• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA POLITIK HUKU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA POLITIK HUKU"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA POLITIK HUKUM DI INDONESIA

Oleh : Putu Eka Pitriyantini

ABSTRAK

Secara Etimologis, istilah politik hukum merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari istilah hukum Belanda rechtspolitiek, yang merupakan bentukan dari dua kata recht dan

politiek. Istilah yang muncul belakangan, politiekrecht atau hukum politik, yang dikemukakan Hence van Maarseven karena keduanya memiliki konotasi yang berbeda.1

Dalam buku Indonesia Berdasarkan atas Hukum, Padmo Wahyono mendefinisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Defenisi masih bersifat abstrak dan kemudian dilengkapi dengan sebuah artikelnya di majalah Forum Keadilan yang berjudul “ Menyelisik Proses Terbentuknya Perundang-undangan”. Dalam artikel tersebut Padmo Wahjono mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggaraan Negara tentang apa yang dijadikan criteria untuk menghukumkan sesuatu. Dalam hal ini kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum, dan penegakannya sendiri2

Menurut Mahfud MD politik hukum adalah legal policy atau arah hukum yang akan diberlakukan oleh Negara untuk mencapai tujunan Negara yang terbentuk dapat berupa pembuataan hukum baru dan penggantian hukum lama. Dalam arti yang seperti ini politik hukum harus berpijak pada tujuan Negara dan system hukum yang berlaku di Negara yang bersangkutan yang dalam konteks Indonesia tujuan dan system itu terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945,khususnya Pancasila yang melahirkan kaidah-kaidah penuntun hukum.3

Dalam kedudukannya sebagai dasar dan Ideologi Negara yang tidak dipersoalkan lagi bahkan sangat kuat, maka Pancasila itu harus dijadikan paradigma (kerangka berpikir,

1 Imam Syaukani dan A.Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Pt Rajagrafndo

Persada, Jakarta,2004,h19

2 Imam Syaukani dan A.Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Pt Rajagrafndo

Persada, Jakarta,2004,h26 dikutip dariPadmo Wahjono,Menyelisik Proses Terbentuknya Perundang-undangan,Forum Keadilan, no29/April 1991, h.65

(2)

sumber nilai, dan orientasi arah) dalam pembangunan hukum, termasuk semua upaya pembaruannya. Pancasila sebagai dasar Negara memang berkonotasi yuridis dalam arti melahirkan berbagai peraturan perundang-undangan yang tersusun secara hiearkis dan bersumber darinya ; sedangkan Pancasila sebagai ideologi dapat dikonotasikan sebagai program social politik tempat hukum menjadi salah satu alatnya dan karenanya juga harus bersumber darinya ( A. Hamid S. Attamimi dalam Oetojo Oesman dan Alfian,1992 :62)4

Kata Kunci : Pancasila, Politik Hukum, Paradigma Politik Hukum

BAB I PENDAHULUAN

(3)

I.1 Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini seruan bagi upaya pembaruan hukum di Indonesia semakin kuat. Usul-usul, bahkan agenda yang lebih kongkret, semakin kuat segera setelah peristiwa 21 Mei 1998, saat Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia. Dikatakan bahwa salah satu subsistem kemasyarakatan yang mengalami rusak parah selama pemerintahan Orde Baru adalah Hukum. Produk Hukum, baik materi maupun penegakannya,dirasakan menjauh dari nilai-nilai keadilan dan keamnusiaan sehingga subsistem ini tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat atau pengarah yang imperative bagi penyelenggara pemerintahan yang bersih dan demokratis.

Oleh sebab itu, jika orang berbicara tentang reformasi, maka bidang hukum selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan, di samping bidang politik dan ekonomi. Dan itulah relevansi kuat yang memberi alasan untuk membicarakan pembaharuan hukum di negeri ini guna memanfaatkan peluang yang kini terbuka untuk itu.5

Dalam wacana Reformasi kehidupan di segala bidang, terutama dalam bidang politik dan hukum, telah mencuat berbagai pandangan tentang perlunya amademen, bahkan perubahan atas UUD 1945. Dikatakan banhwa UUD 1945 yang beberapa pasalnya bersifat multi interpretable dan memberikan porsi kekuasaan sangat besar kepada Presiden telah memberi kontribusi bagi terjadinya krisis politik dan mandulnya hukum dalam memfungsikan dirinya sebagai penjamin keadilan dan penegak ketertiban. Oleh sebab itu upaya reformasi tidak boleh mematikan wacana untuk memperbaiki konstitusi baik melalui perubahan langsung maupun melalui amademen. Hal yang paling kuat dari gagasan bagi reformasi konstitusi itu adalah dilakukannya amademen atas UUD 1945, bukan perubahan menyeluruh.

