BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Problem Posing
Sesuai dengan kedudukan pendekatan problem posing merupakan
langkah awal dari problem solving, maka pembelajaran problem posing juga
merupakan pengembangan dari pembelajaran problem solving.Pendekatan
Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai
beberapa padanan dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998:1) dan As’ari
(2000:4) memadankan istilah problem posing dengan pembentukan soal.
Sedangkan Sutiarso (1999:16) menggunakan istilah membuat soal, Siswono
(1999:7) menggunakan istilah pengajuan soal, dan Suharta (2000:4)
menggunakan istilah pengkonstruksian masalah.
Pendekatan Problem posing memiliki beberapa pengertian. Pertama,
problem posing ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal
yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat
dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Kedua, problem
posing ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal
yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain
(Silver & Cai, 1996:294). Ketiga, problem posing ialah perumusan soal dari
informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau
setelah penyelesaian suatu soal (Silver & Cai, 1996:523).
Pada penelitian ini, problem posing yang digunakan adalah perumusan
perubahan agar menjadi lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka
menyelesaikan soal limit fungsi. Penelitian ini menggunakan informasi
problem posing yang terstruktur, yaitu informasi berupa soal yang perlu
diselesaikan oleh siswa. Berdasarkan soal yang diberikan, siswa menyusun
informasi dan kemudian membuat soal berdasarkan informasi yang telah
disusun. Selanjutnya, soal-soal tersebut diselesaikan dalam rangka mencari
penyelesaian sebenarnya dari pertanyaan soal yang diberikan.
Respon siswa yang diharapkan dari situasi atau informasi problem
posing adalah respon berupa soal buatan siswa. Namun demikian, tidak
tertutup kemungkinan siswa membuat yang lain, misalnya siswa hanya
membuat pernyataan. Silver dan Cai mengklasifikasikan respon tersebut
menurut jenisnya menjadi tiga kelompok, yaitu pertanyaan matematika,
pertanyaan non matematika dan pernyataan.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, maka
dirumuskan pengertian problem posing adalah perumusan atau pembuatan
masalah/soal sendiri oleh siswa berdasarkan stimulus yang diberikan.
Pendekatan problem posing memiliki kelebihan dan kelemahan,
adapun kelebihan-kelebihannya antara lain :
1. Siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran
yaitu siswa membuat soal dan menyelesaikannya .
2. Mendidik siswa berpikir secara sistematis,
4. Siswa mampu mencari berbagai jalan dari suatu kesulitan yang
dihadapi, akan mendatangkan kepuasan tersendiri bagi siswa jika soal
yang dibuat tidak mampu diselesaikan oleh kelompok lain,
5. Siswa akan terampil menyelesaikan soal tentang materi yang
diajarkan, dan
6. Siswa berkesempatan menunjukkan kemampuannya pada kelompok
lain.
Sedangkan kelemahan-kelemahannya antara lain :
1. Pembelajaran pendekatan problem posing membutuhkan waktu yang
lama, dan
2. pelaksanaan kegiatan dalam membuat soal dapat dilakukan dengan
baik perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman
dalam kegiatan belajar terutama membuat soal.
B. Pendekatan Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika
Mengenai peranan problem posing dalam pembelajaran matematika,
Sutiarso (dalam Firdaus, 2010) menjelaskan bahwa problem posing adalah
suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menekankan
pada perumusan soal, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir
matematis atau menggunakan pola pikir matematis. Hal ini sejalan dengan
English (dalam Firdaus, 2010) yang menjelaskan bahwa problem posing
adalah penting dalam kurikulum matematika karena di dalamnya terdapat
masalahnya sendiri. Silver dan Simon (dalam Firdaus, 2010)
mengemukakan bahwa beberapa aktivitas problem posing mempunyai
tambahan manfaat pada perkembangan pengetahuan dan pemahaman anak
terhadap konsep penting matematika (English dalam Firdaus, 2010).
Brown dan Walter (dalam Firdaus, 2010) menyatakan bahwa
pengajuan masalah matematika terdiri dari dua aspek penting, yaitu
accepting dan challenging. Accepting berkaitan dengan kemampuan siswa
memahami situasi yang diberikan oleh guru atau situasi yang sulit
ditentukan. Sementara challenging, berkaitan dengan sejauh mana siswa
merasa tertantang dari situasi yang diberikan sehingga melahirkan
kemampuan untuk mengajukan masalah matematika.
