• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dukungan Suami, Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Antenatal Care (Pemeriksaan Kehamilan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Dukungan Suami, Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Antenatal Care (Pemeriksaan Kehamilan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Barat"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

30 2.1 Kunjungan Antenatal Care (ANC)

2.1.1 Pengertian Kunjungan Antenatal Care (ANC)

Kunjungan Antenatal Care adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/ asuhan antenatal. Kunjungan ibu hamil atau ANC adalah pertemuan antara bidan dengan ibu hamil dengan kegiatan mempertukarkan informasi ibu dan bidan serta observasi selain pemeriksaan fisik, pemeriksaan umum dan kontak sosial untuk mengkaji kesehatan dan kesejahteraan umumnya (Salmah, 2007).

Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kontak ibu hamil dengan pemberi perawatan atau asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi informasi bagi ibu dan petugas kesehatan (Henderson, 2005). Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC), petugas mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi dan memastikan bahwa

komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai (Saifuddin dalam Padila, 2014).

(2)

lahir namun kadang-kadang tidak sesuai dengan yang di harapkan. Oleh karena itu ibu hamil dianjurkan mengunjungi dokter atau bidan sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal (Saifuddin, 2001).

Kunjungan pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu bentuk perilaku. Menurut Green, faktor-faktor yang memengaruhi perilaku ada 3 yaitu : faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pendukung (enabling factor), dan faktor pendorong (reinforcing factor). Termasuk faktor predisposisi (predisposing factor) diantaranya: pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, keyakinan, nilai dan motivasi. Sedangkan yang termasuk faktor pendukung (enabling factor) adalah ketersediaan fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan dan yang terakhir yang termasuk faktor pendorong (reinforcing factor) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan, informasi kesehatan baik literatur, media, atau kader (Notoatmodjo, 2012). Dimana motivasi merupakan gejala kejiwaan yang direfleksikan dalam bentuk perilaku karena motivasi merupakan dorongan untuk bertindak untuk mencapai tujuan tertentu, dalam keadaan ini tujuan ibu hamil adalah agar kehamilannya berjalan normal dan sehat.

Menurut Prawirohardjo (2005) Antenatal care (ANC) juga merupakan salah satu upaya pencegahan awal dari faktor risiko kehamilan. Menurut World Health Organization (WHO) Antenatal care untuk mendeteksi dini terjadinya risiko tinggi

(3)

memantau keadaan janin. Idealnya bila tiap wanita hamil mau memeriksakan kehamilannya, bertujuan untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang mungkin ada atau akan timbul pada kehamilan tersebut cepat diketahui, dan segera dapat di atasi sebelum berpengaruh tidak baik terhadap kehamilan tersebut dengan melakukan pemeriksaan Antenatal care.

Apabila ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, maka tidak akan diketahui apakah kehamilannya berjalan dengan baik atau mengalami keadaan risiko tinggi dan komplikasi obstetri yang dapat membahayakan kehidupan ibu dan janinnya. Dan dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Saifuddin, 2002).

2.1.2 Kebijakan Program Pelayanan Antenatal care

Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood” yaitu meliputi : Keluarga Berencana, Antenatal care, Persalinan Bersih dan Aman, dan Pelayanan Obstetri Essensial. Pendekatan pelayanan obstetrik dan neonatal kepada setiap ibu hamil ini sesuai dengan pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS), yang mempunyai 3 (tiga) pesan kunci yaitu :

a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

(4)

c. Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.

Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal care sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan

ketentuan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2012) : .

a. Minimal satu kali pada trimester pertama (K1) hingga usia kehamilan 12 minggu. Kontak pertama harus dilakukan sedini mungkin pada trimester pertama sebaiknya sebelum minggu ke 8, tujuannya :

1) Penapisan dan pengobatan anemia 2) Perencanaan persalinan

3) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya

b. Minimal satu kali pada trimester kedua (K2), 13 - 24 minggu, tujuannya : 1) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya

2) Penapisan pre eklamsia, gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran perkemihan

3) Mengulang perencanaan persalinan

(5)

1) Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III 2) Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi 3) Memantapkan rencana persalinan