Satu hal yang menarik adalah kenyataan bahwa tidak ada yang mempersoalkan Pancasila atau mengusulkannya untuk dijadikan bagian dari program Reformasi. Tidak ada yang ingin agar pancasila diganti. Semua bersepakat bahwa pancasila masih harus dijadikan dasar dan ideologi Negara. Tidak satu pun dari gagasan-gagasan reformasi politik, hukum ekonomi, dan lain-lain yang mengusulkan reformasi Pancasila, malahan hampir semuanya

5 Moh.Mahfud MD, Membangun Politik Hukum,Menegakan Konstitusi, Rajawali Pers, 2010

(4)

mengusulkan agar reformasi itu diorientasikan pada upaya mengimplementasikan nilai-nilai pancasila dalam berbagai bidang kehidupan.6

Berbicara tentang Pancasila sebagai paradigma dalam kehidupan politik tentunya yang dimaksudkan adalah bagaimana peran dan fungsi Pancasila sebagai landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan politik bangsa kita. Dalam proses pembangunan politik kita sekarang ini permasalahan kita ialah bagaimana mentraformasikan sistem politik kita yang ada dan berlaku menjadi system politik Demokrasi yang handal, yaitu system politik yang bukan saja mantap tetapi sekaligus juga memiliki kualitas kemandirian yang tinggi yang memungkinkannya untuk membangun atau mengembangkan dirinya secara terus menerus sesuai dengan tuntutan perkembangan aspirasi masyarakatnya dan laju perubahan zaman. Dengan begitu system politik Demokrasi Pancasila kita itu akan terus berkembang bersamaan dengan berkembangnya jati dirinya yang terkandung dalam hakekat ideologi yang mendasari dan menjadi tujuannya.7

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas dapat, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Politik Hukum jika dikaitkan dengan Sistem hukum Nasional ?

2. Bagaimana peran Pancasila sebagai Paradigma dalam Politik Hukum di Indonesia ?

I.3. Metodelogi Penulisan

Penulisan jurnal ilmiah ini, tentunya mempergunakan cara-cara ilmiah agar tercermin keilmiahannya, begitu juga halnya di dalam penulisan paper ini dipergunakan beberapa metode antara lain :

Pendekataan yang dipergunakan dalam pendekataan masalah ini adalah mempergunakan pendekataan secara normatif, pendekatan secara normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan mengacu pada kepustakaan yaitu pada ketentuan perundang-undangan serta mengacu pada teori-teori yang dikemukakan oleh pakar hukum Tata Negara dan Politik Hukum

6 Ibid h 50

7 Oetojo Oesman dan Alfan, Pancasila sebagai Ideologi Dalam Berbagai Bidang

(5)

Setelah data didapat dikumpulkan kemudian diolah dengan teknik pengolahaan data secara kualitatif yakni dengan memilih data yang terbaik yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan, selanjutnya dari hasil peolahan tersebut kemudian secara deskriptif analitis yaitu menggambarkan secara lengkap dan detail aspek-aspek tertentu yang bersangkut paut dengan permasalahan dan kemudian dianalisis untuk mendapatkan kebenaran dan berusaha memahami kebenaran tersebut.

(6)

II.1 DEFENISI POLITIK HUKUM DAN KAITANNYA DENGAN SISTEM HUKUM NASIONAL

Secara etimologis, istilah politik hukum merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari istilah hukum Belanda rechtspolitiek, yang merupakan bentukan dari dua kata yang merupakan bentukan dari dua kata recht dan politiek. 8

Sedangkan di Inggris di kenal dengan sebutan politics of law (politik hukum), legal policy (kebijakan hukum), politics of legislation (politik perundang-undangan), politics of legal product (politik yang tercermin pada produk-produk hukum) dan politic and lawdevelopment (politik pembangunan hukum)9.

Para ahli hukum mendefenisikan politik hukum dengan pengertian yang beragam. Mantan Kepala BPHN, T.M. Radhie mendefenisikan politik hukum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa Negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun. Defenisi ini mencakup ius constitutum atau hukum yang berlaku di wilayah Negara pada saat ini dan ius constituendum atau hukum yang akan atau seharusnya diberlakukan di masa mendatang.10 Berbeda dengan pendapat Padmo

Wahyono yang mendefenisikan politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Dengan demikian berbeda dengan defenisi politik hukum yang dikemukakan oleh T.M Radhie, menurut Padmo Wahyuno politik hukum lebih mengarah pada hukum yang bersifat ius constituendum.11

Di dalam bukunya Ilmu Hukum, sosiolog hukum Satjipto Rahardjo mendefenisikan politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan social dan hukum tertentu dalam masyarakat. Menurut Satjipto Rahardjo terdapat pertanyaan mendasar yang muncul dalam studi politik hukum yaitu :

