• Tidak ada hasil yang ditemukan

Riki handoko logam berat indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Riki handoko logam berat indonesia"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan murni, organik, dan anorganik. Logam merupakan bahan pertama yang dikenal manusia dan digunakan sebagai alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban manusia. Logam itu sendiri dalam kerak bumi dibagi menjadi logam makro dan logam mikro, dimana logam makro ditemukan lebih dari 1.000 mg/ kg dan logam mikro jumlahnya kurang dari 500 mg/kg (Darmono, 1995).

Lebih lanjut Darmono (1995) menjelaskan bahwa pada dasarnya, logam sangat diperlukan dalam proses produksi dari suatu pabrik, baik pabrik cat, aki/ baterai, sampai produksi alat – alat listrik. Bahan yang digunakan oleh pabrik dapat berbentuk logam murni, bahan anorganik maupun bahan organik. Jumlah logam yang digunakan bervairasi menurut bentuk dan jenisnya, tergantung pada jenis pabriknya.

(2)

seperti hidragyrum (Hg) atau disebut juga air raksa, maka dapat dipastikan bahwa organisme tersebut akan langsung keracunan (Palar, 1994).

Menurut Darmono (2001) bahan kimia inorganik seperti asam, garam dan bahan toksik logam seperti Pb, Cd, Hg dalam kadar yang tinggi dapat menyebabkan air tidak enak untuk diminum. Di samping dapat menyebabkan matinya kehidupan air seperti ikan dan organisme lainnya, pencemaran bahan tersebut juga akan menurunkan produksi tanaman pangan dan merusak peralatan yang dilalui air tersebut (karena bersifat toksik).

Palar (2001) mengemukakan bahwa untuk limbah kimia anorganik, tidak akan mengalami proses daur ulang seperti sampah plastik. Di samping itu, senyawa – senyawa kimia anorganik yang mengandung unsur logam berat, meski dapat terurai menjadi senyawa sederhana, akan tetap menjadi limbah beracun.

Dalam beberapa kasus yang terjadi di kawasan Sungai Tambak Oso adalah penurunan kualitas air khususnya di bidang perikanan terjadinya pencemaran tambak air payau di Tambak Oso Wilangun dan Gunung Anyar Tambak akibat limbah Industri. Pembuangan limbah cair yang berada di kawasan PT. SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut) yang memiliki UPL kolektif ternyata pada hari – hari tertentu membuang limbahnya ke saluran air tambak di daerah Rungkut dan gunung Anyar Tambak. Limbah ini termasuk kategori B3 karena menimbulkan dampak kematian ikan – ikan yang dibudidayakan. Limbah ini secara drastis menurunkan kandungan oksigen dalam air. (www.terranet.or.id)

(3)

meluner hingga bercampur dengan limbah rumah tangga serta sampah di drainase milik pemkot dengan bau aroma tidak sedap, hitam pekat, dan berbusa lebih yang naik bersamaan datangnya banjir dan pasangnya air laut (www.suarasurabaya.net)

Sriyanto (1995) menambahkan bahwa pencemaran air sungai dapat terjadi karenan pengaruh kualitas air limbah yang melebihi baku mutu air limbah. Di samping itu juga dapat juga ditentukan oleh debit air limbah yang dihasilkan dan untuk mengukur tingkat pencemaran air sungai secara fisik, dan kimia juga dapat dilakukan secara biologik, seperti kehidupan plankton. Organisme plankton yang hidup di perairan terdiri atas fitoplankton dan zooplankton.

Menurut Darmono (2001) mengatakan bahwa bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah dan bahan kimia organik dan inorganik menjadi bentuk bahan tersuspensi di dalam air, sehingga bahan tersebut menjadi penyebab polusi tertinggi di dalam air. Partikel yang tersuspensi menyebabkan kekeruhan dalam air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya memperoleh makanan, mengurangi tanaman air melakukan fotosintesis, pakan ikan menjadi tertutup lumpur, insang ikan dan kerang tertutup oleh sedimen dan akan mengakumulasi bahan beracun seperti pestisida dang senyawa logam. Bagian bawah sedimen akan merusak produksi pakan ikan (plankton), merusak telur ikan dan membendung aliran sungai, danau, selat dan pelabuhan.

(4)

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari kegiatan praktek akhir ini adalah :

1. Mengetahui proses pengolahan limbah cair di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL ) yang dikelola oleh PT. SIER (Persero) Surabaya

2. Mampu menganalisa kandungan logam berat (Hg, Pb, Cd, As, Cu) yang ada pada proses pengolahan limbah cair yang diolah dari mulai produksi sampai pasca produksi serta yang ada pada perairan sekitar.

1.3 Batasan Masalah

Dalam melaksanakan kegiatan praktek akhir ini, maka penulis membatasi pengamatan yaitu kepada :

1. Pengamatan proses pengolahan limbah cair dari awal hingga akhir produksi serta bahan baku yang digunakan.

(5)

4. KEADAAN UMUM DAN LOKASI 4.1. Sejarah PT. SIER (Persero)

PT. SIER (Persero) berdiri pada tanggal 28 Februari 1974. Sebagai kawasan industri gagasan tersebut didasari pada suatu acuan yaitu adanya perencanaan pengembangan kota Surabaya untuk Master Plant 2000, dimana Surabaya direncanalan akan menjadi kota industri, dagang, maritim, dan pendidikan yang dikenal dengan istilah INDAMARDI. Selanjutnya ditegaskan dengan dikeluarkannya surat Keputusan Walikota Madya Surabaya No. 6906/ 16 tahun 1968.

Kawasan industri PT. SIER (Persero) adalah kawasan industri yang cukup luas dan harus dikembangkan berdasarkan rencana yang komprehensif untuk menyediakan tempat, prasarana, utilitas, fasilitas dan pelayanan yang diperlukan masyarakat industri serta dikelola secara berkesinambungan.

Sebelum menjadi anggota, perusahaan yang ingin limbahnya ditangani oleh PT. SIER (Persero) mengajukan permohonan. Dalam surat permohonan tersebut harus disebutkan dengan jelas produksi perusahaan dan limbah yang ingin diolah. Setiap perusahaan tersebut harus memenuhi ketentuan – ketentuan dan standar limbah yang ditangani.

(6)

PT. SIER (Persero) merupakan suatu BUMN yang modal awal pendiriannya sebesar 1,5 milyar dengan kepemilikan saham sebagai berikut :

1. Departemen Keuangan RI 50 %

2. Pemerintah Daerah Tingkat I Jatim 25 % 3. Pemerintah Daerah Tingkat II Surabaya 25%

PT. SIER (Persero) Surabaya terbagi menjadi 2 yaitu kawasan industri Rungkut dan Berbek yang dipisahkan oleh Tambak Oso. Kantor pusat berada di Wisma SIER Jl. Industri Raya No. 10 Surabaya dengan luas lantai ± 9000 m² dengan kegunaan yang berbeda yaitu sebagai kantor dan kadang juga disewakan untuk mendukung pelayanan kawasan industri seperti bank, balai kesehatan, rumah makan dan sebagainya. Khususnya untuk aktivitas pengolahan limbah cair yang merupakan tugas Direktorat Teknik dan Pemeliharaan Lingkungan disebelah timur kantor unit pemeliharaan lingkungan Jl. Rungkut Industri III No. 60 Surabaya.

4.1. Lokasi dan Tata Letak

Kawasan Rungkut Industri di kecamatan Rungkut wilayah selatan dengan jarak tempuh :

1. Dari pusat kota : 20 Km 2. Dari Bandara Juanda : 10 Km.

3. Dari Pelabuhan laut Tanjung Perak : 20 Km. 4. Dari Stasiun Kereta Api Gubeng : 12 Km.

(7)
(8)

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktek akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yaitu pada tanggal 1 Maret

s/d 28 Mei. Adapun tempat praktek akhir ini berada di kawasan PT. SIER (Persero)

Rungkut, Surabaya.

3.2. Alat dan Bahan

Dalam melaksanakan praktek digunakan beberapa macam alat dan bahan untuk

mendukung pengumpulan data. Jenis alat dan bahan yang digunakan disesuaikan dengan

prosedur pemantauan yang diamati.

3.2.1 Alat

Dalam pengamatan di lapangan alat yang digunakan adalah :

Tabel 3: Alat pengamatan serta pengukuran parameter lingkungan

No Alat Fungsi/Kegunaan

Menganalisa. Mengukur kadar kandungan logam berat pada sampel air

Menghomogenkan larutan Sebagai penimbang Untuk mengambil sampel limbah

Wadah sampel air

(9)

Tabel 3(Lanjutan)

Wadah tempat pengukur Seatable Solid

Pemanas larutan COD

Tempat sampel air limbah

Tempat titrasi

Tempat menuangkan larutan

3.2.2 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan selama praktek dapat dilihat dalam tabel 5 berikut

ini.

Tabel. 4 Spesifikasi jenis bahan yang digunakan selama praktek.