Silver (dalam Firdaus, 2010) menemukan bahwa pendekatan problem
posing merupakan suatu aktivitas dengan dua pengertian yang berbeda
yaitu:
1. Proses pengembangan matematika yang baru oleh siswa berdasarkan
situasi yang ada.
2. Proses memformulasikan kembali masalah matematika dengan
kata-kata sendiri berdasarkan situasi yang diberikan.
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa
pendekatan problem posing adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran
matematika dimana siswa diminta untuk merumuskan, membentuk dan
mengajukan pertanyaan atau soal dari situsi yang disediakan. Situasi dapat
pelajaran. Dengan demikian, masalah matematika yang diajukan oleh siswa
mengacu pada situasi yang telah disiapkan oleh guru.
C. Pendekatan Problem Posing Terhadap berpikir Kreatif
Dalam pembelajaran matematika, Problem posing menempati posisi
yang strategis. Problem posing dapat menjadikan siswa disiplin dalam
matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran matematika. English
(1997:172) menjelaskan pendekatan Problem posing dapat membantu siswa
dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika,
sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang
sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan kreativitas dalam pemecahan
masalah.Pendapat di atas melihat bahwa kreativitas sebagai produk berpikir
kreatif berkaitan dengan problem posing dan merupakan sarana untuk
menilai (mengukur) sekaligus mendorong kemampuan kreatif siswa.
Dalam pembelajaran dengan menggunakan problem posing aspek
yang dinilai adalah pada performance yaitu tingkah laku yang dapat diamati
untuk melihat kreativitas belajar siswa. Pendekatan problem posing tidak
dapat dilakukan sendiri tanpa metode-metode lain untuk meningkatkan cara
berpikir kreatif siswa. Metode yang cocok dengan pendekatan problem
posing ini adalah metode penugasan dan metode diskusi kelompok.
Sebelum memasuki pelajaran berikutnya siswa disuruh untuk membuat
resume yang dikerjakan secara individu atau kelompok diluar jam pelajaran,
setelah itu membuat pertanyaan yang akan dipresentasikan peserta didik
D. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Problem Posing
Pembelajaran dengan pengajuan soal ( Problem Posing ) menurut
Menon (dalam Siswono, 2000) dapat dilakukan dengan cara berikut :
1. Guru mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan membagi siswa
menjadi beberapa kelompok
2. Guru memberikan penjelasan tentang materi yang akan disampaikan
dan membimbing siswa untuk membuat sebuah soal tentang materi
yang telah disampaikan
3. Guru memeriksa kevalidan soal yang dibuat oleh siswa dan
memberikan soal tersebut kepada kelompok lain untuk diselesaikan
secara berkelompok
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil pemecahan masalah dengan
masing-masing perwakilan kelompok mempresentasikan jawaban di
depan kelas yang akan ditanggapi oleh kelompok lain
5. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Langkah-langkah itu dapat dimodifikasi seperti siswa dibuat
berpasangan. Dalam satu pasang siswa membuat soal dengan
penyelesaiannya. Soal tanpa penyelesaian saling dipertukarkan antar
pasangan lain atau dalam satu pasang. Siswa diminta mengerjakan soal
E. Kemampuan Berpikir Kreatif
Setiap manusia pada hakikatnya pasti selalu berpikir, namun tingkat
keluasan berpikir akan selalu berbeda. Berpikir kreatif dalam menghadapi
permasalahan dan situasi tidak akan dimiliki tanpa adanya pengetahuan
yang luas. Hal ini merupakan salah satu tuntutan terhadap siswa untuk
mampu berpikir lebih kreatif. Berpikir kreatif tidak akan lahir secara
tiba-tiba tanpa adanya kemampuan. Keingintahuan yang tinggi dan diikuti
dengan keterampilan dalam membaca seperti yang diungkapkan oleh Porter
dan Hernacki (Uno:2011:163) bahwa seseorang yang kreatif selalu
mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba-coba bertualang serta intuitif.
Dalam pendidikan upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir
terdiri dari tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut
Suryobroto (2009:205) Aspek kepribadian peserta didik yang menjadi
sasaran utama adalah sisi kognitif dan afektif. Hal-hal yang termasuk dalam
sisi afektif adalah kemampuan peserta didik dalam menerima, merespon,
menghargai, mengorganisasikan, sampai dengan tingkah laku. Sedangkan,
dari sisi kognitif menghendaki peserta didik untuk megajukan
pertanyaan-pertanyaan dan mampu memecahkan permasalahan dengan cara yang
berbeda.
