• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANTAPAN MUTU INTERNAL (PMI) DAN EKSTERNAL (PME) DI PUSKESMAS KECAMATAN WILAYAH JAKARTA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMANTAPAN MUTU INTERNAL (PMI) DAN EKSTERNAL (PME) DI PUSKESMAS KECAMATAN WILAYAH JAKARTA BARAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANTAPAN MUTU INTERNAL (PMI) DAN EKSTERNAL (PME)

PADA PEMERIKSAAN MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS

DI PUSKESMAS KECAMATAN WILAYAH JAKARTA BARAT

Imas Latifah1, Atna Permana2, Zaenal Lukman3

1,2,3

Program Studi Diploma III Analis Kesehatan Alamat Korespondensi

Fakultas Kesehatan Universitas MH Thamrin

Jl.Raya Pondok Gede No 23-25 Kramat Jati, Jakarta Timur

ABSTRAK

Tuberculosis (TB) merupakan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia setelah penyakit kardiosvakuler dan penyakit saluran pernafasan serta merupakan penyebab utama dari golongan penyakit infeksi.

Pemantapan Mutu bertujuan untuk mengukur kinerja pemantapan mutu petugas laboratorium Mycobacterium tuberculosis dalam penentuan diagnosis TB, menggunakan metode observasi deskriptif dengan kuesioner dan check list di Puskesmas Kecamatan Wilayah Jakarta Barat diperoleh hasil Pra Analitik pengetahuan 100%, pelatihan TB 77%, berpendidikan 92%, penyimpanan dan penggunaan reagen ZN dengan konsentrasi 0,3 88%, teknik pengumpulan sputum 50%, jumlah volume bahan pemeriksaan dan waktu pengumpulan sputum 100%, tempat pewadahan pot sputum 88%. Tahap Analitik yaitu teknik pemilihan sputum, dan proses pewarnaan BTA sudah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan Standar Operasional Prosedur. Paska Analitik dilakukan pewarnaan dan interpretasi hasil dengan baik, pembacaan mikroskopis terhadap positif palsu dan negatif palsu terdapat 6 Puskesmas dengan angka kesalahan baca rendah.

Pemantapan Mutu Internal telah diselenggarakan dengan cukup baik sesuai SOP yang berlaku dan Pemantapan Mutu Eksternal telah dilakukan dengan baik yang diselenggarakan oleh Puskesmas di wilayah Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Barat.

Kata Kunci: PMI, PME, Mycobacterium Tuberculosis, Puskesmas.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan pasien Tuberkulosis terbanyak ketiga di dunia setelah India, dan Cina. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiosvakuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan merupakan penyebab utama dari golongan penyakit infeksi (Kemenkes RI nomor 831 2009:4).

Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukan bahwa Tuberkulosis merupakan kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO (World Health Organization) global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita TB baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira–kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat TB diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun (DepKes RI,2006).

Indonesia menempati urutan kelima terbanyak di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria dan urutan kedua penyebab kematian di Indonesia setelah stroke. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Kerugiannya sangat besar, baik dari aspek kesehatan maupun dari aspek sosial ekonomi (Kemenkes RI,2012:4)

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan

(2)

Puskesmas merupakan salah satu bentuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) yang merupakan ujung tombak terdepan dalam pembangunan kesehatan dan mempunyai peran besar dalam upaya mencapai tujuan pembagunan kesehatan sebagaimana yang tercantum dalam Undang –Undang Nomor 36 tahun 2009 yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal (Depkes,2012).

Untuk meningkatkan mutu pelayanan yang optimal, maka diperlukan kegiatan yang dapat menentukan diagnosa penyakit secara pasti yaitu pelayanan laboratorium yang bermutu. Pelayanan laboratorium Puskesmas yang bermutu dapat dicapai dengan pelaksanaan kegiatan pemantapan mutu laboratorium. Pemantapan mutu laboratorium (quality assurance) adalah keseluruhan proses atau semua tindakan yang dilakukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan. Dalam pengelolaan pemeriksaan Bakteri Tahan Asam merupakan Pemantapan Mutu Internal (PMI) dan Pemantapan Mutu Eksternal (PME) laboratorium Mycobacterium tuberculosis (Depkes 2009).