(10)

3.3 Metoda

3.3.1 Metoda Pengumpulan Data

Metoda praktek yang digunakan adalah metode dengan menggunakan pola

magang, yaitu dengan mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh instansi PT. SIER,

Rungkut, Surabaya. Dalam praktek akhir ini, penulis melakukan pengamatan langsung

terhadap proses pengolahan limbah cair dan parameter lingkungan serta pengambilan

sampel kualitas air di perairan setempat (badan air penerima buangan limbah) beberapa

parameter fisika dan kimia meliputi (Suhu, DO, COD, pH,) dilakukan di laboratorium

PT. SIER, Rungkut, Surabaya serta dicocokkan dengan literatur yang ada.

1. AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer)

Adapun Prosedur Analisa Sampel Air untuk menganalisa logam berat menurut

(Annonymous), adalah sebagai berikut :

A. Buka Gas

1. Compressed Air : 5 – 6 bar

2. Acetylene : 1 – 1.3 bar

3. N2O (hanya untuk element tertentu) : 5 – 6 bar

4. Argon (graphite & hydride) : 5 – 6 bar

B. Pasang Hollow Cathode Lamp (HCL)

1. Buka lamp chamber

2. Pasang lampu HCL dengan mengangkat Clip pengunci HCL

3. Pasang lampu, pastikan socket/connector lampu tidak terbalik

(11)

C. Nyalakan AAS

1. Saklar ada di sebalah kanan, on – kan AAS dan HS 60

2. Setelah AAS selesai melakukan self intialize, load software WinAAS

D. Set HCL Turret Pada Software

Pada ”start Menu/ tampilan awal ” pilih (HCL Turret)

1. klik pos 1 atau sesuai dengan lampu yang terpasang2.

2. (Change) – pilih HCL pada ”Lamp Type”3.

3. pilih element sesuai dengan lampu yang terpasang4.

4. Masukkan nilai maximum lamp current – (OK)

E. Pilih Metode Analisa

1. Flame

2. Graphite Furnace Method

3. Hydride System Method

F. Setup Autosampler

a. Flame Autosampler (AS 52S)

1. Klik icon autosampler

2. Tab “autosampler mode” pilih AS 52S, tray type 87 position, working

mode: continous, washing: between samples, injection switch off.

3. Tab “position” edit sesuai dengan larutan yang ada di tray autosampler.

4. Tab “techn.parameter” atur ketinggian pipetter hose, pump speed sehingga

dapat mengambil sample dengan baik.

5. Tab “diluton/reagen” dilution: permanent/auto.

(12)

7. Tab “error check” klik check pseudo lamp, hijau tanda tidak ada error

b. Graphite Autosampler (MPE 60)

1. Klik icon “autosampler” – tab “techn.parameter”

2. Klik (open furn), keluarkan graphite tube dengan penjepit.

3. Lepas furnace window sebelah kiri, masukkan “adjusting aid” ke furnace

melalui lubang sebelah kiri.

4. Klik (MPE Alignment), dipping arm MPE akan bergerak ke posisi furnace.

5. Set ”adjusment” sampai tip dosing tube tepat adjusting aid, setelah itu naikkan

satu step. (Cat: step tidak boleh lebih dari 460).

6. Klik panahkanan/kiri sehingga tip dosing tepat diatas adjusting aid, jika masih

belum tepat, putar adjustment screw pada MPE (kanan/kiri dan belakang)

sampai dosing tube tepat diatas lubang adjusting aid. Pastikan dosing tube

dapat masuk ke dalam furnace dengan bebas.

7. Klik (save), lepas adjusting aid

8. pasang furnace window dan graphite tube

9. Klik (close furn)

10. Klik (furnace led on)

11. Klik baris “inject sample”-klik (depth)

12. Kendorkan pengunci ”Pipetter hose”- klik (ok).

13. Turunkan pipetter hose sampai menyentuh dasar graphite tube kemudian

kencangkan penguncinya. Klik (ok)

14. Atur tinggi pipetter hose dari dasar graphite tube ± 0.8 mm untuk volume

(13)

15. Atur pipetter hose untuk ”Action” yang lain (take up, dispense, dll)

G. Setup Energy

1. Klik icon (Spectrometer) – “Optical Parameter”

2. Pilih lampu yang akan diaktifkan – (Change)

3. Set/isi HCL current sesuai dengan recommended table-klik ”active”- (ok)

4. Tab “Energy/Gain” – (start)

5. Atur posisi lampu hingga bar grap energy tinggi (AGC)-(STOP)

6. Tab “Integration parameters” – repeated mean – simple mode – set integration

times (lamanya baca sample) dan delay – (ok).

H. Setup Method

A. Flame

1. Flame On

a. Pilih icon (Flame) Tab “Parameters”

b. Pilih tipe burner head and flame yang akan digunakan

c. Tab “control” – (Ignite Flame)

d. Untuk mematikan flame (Extinguish flame)

2. Flame Optimization

a. Icon (Flame) – Tab “Flame Optimization” shoot blanko – (AZ)

b. Shoot larutan standard

c. Atur tinggi burner head

d. Atur nebulizer

e. Atur fuel flow

(14)

g. Atur sehingga diperoleh absorbance yang optimal

B. Graphite furnace

1. Klik Icon Furnace

a. Tab “Furnace Program” edit temperature step drying.

b. Tab “Optimization” untuk mencari suhu yang optimal sehingga diperoleh

absorbance yang tinggi.

c. Tab “control” format, hanya dilakukan jika

1. Furnace door dibuka

2. AAS dimatikan.

C. Hydride system

1. Klik icon hydride

a. Tab ” Parameter” pilih mode without enrichment (contin)

b. Atur operation times untuk mendapatkan Abs yang optimal

2. Error check

I. Calibration

1. Icon (calibration) Tab “calibration mode” – standard calibration

2. Tab “conditions” No. of standard (jumlah standard)

3. Tab “statistic” set untuk pengulangan pembacaan/ replicate

4. Tab “Tabel” masukkan nilai larutan standard (conc) yang digunakan pilih cal

std atau cal std 2 – (parameter) - isi sesuai conc std – (ok).

5. Untuk mulai baca std klik (start/ abs) ikuti sesuai perintah yang tampil

a. No result saving: tidak ada data yang akan disimpan

(15)

c. Append result to the existing file: data akan dismpan dengan ditambahkan

pada file sebelumnya.

d. Overwrite last report file: data yang terakhir akan ditimpa/ digantikan

dengan data yang baru.

6. Setelah semua std dibaca klik (Fit curve) – (ok)

7. Untuk mengulang baca std (mis: std 2) klik std 2 – (run sample)

J. Baca sample

1. Icon (Sampel) Tab “Sampel Tab”, masukkan nama sampel, pre-DF, set

working area sesuai dengan jumlah sampel yang dianalisa.

2. Tab “Con. Output”- Liquid Original sampel

3. Tab “statistic” set untuk measurement cycles/replicate.

4. Untuk memulai pembacaan sampel, kembali ke Tab “sampel Tabel” –

(Start/conc) ikuti sesuai perintah.

5. (Load/Save) untuk menyimpan tabel sampel (Tabel) – Load/save- save- nama

file – (OK)

6. Export (CSV File) untuk export data ke excel (Tabel)- export – mean values

Only – (OK)- pilih directory (floopy disk/A hard disk) – nama file – (save).

Adapun cara kerja/ prosedur analisa untuk air sample menurut Direktorat Jenderal

Pengairan (1981) adalah sebagai berikut:

2. Suhu

Adapun prosedur pengukuran suhu adalah sebagai berikut :

a. Memasukkan/mencelupkan ujung bawah termometer ke dalam perairan

(16)

b. Termometer diusahakan agar tidak terkena sinar matahari langsung saat

melakukan pengukuran dengan cara melindungi termometer tersebut dengan

bayangan badan.

c. Mendiamkan beberapa saat hingga permukaan air raksa tidak bergerak lagi

(stabil) atau suhunya seimbang dengan suhu sekelilingnya.. Biasanya

membutuhkan waktu sekitar 3 – 5 menit.

d. Skala yang ditunjukkan oleh permukaan air raksa merupakan nilai suhu

perairan tersebut.

3. Chemical Oxygen Demand(COD)

Adapun prosedur pengukuran adalah sebagai berikut:

a. Air sample diambil sebanyak 10 mL dan dimasukkan kedalam tabung

refluk, sebelum itu endapkan dulu air sample dari lumpur.

b. Tambahkan reagen COD sebanyak 5 mL.

c. Kemudian tambahkan kristal Hg2SO4 sebanyak 0,2 gram.

d. Tabung dimasukkan kedalam pemanas dengan menggunakan pendingin

tegak.

e. Tabung dipanaskan pada suhu 148º C selama 90 menit, lalu didinginkan

f. Tambahkan indikator ferroin sebanyak 1 tetes.

g. Kemudian titrasi dengan larutan FAS sampai larutan berubah menjadi merah

bata.

h. Masukkan dalam perhitungan dengan menggunakan rumus :

(17)

4. pH (derajat keasaman)

Adapun prosedur pengukuran pH adalah sebagai berikut :

a. Masukkan Kertas lakmus pada air sample.

b. Diamkan selama beberapa detik

c. Cocokkan dengan warna yang ada pada kotak kertas pH

5. DO (Dissolved Oxygen)

Prosedur analisa DO adalah sebagai berikut :

a. Isi penuh botol DO dengan sampel

b. Tambahkan 1 ml reagen MnSO4 + 1 ml reagen Alkali Iodida

c. Bolak – balik botol DO hingga homogen hingga terbentuk endapan

d. Larutkan dengan Asam Sulfat Pekat

e. Titrasi dengan larutan tio sulfat 0.01 N dengan indicator amylum

f. Perubahan warna dari biru gelap – jernih

g. Masukkan kedalam rumus perhitungan

2

Data hasil pengukuran kandungan logam berat dalam air dibandingkan dengan

Baku Mutu Air golongan C atau yang baik untuk perikanan dan pertanian.