4) Mengenali tanda-tanda persalinan (Rukiyah dan Yulianti, 2014). 2.1.3 Tujuan Antenatal care

Menurut Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi/ Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (JNPKKR/POGI) tahun 2002, tujuan dari ANC meliputi :

a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi

b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi

c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.

d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin

e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Eksklusif

(6)

g. Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati, kematian neonatal, dan mempersiapkan kesehatan yang optimal bagi janin (Rukiyah dan Yulianti, 2014)

Asuhan antenatal penting untuk menjamin agar proses alamiah tetap berjalan normal selama kehamilan. Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Kehamilan bisa saja membawa resiko bagi ibu. World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 15% dari seluruh wanita hamil akan

berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya serta dapat mengancam jiwanya. Dari 5.600.000 wanita hamil di Indonesia, sejumlah besar akan mengalami suatu komplikasi atau masalah yang bisa menjadi fatal (Hani, Kusbandiyah, Marjati, dan Yulifah, 2011).

Berdasarkan penelitian Lumongga (2013) menunjukkan terdapat hubungan antara pemeriksaan kehamilan dengan kejadian komplikasi persalinan dengan OR sebesar 4,52, dan menurut penelitian Sinurtina (2004) ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan atau pemeriksaan antenatal akan mengalami komplikasi pada waktu persalinan sebesar 6,04 kali daripada ibu hamil yang melakukan kunjungan atau pemeriksaan antenatal.

Menurut Depkes RI (1994), tujuan Antenatal care adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat.

(7)

kelainan kehamilan atau gangguan kesehatan sedini mungkin diketahui sehingga dapat dilakukan perawatan yang cepat dan tepat (Depkes RI, 1997).

Mengacu pada penjelasan di atas, bagi ibu hamil dan suami/keluarga dapat mengubah pola berpikir yang hanya datang ke dokter jika ada permasalahan dengan kehamilannya. Karena dengan pemeriksaan kehamilan yang teratur, diharapkan proses persalinan dapat berjalan dengan lancar dan selamat, dan yang lebih penting adalah kondisi bayi yang dilahirkan juga sehat, begitu pula dengan ibunya.

Pemeriksaan kehamilan sebaiknya dilakukan sedini mungkin, segera setelah wanita merasa dirinya hamil. Kebijakan pemerintah tentang kunjungan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan.

Pada setiap kali kunjungan antenatal dalam pembagian trimester selama kehamilan, perlu didapatkan informasi yang sangat penting (Prawirohardjo, 2005). a. Trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu)

1) Membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan ibu hamil 2) Mendeteksi masalah dan menanganinya

3) Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional yang merugikan

4) Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi

(8)

b. Trimester kedua ( > 12 sampai < 28 minggu)

Sama seperti di atas, ditambah kewaspadaan khusus mengenai preeklampsia (tanya ibu tentang gejala-gejala preeklampsia, pantau tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk mengetahui proteinuria).

c. Trimester ketiga (≥ 28 minggu sampai 36 minggu dan sampai kelahiran)

Sama seperti di atas, ditambah palpasi abdominal untuk mengetahui apakah ada kehamilan ganda, ditambah deteksi letak bayi yang tidak normal, atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di rumah sakit.

2.1.4 Standar Asuhan Kehamilan

Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar terdiri dari (Kemenkes RI, 2012) :

a. Timbang berat badan

(9)

b. Nilai status gizi (Ukur lingkar lengan atas /LILA)

Pengukuran LILA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining ibu hamil berisiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LILA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan berat lahir rendah (BBLR).

c. Ukur tekanan darah

Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg) pada kehamilan dan pre-eklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah dan atau proteinuria)

d. Ukur tinggi fundus uteri

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.

e. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

(10)

belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau ada masalah lain. Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120/menit atau DJJ cepat lebih dari 160/menit menunjukkan adanya gawat janin.

f. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus toksoid (TT) bila diperlukan.

Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil diskrining status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuaikan dengan status imunisasi ibu saat ini.

g. Beri tablet tambah darah (tablet besi)

Untuk mencegah anemia gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapat tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama.

h. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)

(11)

1) Pemeriksaan golongan darah

Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.

2) Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)

Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam kandungan.

3) Pemeriksaan protein dalam urin dan pemeriksaan reduksi urin atas indikasi Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada trimester

kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.

4) Pemeriksaan kadar gula darah

(12)

5) Pemeriksaan darah malaria

Semua ibu hamil di daerah endemis malaria dilakukan pemeriksaan darah malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis malaria dilakukan pemeriksaan darah malaria apabila ada indikasi. 6) Pemeriksaan tes sifilis

Pemeriksaan tes sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga sifilis. Pemeriksaan sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.

7) Pemeriksaan HIV

Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil setelah menjalani konseling kemudian diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV.

8) Pemeriksaan BTA

(13)

i. Tatalaksana/penanganan kasus

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standard dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani atau dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.

j. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) efektif

KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal yang meliputi: 1) Kesehatan ibu

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin ke tenaga kesehatan dan menganjurkan ibu hamil agar beristirahat yang cukup selama kehamilannya (sekitar 9-10 jam per hari) dan tidak bekerja berat.

2) Perilaku hidup bersih dan sehat

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan selama kehamilan misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun, menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur serta melakukan olah raga ringan.

3) Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan perencanaan persalinan

(14)

darah. Hal ini penting apabila terjadi komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas agar segera dibawa ke fasilitas kesehatan.

4) Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan menghadapi komplikasi.

Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenai tanda-tanda bahaya baik selama kehamilan, persalinan, dan nifas misalnya perdarahan pada hamil muda maupun hamil tua, keluar cairan berbau pada jalan lahir saat nifas, dsb. Mengenai tanda-tanda bahaya ini penting agar ibu hamil segera mancari pertolongan ke tenaga kesehatan .

5) Asupan gizi seimbang

Selama hamil ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan yang cukup dengan pola gizi yang seimbang karena hal ini penting untuk proses tumbuh kembang janin dan derajat kesehatan ibu. Misalnya ibu hamil disarankan minum tablet tambah darah secara rutin untuk mencegah anemia pada kehamilannya.

6) Gejala penyakit menular dan tidak menular

(15)

7) Penawaran untuk melakukan konseling dan testing HIV di daerah tertentu (risiko tinggi).

Konseling HIV menjadi salah satu komponen standar dari pelayanan kesehatan ibu dan anak. Ibu hamil diberikan penjelasan tentang risiko penularan HIV dari ibu ke janinnya, dan kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak. Apabila ibu hamil tersebut HIV dari ibu ke janin, namun sebaliknya apabila ibu hamil tersebut HIV negatif maka diberikan bimbingan untuk tetap HIV negatif selama kehamilannya, menyusui dan seterusnya.

8) Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI eksklusif

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayinya segera setelah bayi lahir karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang penting untuk kesehatan bayi. Pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 6 bulan.

9) Keluarga Berencana (KB) paska persalinan

Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB setelah persalinan untuk menjarangkan kehamilan dan agar ibu punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak, dan keluarga.

10) Imunisasi

(16)

11) Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (brain booster).

Untuk dapat meningkatkan intelegensia bayi yang akan dilahirkan, ibu hamil dianjurkan untuk memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan nutrisi pengungkit otak (brain booster) secara bersamaan pada periode kehamilan. Kunjungan antenatal care sebaiknya dilakukan kunjungan ulang difokuskan pada pendeteksian komplikasi mempersiapkan kelahiran dan kegawatdaruratan. Jadwal kunjungan ulang sebaiknya :

a. Sampai dengan 28 minggu usia kehamilan, setiap 4 minggu b. Antara 28 – 36 minggu usia kehamilan, setiap 2 minggu c. Antar 36 minggu sampai kelahiran, setiap minggu.

Menurut (Bartini, 2012 ) pada kunjungan ulang atau setiap kunjungan bidan harus melaksanakan hal-hal berikut:

a. Menilai keadaan umum (fisik) dan psikologis ibu hamil

b. Memeriksa urine untuk tes protein dan glukosa urine atas indikasi. Bila ada kelainan, ibu dirujuk.

