• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI KAJIAN TEORI

2. Kajian Gerakan Tanah

a. Pengertian Gerakan Tanah

Gerakan tanah merupakan perpindahan material pembentuk lereng, berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran tersebut, bergerak ke arah bawah dan keluar lereng (Varnes, 1978 dalam Widiatmoko Indrayana, 2011: 16). Pendapat lain dikemukakan oleh Djauhari Noor (2006: 106) yang mengatakan gerakan tanah adalah proses perpindahan suatu massa tanah akibat gaya gravitasi. Gerakan tanah seringkali disebut sebagai longsoran dari massa tanah/batuan dan secara umum diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat asalnya karena pengaruh gaya berat (gravitasi).

b. Jenis-jenis Gerakan Tanah

Jenis Gerakan Tanah berdasar Klasifikasi Varnes (1978) dan Direktorat Geologi Tata Lingkungan (1996) dalam Widiatmoko Indrayana (2011: 17-25) terdiri dari:

1) Runtuhan (falls) adalah runtuhnya/jatuhnya sebagian massa batuan atau tanah penyusun lereng yang terjal, dengan sedikit atau tanpa disertai terjadinya pergeseran antara massa yang runtuh dengan massa yang tidak runtuh. Hal ini berarti runtuhnya massa batuan atau tanah umumnya dengan cara jatuh bebas, meloncat atau menggelinding tanpa melalui bidang gelincir. Proses terjadinya runtuhan pada lereng dapat berlangsung sangat cepat, yaitu lebih dari 3 m/menit.

2) Robohan (topples) adalah robohnya batuan yang umumnya bergerak melalui bidang-bidang diskontinuitas (bidang-bidang yang tidak menerus) yang sangat tegak pada lereng. Seperti halnya pada runtuhan, bidang-bidang diskontinuitas ini berupa bidang-bidang kekar atau retakan pada batuan. 3) Longsoran (slide) adalah gerakan menuruni lereng oleh suatu

16

gelincir pada lereng, atau pada bidang regangan geser yang relatif tipis.

4) Bidang gelincir atau bidang regangan geser ini dapat berupa bidang yang relatif lurus (translasi) ataupun bidang lengkung ke atas (rotasi).

5) Pencaran lateral (lateral spread) adalah material tanah atau batuan yang bergerak dengan cara perpindahan translasi pada bidang dengan kemiringan landai sampai datar, pergerakan terjadi pada lereng atau lahan yang tersusun oleh lapisan tanah/batuan yang lunak, yang terbebani oleh massa tanah/batuan yang berada di atasnya.

6) Aliran (flows) yaitu aliran massa yang bersifat plastik atau berupa aliran fluida kental. Aliran ini dapat juga terjadi pada batuan tetapi lebih sering terjadi pada bahan rombakan yang merupakan percampuran antara material tanah (berbutir halus) dan hancuran-hancuran batuan (berbutir kasar). Djauhari Noor dalam Geologi Lingkungan (2006: 106-107), juga mengklasifikasikan tipe gerakan tanah menjadi tiga yaitu:

1) Gerakan tanah tipe aliran lambat (slow fowage) terdiri dari: a) Rayapan (Creep): perpindahan material batuan dan

tanah ke arah kaki lereng dengan pergerakan yang sangat lambat.

b) Rayapan tanah (Soil creep): perpindahan material tanah ke arah kaki lereng.

c) Rayapan talus (Talus creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari material talus/scree.

d) Rayapan batuan (Rock creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari blok-blok batuan.

e) Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep):

perpindahan ke arah kaki lereng dari limbah batuan. f) Solifluction/Liquefaction: aliran yang sangat perlahan

ke arah kaki lereng dari material debris batuan yang jenuh air.

2) Gerakan tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari: a) Aliran Lumpur (mudflows): perpindahan dari material

lempung dan lanau yang jenuh air pada teras yang berlereng landai.

b) Aliran massa tanah dan batuan (Earthflow): perpindahan secara cepat dari amterial debris batuan yang jenuh air.

c) Aliran campuran masa tanah dan batuan (Debris avalanche): suatu aliran yang meluncur dari debris batuan pada celah yang sempit dan berlereng terjal.

3) Gerakan tanah tipe aliran luncuran (landslides) terdiri dari: a) Nendatan (slump): luncuran ke bawah dari satu atau

beberapa debris batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional.

b) Luncuran dari campuran masa tanah dan batuan (Debris slide): luncuran yang sangat cepat ke arah kaki lereng dari material tanah yang tidak terkonsolidasi (debris) dan hasil luncuran ini ditandai oleh suatu bidang rotasi pada bagian belakang bidang luncurnya. c) Gerakan jatuh bebas dari campuran massa tanah dan

batuan (Debris fall): luncuran material debris tanah secara vertikal akibat gravitasi.

d) Luncuran masa batuan (Rock slides): luncuran dari amsa batuan melalui bidang perlapisan, joint (kekar), atau permukaan patahan/sesar.