Pengolahan data yang dilakukan diantaranya pengolahan data sampel air seperti :

logam berat dan parameter pendukung lainnya yaitu : Suhu,Biologycal Oxygen Demand

(18)

praktek dikumpulkan kemudian dikelompokkan dalam nilai rata-rata setiap pengukuran

dan pengambilan sampel selama praktek.

3.3.3 Metoda Analisa Data

Untuk analisa data dikelompokkan dalam beberapa bagian pertama untuk analisa

logam berat dimana analisanya sendiri dengan menggunakan Spektrofometrik Serapan

Atom (AAS) yang didasarkan pada hukum Lambert – Beer, yaitu banyaknya sinar yang

diserap berbanding lurus dengan kadar Zat. Oleh karena yang mengabsorpsi sinar adalah

atom, maka ion atau senyawa logam berat harus diubah menjadi bentuk atom. Perubahan

bentuk atom dilakukan dengan suhu tinggi (2000ºC) melalui pembakaran (Bangun,

2005).

Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat yang sebenarnya digunakan formula

:

Sedangkan analisa parameter kualitas air seperti fisika dan kimia adalah hasil

yang ada kemudian dicocokkan dengan literatur yang ada serta standar baku mutu yang

digunakan dalam hal ini baku mutu yang digunakan adalah keputusan Gubernur Jawa

(19)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengolahan Limbah Cair

Menurut Sjadzali (1989) dan Siregar (2005) sistem pengolahan air limbah

memerlukan gabungan dari proses-proses fisik, kimiawi dan biologis. Karena proses biologis adalah proses yang relatif paling murah dan paling tuntas maka fungsi dari proses fisik dan kimiawi adalah untuk mempersiapkan air limbah agar dapat diproses

secara biologis. Ketiga proses tersebut terdiri dari: 1) Fisik

a. Screening – memisahkan benda- benda padat (kain, kayu, daun dsb) yang cukup besar. b. Oil/ Grease trap – memisahkan minyak dan lemak.

c. Sand Trap – Memisahkan pasir – pasir dan partikel – partikel kecil.

2) Kimiawi

a. Presipitasi – Memisahkan logam berat dengan berbagai reaksi kimia.

b. pH – Penyesuaian pH. 3) Biologis

a. Nutirent – Penambahan unsur Fosfat dan Nitrogen (mis: urea)

b. Aerasi – Membantu bakteri/ mikro organisme dalam mengkonsumsi zat – zat polutan yang organik.

c. Pengendapan – Memisahkan lumpur (gumpalan – gumpalan bakteri) dari air yang sudah bersih.

d. Thickener – Memadatkan lumpur yang sudah dipisahkan diproses pengendapan.

(20)

pengelolaan limbah yang spesifik dibuat untuk limbah yang dihasilkan dan lokasi tertentu

yang dapat dipakai untukreuse,recycle,fasilitas pengolahan dan fasilitas pembuangan. Pengelolaan limbah yang baik mengacu pada penghilangan, merubah atau mengurangi

kegiatan dalam operasi yang menghasilkan buangan ke tanah, udara atau air. Prinsip ini harus digabungkan kedalam rancangan dan pengelolaan fasilitas Eksplorasi dan Produksi dan rencana kegiatan penunjang. Jika nihil limbah (zero waste) tidak memungkinkan,

kemudian dilakukan minimalisasi dari volume limbah yang dihasilkan harus diperiksa ulang (Ekariyono, 2003).

a. Limbah Cair

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu

tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan

terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah (www.wikipedia.com).

Air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri tersebut. Untuk memperkirakan jumlah air limbah yang berasal dari industri yang tidak mempergunakan proses basah sekitar 50 meter kubik per hektar

per hari. Sebagai patokan dapat dipergunakan pertimbangan bahwa 85% - 95% dari jumlah air yang dipergunakan berupa air limbah, apabila industri tersebut tidak

(21)

Proses industrilisasi tidak dapat melepaskan diri dari efek negatif yang

ditimbulkan, adanya bahan sisa industri baik yang berbentuk padat maupun cair berpengaruh terhadap lingkungan sekitarnya. Bilamana sisa – sisa tersebut dilepaskan ke

perairan bebas, akan terjadi perubahan nilai dari perairan itu baik kualitas maupun kuantitas sehingga perairan dianggap tercemar (Pagoray, 2001)

Menurut Kodoatie (2005), pembuangan air limbah ke badan air dengan

kandungan beban COD dan BOD diatas 200 mg/liter akan menyebabkan turunnya jumlah oksigen dalam air. Kondisi tersebut mempengaruhi kehidupan biota pada badan

air terutama biota yang hidupnya tergantung pada oksigen terlarut di air. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya potensi yag dapat digali dari sumber daya alam badan air yang telah tercemar COD dan BOD. Pengaruh lain adanya kandungan COD dan BOD

(22)

2.2 Logam Berat

Tabel 1. Logam –logam Makro dan Mikro yang ditemukan dalam kerak bumi.

Kelompok Logam Simbol Jumlah (mg/kg)

Makro Keterangan :*)Logam ringan

(23)

Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan perhatian

berlebih akibat ditambahkan ke dalam tanah dalam jumlah yang semakin meningkat dan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Istilah logam berat menunjuk pada logam yang

mempunyai berat jenis lebih tinggi dari 5 atau 6 g/cm³. Namun pada kenyataannya dalam pengertian logam berat ini dimasukkan pula unsur – unsur metalloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti logam berat sehingga jumlah seluruhnya mencapai lebih kurang

mencapai 40 jenis (Nugroho, 2001).

Darmono (1995) menjelaskan lebih lanjut bahwa pada dasarnya, logam sangat

diperlukan dalam proses produksi dari suatu pabrik, baik pabrik cat, aki/ baterai, sampai produksi alat-alat listrik. Bahan yang digunakan oleh pabrik itu dapat berbentuk logam murni, bahan anorganik maupun bahan organik. Jumlah logam yang digunakan

bervariasi menurut bentuk dan jenisnya, tergantung pada jenis pabriknya. Berikut beberapa jenis logam berat yang sering digunakan pada beberapa industri pabrik.

a) Merkuri/ Hg/ Air Raksa

Merkuri adalah sebuah unsur logam yang sangat penting dan telah digunakan sejak dahulu. Bentuk fisik dan kimianya sangat menguntungkan untuk digunakan dalam

industri penelitian. Bentuk yang menguntungkan itu adalah :

1. Satu-satunya logam yang berbentuk cair dalam temperatur kamar (25ºC), titik bekunya paling rendah (-39 ºC);

2. Mempunyai kecenderungan menguap lebih besar;

3. Mudah dicampur dengan logam lain menjadi logam campuran (amalgam/alloi);

(24)

b) Timbal/ Timah Hitam/ Plumbum (Pb)

Logam ini sangat populer dan banyak dikenal oleh orang awam. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya timah hitam yang digunakan di pabrik dan paling banyak

menimbulkan keracunan pada makhluk hidup. Sifat – sifat dan kegunaan logam ini adalah:

1. Mempunyai titik lebur yang rendah sehingga mudah digunakan dan murah biaya

operasionalnya;

2. Mudah dibentuk karena logam ini lunak;

3. Mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan;

4. Bila dicampur dengan logam lain membentuk logam campuran yang lebih bagus

daripada logam murninya;

5. Kepadatannya melebihi logam lainnya.

Selain dalam bentuk logam murni, timbal dapat ditemukan dalam bentuk senyawa inorganik. Semua bentuk Pb tersebut berpengaruh sama terhadap toksisitas manusia. Bentuk organik seperti tetra etil-Pb dan tetra metal-Pb (TEL & TML ), menyebabkan

pengaruh toksisitas yang sama, tetapi tetapi agak berbeda dengan bentuk senyawa inorganik– Pb (Darmono, 2001).

c) Kadmium (Cd)

Logam kadmium menjadi populer setelah timbulnya pencemaran air sungai di wilayah Kumamoto Jepang yang menyebabkan keracunan pada manusia. Logam ini

(25)

halnya Pb, Cd juga banyak digunakan sebagai bahan pigmen untuk industri cat, enamel,

dan plastik, biasanya dalam bentuk sulfida yang dapat memberi warna kuning sampai cokelat sawo-matang (Darmono, 2001).