(17)

d. Mengukur tekanan darah dengan posisi ibu hamil duduk atau berbaring dengan bantal. Letakkan tensimeter di permukaan yang datar setinggi jantungnya. Gunakan selalu ukuran manset yang sesuai. Jika tekanan darah di atas 140/90 mmHg, atau peningkatan diastolik 10 mmHg atau lebih sebelum kehamilan 16 minggu atau paling sedikit pada pengukuran dua kali berturut-turut dengan selisih waktu 1 jam, berarti ada selisih yang nyata dan ibu berisiko mengalami hipertensi dan ibu hamil perlu dirujuk.

e. Periksa Hb pada kunjungan pertama dan pada kehamilan 20 – 30 mg atau lebih sering jika ada tanda anemia.

f. Berikan tablet zat besi minimal 90 tablet selama hamil dan diminum sehari sekali dengan air putih.

g. Menanyakan adanya tanda dan gejala PMS.

h. Lakukan pemeriksaan fisik lengkap, termasuk payudara untuk persiapan menyusui.

i. Ukur Tinggi Fundus Uteri (TFU) dalam centimeter. Jika ukuran berbeda nyata dengan umur kehamilan dalam minggu, baik lebih atau kurang waspadai pertumbuhan janin dalam uterus.

j. Mendengarkan denyut jantung janin dan tanyakan pergerakan janin, rujuk jika terjadi penurunan.

k. Beri nasehat tentang cara perawatan diri selama kehamilan

(18)

2.1.5 Lokasi Pelayanan Antenatal care

Menurut Depkes RI (1997), tempat pemberian pelayanan antenatal care dapat bersifat statis dan aktif meliputi :

1. Puskesmas/puskesmas pembantu 2. Pondok bersalin desa

3. Posyandu

4. Rumah Penduduk (pada kunjungan rumah) 5. Rumah sakit pemerintah/ swasta

6. Rumah sakit bersalin

7. Tempat praktek swasta (bidan dan dokter)

2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kunjungan (Antenatal care)

Menurut Fizben dan Ajzen, 1989 (dalam Padila, 2014) peran serta ibu hamil di dalam memanfaatkan pelayanan antenatal care dipengaruhi perilaku individu dalam penggunaan pelayanan kesehatan, adanya pengetahuan tentang manfaat pelayanan antenatal care selama kehamilan akan menyebabkan sikap yang positif. Selanjutnya

sikap positif akan memengaruhi niat untuk ikut serta dalam melakukan kunjungan antenatal care. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah disebut perilaku.

(19)

2.2.1 Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor predisposisi mencakup pengetahuan, sikap, umur, pendidikan, pekerjaan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

A. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2010) tingkat pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan : tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Tingkat pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Pengetahuan tentang kehamilan harus dimiliki ibu hamil untuk dapat menyiapkan fisik atau mental agar sampai akhir kehamilannya sama sehatnya, bilamana ada kelainan fisik atau psikologis bisa ditemukan secara dini dan diobati, serta melahirkan tanpa kesulitan dengan bayi yang sehat.

(20)

pengetahuan ibu hamil berhubungan dengan keteraturan melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan. Penelitian Rohana (2009) juga menunjukkan ada pengaruh pengetahuan, ibu hamil dengan kunjungan antenatal care.

B. Sikap

Tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap (attitude) yaitu suatu tingkat efek (perasaan) baik yang positif (menguntungkan) maupun negatif (merugikan). Sikap belum tentu merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan “predisposisi” tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Prawirohardjo (2005) sikap merupakan potensi tingkah laku seseorang terhadap sesuatu keinginan yang dilakukan. Maka dapat dikatakan seorang ibu hamil yang bersikap positif terhadap perawatan kehamilan (ANC) cenderung akan mempunyai motivasi tinggi untuk melakukan ANC. Hal ini dikarenakan informasi, pengetahuan dan pemahaman ibu hamil yang baik mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan (ANC) selama kehamilan dapat mencegah bahaya dan risiko yang mungkin terjadi selama hamil.