1. Tujuan apa yang hendak dicapai dengan system hukum yang ada

8 Imam Syaukani dan A.Ahsin Thohari, Loc.cit. h.19

9 M.Wahyudin dan Hufron, Hukum, Politik dan Kepentingan,laksbang

Preseindo,Yogyakarta,2008, h.11

10 Mahfud MD Op.cit h.13

(7)

2. Cara-cara apa dan yang mana, yang paling dirasa baik untuk bisa dipakai mencapai tujuan tersebut

3. Kapan waktunya hukum itu perlu diubah melalui cara-cara bagaimana perubahan itu sebaiknya dilakukan dan

4. Dapatkah dirumuskan suatu pola yang baku dan mapan, yang bisa membantu kita memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut secara baik.

Defenisi politik hukum berikutnya dikemukakan oleh Abdul Hakim Garuda Nusantara, dalam sebuah makalahnya berjudul “ Politik Hukum Nasional “. Menurut Garuda Nusantara, Politik Hukum Nasional secara harfiah dapat diartikan sebagai kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan secara nasional oleh suatu pemerintahan Negara tertentu. Politik Hukum Nasional meliputi : (1) pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada secara konsisten ;(2) pembangunan hukum yang intinya adalah pembaruan terhadap ketentuan hukum yang telah ada dan yang dianggap using, dan penciptaan ketentuan hukum baru yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat; (3) penegasan fungsi lembaga penegak atau pelaksana hukum dan pembinaan anggotanya; (4) meningkatkan kesadaran hukum masyarakat menurut persepsi kelompok elit pengambil kebijakan.

Apabila kita perhatikan, defenisi politik hukum dari Garuda Nusantara di atas merupakan defenisi politik hukum yang paling komperensif diantara defenisi-defenisi politik hukum yang dipaparkan sebelumnya, ini disebabkan karena ia menjelaskan secara gamblang wilayah kerja politik hukum yang meliputi; (1) territorial berlakunya politik hukum dan (2) proses pembaruan dan pembuatan hukum, yang mengarah pada sikap kritis terhadap hukum yang berdimensi ius constitutum dan menciptakan hukum yang berdimensi ius constituendum. Lebih dari itu, ia menekankan pula pada pentingnya penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum, suatu hal yang tidak disinggung oleh para ahli sebelumnya.12

Dari berbagai defenisi tersebut dapatlah dibuat rumusan sederhana bahwa politik hukum itu adalah arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pijakan dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan Negara. Dapat juga dikatakan bahwa politik hukum merupakan upaya menjadikan hukum sebagai proses

(8)

pencapaian tujuan Negara. Selain itu, politik hukum juga merupakan jawaban atas pertanyaan tentang mau diapakan hukum itu dalam perspektif formal kenegaraan guna mencapai tujuan Negara.

Politik hukum nasional harus dapat mendorong dan mengisi semua unsur di dalam system hukum nasional agar bekerja sesuai dengan tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana terkandung di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang meliputi :

1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesqia 2. Memajukan kesejahteraan umum

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa

4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia,berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan social.

Berdasarkan tujuan Negara tersebut, maka yang diperlukan adalah suatu system hukum nasional yang dapat dijadikan wadah atau pijakan dan kerangka kerja politik hukum nasional. Dalam hal ini, pengertian tentang system hukum nasional Indonesia atau system hukum Indonesia perlu dikemukakan disini.

Sistem adalah kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang satu dengan yang lain saling bergantung untuk mencapai tujuan tertentu. Banyak yang memberi defenisi tentang istilah system ini. Ada yang mengatakan bahwa system adalah keseluruhan yang terdiri dari bagian atau komponen yang terjalin dalam hubungan antara komponen yang satu dengan yang lain secara teratur.13 Sedangkan hukum nasional adalah hukum atau peraturan

perundang-undangan yang dibentuk dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan, dasar, dan cita hukum suatu Negara. Dalam konteks ini hukum nasional Indonesia adalah kesatuan hukum atau peraturan perundang-undangan yang dibangun untuk mencapai tujuan Negara yang bersumber pada Pembukaan dan Pasal-pasal Undang-undang Dasar itulah terkandung tujuan,dasar, dan cita hukum Negara Indonesia. Di dalamnya terkandung nilai-nilai khas budaya Indonesia yang tumbuh dan berkembang dalam kesadaran hidup bermasyarakat selama berabad-abad.