Perlu dipahami bahwa banyak akibat psikologi dari Kadmium berasal dari kemiripan sifat kimianya dengan seng. Terutama kadmium dapat menggantikan seng dalam beberapa enzim kadmium dan seng biasa terdapat dalam bahan pencemar air dan

sediment di pelabuhan yang dikelilingi instalasi industri (Achmad, 2004).

d) Arsen (As)

Darmono (2001) mengatakan bahwa arsen hampir selalu ditemukan secara

alamiah di daerah pertambangan walaupun jumlahnya sangat sedikit. Logam ini biasanya selalu berbentuk senyawa kimia baik dengan logam lain, oksida maupun sulfur. Karena

sangat beracun, logam ini tidak begitu banyak kegunaannya seperti halnya logam – logam lain, juga karena sifatnya yang kurang menguntungkan. Kegunaan arsen adalah:

1. Sebagai campuran insektisida;

2. Dipakai dalam konduktor listrik, tetapi tidak sebagus logam lain; 3. Sebagai pembasmi gulma dan bahan pengawet kayu;

4. Dipakai untuk mewarnai kertas yang dibuat untuk dinding, karena harganya relatif murah.

e) Tembaga (Cu)

Tembaga yang digunakan dalam pabrik biasanya berbentuk organik dan

(26)

listrik, gelas dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain sebagai alloi

dengan perak (Ag), kadmium (Cd), timah putih (Sn) dan seng (Zn) (Darmono, 2001).

2.3. Pencemaran Logam Berat Di Perairan

Setiap lingkungan perairan alami selalu dihuni oleh berbagai jenis organisme

hidup. Semua jenis organisme hidup ini berada dalam suatu sistem tropik (tropic level) tercemar ke dalam perairan akan membunuh organisme yang paling sensitif. Bila bahan

cemaran terkena organisme yang paling sensitif berikutnya akan mati. Demikian seterusnya, dan penambahan bahan cemaran terakhir akan membunuh moluska jenis filter feeder pemakan detritus. Pemasukan bahan cemaran ke lingkungan perairan dapat juga

mengganggu siklus makanan. Tumbuh-tumbuhan terbunuh oleh bahan cemaran. Terbunuhnya tumbuhan-tumbuhan ini mengakibatkan hewan herbivora tidak dapat hidup

dalam waktu yang lama. Hilangnya hewan-hewan herbivora mengganggu kehidupan hewan-hewan karnivora. Oleh karena itu organisme yang ada di perairan dapat disebut sebagai indikator pencemaran. Pemakaian organisme hidup sebagai indikator

pencemaran perairan yang disebut bio-indikator (Jusman, 2001).

Pencemaran yang dapat ditimbulkan oleh limbah ada bermacam – macam bentuk.

Ada pencemaran berupa bau, warna, suara dan bahkan pemutusan mata rantai dari suatu tatanan lingkungan hidup atau penghancuran suatu organisme yang pada tingkat akhirnya akan menghancurkan tatanan ekosistemnya. Pencemaran yang dapat menghancurkan

tatanan lingkungan hidup biasanya berasal dari limbah – limbah yang sangat berbahaya dalam arti memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi. Limbah – limbah yang sangat

(27)

kimia yang santa beracun bagi organisme hidup dan manusia adalah senyawa – senyawa

kimia yang mempunyai bahan – bahan aktif logam berat (Palar, 1994)

Derajat proteksi terhadap polusi tersebut sangat bervariasi dan tergantung pada

species, sehingga dalam kondisi terkontaminasi, keseimbangan ekologi mungkin menurun dan hanya organisme yang mempunyai toleransi tinggi yang dapat hidup. Menurut Darmono (1995) beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan racun logam

berat terhadap ikan dan organisme air lainnya, yaitu:

1. Bentuk ikatan kimia dari logam yang terlarut dalam air;

2. Pengaruh interaksi antara logam dan jenis racun lainnya;

3. Pengaruh lingkungan seperti temperatur, kadar garam, pengaruh pH atau kadar oksigen dalam air;

4. Kondisi hewan, fase siklus hidup (telur, larva, dewasa), besarnya organisme, jenis kelamin dan kecukupan nutrisi;

5. Kemampuan hewan untuk menghindar dari kondisi buruk (polusi), misalnya lari untuk pindah tempat;

6. Kemampuan hewan beradaptasi terhadap racun, misalnya detoksikasi.

Jusman (2001) disebutkan bahwa logam berat yang terdapat pada perairan dapat ditemukan dalam bentuk :

1. Terlarut yaitu logam berat yang membentuk ikatan dengan senyawa organik dan anorganik.

2. Tidak terlarut yang terdiri dari partikel yang berbentuk koloid dan senyawa

(28)

a. Pencemaran Hg/ Air raksa

Budiono (2003) mengatakan Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah oleh aktivitas mikro organisme menjadi komponen methyl

merkuri (CH3 – Hg) yang memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuat di samping kelarutannya yang tinggi terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan

tubuh hewan – hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia, yang makan hasil tangkap

hewan – hewan air tersebut.

Tabel 2. Biomagnifikasi Merkuri pada ekosistem Perairan.

Jenis Organisme Kadar Merkuri (µg/kg berat basah)

1. Sedimen

2. Fitoplankton

3. Tumbuhan tingkat tinggi 4. Zooplankton

5. Zoobentos herbivora 6. Zoobentos karnivora

7. Jenis ikan herbivora 8. Jenis ikan karnivora 9. Bebek/ itik

10. Burung pemakan ikan

87 – 144

(29)

Merkuri masuk ke lingkungan perairan berasal dari berbagai sumber yang timbul

dari penggunaan unsur oleh manusia seperti buangan laboratorium kimia, batu baterai bekas, pecahan termometer, fungisida kebun, tambal gigi amalgam dan buangan farmasi.

(Achmad, 2004).

b. Pencemaran Pb/ Timbal/ Timah hitam.

Timah hitam adalah sejenis logam yang lunak berwarna cokelat kehitaman serta

mudah dimurnikan dari pertambangan. Bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan timah hitam ini adalah sering menyebabkan keracunan. Keracunan Pb ini kebanyakan disebabkan oleh pencemaran lingkungan atau udara, terutama di kota – kota besar. Daya

toksisitas dari Pb banyak di pengaruhi oleh hadirnya logam esensial dalam pakan, seperti Fe, Ca, Zn, Se, Cu, dan Co (Darmono, 1995).

Logam Pb biasanya terakumulasi dalam organisme air. Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi logam dalam air, suhu, keadaan spesies dan aktifitas fisiologis (Lismana, 2006).

Pada umunya efek Pb terhadap biota tergantung pada bentuk senyawa ketahanan biota terhadap Pb dapat beragam tergantung kepada ketahanan biota tersebut. Timbal

mungkin berpengaruh negatif pada semua organ yaitu dengan mengganggu enzim oksidase, sebagai akibatnya menghambat sistem metabolisme sel, salah satu diantaranya adalah mengahambat sistem hb dalam sumsum tulang (Darmono, 1995).

Toksisitas timbal terhadap organisme akuatik berkurang dengan meningkatnya kesadahan pada oksigen terlarut. Timbal dapat menutupi lapisan mukosa pada organisme

(30)

c. Pencemaran Kadmium (Cd)

Logam kadmium menjadi popular setelah timbulnya pencemaran air sungai di wilayah Kumamoto Jepang yang menyebabkan keracunan pada manusia. Logam ini

biasanya selalu ada bercampur dengan logam lain, terutama dalam pertambangan (Zn) dan timah hitam yang ditemukan cadmium dengan kadar 0,2 – 0,4% (Darmono, 1995).

WHO (1992) dalam Lismana (2006) menyimpulkan bahwa hal yang berkaitan

dengan keberadaan Cd di muka bumi kalau kandungan kadmium yang besar dihasilkan oleh buangan limbah industri. Toksisitas cadmium di perarian bergantung jenis biota dan

keadaan lingkungan seperti kesadahan, suhu, pH dan kandungan bahan organik.

d. Pencemaran Arsen (As)

Kadar arsen yang tinggi dapat merusak klorofil. Pada perarian yang

diperuntukkan bagi kepentingan pertanian, kadar arsen sebaiknya kurang dari 0,1 mg/l. Konsentrasi arsen yang mematikan bagi mikroalgae (lethal) berkisar antara 2,0 – 10,0 mg/liter. Kadar arsen yang melebihi 10 mg/l bersifat toksik bagi ikan. Untuk menjaga

ekosistem akuatik, kadar arsen sebaiknya tidak lebih dari 0,05 mg/liter ( Moore, 1991) dalam(Effendi, 2003).

Darmono (1995) mengatakan bahwa biasanya Arsen mencemari lingkungan dalam bentuk debu yang beterbangan di udara (pencemaran udara) dan keracunan arsen pada orang atau hewan disebabkan karena menghisap debu tersebut

Ditambahkan dalam Achmad (2004) sumber utama lain dari arsen adalah hasil akhir penambangan. Arsen dihasilkan sebagai hasil ikatan dari pertambangan, emas, dan

(31)

e. Pencemaran Tembaga (Cu)

Tembaga atau copper (Cu) merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami dan merupakan unsur esensial bagi tumbuhan dan hewan. Kadar tembaga yang

berlebihan di dalam air dapat mengakibatkan air menjadi basa, jika diminum konsumsi air yang mengandung tembaga yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada hati (Effendi, 2003).