(21)

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Nurul (2014) menunjukkan ibu hamil akan bersikap positif terhadap pemeriksaan kehamilan dan akan memengaruhi perilakunya untuk memanfaatkan pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan antenatal care dengan dukungan keluarga yang cukup dikarenakan suami/keluarga mengingatkan mereka akan jadwal pemeriksaan kehamilan dan bersedia mengantarkan ibu hamil menuju puskesmas untuk memeriksakan kehamilannya.

C. Umur

Umur adalah umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Nursalam, 2003). Dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik, sehingga akan termotivasi dalam memeriksakan kehamilan, dan mengetahui akan pentingnya antenatal care. Umur sangat berguna untuk menentukan suatu kesehatan ibu, ibu dikatakan beresiko tinggi apabila hamil di bawah 20 tahun dan dia atas 35 tahun.

(22)

penelitian Priani (2012) ibu hamil dengan usia 20-34 lebih baik dalam memanfaatkan pelayanan antenatal care dibandingkan kategori umur lainnya.

D. Paritas

Menurut Winkjosastro (2005) paritas adalah jumlah janin yang dilahirkan ibu dengan berat 500 gram atau lebih, yang dilahirkan hidup atau mati. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetri lebih baik, sedangkan paritas lebih dari 3 dapat dikurangi atau dicegah keluarga berencana. Paritas sangat memengaruhi kunjungan antenatal. Menurut penelitian Fithriany (2011) paritas sangat berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan.

E. Pendidikan

Pendidikan dapat diartikan suatu proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat dan kebudayaan. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula tingkat pengetahuannya (Notoatmodjo, 2003). Menurut penelitian Rohana (2009) menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pendidikan dengan kunjungan antenatal care.

F. Pekerjaan

(23)

tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang harus, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, bekerja bagi ibu-ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

Menurut penelitian Nurlaelah (2014) ada hubungan antara status bekerja dengan kunjungan antenatal care sebesar 0,317 artinya seseorang yang tidak bekerja memiliki waktu lebih banyak melakukan kunjungan antenatal care dengan optimal.

2.2.2 Faktor Pendukung (Enabling Factor)

Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, keterjangkauan fasilitas, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, dan sebagainya.

2.2.3 Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)

Faktor pendorong yang terwujud dalam perilaku masyarakat dan partisipasi masyarakat, dan sebagainya. Menurut Istiarti, 2000 (dalam Padila, 2014) faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang dikarenakan adanya sikap dan perilaku yang lain seperti sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan. Sikap suami yang positif dapat diwujudkan dengan memberikan dukungan kepada ibu hamil untuk meningkatkan kesehatannya dengan teratur melakukan kunjungan antenatal care.

A. Dukungan Suami

(24)

sebelum pihak lain turut memberi dorongan, dukungan dan perhatian seorang suami terhadap istri yang sedang hamil yang akan membawa dampak bagi sikap bayi. Suami dapat member dukungan dengan mengerti dan memahami setiap perubahan yang terjadi pada istrinya (Depkes RI, 2010).

Menurut Handerson (2005) ada beberapa faktor yang berperan dalam

meningkatkan kemampuan wanita dalam beradaptasi terhadap kehamilan, misalnya lingkungan sosial, dukungan sosial dan dukungan dari pemberi asuhan. Dukungan yang diberikan oleh suami dan keluarga dapat memengaruhi persepsi terhadap kehamilan dan memengaruhi tingkat kecemasan dan mekanisme koping yang ibu alami.

Menurut House dan Khan (1985); Thoits (1985) dalam Cohen (2011), mengungkapkan bentuk-bentuk dukungan sosial atau dukungan suami sebagai orang terdekat istri yaitu dukungan emosional, dukungan informasional, dukungan penilaian, dan dukungan instrumental. Secara rinci dukungan tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Emotional yang dimaksud adalah rasa empati, cinta dan kepercayaan dari orang

lain terutama suami sebagai motivasi.

2. Informational adalah dukungan yang berupa informasi, menambah pengetahuan

(25)

3. Instrumental menunjukkan ketersediaan sarana untuk memudahkan perilaku menolong orang yang menghadapi masalah berbentuk materi berupa pemberian kesempatan dan peluang waktu.