Dengan demikian system hukum nasional Indonesia adalah system hukum yang berlaku diseluruh Indonesia yang meliputi semua unsur hukum (seperti isi,struktur,budaya, sarana, peraturan perundang-undangan dan semua sub unsurnya) yang antara satu dengan

13 Moh.Mahfud MD Op.cit h.20 dikutip dari Elias M Awad, System Analysis and design,

(9)

yang lain saling bergantung dan yang bersumber dari pembukaan dan Pasal-pasal dalam UUD 1945.14

Ketika menyebut unsur-unsur utama system hukum, banyak orang yang mengacu pada teori system hukum Friedman, menurut Lawrence Meir Friedman, seorang ahli sosiologi hukum dari Stanford University, ada empat elemen utama dari sistem hukum (legal system), yaitu:

1.Struktur Hukum (Legal Structure)

2. Isi Hukum (Legal Substance)

3.Budaya Hukum (Legal Culture)

4. Dampak Hukum (Legal Impact)15

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa system hukum nasional merupakan kesatuan hukum dan peraturan perundang-undang yang terdiri dari banyak komponen yang saling bergantung yang dibangun untuk mencapai tujuan Negara dengan berpijak pada dasar dan cita hukum Negara yang terkandung dalam pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945.

Sebelumnya telah ditegaskan bahwa Pembukaan dan Pasal-pasal 1945 merupakan sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Penegasan keduanya sebagai sumber politik hukum nasional didasarkan pada dua alasan. Pertama, pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 memuat tujuan, dasar, cita hukum, dan norma dasar Negara Indonesia yang harus menjadi tujuan dan pijakan dari politik hukum di Indonesia. Kedua, Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 mengandung nilai-nilai khas yang bersumber dari pandangan dan budaya bangsa yang diwariskan oleh nenek moyang sejak berabad-abad yang lalu. Nilai-nilai khas inilah yang membedakan system Hukum Indonesia dari system hukum lain sehingga muncul istilah Negara Hukum Pancasila.16

Nilai-nilai khas dari Pancasila inilah yang kemudian mengkristalkan tujuan,dasar, cita hukum dan norma dasar Negara Indonesia, yang kemudian melahirkan system hukum nasional Indonesia yang khas pula.

II.2 PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA POLITIK HUKUM DI INDONESIA 14 Ibid. h.21

15https://id.scribd.com, Teori Sistem Hukum Friedman oleh Abdurahman Bambang Misno

Prawiro, 25 maret 2013

(10)

Ketika angin reformasi berhembus dengan kencang dan merontokan aturan main dan mainstream berbagai wacana politik di Indonesia, maka satu hal yang menarik adalah kenyataan bahwa hampir tidak ada yang mempersoalkan pancasila atau mengusulkannya untuk dijadikan bagian dari program reformasi. Semuanya bersepekat bahwa Pancasila masih harus dijadikan dasar dan ideologi Negara.

Berbicara tentang Pancasila sebagai paradigma dalam kehidupan politik tentunya yang dimaksudkan adalah bagaimana peran dan fungsi Pancasila sebagai landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan politik bangsa kita. Dalam proses pembangunan politik kita sekarang ini permasalahan kita ialah bagaimana mentraformasikan sistem politik kita yang ada dan berlaku menjadi system politik Demokrasi yang handal, yaitu system politik yang bukan saja mantap tetapi sekaligus juga memiliki kualitas kemandirian yang tinggi yang memungkinkannya untuk membangun atau mengembangkan dirinya secara terus menerus sesuai dengan tuntutan perkembangan aspirasi masyarakatnya dan laju perubahan zaman. Dengan begitu system politik Demokrasi Pancasila kita itu akan terus berkembang bersamaan dengan berkembangnya jati dirinya yang terkandung dalam hakekat ideologi yang mendasari dan menjadi tujuannya

Dalam kedudukannya sebagai dasar dan Ideologi Negara yang tidak dipersoalkan lagi bahkan sangat kuat, maka Pancasila itu harus dijadikan paradigma (kerangka berpikir, sumber nilai, dan orientasi arah) dalam pembangunan hukum, termasuk semua upaya pembaruannya. Pancasila sebagai dasar Negara memang berkonotasi yuridis dalam arti melahirkan berbagai peraturan perundang-undangan yang tersusun secara hiearkis dan bersumber darinya ; sedangkan Pancasila sebagai ideologi dapat dikonotasikan sebagai program social politik tempat hukum menjadi salah satu alatnya dan karenanya juga harus bersumber darinya ( A. Hamid S. Attamimi dalam Oetojo Oesman dan Alfian,1992 :62)17

Relevansi Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan politik bangsa kita antara lain terletak pada kualitas yang terkandung di dalam dirinya. Di samping itu relevansinya juga terletak pada posisi komparatifnya terhadap ideologi-ideologi lain sehingga bangsa kita yang meyakininya memahami dan menghayati betul mengapa Pancasila adalah ideologi terbaik untuk dipakai sebagai landasan dan sekaligus tujuan dalam membangun dirinya dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.18Dengan menempatkan