Pemantapan Mutu Eksternal (PME) untuk pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA) adalah kegiatan yang disenggarakan secara periodik oleh pihak lain di luar laboratorium yang bersangkutan untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium dalam bidang pemeriksaan BTA. Penyelenggaraan kegiatan PME dilaksanakan oleh pihak pemerintah, Swasta atau Internasional. Kegiatan PME ini sangat bermanfaat bagi laboratorium Puskesmas, karena dari hasil evaluasi yang diperoleh dapat menunjukan penampilan laboratorium yang bersangkutan dalam bidang pemeriksaan mikroskopis BTA. Dalam melaksanakan kegiatan ini tidak boleh diperlakukan secara khusus, harus dilaksanakan oleh petugas yang biasa melakukan pemeriksaan tersebut serta menggunakan peralatan, reagen dan metode yang biasa digunakan , sehingga hasil pemantapan mutu eksternal tersebut benar-benar dapat mencerminkan penampilan laboratorium yang sebenarnya. Setiap nilai yang diterima dari penyelenggara dicatat dan dievaluasi untuk mencari penyebab-penyebab kesalahan dan mengambil langkah-langkah perbaikan. Salah satu kegiatan PME yaitu berupa PME mikroskopis Bakteri Tahan Asam (BTA) dapat dilakukan melalui Uji silang Mikroskopis dahak (Cross check). (Dirjen P2PL dan Bina Upaya Yan Kesehatan,2012).

Kegiatan Pemantapan Mutu Internal (PMI) pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (PMI) merupakan kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan laboratorium TB berupa kegiatan pengecekan, pencegahan, dan pengawasan yang dilaksanakan secara terus menerus terhadap seluruh proses pemeriksaan mikroskopis BTA agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat dan teliti. Tindakan pencegahan dan pengawasan perlu

dilaksanakan sejak tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik (Dirjen P2PL 2012).

Tahap pra analitik adalah tahap mulai mempersiapkan pasien, pengambilan dan penaganan spesimen dahak, menerima spesimen dahak, memberi identitas spesimen sampai dengan menguji kualitas reagen Ziehl Neelsen. Tahap analitik yaitu tahap mulai penyusunan Prosedur Tetap (Protap), mengolah dan memeriksa spesimen dahak sesuai prosedur tetap, pemeliharaan mikroskop. Penilaian pembuatan sediaan dengan penilaian terhadap 6 unsur menggunakan skala sarang laba-laba meliputi (kualitas spesimen sputum, ukuran sediaan, pewarnaan, kebersihan, ketebalan, dan kerataan sediaan), dan penyimpanan sedian untuk uji silang. Tahap pasca analitik yaitu tahap mulai dari mencatat hasil pemeriksaan, interpretasi hasil sampai dengan pelaporan. Kegiatan tersebut harus di laksanakan oleh semua petugas laboratorium secara rutin, terus menerus dan terekam dalam suatau laporan kegiatan PMI yang harus dilaporkan secara berkala. Penanggung jawab laboratorium puskesmas dalam hal ini adalah kepala puskesmas bertugas merencanakan dan mengawasi kegiatan mutu laboratorium yang telah dilaksanakan oleh petugas teknis laboratorium Mycobacterium tuberculosis di puskesmas (Depkes, 2012).

Berdasarkan observasi Puskesmas Kecamatan (PKM) yang termasuk dalam wilayah Jakarta Barat yaitu PKM Taman sari, PKM Kebon Jeruk, PKM Palmerah, PKM Grogol Petamburan, PKM Tambora, PKM Kembangan, PKM Kalideres, PKM Cengkareng, yang merupakan Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) telah merespon keinginan pemerintah untuk memberantas penyakit TBC Paru ini melalui seksi P2M (Pemberantasan Penyakit Menular) TB Paru yang di dukung oleh tenaga Laboratorium dan petugas medik lain (Perawat dan dokter) yang sudah mengikuti pelatihan. Pihak Puskesmas telah berupaya untuk menjaring suspek sebanyak–banyaknya, selanjutnya mengobati penderita TB Paru (BTA Positif dan Rontgen Positif) yang keseluruhannya di catat dalam format pencatatan dan pelaporan TB yang ada.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mencoba melakukan Uji pemantapan mutu laboratorium mikroskopis Mycobacterium tuberculosis metode Ziehl Neelsen dalam Pewarnaan Preparat BTA (Bakteri Tahan Asam).

