Ifah Latifah (F451110071)
1. Sensitivitas Tanaman Tebu terhadap Kekeringan atau Banjir
Tanaman tebu ( Saccharum officinarum L. ) merupakan salah satu bahan baku utama
untuk membuat gula putih dan bioetanol. Di Indonesia, budidaya tebu telah berkembang di lahan
kering dan marginal baik di Jawa maupun luar Jawa. Hal ini disebabkan lahan tebu di areal
persawahan semakin menyusut. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan tanaman tebu
pada lahan kering saat musim kemarau ialah kekeringan pada saat fase kritis tanaman (fase
pembentukan tunas dan pertumbuhan vegetatif).
Adanya periode-periode kekurangan air dalam masa pertumbuhan dan perkembangan
tanaman mengakibatkan tanaman tebu menderita cekaman kekeringan sehingga produktivitas
tanaman dari musim ke musim sangat berfluktuatif, bahkan menurun tajam bila kemarau panjang
terjadi. Menurut Irrianto (2003), kehilangan hasil pada tanaman tebu akibat cekaman kekeringan
secara kuantitatif dapat mencapai 40% dari potensi produksinya apabila terjadi pada fase kritis
tanaman yaitu fase pertumbuhan tunas dan pertumbuhan vegetatif tanaman (sampai dengan umur
165 hari setelah tanam). Pada tahun 2005, ribuan hektar tanaman tebu milik petani di Jawa Barat
mati karena kekeringan menyusul terjadinya kemarau panjang. Akibat kemarau panjang
sedikitnya 30% tanaman tebu di wilayah Jawa Barat mati kekeringan (Nunung, 2006).
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga
mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan
perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Haryati,
2008). Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan
fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Respon tanaman yang mengalami cekaman
kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada
pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal,
adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju
fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim
dan hormon, serta perubahan ekspresi (Sinaga, 2008).
Tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk
penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga
cara menutup stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan
asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu mempertahankan stomata tetap
tertutup dengan cara bekerja pada membran sel penjaga. Daun juga berespon terhadap
kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah suatu proses yang tergantung
pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat pertumbuhan daun muda. Respon ini
meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi dengan cara memperlambat peningkatan luas
permukaan daun. Ketika daun dari kebanyakan rumput dan kebanyakan tumbuhan lain layu
akibat kekurangan air, mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk yang dapat mengurangi
transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke matahari (Campbell, 2003).
Kedalaman perakaran sangat berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Pada
umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sistem perakaran yang lebih panjang
daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah akan
menurunkan perpanjangan akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar (Haryati, 2006). Hasil
penelitian Nour dan Weibel tahun 1978 menunjukkan bahwa kultivarkultivar sorghum yang
lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai perkaran yang lebih banyak, volume akar lebih
besar dan nisbah akar tajuk lebih tinggi daripada lini-lini yang rentan kekeringan (Goldsworthy
dan Fisher, dalam Haryati, 2006).
Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman sebagai respon terhadap kekeringan dan
berperan dalam penyesuaian osmotik bervariasi, antara lain gula-gula, asam amino, dan senyawa
terlarut yang kompatibel. Senyawa osmotik yang banyak dipelajari pada toleransi tanaman
terhadap kekeringan antara lain prolin, asam absisik, protein dehidrin, total gula, pati, sorbitol,
vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-betain, serta superoksida dismutase dan K+ yang
bertujuan untuk menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim (Sinaga,
2008).
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, at al. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Haryati. 2008. Pengaruh Cekaman Air Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman
Hidayat. 2002. Cekaman Pada Tumbuhan. http://www.scribd.com/document_downloads/ 13096496?extension=pdf&secret_password=. Diakses pada tanggal 5 Juli 2009.
Irrianto,G. 2003. Tebu Lahan Kering dan Kemandirian Gula Nasional. Tabloid Sinar Tani. 20 Agustus : 5-8
Nunung,A. 2006. Ribuan Hektar Tebu Mati. Pikiran Rakyat, 6 Nopember
Sinaga. 2008. Peran Air Bagi Tanaman. http://puslit.mercubuana.ac.id/file/8Artikel %20Sinaga.pdf. Diakses pada tanggal 5 Juli 2009.