Pancasila sebagai ideology nasional diharapkan bahwa orientasi kegiatan masyarakat dapat

17Mahfud MD Loc.cit . 51

(11)

selalu bersumber pada Pancasila. Orientasi apapun yang sedang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia harus dilandasai dengan dasar perkembangan untuk pemenuhan tuntutan yang dikehendaki oleh cita-cita Indonesia, yang secara nyata tersebut sebagai ideology nasional.19

Perlu ditambahkan bahwa secara istilah ideology itu berarti ajaran tentang nilai-nilai yang dianut manusia atau sekelompok manusia atau nilai-nilai yang diyakini baik dan disepakati untuk dijadikan pedoman kehidupan bersama20

Sebagaimana yang kita ketahui bersama nilai-nilai dasar pancasila yang terkandung dalam Pancasila bersumber atau digali dari budaya dan pengalaman bangsa kita, termasuk pengalaman dalam berhubungan dengan dengan bangsa-bangsa lain, baik yang manis maupun yang pahit. Meskipun bangsa kita mengandung berbagai corak kemajemukan serta beraneka ragam pengalaman para perumus Pancasila dan UUD 1945 yang juga memiliki sifat kemajemukan dan keanekaragaman pengalaman itu secara luar biasa berhasil menggali,menemukan dan merumuskan ideology Negara kita yaitu Pancasila. Dengan kata lain Pancasila harus menjadi paradigma dari setiap pembangunan hukum di Indonesia.

Beberapa alasan bahwa Pancasila menjadi Paradigma dalam pembangunan hukum adalah :

1. Undang-undang Dasar 1945

Pembukaan Undang-undang Dasar merupakan Declaration of Independence atau pernyataan kemerdekaan yang terperinci dari proklamasi kita yang artinya memberi penjelasan tentang dasar,maksud, tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia mendirikan suatu Negara merdeka.Oleh karena Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 merupakan

Declaration of Independence bangsa Indonesia, maka ia merupakan suatu rangkaian yang tak terpisahkan dari Proklamasi Kemerdekaan itu sendiri. Dengan demikian, siapapun juga, termasuk para legislator hasil pemilu tidak dapat merubahnya, karena merubah Pembukaan berarti membubarkan Negara. Jiwa dan semangat Pancasila secara resmi dan authentic telah dirumuskan pula dalam Alinea terakhir Pembukaan UUD 1945. Hal ini berarti, bahwa tiap usaha dari manapun datangnya yang bermaksud untuk merumuskan Pancasila dengan

19 Laboratorium pancasila IKIP Malang, Pokok-pokok Pembahasan Pancasila Dasar Filsafat

Negara Republik Indonesia,Usaha nasional Surabaya, Surabaya,1979,h29

(12)

susunan kata-kata atau urutan-urutan yang lain daripada perumusan Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 dianggap hendak menyelewengkan Pancasila itu sendiri.21

Kedudukan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi, dalam hal ini sebagai pokok-pokok Pikiran Pembukaan Hukum Dasar yang menciptakan pasal-pasal Hukum Dasar tersebut, menentukan isi dan bentuk lapisan-lapisan hukum yang lebih rendah dan norma hukum yang lebih tinggi, maka penentuan Pancasila sebagai Norma Hukum yang menggariskan Pokok-pokok Pemikiran Pembukaan Hukum dasar merupakan jaminan tentang adanya adanya keserasian dan tiadanya pertentangan antara Pancasila sebagai norma hukum yang terdapat dalam Hukum Dasar dan norma-norma hukum yang lebih rendah. Sebagai norma yang tertinggi dalam system norma hukum Indonesia, yang berasal dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, Pancasila merupakan Norma Dasar (Grundnorm), yang menurut Nawiasky bagi sesuatu Negara sebaiknya disebut Norma Fundamental Negara (Staatsfundamental norm), yang menciptakan semua norma yang lebih rendah dalam system norma hukum tersebut,serta menentukan berlaku atau tidaknya norma-norma dimaksud.22

Sejak amademen UUD 1945 sebanyak empat kali, penjelasan UUD 1945 tidak lagi menajadi bagian dari UUD Indonesia. Tetapi gagasan-gagasan yang terkandung didalamnya tetaplah relevan untuk dijadikan sumber hukum materiil, bukan sumber hukum dalam artinya yang formal. Menurut penjelasan UUD 1945, Pembukaan menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pasal UUD 1945 tersebut, artinya, pasal-pasal pada Batang Tubuh UUD 1945 merupakan penjabaran normatif tentang pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945. Pokok-pokok pikiran itu meliputi suasana kebatinan UUD dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai konstitusi (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis). Dengan demikian , semua produk hukum dan penegakannya di Indonesia haruslah didasarkan pada pokok pikiran yang ada di dalam UUD 1945 termasuk, bahkan yang terutama Pancasila. Pancasila itulah yang merupakan cita hukum , pancasila dapat menjadi penguji kebeneran hukum positif sekaligus menjadi arah hukum positif tersebut tersebut untuk dikristalisasikan dalam bentuk norma yang imperatif untuk menjadi tujuan Negara. Dari sini dapat dimengerti bahwa cita hukum harus dibedakan dari konsep tentang hukum : yang pertama terletak di dalam ide dan cita, sedangkan yang kedua merupakan kenyataan yang harus bersumber dari cita tersebut.23