Lismana (2006) mengungkapkan bahwa Cu termasuk dalam unsur mikro (trace element) seperti seng, timbal, mangan, kadmium , merkuri, nikel dan perak yang

diakibatkan oleh kegiatan manusia. Hal utama dari sifat reaktivitas ini, adalah berhubungan dengan organisme baik secara langsung maupun tidak langsung. Logam berat tersebut bisa terakumulasi dalam tubuh organisme, dan melalui rantai makanan.

Untuk itu pemerintah telah menetapkan Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air yang terdapat dalam Pasal 8 tahun 2001 pada Himpunan Peraturan di bidang Lingkungan

Hidup adalah sebagai berikut:

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut;

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/ sarana

(32)

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan

air tawar, peternakan, air untuk mengiri pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman sdan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (Kementerian lingkungan hidup, 2004).

2.4 Logam dalam Ekosistem Air

Logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit sekali daam air secara alamiah, yaitu kurang dari 1µg/l. Bila terjadi erosi alammiah, konsentrasi logam tersebut dapat

meningkat. Dalam mempelajari konsentrasi dalam lingkungan perairan, terlebih dulu perlu diketahui tujuan dan pengetahuan mengenai spesiasi logam. Idealnya penelitian

tersebut harus terlebih dulu mengetahui alur pergerakan logam yang diteliti, hubungan interaksi masing – masing logam terhadap logam lain, model distribusi logam dalam jaringan biota air, dan akumulasinya dalam setiap logam (Darmono, 2001).

Beberapa macam logam biasanya dominan daripada logam lainnya. Dalam air, hal ini sangat tergantung pada asal sumber air (air tanah dan air sungai). Di samping itu,

jenis air juga mempengaruhi kandungan logam didalamnya (air tawar, air payau, dan air laut). Air sungai di daerah hulu mungkin kandungan logamnya akan berbeda dengan air sungai dekat muara. Hal ini di sebabkan dalam perjalanannya air tersebut mengalami

beberapa kontaminasi, baik karena erosi maupun pencemaran dari sepanjang tepi sungai. (Darmono, 1995).

(33)

demikian sering terjadi penumpukan logam berat yang melebihi kemampuan alam untuk

memprosesnya. Hal tersebut dapat menimbulkan bahaya secara beruntun, meningat saling ketergantungan yang terjadi antara komponen – komponen ekosistem.

2.5 Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh panggung – panggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan

untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsure utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan

vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam (Asdak, 2004).

2.6 Parameter Lingkungan 2.6.1. Padatan Tersuspensi

Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid atau TSS) adalah bahan – bahan tersuspensi (diameter> 1µm) yang tertahan pada saringanmilliporedengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad – jasad renik, yang terutama

disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003).

2.6.3. BOD

Kebutuhan oksigen biokimia ( Biological Oxygen Demand : BOD) menunjukkan

jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme atau mikroorganisme untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan organik yang ada di dalam air

(34)

2.6.4. Oksigen Terlarut

Menurut Jusman (2001) mengatakan bahwa kandungan oksigen terlarut dalam suatu perairan mempengaruhi daya tahan organisme akuatik terhadap adanya pengaruh

suatu kontaminan. Nilai kandungan oksigen terlarut dalam suatu perairan sangat mempengaruhi kecepatan metabolisme, karena oksigen yang terlarut yang diabsorbsi oleh ikan dibutuhkan dalam proses pembentukan energi metabolisme.

Connell (1995) menambahkan bahwa terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan penurunan oksigen terlarut yang mempunyai dampak ekologis. Penurunan

oksigen terlarut biasanya berasal dari penambahan zat – zat organik ke dalam badan air. Selain itu menurut (Fardiaz, 1992) kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal

yang dibutuhkan untuk kehidupannya.

Sedangkan Odum (1971), kandungan oksigen terlarut ditentukan oleh lajunya

fotosintesis, respirasi, temperatur, laju dan besarnya perombakan bahan organik.

2.6.5. pH

Nilai pH suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa air dan

merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Adanya karbonat, hidroksida, dan bikarbonat menaikkan kebasaan air. Sementara itu adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan kemasaman. Perairan yang bersifat asam lebih banyak

dibandingkan dengan perairan alkalis. pH air dapat mempengaruhi tersedianya hara-hara serta toksisitas dari unsur-unsur renik. pH perairan air tawar berkisar 5-9. Pada Kisaran

(35)

2.6.6. COD (Chemical Oxygen Demand)

Menurut Effendi (2003) COD merupakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang didegradasi secara biologis

(biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non biodegradable) menjadi CO2dan H2O

Pada pemeriksaan di laboratorium bahan organik yang ada dalam air limbah

dilarutkan dengan asam kuat, bahan anorganik dioksidasi oleh kalium bicromat

7 2 2

(K CrO ) menjadi gas CO2dan H2O Serta jumlah ion chrom, sedang untuk

mempercepat reaksi ditambahkan katalis perak sulfat (Ag2SO4)dan pemanasan. Reaksi

oksidasi yang terjadi adalah sebagai berikut.

Bahan   

Apabila dalam air limbah terdapat cloridadiperlukan penambahan merkuri sulfat untuk mengikat ion chlor menjadi merkuri clorida. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik sama dengan jumlah kalium bicromat yang dipakai

dalam reaksi tersebut. Makin banyak kalium yang dipakai dalam reaksi oksidasi berarti makin tinggi kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi air limbah. Sebagaimana halnya

dengan BOD, jika hasil pemeriksaan COD tinggi juga merupakan petunjuk bahwa kandungan oksigen dalam air limbah rendah dan zat organiknya tinggi. Nilai COD biasanya lebih tinggi dari BOD karena bahan – bahan yang stabil terhadap reaksi biologi

(36)

5. Hasil dan Pembahasan

5.1. Proses Pengolahan Limbah Cair PT. SIER

Proses pengolahan limbah yang ada pada PT. SIER adalah dengan menggunakan

proses fisika dan biologi tanpa menggunakan atau menambahkan bahan kimia. Awal

mula prosesnya adalah air limbah yang berasal dari pabrik – pabrik di kawasan Industri

Estaste Rungkut dialirkan kedalam saluran air limbah atau Manhole, yang terpasang

sepanjang jalan di dalam kawasan industri, melalui bak kontrol yang berada di halaman

depan setiap pabrik atau perkantoran.

Gambar 1. Bak Kontrol Gambar 2. Manhole

Selanjutnya seluruh air limbah tersebut mengalir secara gravitasi menuju ke pusat

IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) milik PT. SIER. Seluruh air limbah masuk

kedalam bak equalisasi yang juga berfungsi sebagai bak pengendap pertama, melaui bak

kolektor (rumah pompa) sebagai tempat penampung awal, yang pengoperasian pompanya

menggunakan level control switch. Lamanya air pada bak pengendap pertama selama

pengamatan adalah 2 – 5 jam, hal ini dimaksudkan adalah untuk mengendapkan padatan

(37)

9

UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PROSES PERJALANAN AIR LIMBAH INDUSTRI

KETERANGAN 10. Bak Pengering Lumpur 11. Bak Effluent

16. Open Channel Flow Monitor ( OPCF )

Berikut skema gambar diagram alir proses pengolahan limbah yang dimiliki oleh

PT. SIER (Persero):

(38)

Sebelum dilakukan proses pengolahan secara biologi terlebih dahulu air limbah

harus terlebih dahulu melewati proses fisika dimana untuk proses ini limbah yang masuk

ditampung dulu pada sumur pengumpul yang ada pada rumah produksi. Sebelumnya

kotoran –kotoran seperti potongan – potongan kayu, plastik, dan sebagainya yang berasal

dari limbah asal (perusahaan) sudah dipisahkan olehscreening yang ada di dalam saluran

saat menuju ke IPAL, dalam hal ini screening yang dimiliki oleh PT. SIER (Persero)

adalahBar Screen dimana fungsi dari Bar Screenini adalah untuk mencegah meluapnya

air limbah pada saat terjadi clogging (kebuntuan) pipa selain itu screening ini dapat

menghemat biaya operasi (tenaga kerja).

Selanjutnya baru limbah tersebut dikumpulkan didalam sumur pengumpul (basah)

yang ada pada rumah produksi. Pada rumah produksi ini terdapat dua sumur yaitu sumur

basah dan sumur kering. Untuk sumur basah fungsinya adalah mengumpulkan limbah

yang berasal dari kawasan industri yang ada di Rungkut, dimana sumur ini berbentuk

lingkaran serta mempunyai kedalaman 10 meter dengan diameter 5 meter. Sumur basah

ini dilengkapi dengan pipa yang berdiameter 400 – 600 mm yang berguna sebagai tempat

masuknya air limbah dari berbagai pabrik yang ada di sekitar kawasan Rungkut Industri.