Dalam mendefenisikan kreativitas beberapa rumusan telah
dikemukakan oleh para ahli. Namun tidak ada defenisi yang seragam yang
dapat diterima oleh berbagai pihak. Kreativitas diartikan menurut meraka
Kreatif menurut Uno (2011:154) dapat diidentifikasi menjadi
beberapa, yaitu :
a. Kreatif sering digambarkan dengan kemampuan berpikir kritis dan
banyak ide, serta banyak gagasan.
b. Orang kreatif melihat yang sama, tetapi melaui cara berpikir yang
beda.
c. Kemampuan menggabungkan sesuatu yang belum pernah tergabung
sebelumnya.
d. Kemampuan untuk menemukan atau mendapatkan ide dan pemecahan
baru.
Menurut Rogers (Utami Munandar:18) menekankan bahwa kreatif
adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi,
dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk
mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan. Clark Moustakis
(1967) seorang psikologis humanistik menyatakan bahwa kreatif adalah
pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu
dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam,
dan dengan orang lain.
Munandar (2009) mengajukan beberapa defenisi yang merupakan
kesimpulan dari beberapa defenisi-defenisi yang dirumuskan oleh para ahli :
Pertama : kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi
baru, berdasarkan data, informasi atau unsur yang ada. Dalam hal ini
merupakan kombinasi (gabungan) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya
yang diperoleh dari pengalaman dibangku sekolah maupun yang dipelajari
dalam keluarga dan masyarakat.
Kedua : kreativitas ( berpikir kreatif) adalah kemampuan berdasarkan
data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan
jawaban terhadap suatu masalah dimana penekanannya adalah pada
kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban.
Ketiga : secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai
kemampuan yang mencerminkan kelancaran. Keluwesan dan orisinalitas
dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan,
memperkaya, dan memperinci) suatu gagasan.
Amin (1987) menyimpulkan bahwa komponen kemampuan berpikir
kreatif yang paling besar berhubungan cara seseorang dalam memecahkan
masalah adalah influency (kemampuan berpikir lancar). Dimana seseorang
mampu mencetuskan banyak jawaban, gagasan, penyelesaian masalah dan
pertanyaan.
1) Kemampuan berpikir lancar (influency)
Kemampuan berpikir lancar berarti kemampuan untuk memunculkan
ide-ide secara cepat dan ditekankan pada kuantitas dengan kata lain
kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan, jawaban dan pertanyaan,
bukan berarti segi kualitas di abaikan. Menurut Amin (1987) kemampuan
untuk memecahkan suatu masalah. Sementara itu Munandar (2009)
mendefinisikan kemampuan berpikir lancar sebagai berikut :
a) Mencetuskan banyak jawaban, gagasan, penyelesaian masalah dan
pertanyaan.
b) Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai
hal.
c) Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
Siswa yang mempunyai kemampuan berpikir lancar berperilaku sering
mengajukan banyak pertanyaan atau menjawab suatu pertanyaan dengan
sejumlah jawaban. Dalam bekerja siswa ini lebih banyak menyelesaikan
pekerjaan jika dibandingkan dengan siswa lain, misalnya melakukan
praktikum, kemudian jika terjadi suatu kesalahan dan kekurangan pada
suatu objek atau situasi siswa ini cepat mengetahuinya.
2) Kemampuan berpikir luwes (flexibelity)
Kemampuan berpikir luwes adalah kemampuan untuk memberikan
sejumlah jawaban yang bervariasi atas suatu pertanyaan dan dapat melihat
suatu masalah dari berbagai sudut pandang Munandar (2009). Lebih lanjut
lagi Munandar mendefenisikan kemampuan berpikir luwes sebagai berikut :
a) Menghasilkan gagasan, jawaban dan pertanyaan yang bervariasi.
b) Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang
berbeda-beda.
Supriadi (1996) menjelaskan bahwa untuk tujuan riset mengenai
berpikir kreatif, kreativitas (sebagai produk berpikir kreatif) sering dianggap
terdiri dari dua unsur, yaitu kefasihan dan keluwesan (fleksibilitas).
Kefasihan ditunjukkan dengan kemampuan menghasilkan sejumlah besar
gagasan pemecahan masalah secara lancar dan cepat. Keluwesan mengacu
pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda-beda dan luar
biasa untuk memecahkan suatu masalah.