2. Tap MPRS No. XX/MPRS/ 1966

21 Laboratorium pancasila IKIP Malang, Op.cit. h.49 22 Oetojo Oesman dan Alfan, Op.cit h.70

(13)

Di dalam tata hukum baru , TAP MPR/S sudah tidak dikenal ,tetapi dasar pikiran tentang Pancasila yang dimuat di dalam TAP MPR/S No.XX/MPRS/1966 tetap cocok untuk menjelaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Yang dimaksud dengan kalimat “ sumber dari segala sumber hukum “ dalam TAP MPRS tersebut ialah sumber tertib hukum suatu Negara. Dan apabila di sana dinyatakan, bahwa Pancasila adalah Sumber dari Segala sumber hukum, maka yang dimaksud ialah Pancasila adalah Sumber Tertib Hukum Negara Republik Indonesia.

Apabila kita menelusuri kepustakaan hukum , maka kita mengetahui bahwa tertib hukum (Rechtsordnung) menurut para ahli ialah suatu kesatuan hukum objektif, yang keluar tidak bergantung kepada tertib hukum yang lain, dan ke dalam menentukan semua pembentukan hukum dalam kesatuan tertib hukum tersebut. Rumusan ini sangat penting bagi menentukan ada atau tidak adanya kesatuan yuridis dalam suatu tertib hukum. 24

Walaupun dalam tata hukum Indonesia yang baru , TAP MPR/S sudah tidak dikenal, tetapi TAP MPRS No XX/MPRS/1966 tetap dijadikan sumber hukum Materiil. Di dalamnya disebutkan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berarti bahwa semua sumber, produk dan proses penegakan hukum haruslah mengacu pada Pancasila sebagai sumber nilai utamanya.25

Secara teorotis dikatakan bahwa sumber hukum dapat dilihat dari dua sudut/segi, yaitu segi materiil dan segi formil.26 Sumber hukum materiil biasanya diartikan sebagai bahan

yang menentukan isi suatu kaidah atau norma hukum yang diperlukan oleh para pembuat hukum . Sedangkan sumber hukum formal adalah tempat di mana kita dapat menemukan dan mengenal hukum.

Dalam kaitan ini dapat dikatakan bahwa berdasarkan Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 Pancasila itu menjadi sumber hukum materiil dalam arti sebagai asalnya hukum. Bahwa Pancasila merupakan sumber hukum materiil dapat dilihat dari kalimat di dalam Tap tersebut yang menyatakan bahwa ‘ sumber dari segala tertib hukum Indonesia adalah pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita hukum….pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita hukum dapat diambil dari sumber materiil yang historis, sosiologis, antropologis, dan filosofis yang semuanya terkandung di dalam nilai-nilai Pancasila. Dalam kaitan dengan sumber hukum formal haruslah diartikan bahwa sumber hukum formal apa pun haruslah tetap bersumber pada Pancasila dan tidak ke luar dari kandang nilai-nilainya, sebab sebagai sumber hukum

24 Oetojo Oesman dan Alfan, Op.cit h.70 25 Mahfud MD Op.cit h.53

(14)

materiil, Pancasila itu merupakan cita hukum yang harus mengalir pada seluruh produk hukum di Indonesia.27

3. Norma Fundamental Negara

Pancasila dikaitkan dengan Norma Fundamental Negara, peulisan paper ini hanya akan mengemukakan pendapat Prof.Mr.Drs,Notonegoro Almarhum, yang dikemukannya dalam pidato Dies Natalis Univesitas Airlangga pada 10 November 1955. Ia mengemukakan bahwa Pancasila adalah Norma Fundamental Negara ( Staatsfundamentalnorm),atau menurut istilah yang dipergunakannya Pokok Kaidah Fundamentil Negara.

Istilah Staatfundamentalnorm diperkenakan pertama kali oleh Hans Nawiasky dalam bukunya Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe yang diterbitkan pada tahun 1940. Di Indonesia istilah Nawiasky tersebut menjadi terkenal karena disebarluaskan oleh Prof Notonegoro melalui pidato Dies Natalis tersebut.