e) Gerakan jatuh bebas masa batuan (Rock fall): luncuran jatuh bebas dari blok batuan pada lereng-lereng yang sangat terjal.

f) Amblesan (Subsidence): penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh pemadatan dan isostasi/garvitasi.

c. Faktor Penyebab Gerakan Tanah

Faktor-faktor penyebab gerakan tanah merupakan fenomena yang mengkondisikan suatu lereng menjadi berpotensi untuk bergerak atau longsor, meskipun pada saat ini lereng tersebut masih stabil (belum longsor). Lereng yang berpotensi untuk bergerak ini baru akan bergerak apabila ada gangguan yang memicu terjadinya gerakan. Faktor-faktor penyebab ini umumnya merupakan fenomena alam (meskipun ada yang bersifat nonalamiah), sedangkan gangguan pada lereng atau faktor penyebab dapat berupa proses alamiah atau pengaruh dari aktivitas manusia ataupun kombinasi antara keduanya. Beberapa faktor pengontrol terjadinya gerakan tanah diantaranya sebagai beriku (Varnes, 1978 dan Direktorat Geologi Tata Lingkungan, 1996 dalam Widiatmoko Indrayana, 2011: 23-28).

18

1) Kondisi geomorfologi (kemiringan lereng)

Sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan wilayah perbukitan dan pegunungan, sehingga banyak dijumpai lahan yang miring. Lereng atau lahan yang miring ini berpotensi atau berbakat untuk mengalami gerakan tanah. Semakin besar kemiringan suatu lereng dapat mengakibatkan semakin besarnya gaya penggerak massa tanah/batuan penyusun lereng.

Namun perlu diperhatikan bahwa tidak semua lahan yang miring selalu rentan untuk bergerak. Jenis, struktur, dan komposisi tanah/batuan penyusun lereng juga berperan penting dalam mengontrol terjadinya gerakan tanah. Sering kita jumpai di lapangan, lereng batuan yang kompak dan masif akan tetap berciri tegak dan stabil, meskipun lereng tersebut merupakan tebing yang curam. Hal ini disebabkan karena masif dan kompaknya batuan penyusun lereng

(kohesi dan kuat gesernya cukup besar untuk

mempertahankan kestabilan lereng). Gerakan tipe luncuran dan nendatan cenderung terjadi pada lereng lebih curam dari 20°. Sebaliknya, gerakan tipe rayapan akan terjadi pada lereng dengan kemiringan landai (20°).

2) Kondisi tanah/batuan penyusun lereng

Kondisi tanah/batuan penyusun lereng sangat berperan dalam mengontrol terjadinya gerakan tanah. Meskipun suatu lereng cukup curam, namun gerakan tanah belum tentu terjadi apabila kondisi tanah/batuan penyusun lereng tersebut cukup kompak dan kuat. Perlapisan batuan yang miring ke arah luar lereng dapat menyebabkan terjadinya longsoran atau gerakan tanah, misalnya perlapisan pada batubara, napal dan batulempung.

Batuan-batuan tersebut umumnya terpotong-potong oleh kekar-kekar (retakan-retakan), sehingga sangat labil atau berpotensi untuk meluncur/bergerak disepanjang bidang perlapisan atau bidang kekar tersebut. Penggalian-penggalian pada lereng batuan sangat berpotensi untuk memicu terjadinya luncuran/gerakan batuan-batuan tersebut. 3) Kondisi iklim

Kondisi iklim di Indonesia sangat berperan dalam mengontrol terjadinya longsoran. Temperatur dan curah hujan yang tinggi sangat mendukung terjadinya proses pelapukan batuan pada lereng (proses pembentukan tanah). Akibatnya adalah sangat sering dijumpai lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah yang ketebalannya dapat mencapai lebih dari 10 meter. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dapat diketahui bahwa lereng dengan tumpukan

tanah yang lebih tebal relatif lebih rentan terhadap gerakan tanah.

Curah hujan yang tinggi atau curah hujan tidak terlalu tinggi tetapi berlangsung lama, sangat berperan dalam memicu terjadinya gerakan tanah. Air hujan yang meresap ke dalam lereng dapat meningkatkan penjenuhan tanah pada lereng sehingga tekanan air yang merenggangkan ikatan antar butir tanah meningkat, akhirnya massa tanah tersebut bergerak longsor.

4) Kondisi hidrologi lereng

Kondisi hidrologi dalam lereng berperan dalam hal meningkatkan tekanan hidrostatis air dalam tanah/batuan sehingga kuat geser tanah/batuan akan sangat berkurang dan gerakan tanah dapat terjadi.

Lereng yang muka air tanahnya dangkal atau lereng dengan akuifer menggantung, sangat sensitif mengalami kenaikan tekanan hidrostatis apabila air permukaan meresap ke dalam lereng. Selain itu, jalur-jalur pipa alamiah/retakan batuan sering pula menjadi tempat masuknya air ke dalam lereng. Apabila semakin banyak air yang masuk melewati jalur tersebut, tekanan air juga akan semakin meningkat. Mengingat jalur - jalur tersebut merupakan bidang yang kuat gesernya lemah (umumnya kohesi dan sudut gesekan dalamnya rendah), maka kenaikan tekanan air ini akan sangat mudah menggerakkan lereng melalui jalur tersebut.