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir luwes dapat memberikan
bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar atau masalah.
Menerapkan suatu konsep atau azas dengan cara yang berbeda-beda untuk
menyelesaikan suatu masalah.
3) Kemampuan berpikir orisinal (originalitas)
Kemampuan berpikir orisinal adalah kemampuan memberikan
respon-respon yang unik atau luar biasa (Amin, 1985). Lebih lanjut Munandar
(2009) memberikan beberapa definisi untuk kemampuan berpikir orisinal
sebagai berikut:
a) Mampu melahirkan ungkapan yang baru.
b) Mampu melahirkan ungkapan yang unik.
c) Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim pada
bagian-bagian atau unsur-unsur.
Munandar mengatakan bahwa berpikir orisinal berkaitan dengan hasil
individu untuk memunculkan ide baru yang merupakan gabungan ide-ide
sebelumnya yang belum diwujudkan atau masih dalam pemikiran.
Siswa yang mempunyai kemampuan berpikir orisinil memiliki
perilaku diantaranya memikirkan masalah-masalah yang tidak pernah
terpikirkan oleh orang lain dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru.
Dalam hal ini siswa juga lebih mengembangkan kemampuan berpikir
orisinilnya kedalam kehidupan sehari-hari dan memikirkan kemungkinan
penggunaannya.
4) Kemampuan berpikir memperinci (elaborate)
Kemampuan berpikir memperinci adalah kemampuan untuk
membumbui atau menghiasi cerita, sehingga nampak lebih kaya (Munandar,
2009). Lebih lanjut lagi Munandar memberikan beberapa defenisi tentang
berpikir memperinci yaitu :
(a)Mengembangkan suatu gagasan.
(b)Menambah dan memperkaya gagasan
(c)Memperinci detail-detail atau memperinci suatu objek atau gagasan
sehingga menjadi menarik.
Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan
melaksanakan aspek afektif yaitu aktivitas/respon siswa melalui program
operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan
prakondisi aspek afektif pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya
diperkuat dengan 8 aspek hasil kajian empirik pusat kurikulum. Berdasarkan
1) Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
Deskriptor:
a. Tidak putus asa menghadapi kesulitan dalam mempelajari
matematika
b. Teliti, cermat dan hati – hati dalam mengerjakan tugas yang
diberikan
2) Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
Deskriptor:
a. Memberikan tanggapan lain untuk mempermudah menyelesaikan
suatu permasalahan
b. Menunjukkan kekuatan dan kelemahan suatu pemecahan atau
penyelesaian masalah.
3) Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Deskriptor:
a. Menyelesaikan tugas individu yang diberikan dengan ide sendiri
b. Tidak bergantung pada orang lain atau guru dalam menyelesaikan
tugas kelompok
4) Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
Deskriptor:
a. Menyampaikan pendapat mengenai suatu materi
b.Memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk
5) Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan
didengar.
Deskriptor :
a. Berupaya mencari sumber belajar lain tentang konsep atau masalah
yang dipelajari.
b. Menanyakan pembuktian dari teorema atau rumus yang sedang di
pelajari
6) Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
Deskriptor :
a. Menghargai hasil pekerjaan teman
b. Memperhatikankan dengan tertib presentasi dari kelompok lain
7) Semangat
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
Deskriptor :
a. Tidak memilih – milih teman dalam membentuk kelompok belajar
b. Membantu teman yang kesulitan belajar dengan tidak membeda–
bedakan suku, agama dan jenis kelamin
8) Bersahabat/Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan
bekerja sama dengan orang lain.
Deskriptor :
a. Mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas
b. Menyampaikan pendapat dalam diskusi kelompok atau diskusi
F. Kajian Materi Limit Fungsi
1. Pengertian Limit Fungsi di Satu Titik
a. Pengertian Limit Secara Intuisi
Misalnya fungsi f(x) terdefinisi di sekitar xc, tetapi boleh tidak
b. Pengertian Limit Secara Eksak
Jika f x L
2. Sifat-sifat Limit Fungsi di Satu Titik
e. lim
f(x) g(x)
lim f(x) limg(x)3. Pengertian Limit Fungsi di Tak Berhingga
(i) Misalkan f adalah suatu fungsi yang terdefinisi pada setiap nilai
pada selang (c,). Limit dari f(x)bilamana x membesar tanpa batas
adalah L, ditulis f x L x ( )
lim , artinya nilai fungsi f(x)dapat dibuat
sedekat mungkin ke Lasalkan nilai x cukup besar.