(39)

Proses yang terjadi pada bak pengendap pertama atauPrimary Settling Tank sama

seperti proses sedimentasi, dimana pada proses yang terjadi di dalam bak ini adalah

mengendapkan partikel – partikel padat yang tersuspensi dalam asam/zat cair dengan

menggunakan pengaruh gravitasi, yang dilakukan dengan cara mengendapkan partikel –

partikel tersuspensi yang lebih berat daripada air, cara ini adalah yang paling sering

digunakan dalam pengolahan air.

Untuk sumur kering (Dry Well) ini berada dibawah rumah pompa, didalamnya

terdapat empat pompa yang bekerja secara bergantian serta otomatis untuk mengalirkan

air limbah ke dalam bak pengendap pertama (Primary Settling Tank). Kekuatan tiap –

tiap pompa pada pada sumur kering ini mampu mengalirkan dengan debit 60 lt/ detik,

untuk jenis pompa itu adalah Vertical Centrifugal Pump, yang digerakkan oleh motor

listrik 11 Hp dengan voltase 380 volt. Sedangkan peralatan lain yang ada pada rumah

pompa adalahCraneyang berfungsi untuk mengangkat kotoran.

Limbah yang ada pada sumur pengumpul tadi kemudian dialirkan menuju bak

pengendap pertama untuk proses lebih lanjut. Fungsi dari bak pengendap pertama ini

adalah :

1. Mengendapkan zat padat tersuspensi secara gravitasi.

2. Menyaring kotoran yang terapung

3. Sebagai tempat homogenisasi air limbah sebelum masuk areaoxidation ditch.

4. Pemerataan beban hidrolisis sehingga tidak terjadi shock loading pada proses

(40)

Gambar 6. Bak Pengendap Pertama (Primary Settling Tank)

Bak pengendap pertama berbentuk persegi panjang dengan ukuran 40 meter dan

lebar 10 meter serta mempunyai tinggi pinggir 1,6 meter dan tinggi untuk bagian tengah

3 meter bak pengendap pertama juga dilengkapi buffle serta tiga bak kecil yang

mempunyai fungsi – fungsi tertentu, bak pertama ini dilengkapi dengan :

1. Meter air yang menghubungkan dengan baling – baling yang fungsinya untuk

mengetahui debit air (influent) dengan jelas.

2. Penyekap (skimmer) yang berjumlah dua buah terpasang secara simetris.

Fungsinya adalah untuk menyekap benda – benda partikel yang terapung.

Misalnya : plastik, busa detergen, minyak dan partikel lain.

3. Pompa yang dipasang pada bagian bak besar (bak pengendap pertama) yang

berfungsi untuk mengalirkan partikel terapung dan lumpur hasil dari

pengendapan ke bak pengering lumpur.

Bahan pencemar yang dapat dipisahkan pada tahap ini terdiri dari 100% benda –

benda mengapung, 60,5% - 65% padatan tersuspensi dan 30 – 35% bahan – bahan

(41)

dari bak pengendap pertama sementara (Overflow Primary Settling Tank) menuju unit

pengolahan biologis dengan BOD 400 – 500 ppm.

Secara keseluruhan untuk tahap proses pengolahan secara fisika instalasi

pengolahan limbah milik PT. Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) sudah mengacu

kepada pedoman milik Siregar (2005) dan SuE (1998) dimana dikatakan bahwa proses

pengolahan fisika antara lain pengolahan dengan menggunakan screen, sieves, dan filter;

pemisahan dengan memanfaatkan gaya gravitasi (sedimentasi atau oil/water separator),

serta flotasi, adsorpsi, danstripping.

Untuk proses biologi dilakukan pada kolam oksidasi (oxidation ditch) dimana

terdapat empat bak oksidasi yang mampu mengolah limbah sebanyak 10.000 m³, dimana

satu bak oksidasi dilengkapi dengan empat Mammoth rotor yang penggunaannya

ditentukan oleh tingkat pencemaran yang terjadi serta debit air limbah yang masuk. Bak

oksidasi yang ada pada PT. SIER ini berbentuk lingkaran elips dengan kapasitas 2500 m³,

panjang 232 m, kedalaman air 2 m, volumetric loading 0,48 Kg BOD/m³ hari, detensi 24

jam dandissolved solid> 1.

Gambar 7. Kolam Oksidasi Gambar 8. Mammoth Rotor

Fungsi dari kolam oksidasi (oxidation ditch) antara lain adalah :

(42)

2. Sebagai tempat pencampur bahan organik dengan oksigen

3. Sebagai tempat terjadinya pertukaran gas dari air ke udara/ sebaliknya

4. Sebagai tempat terjadinya proses flokulasi yang menghasilkan lumpur aktif.

Sedangkan Mammoth rotor sendiri mempunyai fungsi untuk mendispersikan

oksigen ke bak oksidasi dan sebagai pengaduk serta menstabilkan aliran limbah cair

sehingga tidak timbul endapan lumpur non aktif. Seperti aerasi yang bertujuan untuk

mengurangi atau menghilangkan polutan dengan menggunakan mikroorganisme (bakteri)

mammoth rotor juga menentukan proses sedimentasi yang diakibatkan oleh lumpur.

Sedimentasi sendiri bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme setelah proses aerasi.

Hal ini sependapat dengan SuE (1998) yang mengatakan bahwa proses aerasi merupakan

pengolahan air dengan cara mengolahnya dengan udara yang bertujuan untuk

menambahkan O2, penurunan CO2 dan menghilangkan H2 dan CH4 serta berbagai

senyawa organik yang bersifat valatif yang berkaitan untuk rasa dan bau serta untuk

mereduksi bahan – bahan tersuspensi (kekeruhan) dari dalam air dan dapat juga berfungsi

untuk mereduksi kandungan organisme (pathogen) tertentu dalam air.

Di dalam kolam oksidasi/ bak aerasi ini terjadilah proses biologis, dimana

mikroorganisme tersebut berperan aktif dalam proses biodegrable polutan menjadi

senyawa – senyawa yang lebih sederhana, pada kondisi tersebut mikroorganisme tumbuh

dan berkembang, dan membentuk biological floc, dan sering disebut activated sludge

(lumpur aktif).

Setelah melewati proses biologi yang ada pada kolam oksidasi (oxidation ditch)

air limbah yang telah diolah pada bak oksidasi yang waktu deteksinya ± 8 – 20 jam

(43)

pengendap akhir (Clarifier), namun sebelum ditransfer ke bak pengendap akhir air

limbah harus melalui proses pemisahan antara partikel cair dengan partikel zat padat agar

partikel zat padat tersebut tergabung kedalam lumpur yang masih aktif.

Gambar 9. Bak Distribusi Lumpur (Distribution Box)

Bak pendistribusian ini berbentuk bak – bak yang luas totalnya 28,8 m², dengan

panjang 7,2 m, lebar 4 m, dan rata – rata kedalaman 2,3 m. Adapun fungsi dari bak

distribusi tersebut adalah :

1. Sebagai penampung sementara limbah cair dari bak oksidasi yang akan

dimasukkan ke bak pengendap terakhir.

2. Pengembalian dari bak pengendap akhir yang berupa lumpur aktif diolah dan di

recyclekembali ke bak oksidasi.

Bak distribusi ini dilengkapi dengan pompa setrifugal yang berfungsi untuk

mengalirkan lumpur yang akan dibuang ke bak yang berfungsi untuk mengalirkan lumpur

yang akan dibuang ke bak pengering lumpur di bak oksidasi sebagaireturn sludge.

Dari hasil akhir proses pengolahan limbah yang ada pada PT. SIER (Persero)

yang menentukan layak atau tidaknya air dibuang adalah melalui proses di bak

(44)

lumpur yang masih terdapat pada proses oksidasi. Bak ini berbentuk lingkaran, terbuat

dari beton semen dan tepinya dikelilingi saluran/parit untuk pembuangan ke sungai

dengan hasil air yang mempunyai parameter standar yang diinginkan.

Air limbah yang sudah terproses dan terbentuk biological floc, akan mengalir ke

pengendap akhir/ clarifier melalui bak pembagi lumpur/ distribution box untuk proses

pengendapan, dipisahkan antara air/effluent dan biological flocnya, sehingga air hasil

proses yang telah netral akan memenuhi baku mutu air limbah keputusan Gubernur Jatim

No. 45 tahun 2002 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan usaha lainnya di Jawa

Timur.