METODE

(3)

HASIL

Pemantapan Mutu Internal (PMI) dan Pemantapan Mutu Eksternal (PME) pada pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis di wilayah Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat, dan dilakukan interview dengan menggunakan kuesioner serta observasi dengan menggunakan check list terhadap faktor – faktor yang dapat mempengaruhi Pemantapan Mutu Internal dan Eksternal maka di dapatkan hasil sebagai berikut:

1. Input

a. Kinerja petugas

1) Pengetahuan, Pelatihan dan Tingkat pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian observasi yang telah dilakukan oleh penulis terhadap 13 orang petugas laboratorium pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis di 8 Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat di dapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 1

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Pelatihan, dan Tingkat Pendidikan Teknis Laboratorium Pemeriksaan Mycobacterium

tuberculosis di Puskesmas Kecamatan Wilayah Jakarta Barat 2015

No Karakter Baik Cukup Kurang Jumlah

1 Pengetahuan 13 0 0 13

2 Pelatihan 10 0 3 13

3 Tingkat

Pendidikan 12 1 0 13

Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis juga dipengaruhi oleh pengetahuan, pelatihan, dan tingkat pendidikan, terutama dalam menjaga mutu atau kualitas sediaan (Preparat). Untuk melihat faktor tersebut penulis menggunakan instrumen kuesioner dalam interview petugas teknis pemeriksan Mycobacterium tuberculosis di Puskesmas kecamatan wilayah Jakarta Barat. Dari tabel diatas di dapat hasil bahwa di lihat dari segi pengetahuannya terdapat 13 orang dengan pengetahuan baik. Kemudian di lihat dari segi pelatihan terdapat 10 orang yang mengikuti pelatihan TB dengan baik, dan 3 orang yang belum mengikuti pelatihan TB, dan di lihat dari segi tingkat pendidikan terdapat 12 orang yang berpendidikan di DIII Analis Kesehatan dan 1 orang yang berpendidikan Sekolah Menegah Analis Kesehatan yang termasuk kategori cukup.

b. Reagen Ziehl Neelsen

Berdasarkan Observasi terhadap Reagen di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat di dapatkan hasil bahwa 7 Puskesmas memiliki reagen yang baik dan 1 Puskesmas memiliki reagen yang kurang baik.

1) Konsentrasi Karbol Fuchsin

Berdasarkan Observasi terhadap Konsentrasi Karbol Fuchsin di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat di dapatkan hasil bahwa 7 Puskesmas menggunakan

konsentrasi 0.3% dan 1 Puskesmas menggunakan konsentrasi 1%.

Tabel 2

Hasil Pengamatan Konsentrasi Karbol Fuchsin

di Laboratorium Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat 2015

No Puskesmas

Kecamatan

Konsentrasi Karbol Fuchsin 1% 0.3% Lainnya

1 Kalideres - √ -

2 Kebon

Jeruk

- √ -

3 Pal Merah - √ -

4 Kembangan - √ -

5 Tambora - √ -

6 Taman Sari - √ -

7 Cengkareng - √ -

8 Grogol

Petamburan

√ - -

Jumlah 1 7 0

2) Cara Penyimpanan Reagen

Berdasarkan Observasi terhadap penyimpanan reagen di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat di dapatkan hasil bahwa 7 Puskesmas cara penyimpanan yang sesuai dan 1 Puskesmas cara penyimpanan yang tidak sesuai.