Menurut Nawiasky , dalam suatu Negara yang merupakan kesatuan tata hukum itu terdapat suatu norma yang tertinggi (deroberst Norm), yang kedudukannya lebih tinggi dari konstitusi atau undang-undang dasar suatu Negara28. Disini Nawiasky dengan sadar

menyatakan tidak menggunakan istilah grundnorm, karena grundnorm adalah digunakan untuk hukum dasar atau konstitusi. Grundnorm yang biasa dipakai untuk konstitusi ini menurut Nawiasky masih bisa berubah-ubah, misalnya karena pemberontakan , kudeta atau perubahan resmi yang cara dan prosedurnya ditentukan oleh konstitusi itu sendiri. Sedangkan kedudukan staatsfundamentalnorm lebih tinggi dari grundnorm, bahkan tidak dapat diubah. Inilah yang dapat menjelaskan mengapa secara filosofi kedudukan Pembukaan (yang didalamnya memuat Pancasila) itu dibedakan dari Batang Tubuh UUD 1945, Pancasila yang ada di dalam Pembukaan merupakan bagian dari staatsfundamentalnorm yang tidak dapat diubah sedangkan Batang Tubuh UUD 1945 merupakan Grundnorm yang meskipun sulit, dapat diubah dengan prosedur dan cara tertentu. Itulah sebabnya, ketika melakukan Amademen sampai empat kali atas UUD 1945, yang diamademen hanya Batang Tubuh ke bawah. Istilah Batang Tubuh ini pun sekarang dihapus, diganti istilah “ Pasal-pasal”

Materi-materi atau produk hukum dapat senantiasa berubah dan diubah sesuai dengan perkembangan zaman dan perubahan masyarakat karena hukum itu tidak berada pada situasi

27 Mahfud MD Op.cit h.53

(15)

vakum. Dengan demikian, dapat juga dikatakan bahwa hukum sebagai pelayan kebutuhan masyarakat harus diperbaharui agar actual dengan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya. Dan dalam pembaruan hukum yang terus menerus itu, Pancasila tetap harus menjadi kerangka berpikir dan sumber-sumber nilainya.

Sebagai paradigma dalam pembaruan tata hukum, Pancasila itu dapat dpandang sebagai “ cita hukum” maupun sebagai “ staatsfundamentalnorm”. Sebagai cita hukum, Pancasila dapat memiliki fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi konstitutifnya, Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila itu hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum. Dan dengan fungsi regulatifnya, Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif sebagai produk itu adil ataukah tidak adil. Selanjutnya sebagai Staatfundamentalnorm. Pancasila yang menciptakan konstitusi menentukan isi dan bentuk berbagai peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang seluruhnya tersusun secara hierarkis. Dalam susunan yang hierarkis ini Pancasila menjamin keserasian atau tiadanya kontradiksi antara berbagai peraturan perundang-undangan baik secara vertical maupun horizontal. Ini menimbulkan konsekuensi bahwa jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan antara satu norma hukum dengan norma hukum yang secara hierarkis lebih tinggi, apalagi dengan Pancasila, berarti terjadi inkonstitusionalitas dan ketidak legalan dan karenanya norma hukum yang lebih rendah itu menjadi batal dan harus dibatalkan demi hukum.

Sebagai paradigma dalam Politik Hukum di Indonesia, Pancasila memiliki sekurang-kurangnya empat kaidah penuntun yang harus dijadikan dasar pedoman dalam pembentukan dan penegakan hukum di Indonesia.

(1) Hukum harus melindungi segenap bangsa dan menjamin keutuhan bangsa dan karenanya tidak diperbolehkan ada hukum-hukum yang menanam benih integrasi. (2) Hukum harus menjamin keadilan social dengan memberikan proteksi khusus bagi

golongan lemah agar tidak tereksploitasi dalam persaingan bebas melawan golongan yang kuat.

(16)

(4) Hukum tidak boleh diskriminatif berdasarkan ikatan primordial apapun dan harus mendorong terciptanya toleransi beragama berdasarkan kemanusian dan keberadaban.29

(17)

III.1 Kesimpulan

Dari apa yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal penting :