Gambar 10. Bak Pengendap Akhir (Clarifier)

Untuk kriteria desain pada bak pengendap akhir (Clarifier) yang ada pada

Instalasi Pengolahan Limbah adalah :

1. Diameter bak 25 m

2. Kedalaman tepi 2,5 m

3. Kedalaman tengah 3 m

4. Kemiringan dasar 2,24 m

(45)

Untuk bak pengendap akhir ini juga dilengkapi dengan alat pengumpul lumpur

(Scrubber Bridge) yang berfungsi untuk membersihkan lumpur yang ada didalam bak

tersebut, dengan cara berputar mengelilingi bak pengendap dengan kecepatan 30 menit/

putaran. Gerakan alat pengumpul lumpur yang lambat ini memang bertujuan untuk

mengeruk lumpur ke posisi tengah dasar bak pengendap akhir dan juga bertujuan untuk

mencegah agar gelombang air tidak terjadi, karena jika terjadi gelombang air maka hal ini

dapat mengganggu proses terjadinya sedimentasi (pengendapan). Sedimentasi sendiri

mempunyai arti sebagai salah satu proses pemisahan padatan dan cairan menjadi cairan

bening dan slurry lebih pekat karena adanya gaya gravitasi yang bekerja pada padatan

tersebut.

Kemampuan padatan mengendap yang terjadi pada bak pengendap akhir

(clarifire) dipengaruhi oleh sifat fisis, ukuran dan bentuk partikel (butiran padatan). Sifat

fisis fluida, konsentrasi padatan dan kecenderungan butir – butir padatan berinteraksi satu

dengan yang lainnnya. Berdasarkan hal tersebut maka tipe pengendapan menjadi empat

macam yaitu :discrete particle,flocculant,hindered,compression.

Disinilah flok yang terbentuk di parit oksidasi akan mengendap secara gravitasi

menjadi lumpur aktif yang akan dialirkan kembali pada return sludge, sedangkan air

jernih dialirkan ke badan air penerima (sungai).

Untuk meratakan pendistribusian air dalam bak pengendap akhir ini dilakukan

dengan cara mengalirkan melalui pipa inlet yang diletakan dibagian tengah bak.

Selanjutnya proses pengendapan berlangsung secara gravitasi yaitu dengan adanya aliran

(46)

bagian tengah bak pengendap akhir. Untuk air yang berada diatas lumpur akan dialirkan

secara gravitasi melaluiOver Flow Weirmenuju sungai Tambak Oso.

Sebelum hasil akhir dari pengolahan limbah dibuang ke sungai Tambak Oso harus

ditampung dalam kolam badan air. Dalam kolam badan air tersebut air buangan dihitung

debit airnya melalui debit air yang masuk. Perhitungan ini dilakukan untuk

membandingkan debit air yang masuk (sebelum pengolahan) harus sama dengan debit

yang dikeluarkan (sesudah pengolahan) agar proses pengolahan air limbah berjalan

sempurna.

Gambar. 11 Open Chanel Flow Monitor

Setelah air tertampung dalam kolam badan air maka sebelum air tersebut dibuang

ke sungai Tambak Oso, kualitas air dari hasil pengolahan perlu ditinjau terlebih dahulu.

PT. SIER (Persero) selaku pihak instalasi pengolahan air limbah telah membangun kolam

indikator dimana didalam kolam tersebut terdapat bioindikator yaitu ikan, jenis ikan yang

digunakan sebagai bioindikator adalah ikan nila. Kolam tersebut dapat memberikan

(47)

Gambar. 12 Kolam Indikator

Berdasarkan parameter kualitas air ditentukan oleh pH dan suhu, bila pH normal

(pH 6- 9) dan suhu sekitar 30 – 35 ºC dan parameter kimia kualitas air ditentukan oleh

COD, BOD dan DO. Untk kadar COD sebesar 100 ppm, kadar BOD sebesar 50 ppm dan

kadar DO lebih dari 1 ppm maka makhluk hidup (ikan) tersebut dapat hidup secara bebas.

(Gambar. 9).

Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis selama mengikuti praktek di

Instalasi Pengolahan Air Limbah PT. Sier (Persero) Rungkut, Surabaya. Untuk sisa

lumpur yang mengendap pada bak pengendap air selanjutnya dibuang ke dalam bak

pengering lumpur.

(48)

Bak pengering lumpurnya sendiri mempunyai bentuk persegi panjang, bagian

dasar dari bak pengering lumpur ini mempunyai kemiringan dua arah serta dilengkapi

dengan lapisan penyaring yang terdiri dari lapisan pasir kasar setebal 20 cm dan lapisan

kerikil (batu kerikil yang digunakan berdiameter 1 – 1,5 setebal 6 cm dan batu kerikil

berdiameter 1,5 – 2 dan 4 – 6 setebal 8 cm). Lapisan penyaring ini berfungsi untuk

memisahkan lumpur dengan airnya, setiap dilakukannya penyaringan pasir harus

ditambahkan karena pasir tersebut akan berkurang pada saat dilakukan pengerukan

lumpur yang telah kering. PT. SIER (Persero) memiliki dua macam bak pengering

lumpur yaitu :

1. Bak pengering lumpur primer yang berjumlah 17 buah dengan ukuran tiap bak 10

x 5 m², berfungsi untuk mengeringkan lumpur yang berasal dari bak pengendap

pertama.

2. Bak pengering lumpur sekunder yang berjumlah 19 buah dengan ukuran tiap bak

10 x 20 m², berfungsi untuk mengeringkan lumpur yang berasal dari bak distribusi

yaitu lumpur gabungan dari bak oksidasi dan bak pengendap akhir.

Lumpur yang dihasilkan dari bak pengendap pertama dan gabungan dari bak

oksidasi serta bak pengendap akhir adalah merupakan hasil penguraian secara biologis

oleh mikroorganisme. Lumpur yang masuk ke bak pengering lumpur akan mengalami

proses filtrasi. Air hasil proses filtrasi dialirkan menuju kali Tambak Oso sebagai

(49)

5.2. Perbandingan Kandungan Logam Berat

5.2.1 Logam Berat Hg (Merkuri)

Untuk hasil analisis kandungan logam berat Hg (merkuri) dengan menggunakan

alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) pada enam lokasi berbeda dapat

dilihat pada Tabel 9:

Tabel 5. Hasil Kadar Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) No Pengamatan/ 1 08-03-2007 0,003 0,0002 0,0002 0,0004 0,0004 0,0003

2 22-03-2007 0,004 0,0003 0,0003 0,0005 0,0007 0,0002

3 04-04-2007 0,007 0,0002 0,0003 0,0005 0,0006 0,0004

4 18-04-2007 0,008 0,0002 0,0004 0,0006 0,0007 0,0005

5 03-05-2007 0,002 0,0002 0,0004 0,0005 0,0008 0,0007

Keterangan : I = Influent II = Effluent

III = Belakang Pembuangan IPAL PT. SIER

IV = Pintu Air Perbatasan Antara Hasil Buangan IPAL dengan Rumah Penduduk.

V = Sungai Tambak Oso VI = Tambak Oso.

Dari hasil yang diperoleh untuk nilai kadar kandungan logam Merkuri diperoleh

hasil yang sangat besar yaitu pada lokasi I tepatnya pada influent, ini dikarenakan karena

influent adalah awal dari bagian proses pengolahan limbah. Pada pengamatan pertama

dan kedua hasil yang diperoleh berkisar antara 0,003 – 0,004 mg/l, sedangkan pada

(50)

sebesar 0,007 – 0,008 mg/l ini dikarenakan karena ada beberapa perusahaan yang

mempunyai bahan baku kimia membuang limbahnya melebihi ketentuan yang sudah

ditentukan oleh PT.SIER walaupun begitu hasil akhirnya sendiri sudah aman jika dibuang

ke badan air karena sudah memenuhi standar baku mutu yang sudah ditetapkan oleh

Keputusan Gubenur wilayah Jawa Timur No. 45 Tahun 2002 yaitu sebesar 0,005 mg/l

untuk golongan C yang berarti sudah memenuhi standar untuk kebutuhan perikanan dan

pertanian.

Fluktuasi pada nilai kada logam berat Merkuri (Hg) juga terlihat sepanjang

pengamatan di beberapa lokasi tempat pengambilan sampel, seperti yang terlihat pada

gambar diagram berikut ini.

0

Gambar. 14 Diagram Kandungan Merkuri (Hg)

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa selama pengamatan penurunan kadar

kandungan Merkuri sangat drastis baik pada pengamatan pertama hingga pengamatan

(51)

pada bak oksidasi dimana bakteri yang ada pada bak tersebut sudah menguraikan semua

polutan – polutan yang masuk baik organik maupun inorganik. Hal ini sesuai dengan

pendapat dari SuE (1998) dan Siregar (2005) dimana dikatakan bahwa pembunuhan

bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroorganisme patogen yang ada

didalam air limbah, mekanisme pembunuhan bakteri itu sendiri sangat dipengaruhi oleh

kondisi dari zat pembunuhnya dan mikroorganisme itu sendiri.

Sedangkan untuk nilai kadar kandungan Merkuri (Hg) pada perairan sekitar juga

mengalami perubahan namun hasilnya masih dapat ditoleran tergantung dari lokasi serta

sampel air yang diambil dan hasilnya masih jauh dari standar baku mutu golongan C.