c. Penanganan Sputum

Tabel 3

Hasil Pengamatan Berdasarkan Teknik Pengumpulan Sputum (TPS), Jumlah Sputum (JS), Waktu Pengambilan Sputum (WPS), Pewadahan Sputum (PS) di Laboratorium Puskesmas Kecamatan Jakarta

Barat 2015

No Puskesmas

Kecamatan

TPS

% JS WPS% PS%

1 Kalideres 33% 100% 100% 60%

2 Kebon Jeruk 50% 100% 100% 60%

3 Pal Merah 67% 100% 100% 60%

4 Kembangan 33% 100% 100% 60%

5 Tambora 83% 100% 100% 100%

6 Taman Sari 67% 100% 100% 60%

7 Cengkareng 83% 100% 100% 60%

8 Grogol

Petamburan

67% 100% 100% 60%

1) Teknik Pengumpulan Sputum (TPS)

Berdasarkan Observasi terhadap teknik pengumpulan sputum di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat di dapatkan hasil bahwa 2 Puskesmas melakukan (TPS) yang baik, 4 Puskesmas melakukan (TPS) yang cukup, dan 2 Puskesmas melakukan (TPS) yang kurang.

2) Jumlah sputum

(4)

Barat di dapatkan hasil bahwa 8 Puskesmas jumlah volume sputum sesuai yaitu 3 ml.

3) Waktu Pengumpulan Sputum (WPS)

Berdasarkan Observasi terhadap waktu pengumpulan sputum di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat di dapatkan hasil bahwa 8 Puskesmas melakukan (WPS) dengan sesuai yaitu Sewaktu, Pagi dan sewaktu ke -2.

4) Pewadahan Sputum

Berdasarkan Observasi terhadap tempat pewadahan sputum (Pot) di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat di dapatkan hasil bahwa 1 Puskesmas tempat pewadahannya baik, dan 7 Puskesmas tempat pewadahan kategori cukup.

2. Proses Tahapan Pembuatan Bakteri Tahan Asam

Tabel 6

Hasil Pengamatan Berdasarkan Teknik Pemilihan Sputum, dan Proses Pewarnaan di Laboratorium

Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat 2015

No Puskesmas

a. Teknik Pemilihan Sputum (TPS)

Berdasarkan Observasi terhadap teknik pemilihan sputum di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat di dapatkan hasil bahwa 6 Puskesmas melakukan (TPS) yang baik dan 2 Puskesmas melakukan (TPS) yang Cukup.

b. Proses Pewarnaan BTA

Berdasarkan Observasi terhadap proses pewarnaan BTA di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat di dapatkan hasil bahwa 7 Puskesmas melakukan proses pewarnaan dengan baik, dan 1 Puskesmas melakukan proses pewarnaan dengan cukup.

3. Output atau Paska Analitik a. Kualitas Pewarnaan

Berdasarkan Observasi dan Perhitungan terhadap kualitas pewarnaan BTA di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat di dapatkan hasil bahwa 4 Puskesmas kualitas pewarnaan dengan baik, dan 4 Puskesmas kualitas pewarnaan dengan cukup (Lampiran tabel 8 ).

b. Interpretasi Hasil

Berdasarkan Observasi terhadap interpretasi hasil Bakteri Tahan Asam di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat, di dapatkan hasil bahwa 8 Puskesmas sesuai dengan skala Internasional Union Against To Lung Disease (IUATLD).

c. Positif Palsu dan Negatif Palsu

Tabel 7

Hasil Analisis Pembacaan Mikroskopis BTA Berdasarkan Positif Palsu dan Negatif Palsu di

Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat

Berdasarkan analisis pembacaan mikroskopis terhadap positif palsu dan negatif palsu pada sediaan, di dapatkan 2 Puskesmas dengan angka kesalah baca tinggi dan 6 Puskesmas dengan angka kesalahan baca rendah. Sesuai dengan Indikator target pencapaian < 5%.

4. Pemantapan Mutu Eksternal ( PME )

Berdasarkan Observasi dan wawancara terhadap PME di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat, di dapatkan hasil bahwa 8 Puskesmas melakukan PME secara berkala atau Triwulan yang di selenggarakan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat.