Tugas 2. Perilaku Sumber Air
Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di
atas, ataupun di bawah permukaan tanah. Indonesia merupakan negara yang mempunyai
sumberdaya air (SDA) sangat beragam dan besar, seperti mata air, air tanah tertekan, dan air
permukaan (sungai). Potensi ini harus dikelola secara sistemik agar SDA dapat digunakan secara
optimal dan berkelanjutan. Namun, pada dekade terakhir telah mulai dirasakan adanya
penurunan potensi ketersediaan air baik secara kuantitas maupun kualitas.
Citarum merupakan sungai terbesar di Propinsi Jawa Barat. DAS Citarum yang cukup
luas terbagi dalam 3 daerah yaitu daerah hulu, tengah, dan hilir. Dari hulunya yang terletak di
Gunung Wayang (Kabupaten Bandung), Citarum mengalir sepanjang 350 kilometer hingga
berakhir di hilir di daerah Tanjung (Kabupaten Kerawang). Ketiga daerah tersebut dihubungkan
oleh tiga waduk besar yaitu Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Sungai Citarum berperan
penting bagi kehidupan sosial ekonomi khususnya di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Selain sebagai
sumber air minum, irigasi pertanian, perikanan, pembangkit tenaga listrik, Citarum juga sebagai
pemasok air utama untuk kegiatan industri.
Kondisi DAS Citarum pada saat ini mengalami penurunan yang ditandai dengan
meningkatnya bencana banjir dan longsor pada musim hujan, serta kekeringan pada musim
kemarau. Bencana – bencana tersebut selain karena faktor alami seperti iklim dan curah hujan
Tabel 1.. Perubahan hasil air DAS Citarum dari tahun 2002-2009
Hasil analisis Indeks Penggunaan Air kebutuhan irigasi berdasarkan pemenuhan dari
DAS Citarum disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Indeks Penggunaan Air (IPA) irigasi dengan sumber air langsung dari DAS Citarum,
Nilai Indeks penggunaan air irigasi seperti pada Tabel 2 menunjukkan bahwa dari tahun
2002-2009 nilai permintaan air irigasi lebih tinggi dibanding ketersediaannya. Hal ini dapat dimengerti
karena pada saat musim hujan banyak air yang terbuang dan tidak dapat dimanfaatkan kembali
Tabel 3. Surplus Air DAS Citarum, tahun 2002-2009
Bulan Kebutuhan air irigas (juta m3/bulan) untuk tiap tahun
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Surplus 2779.70 1344.00 2052.00 2508.23 1654.75 2085.66 2424.42 2357.07
Gambaran pada Tabel 3 menunjukkan tingginya potensi air DAS Citarum yang tidak
termanfaatkan dengan baik atau terbuang ke laut sedangkan fluktuasi musiman yang tidak dapat
dihindari telah memberikan indikasi akan kurangnya pasokan air pada saat musim kemarau.
Kenyataan ini dapat terlihat dari defisit air DAS Citarum yang disajikan pada Tabel 4 dengan
asumsi yang digunakan untuk mendapatkan nilai ini adalah ketika hasil air DAS lebih kecil dari
kebutuhan irigasi.
Tabel 4. Defisit air DAS Citarum, tahun 2002-2009
Bulan Kebutuhan air irigas (juta m3/bulan) untuk tiap tahun
Informasi pada Tabel 4 menunjukkan bahwa defisit air umumnya terjadi pada bulan Mei sampai
November. Pengelolaan terhadap sumber daya air secara seksama sangatlah diperlukan untuk
mengatasi angka defisit ini sehingga tidak menimbulkan penurunan nilai produksi hasil pertanian
pada tingkat petani. Berkaitan dengan kondisi ini maka peranan waduk sangat diperlukan untuk
menjadi penyeimbang antara kelebihan air pada saat musim hujan dan kekurangan air saat
musim kemarau.
DAFTAR PUSTAKA :
Salwati. 2004. Kajian Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respons Hidrologi Sub DAS Cilalawi - DAS Citarum, Jawa Barat Menggunakan Model AGNPS. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor