 𝑥 𝑉

𝐶

Keterangan:

R = Risk (Risiko Bencana) H = Hazard (Bahaya)

C = Capacity (Kapasitas)

Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa tingkat risiko bencana bergantung pada:

1) Tingkat ancaman atau bahaya

2) Tingkat kerentanan kawasan yang terancam 3) Tingkat kapasitas kawasan yang terancam

j. Fungsi Kajian Risiko Bencana

Hasil dari pengkajian risiko bencana pada tatanan pemerintah digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana. Kebijakan ini nantinya merupakan dasar bagi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana yang merupakan mekanisme untuk

mengarusutamakan penanggulangan bencana dalam rencana

pembangunan (Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012).

Hasil dari pengkajian risiko bencana pada tatanan mitra pemerintah digunakan sebagai dasar untuk melakukan aksi pendampingan maupun intervensi teknis langsung ke komunitas terpapar untuk mengurangi risiko bencana. Pendampingan dan intervensi para mitra harus dilaksanakan dengan berkoordinasi dan tersinkronasi terlebih dahulu dengan program pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana (Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012).

Hasil dari pengkajian risiko bencana pada tatanan masyarakat umum digunakan sebagai salah satu dasar untuk menyusun aksi praktis

28

dalam rangka kesiapsiagaan, seperti menyusun rencana dan jalur evakuasi, pengambilan keputusan daerah tempat tinggal dan sebagainya (Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012).

k. Mitigasi Bencana

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU Nomor 24 Tahun 2007). Mitigasi bencana dibagi menjadi dua yaitu:

1) Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi risiko

bencana melalui pembangunan fisik yang berupa

pembangunan infrastruktur seperti tanggul, bronjong, jembatan gantung, talud, dan sebagainya.

2) Mitigasi non struktural upaya untuk mengurangi risiko bencana melalui peningkatan kemampuan yang berupa sosialisasi mitigasi bencana dan pelatihan mitigasi bencana. Pemahaman masyarakat mengenai gerakan tanah dapat diketahui melalui pengetahuan masyarakat terhadap bencana gerakan tanah, sikap masyarakat terhadap bencana gerakan tanah, dan perilaku masyarakat terhadap bencana gerakan tanah.

Dokumen terkait