PEMBAHASAN

1. PMI dan PME Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis Pada Petugas Laboratorium Di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat.

a. Pada tahap Pra Analitik atau Input

1) Kinerja Petugas

Dari hasil observasi wawancara dan kuesioner Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis pada sampel Petugas laboratorium Bakteri Tahan Asam (BTA), di dapatkan hasil bahwa 13 orang petugas berpengetahuan baik dengan menjawab kuesioner tentang Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis, kemudian 10 orang petugas telah mengikuti pelatihan TB dengan baik, dan 3 orang petugas belum mengikuti pelatihan TB, kemudian 12 orang petugas berpendidikan DIII Analis Kesehatan dan 1 orang petugas berpendidikan Sekolah Menengah Kesehatan Analis. Berdasarkan hasil tersebut maka faktor pengetahuan, pelatihan, dan pendidikan harus menjadi perhatian, karena akan mempengaruhi hasil diagnosa yang cepat dan akurat (Depkes RI 2006:26)

2) Reagen Ziehl Neelsen

(5)

Operasional Prosedur yaitu disimpan dalam suhu kamar, sehingga hal ini dapat memperkecil kesalahan pemeriksaan yang disebabkan karena prosedur penyimpanan yang tidak benar. Serta masih banyak puskesmas yang menggunaan reagen karbol fuchsin dengan konsentrasi 0,3 % dimana reagen tersebut tidak boleh digunakan kembali berdasarkan surat pemberitahuan KEMENKES RI nomor : HK.03.03/I/4002/2014, tujuannya untuk menjamin mutu hasil pemeriksaan mikroskopis TB sesuai kebijakan nasional,maka Global Laboratorium Initiative (GLI) dan WHO mengeluarkan pedoman mikroskopis TB yang menyebutkan bahwa penggunaan konsentrasi Karbol Fuchsin adalah 1% (Surat KEMENKES RI nomor: HK.03.03/I/4002 /2014).

3) Penanganan Sputum

a) Teknik Pengumpulan Sputum (TPS)

Berdasarkan Observasi terhadap teknik pengumpulan sputum (TPS) di Puskesmas Kecamatan Jakarta 2 Puskesmas (25%) melakukan (TPS) dengan baik. Terdapat 4 Puskesmas (50%) melakukan (TPS) dengan cukup, dan 2 Puskesmas (25%) melakukan (TPS) dengan kurang baik. Karena hal ini disebabkan (TPS) memiliki kelemahan pada saat penjelasan teknik sputum tidak dapat dilakukan secara detail karena adanya keterbatasan dari petugas dimana jumlah pasien yang terlalu banyak, serta pemeriksaan laboratorium lainnya yang banyak. Hal ini menunjukan bahwa belum semua Puskesmas melaksanakan pengumpulan sputum dengan baik.

b) Jumlah Bahan Pemeriksaan

Berdasarkan Observasi langsung terhadap jumlah volume bahan pemeriksaan (sputum) di 8 Puskesmas 100% sudah sesuai dengan standar operasional prosedur yaitu bervolume 3 - 5 ml sputum. Jumlah tersebut sudah cukup untuk melakukan pembuatan sediaan BTA. (Kemenkes RI, 2012:8).

c) Waktu Pengumpulan Sputum (WPS)

Berdasarkan observasi langsung terhadap waktu pengumpulan sputum (WPS) di 8 Puskesmas (100%) melakukan (WPS) dengan sesuai yaitu Sewaktu, Pagi dan sewaktu ke-2 setelah makan. (Kemenkes RI, 2012:5).

d) Pewadahan Sputum (PS)

Berdasarkan observasi langsung terhadap penggunaan pewadahan sputum (Pot) hanya 1 Puskesmas yang tempat pewadahan sputumnya sesuai persyaratan kualitas pot yang baik, dan 7 Puskesmas (88%) tempat pewadahan sputumnya kurang baik dikarenakan pot berdiameter ≤ 4-5 cm dan tutupnya berulir ≤ 5 sehingga tidak dapat menutup dengan rapat dan masih banyak yang menggunakan pot urin. (Kemenkes RI, 2012:18).

Hal tersebut dikarenakan dari penyediaan logistik yang diberikan oleh Sudinkes ke Puskesmas. Maka hal ini perlu di tinjau kembali oleh Sudinkes dalam menetapkan kebijakan mutu.

b. Proses Tahap Pembuatan Bakteri Tahan Asam

1) Teknik Pemilihan Sputum (TPS)

Berdasarkan observasi langsung terhadap teknik pemilihan sputum di Puskesmas Kecamatan

Jakarta Barat yaitu 6 Puskesmas melakukan (TPS) dengan baik, sesuai jenis sputum yang purulen, sedangkan 2 Puskesmas melakukan (TPS) dengan Cukup, karena bahan pemeriksaan sputum adalah air liur sehingga (TPS) sulit dilakukan.

2) Proses Pewarnaan BTA

Berdasarkan observasi langsung terhadap proses pewarnaan BTA di 7 Puskesmas melakukan proses pewarnaan dengan baik, karena diperoleh jenis sputum yang purulent serta teknik pemilihan sputum yang benar, tetapi 1 Puskesmas melakukan proses pewarnaan dengan cukup. dan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (Kemenkes RI,2012:11-15) Penilaian kualitas sediaan yang dibuat dapat di lakukan setiap pemeriksaan mikroskopis dengan sediaan BTA oleh petugas laboratorium untuk penilaian perorangan atau total keseluruhan petugas yang ada, bertujuan untuk perbaikan keterampilan dalam pembuatan sediaan BTA.

c. Output atau Paska Analitik

1) Kualitas Pewarnaan

Berdasarkan observasi data check list terhadap kualitas pewarnaan BTA terdapat 4 Puskesmas dengan kualitas pewarnaan baik, dan 4 Puskesmas lainnya dengan kualitas pewarnaan yang cukup. Maka dari itu perlu dilakukan kembali peningkatan keterampilan dalam proses pewarnaan, serta harus dilakukan pengujian reagen, agar kualitas hasil pewarnaan semakin baik.

2) Interpretasi Hasil

Berdasarkan observasi terhadap Interpretasi hasil Bakteri Tahan Asam terdapat 8 Puskesmas dengan pembacaan hasil sesuai dengan skala International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD). Serta dilakukan pembacaan duplo dengan orang yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang akurat.

3) Jumlah Positif Palsu

Berdasarkan observasi data sekunder cross check terhadap pembacaan mikroskopis positif palsu pada sediaan, di 7 Puskesmas tidak terdapat nilai positif palsu dan 1 Puskesmas terdapat nilai positif palsu. Hal ini disebabkan oleh prosedur pewarnaan, dan proses dekolorisasi yang belum sempurna.

4) Jumlah Negatif Palsu

Berdasarkan observasi data sekunder cross check terhadap pembacaan mikroskopis negatif palsu pada sediaan, di 5 Puskesmas terdapat nilai negatif palsu dan 3 Puskesmas tidak terdapat nilai negatif palsu. Hal ini disebabkan oleh proses pewarnaan yang kurang baik dan kualitas sputum yang tidak memenuhi syarat (Air liur), sehingga di temukan angka kesalahn baca.

2. PMI dan PME Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis Pada Petugas Laboratorium Di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat

(6)

BTA Triwulan IV Desember 2014 (Terlampir tabel 9), serta melakukan Penyimpanan sediaan sesuai dengan metode Lot Quality Assurance Sampling (LQAS), kemudian melakukan pencatatan dan pelaporan hasil pemeriksaan mikroskopis TB pada buku register TB 04, TB 05, TB 06.