5) Erosi sungai

Gerakan tanah akibat erosi sungai umumnya terjadi

pada kelokan sungai. Hal ini terjadi karena pada bagian bawah lereng tererosi sehingga lereng menjadi tidak stabil. 6) Getaran

Getaran memicu longsoron dengan cara melemahkan

atau memutuskan hubungan antar butir partikel-partikel penyusun tanah/batuan pada lereng. Jadi getaran berperan dalam menambah gaya penggerak dan sekaligus mengurangi gaya penahan. Contoh getaran yang memicu longsoran adalah getaran gempa bumi yang diikuti dengan peristiwa liquifaction.

Liquifaction terjadi apabila pada lapisan pasir atau lempung jenuh air terjadi getaran yang periodik. Pengaruh getaran tersebut akan menyebabkan butiran-butiran pada lapisan akan saling menekan dan kandungan airnya akan mempunyai tekanan yang besar terhadap lapisan di atasnya. Akibat peristiwa tersebut lapisan di atasnya akan seperti mengambang, karena getaran tersebut dapat mengakibatkan perpindahan massa di atasnya dengan cepat.

20

7) Aktivitas manusia

Faktor aktivitas manusia seperti pola penggunaan lahan juga berperan penting dalam memicu terjadinya

longsoran, Pembukaan hutan secara sembarangan,

penanaman jenis pohon yang terlalu berat dengan jarak tanam terlalu rapat, pemotongan tebing/lereng untuk jalan dan pemukiman merupakan pola penggunaan lahan yang dijumpai di daerah yang longsor.

Pembukaan hutan dan pencurian kayu hutan untuk keperluan manusia, seperti misalnya untuk mencukupi kebutuhan hidup, perladangan, persawahan dengan irigasi, kolam-kolam dan penanaman tumbuhan yang berakar serabut dapat berakibat menggemburkan tanah. Peningkatan kegemburan tanah ini akan menambah daya resap tanah terhadap air, akan tetapi air yang meresap ke dalam tanah tidak dapat banyak terserap oleh akar-akar tanaman serabut. Hal ini berakibat air hanya terakumulasi dalam tanah dan akhirnya menekan dan melemahkan ikatan-ikatan antar butir tanah. Besarnya curah hujan yang meresap menyebabkan longsoran tanah akan terjadi.

Pemotongan lereng untuk jalan, penambangan dan pemukiman juga dapat mengakibatkan hilangnya peneguh lereng dari arah lateral. Hal ini selanjutnya mengakibatkan kekuatan geser lereng untuk melawan pergerakan massa tanah terlampaui oleh tegangan penggerak massa tanah. Akhirnya longsoran tanah pada lereng akan terjadi.

Sedangkan Menurut Djauhari Noor (2006 : 108), faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan tanah dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor yang bersifat pasif dan aktif.

1) Faktor yang bersifat pasif

a) Litologi yaitu material yang tidak terkonsolidasi atau rentan dan mudah meluncur karena basah akibat masuknya air ke dalam tanah.

b) Stratigrafi yaitu perlapisan batuan atau perselingan batuan antara batuan lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang permeable dan batuan impermeable.

c) Struktur geologi yaitu jarak antara rekahan/joint pada batuan, petahan, zona hancuran, bidang foliasi, dan kemiringan lapisan batuan yang besar.

e) Iklim yaitu temperatur tahunan yang ekstrim dengan frekuensi hujan yang intensif.

f) Material organik, berkaitan dengan lebat atau jarangnya vegetasi.

2) Faktor yang bersifat aktif

a) Gangguan yang terjadi secara alamiah maupun buatan. b) Kemiringan lereng yang menjadi terjal karena aliran air. c) Pengisian air ke dalam tanah yang melebihi kapasitasnya

sehingga tanah menjadi jenuh air.

d) Getaran-getaran tanah yang diakibatkan oleh seismitas atau kendaraan berat.

d. Tanda-tanda Gerakan Tanah

Gerakan tanah dapat diidentifikasikan melalui tanda-tanda sebagai berikut (Hary Christady Hardiyatmo, 2012: 24).

1) Munculnya retak tarik dan kerutan-kerutan di permukaan lereng.

2) Patahnya pipa dan tiang listrik. 3) Miringnya pohon-pohonan.

4) Perkerasan jalan yang terletak pada timbunan mengalami amblas.

5) Rusaknya perlengkapan jalan (seperti pagar pengaman) dan saluran drainase.

6) Tertutupnya sambungan ekspansi pada pelat jembatan atau perkerasan batu.

7) Hilangnya kelurusan dari fondasi bangunan. 8) Tembok bangunan retak-retak.

9) Dinding penahan tanah retak dan miring ke depan, dsb.

3. Kajian Kebencanaan

Dokumen terkait