(ii)Misalkan f adalah suatu fungsi yang terdefinisi pada setiap nilai
pada selang (,c). Limit dari f(x)bilamana x mengecil tanpa batas
adalah L, ditulis f x L
xlim ( ) , artinya nilai fungsi ( ) x
f dapat dibuat
sedekat mungkin ke Lasalkan nilai x cukup kecil.
4. Teorema Limit di Tak Berhingga
c. k k
G. Kajian Penelitian Terdahulu yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang terdahulu yang dijadikan referensi bagi
peneliti, diantaranya yaitu:
1. Berdasarkan penelitian oleh Tanti Diyah Rahmawati (2010) yang
berjudul Kompetensi Berpikir Kritis dan Kreatif Dalam Pemecahan
Masalah Matematika di SMP Negeri 2 Malang bahwa kemampuan
Malang khususnya kelas VII-E tergolong cukup baik dengan rata-rata
persentase berpikir kritis 56% dan berpikir kreatif 54% dan
kemampuan pemecahan masalah matematika di SMP Negeri 2
Malang tergolong kategori cukup baik dengan persentase 64%, tetapi
peserta didik banyak mengalami kesulitan dalam tahap penyelesaian
masalah dan memeriksa kembali jawaban dilihat dari rata-rata
persentase peserta didik dalam menyelesaikan masalah 46% dan
memeriksa kembali jawaban 40%.
2. Berdasarkan penelitian oleh Francisca (2006) yang berjudul Pengaruh
Problem Posing Terhadap Kemampuan Matematika Siswa Kelas VIII
SMP Frater Xaverius I Palembang bahwa hasil analisis data tes terjadi
peningkatan hasil belajar yaitu 36,6 % dari hasil analisa data Problem
Posing yang dibuat siswa di kategorikan baik. Berdasarkan daftar
kontigensi antara Problem Posing yang di buat siswa dengan
kemampuan matematika terdapat pengaruh yang signifikan antara
kedua variabel tersebut. Saran kepada para guru matematika dapat
menerapkan pendekatan Problem Posing dalam pembelajaran dalam
rangka meningkatkan kemampuan matematika siswa.
3. Berdasarkan penelitian oleh Tafsillatul Mufida Asriningsih (2012)
yang berjudul Pembelajaran problem posing untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VII H SMPN 11 Malang
bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi
kreatif siswa secara klasikal pada akhir siklus I adalah 73% sedangkan
pada akhir siklus II persentase kemampuan berpikir kreatif siswa
secara klasikal meningkat menjadi 83%. Berarti bahwa pembelajaran
problem posing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa.
4. Berdasarkan penelitian oleh Jamaliatul Badriyah (2010) yang berjudul
Penerapan problem posing pada pembelajaran matematika untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII-C SMPN
4 Malang bahwa pada akhir siklus II presentase kemampuan berpikir
kreatif siswa meningkat dan mencapai 60% serta sudah tidak ada lagi
siswa dengan kemampuan berpikir kreatif pada tingkat 1 (tidak
kreatif). Ini berarti terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif
siswa. Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah pembelajaran problem posing yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa meliputi siswa secara individu
membuat soal berdasarkan situasi yang diberikan guru dan menjawab
soal yang telah mereka buat sendiri, kemudian mereka berkelompok
mendiskusikan pertanyaan dan jawaban yang telah dibuat oleh
masing-masing anggota, kemudian mereka menukarkan soal yang
telah mereka buat kepada kelompok lain dan mendiskusikannya.
5. Berdasarkan penelitian oleh Tri Yanda Ramayanti (2010) yang
berjudul Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Kooperatif dengan
data hasil belajar yang menunjukan nilai rata-rata hasil belajar siswa
adalah 76,76 yang termasuk dalam kategori tuntas dengan persentase
ketuntasan 86,49 % siswa tuntas. Sehingga dapat dikatakan
pembelajaran matematika setelah penerapan Problem Posing dapat
membuat hasil belajar siswa lebih baik.
Dari beberapa hasil penelitian di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa pendekatan Problem Posing mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika.
H. Hipotesis
Ha= ada pengaruh signifikan antara pendekatan Problem Posing terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa di kelas XI Madrasah Aliyah
Negeri 2 Palembang
H0= tidak ada pengaruh signifikan antara pendekatan Problem Posing
terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa di kelas XI Madrasah