KESIMPULAN

1. Kegiatan Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Tuberculosis pada tahap Pra Analitik atau Input meliputi kinerja petugas 100% memiliki pengetahuan yang baik 77% petugas telah mengikuti pelatihan TB, 92% petugas berpendidikan DIII Analis Kesehatan, penyimpanan dan penggunaan Reagen Ziehl Neelsen di 7 Puskesmas (88%) dilakukan dengan baik dan masih menggunakan Karbol Fuchsin 0.3%, Teknik pengumpulan sputum (TPS) masih dilakukan dengan cukup (50%), Jumlah bahan pemeriksaan volume (sputum) dan waktu pengumpulan sputum 100% dilakukan dengan baik. Sedangkan tempat pewadahan sputum Pot (88%) tempat pewadahan kurang baik.

2. Teknik pemilihan sputum, dan proses pewarnaan BTA sudah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan Standar Operasional Prosedur dengan baik.

3. Tahap Paska Analitik dilakukan pewarnaan dan interpretasi hasil dengan baik, pembacaan mikroskopis terhadap positif palsu dan negatif palsu pada sediaan, terdapat 6 Puskesmas dengan angka kesalahan baca rendah. Sesuai dengan Indikator target pencapaian <5%,

4. Pemantapan Mutu Eksternal telah dilakukan dengan baik dan diselenggarakan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Barat.

DAFTAR PUSTAKA

Atik, Martsiningsih dkk, Jurnal Aplikasi 5 Kriteria Standar Dalam Pembuatan Sedian sputum Untuk Menegakkan Diagnosis Tuberkulosis Paru, Jakarta, 2012.

Departemen Mikrobiologi Klinik FKUI, Penuntun Praktikum Mikrobiologi Kedokteran, Jakarta, 2012.

Depkes RI, Kepmenkes RI Nomor 364/MenKes/SK/V/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta, 2009. Depkes RI, Permenkes Nomor 037 tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat, Jakarta, 2012.

Depkes RI., Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2, Jakarta, 2006.

Dirjen Bina Yankes dan P2PL, Modul Pelatihan Pemeriksaan Dahak Mikroskopis TB Materi Inti 5 Pemantapan Mutu Laboratorium Mikroskopis Tuberkulosis, Jakarta, 2012..

Kemenkes RI, Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan, Standar Prosedur Operasional Pemeriksaan Mikroskopis TB, Jakarta, 2012.

Kemenkes RI., Direktorat Bina Upaya Kesehatan, Pedoman Pencegahan & Pengendalian Infeksi di Pelayanan Kesehatan, Jakarta, 2012.

Lumb, Richard., Van,Deun,Armand., Bastian, Ivan., Fitz-Gerald, Mark., The Handbook Laboratory Diagnosis Of Tuberculosis By Sputum Microscopy. Global Laboratory Initiative. Australia Selatan, 2013.

Price.S.A,Wilson.L.M., Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses Penyakit Hartono, Edisi 6, EGC, Jakarta, 2005.

Riono. Manajemen Ekonomi dan Kewirausahaan. Jurnal Vol 7, Okt, No.2 2007.

Santoso W. Kumpulan Naskah Seminar Pemeriksaan Laboratorium DHF dan Pemantapan Mutu serta sosialisasi Sk MENKES No 4/202 tentang Laboratorium Klinik. 2002.

Surat edaran KEMENKES RI nomor : HK.03.03/I/4002/2014

Gambar

Tabel 1
Tabel 6

Referensi

Dokumen terkait

Setiap ibu hamil perlu mendapatkan dukungan dari keluarga terutama suami dalam kehamilannya. Suami, keluarga atau masyarakat perlu menyiapkan biaya persalinan, kebutuhan

Pengaruh Karakteristik Ibu dan Dukungan Suami terhadap Pemeriksaan Kehamilan ( Antenatal Care ) di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung, (Tesis),

Komponen lain yang juga berpengaruh besar terhadap proses penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan, adalah pemangku kepentingan (stakeholders), terutama

3 Bapak/Ibu yang selalu bersedia untuk diajak melakukan pemeriksaan ke posyandu dapat mempengaruhi dan membantu mengontrol masalah kesehatan khususnya dalam

Berdasarkan hasil pengabdian masyarakat melalui pelatihan kader dan bimbingan konseling serta cara pemeriksaan pasien prolanis di posbindu wilayah kerja Puskesmas