Walaupun terdapat kenaikan yang sangat kecil kadar merkuri yang ada atau yang masuk

kedalam perairan dapat terjadi karena saat penulis berada dilapangan kondisi cuaca pada

minggu – minggu tersebut rentan terhadap hujan yang mengakibatkan kadar merkuri

yang ada di udara ikut jatuh ke perairan selain itu banyaknya buangan limbah rumah

tangga yang menggunakan bahan kimia serta mengakibatkan ikut mempengaruhi

kenaikan kadar logam berat. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Achmad (2004) yang

mengatakan bahwa Merkuri (Hg) selain dapat masuk ke dalam perairan secara alami dari

buangan industri juga dapat masuk melalui air hujan dan pencucian tanah. Ditambah lagi

dengan hasil penelitian dari Budiono (2002) yang mengatakan bahwa terdapatnya

merkuri diperairan dapat disebabkan oleh buangan industri (industrial wastes) dan akibat

(52)

5. 2. 2 Logam Berat Timbal (Pb)

Hasil analisis kandungan logam berat Pb (Timbal) pada enam lokasi yang berbeda

dapat dilihat pada Tabel :

Tabel 6. Hasil Kadar Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) No Pengamatan/ 1 08-03-2007 0,72 0,003 0,045 0,081 0,024 0,061

2 22-03-2007 0,54 0,008 0,031 0,064 0,072 0,068

3 04-04-2007 0,44 0,005 0,067 0,917 0,121 0,085

4 18-04-2007 0,67 0,003 0,051 0,018 0,888 0,734

5 03-05-2007 0,40 0,002 0,032 0,037 0,031 0,202

Keterangan : I = Influent II = Effluent

III = Belakang Pembuangan IPAL PT. SIER

IV = Pintu Air Perbatasan Antara Hasil Buangan IPAL dengan Rumah Penduduk.

V = Sungai Tambak Oso VI = Tambak Oso.

Dari hasil analisa untuk kandungan logam Timbal (Pb) dapat disimpulkan bahwa

nilai Pb pada sungai sekitar Tambak Oso sendiri mengalami kondisi tercemar akan

kandungan logam Pb (timbal) perubahan dan kenaikan terjadi pada lokasi III sampai

dengan lokasi VI dimana nilai kenaikannya berkisar antara 0.067 mg/l – 0.917 mg/l.

(53)

tumpahan minyak yang berasal dari sumur tua disamping itu pada minggu – minggu

tersebut ada beberapa perusahaan yang meningkatkan aktifitas kerja perusahaannya yang

mengakibatkan juga meningkatnya unsur – unsur penggunaan bahan – bahan yang

mengandung logam berat terutama penggunaan timbal (Pb) seperti perusahaan

percetakan tinta, cat dan perusahaan lainnya. Penjelasan ini sesuai dengan pendapat dari

Darmono (1995) yang mengatakan bahwa Timbal (Pb) juga digunakan pada industri

percetakan tinta serta digunakan juga untuk campuran pembuatan cat sebagai bahan

pewarna, karena daya larut yang rendah dalam air dan Darmono (2001) yang mengatakan

bahwa kandungan elemen Timbal (Pb) juga terdapat pada minyak.

Untuk lokasi V atau sungai Tambak Oso dan lokasi VI atau Tambak Oso juga

terjadi kenaikan kadar nilai timbal. Nilai yang cukup tinggi terlihat pada pengamatan ke

keempat dimanan kisaran nilainya adalah 0.734 mg/l – 0,888 mg/l, kenaikan nilai ini

dapat diakibatkan karena kegiatan industri rumah tangga maupun industri – industri kecil

yang membuang limbahnya langsung ke badan air atau tidak mengolah limbahnya dulu

melalui proses treatment. Nilai tersebut sudah mendekati baku mutu golongan c atas

keputusan gubernur no. 45/2002 dimana dikatakan bahwa baku mutu logam berat yang

dapat dibuang diperairan serta yang baik untuk perikanan dan pertanian adalah 1 mg/l

dari. Untuk itu perairan sekitar sungai Tambak Oso sudah dapat dikatakan mempunyai

nilai yang hampir mencapai ambang batas atau sudah dikategorikan tercemar akan logam

(54)

0

Gambar 15. Diagram Kandungan Timbal (Pb)

Perubahan yang terjadi pada lokasi ke empat sampai dengan lokasi ke enam atau

pada lokasi tambak oso dapat dilihat pada grafik diatas. Dimana fluktuasi yang terjadi

pada kandungan nilai timbal (Pb) pada lokasi V dan VI memang mengalami kenaikan

yang cukup tinggi bahkan di sungai Tambak Oso nilainya mencapai 0.888 mg/l.

Peningkatan yang terjadi memang tidak dapat dikatakan bahwa karena adanya limbah –

limbah pada home industry atau industri rumah tangga saja namun peningkatan

kandungan Pb dalam perairan dapat terjadi karena adanya indusri – industri yang

menggunakan proses pembakaran dengan suhu tinggi untuk memproduksi produknya

dimana industri/ perusahaan tersebut menggunakan cerobong asap yang sangat tinggi

yang menghasilkan logam – logam berat termasuk jenis Pb (timbal), hal ini yang

mengakibatkan logam – logam berat yang ada pada proses pembakaran dapat terbawa

angin pada jarak yang sangat jauh. Penjelasan ini sesuai dengan pendapat dari Darmono,

(55)

pada sifat fisik dan kimia yang dimiliki logam yang bersangkutan, ukuran partikel yang

terbentuk, kondisi cuaca, perubahan angin, dan kecepatan angin serta elemen logam di

udara dapat terambil/ hilang dengan jalan proses deposit kering (pengendapan, intersepsi,

impaksi, dan difusi turbulen) dan deposit basah (presipitasi/hujan).

5.2.3 Logam Berat Kadmium (Cd)

Hasil analisa kandungan Kadmium (Cd) yang diambil pada enam lokasi yang

berbeda selama lima kali pengamatan dapat dilihat pada tabel :

Tabel 7. Hasil Kadar Kandungan Logam Berat Kadmium (Cd) No Pengamatan/ 1 08-03-2007 0,075 0,006 0,053 0,037 0,050 0,276

2 22-03-2007 0,075 0,004 0,042 0,028 0,049 0,047

3 04-04-2007 0,096 0,004 0,027 0,095 0,079 0,218

4 18-04-2007 0,094 0,007 0,028 0,083 0,063 0,079

5 03-05-2007 0,067 0,004 0, 063 0,080 0,040 0,076

Keterangan : I = Influent II = Effluent

III = Belakang Pembuangan IPAL PT. SIER

IV = Pintu Air Perbatasan Antara Hasil Buangan IPAL dengan Rumah Penduduk.

V = Sungai Tambak Oso VI = Tambak Oso.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan akan kadar kandungan

logam berat, perbedaan dan kenaikan yang terjadi adalah pada saat air hasil buangan

(56)

atau perairan di belakang IPAL adalah 0.027 mg/l – 0.063 mg/l. Nilai ini sudah dapat

dikatakan mendekati ambang batas yang dapat di tolerir, kenaikan ini biasanya

disebabkan karena pada saat air laut pasang limbah – limbah industri yang berada

dikawasan SIER baik itu rumah tangga dan industri lainnya ikut menjadi satu akibat

pencampuran antara air dibelang IPAL dengan air – air yang berada di perbatasan pintu

air yang membatasi aliran yang dimiliki warga dengan milik yang dikelola oleh PT. SIER

(Surabaya Industrial Estate Rungkut).

Peningkatan kandungan logam berat hingga melebihi standar baku mutu terjadi

pada lokasi VI atau pada Tambak Oso, dimana nilainya adalah 0.276 mg/l. Hal ini

disebabkan adanya beberapa pabrik home industry yang menurut penduduk setempat

membuang limbah – limbahnya pada tengah malam. Hal ini diperkuat oleh penelitian

yang dilakukan oleh Budiono (2002) dimana dikatakan bahwa kandungan nilai Kadmium

(Cd) juga dapat terakumulasi dengan beberapa sumber polutan seperti pada debu, pupuk

Referensi

Dokumen terkait

(6) Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan atas nama Kepala Daerah menerbitkan Sertifikat Laik Tangkap Operasional (SLTO) bagi kapal ikan yang dinyatakan Laik

Data tersebut, menunjukkan bahwa pendekatan individual juga ada dalam pengambilan keputusan yang dilalcsanakan atau ditempuh oleh pimpinan melalui pertimbangan-pertimbangan

Penggunaan teori fonetik dalam penelitian ini berfungsi sebagai kerangka teori dalam menganalisis data dan untuk mengkaji lebih dalam penguasaan bahasa Inggris

Melalui kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model pedagoge genre, saintifik, dan Melalui kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan model

Pola pembentukan kata dengan enklitik i merpakan peristiwa interferensi morfologi yang menyatakan makna “ketidaksengajaan” Akhiran i sering pula dipakai oleh siswa

Semoga dihasilkan review yang dapat membantu dalam memberikan informasi terkait polimorfisme CYP2C9 dengan resiko efek samping pendarahan saluran

Perencanaan tambang memiliki tujuan membuat suatu rencana produksi tam bang untuk sebuah cebakan bijih yang akan menghasilkan aliran kas yang akan memaksimalkan

Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Profitabilitas, Firm Size, Sales Growth, Kualitas audit terhadap Financial Leverage dan Reaksi