1. Politik hukum adalah arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pijakan dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan Negara. Dapat juga dikatakan bahwa politik hukum merupakan upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian tujuan Negara. Selain itu, politik hukum juga merupakan jawaban atas pertanyaan tentang mau diapakan hukum itu dalam perspektif formal kenegaraan guna mencapai tujuan Negara. Politik hukum nasional harus dapat mendorong dan mengisi semua unsur di dalam system hukum nasional agar bekerja sesuai dengan tujuan Negara Republik Indonesia. Berdasarkan tujuan Negara tersebut, maka yang diperlukan adalah suatu sistem hukum nasional yang dapat dijadikan wadah atau pijakan dan kerangka kerja politik hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan kesatuan hukum dan peraturan perundang-undang yang terdiri dari banyak komponen yang saling bergantung yang dibangun untuk mencapai tujuan Negara dengan berpijak pada dasar dan cita hukum Negara yang terkandung dalam pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945. Dapat ditegaskan disini bahwa Pembukaan dan Pasal-pasal 1945 merupakan sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Penegasan keduanya sebagai sumber politik hukum nasional didasarkan pada dua alasan. Pertama, pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 memuat tujuan, dasar, cita hukum, dan norma dasar Negara Indonesia yang harus menjadi tujuan dan pijakan dari politik hukum di Indonesia. Kedua, Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 mengandung nilai-nilai khas yang bersumber dari pandangan dan budaya bangsa yang diwariskan oleh nenek moyang sejak berabad-abad yang lalu. Nilai-nilai khas dari Pancasila inilah yang kemudian mengkristalkan tujuan,dasar, cita hukum dan norma dasar Negara Indonesia, yang kemudian melahirkan system hukum nasional Indonesia yang khas pula

(18)

dalam Pancasila bersumber atau digali dari budaya dan pengalaman bangsa kita, termasuk pengalaman dalam berhubungan dengan dengan bangsa-bangsa lain, baik yang manis maupun yang pahit. Meskipun bangsa kita mengandung berbagai corak kemajemukan serta beraneka ragam pengalaman para perumus Pancasila dan UUD 1945 yang juga memiliki sifat kemajemukan dan keanekaragaman pengalaman itu secara luar biasa berhasil menggali,menemukan dan merumuskan ideology Negara kita yaitu Pancasila. Dengan kata lain Pancasila harus menjadi paradigma dari setiap pembangunan hukum di Indonesia.

III.2 Saran-saran

1. Untuk membangun Politik Hukum yang sehat di Indonesia sudah seharusnya tetap berlandaskan kepada Pancasila sebagai landasan Ideologi Negara. Jadi seluruh pembuatan Peraturan perundang-undangan harus tetap mengacu dan berisi nilai-nilai luhur Pancasila tersebut.

2. Walaupun kedudukan Pancasila sangat kuat dan tidak dapat tergantikan, selain diatur dalam pembukaan UUD 1945. Seharusnya nilai-nilai Pancasila tersebut diatu secara tegas dan jelas ke dalam sebuah Undang-undang agar setiap Peraturan Perundang-undangan yang berada di bawah Pancasila memasukan nilai-nilai Pancasila ke dalam peraturan tersebut.

(19)

Moh.Mahfud MD, Membangun Politik Hukum,Menegakan Konstitusi, Pt RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010

Oetojo Oesman dan Alfian, Pancasila sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, BP-7 Pusat, Jakarta, 1990

Laboratorium Pancasila,Ikip Malang, Pokok-pokok Pembahasan Pancasila dasar Filsafat Negara Republik Indonesia, Usaha Nasional Surabaya, Surabaya, 1979

Imam Syaukani dan A.Ahsin Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, Pt Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2004,

A.Siti Soetami,SH, Pengantar Tata Hukum Indonesia,Refika Aditama, Jakarta, 2012

Fakultas Hukum Univesitas Udayana, Buku Pedoman Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bukit jimbaran, 2000

Media Massa

Referensi

Dokumen terkait

Bila aplikasi telah menampilkan halaman ini, maka selanjutnya panitia dapat mulai melakukan proses presensi kegiatan dengan menyentuhkan kartu identitas peserta ke area NFC

Tetapi berbeda dengan beban pencemaran dari sektor pertanian, dimana ada salah satu parameter, yaitu BOD, yang masih dapat memenuhi beban pencemaran Sungai Cisangkuy karena

Data yang diperoleh mengenai Efektivitas Penerapan Absensi Finger Print terhadap Disiplin Pegawai Tenaga Kependidikan STMIK AKAKOM Yogyakarta mempunyai indikator-indikator yang

Seperti yang tertuang dalam ungkapan, Kudu paheuyeuk-heuyeuk leungeun (Harus saling berpegangan tangan). Manusia merupakan makhluk sosial. Satu sama lain saling

mengacu pada pandangan simpati pada orang dengan gangguan jiwa salah satunya dari setiap aspek benevolence yaitu perlunya rasa simpati dan ramah yang salah

Semakin kecil rasio F:S (semakin sedikit jumlah buah mahkota dewa), maka jumlah molekul pelarut yang mungkin berinteraksi dengan setiap satu molekul solute akan

Fiskalni kapacitet može se definirati kao i mogu ć nost i lokalne jedinice da na svom podru č ju prikupi prihode za financiranje javnih rashoda. Svaku lokalnu jedinicu ne

Tujuan yang dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut: (i) Mengetahui kriteria keanekaragaman famili Collembola dan serangga tanah pada areal perkebunan