4. Appraisal berupa pemberian penghargaan atas usaha yang dilakukan,

memberikan umpan balik mengenai hasil atau prestasi yang dicapai serta memperkuat dan meninggikan perasaan harga diri dan kepercayaan akan kemampuan individu.

Plasmey (2002) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa ke empat bentuk dukungan sosial berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan. Frekuensi kunjungan ibu hamil untuk memanfaatkan fasilitas antenatal care tergantung pada dukungan lingkungan sosialnya, terutama dukungan suami.

Dukungan suami pada saat kehamilan adalah segala sesuatu yang diperbuat suami dalam merespon kehamilan istrinya. Respon suami terhadap kehamilan istri yang dapat menyebabkan adanya ketenangan batin dan perasaan senang dalam istri (Marmi dan Margiyati, 2013). Wanita yang diperhatikan dan dikasihi oleh pasangan prianya selama hamil akan menunjukkan lebih sedikit gejala emosi dan fisik, lebih sedikit komplikasi persalinan, dan lebih mudah melakukan penyesuaian selama nifas.

(26)

sendiri dan kehamilannya, maka diharapkan ibu dapat menjaga kehamilannya dengan baik sampai saat persalinan (Depkes RI, 2010).

Menurut Marmi dan Margiyati (2013) ada empat jenis dukungan yang dapat diberikan suami sebagai calon ayah antara lain :

1. Dukungan emosi yaitu suami sepenuhya memberi dukungan secara psikologis kepada istrinya dengan menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada kehamilannya serta peka terhadap kebutuhan dan perubahan emosi ibu hamil. 2. Dukungan instrumental yaitu dukungan suami yang diberikan untuk memenuhi

kebutuhan fisik ibu hamil dengan bantuan keluarga lainnya.

3. Dukungan informasi yaitu dukungan suami dalam memberikan informasi yang diperolehnya mengenai kehamilan.

4. Dukungan penilaian yaitu memberikan keputusan yang tepat untuk perawatan kehamilan istrinya.

a. Bentuk Dukungan Suami terhadap Pemeriksaan Kehamilan

(27)

Suami juga perlu mempersiapkan dana ekstra yang tidak sedikit, baik untuk keperluan selama kehamilan, maupun saat melahirkan, terlebih apabila kelak dibutuhkan tindakan operasi. Karenanya, sejak mengetahui istrinya hamil, suami harus segera menyisihkan dana khusus untuk keperluan ini. Sehingga, saat melahirkan, telah tersedia dana yang dibutuhkan (Saifuddin, 2006).

Menurut pendapat Suryaningsih (2007) mengatakan bahwa peran suami sangat diperlukan bagi seorang wanita hamil. Keterlibatan dan dukungan yang diberikan suami kepada kehamilan akan mempererat hubungan antara suami istri. Dukungan yang diperoleh oleh ibu hamil akan membuatnya lebih tenang dan nyaman dalam kehamilannya. Faktor yang dapat mengurangi kecemasan yang terjadi pada wanita hamil adalah adanya dukungan suami yang didapat dari suami, keluarga atau saudara lainnya, orang tua, dan mertua.

Dukungan suami yang didapatkan calon ibu akan menimbulkan perasaan tenang, sikap positif terhadap diri sendiri dan kehamilannya. Hal ini akan memberikan kehamilan yang sehat. Dukungan yang dapat diberikan oleh suami misalnya dengan mengantar ibu memeriksakan kehamilan, memenuhi keinginan ibu hamil yang mengidam, mengingatkan minum tablet besi, maupun membantu ibu melakukan kegiatan rumah tangga selama ibu hamil.

(28)

hubungan yang baik antara keluarga dan ibu hamil dan mencegah kecemasan yang timbul akibat perubahan fisik yang mempengaruhi kondisi psikologisnya (Rukiyah dan Yulianti, 2014).

Hal senada juga diutarakan oleh Chomaria (2012) bahwa dukungan suami yang sangat diharapkan oleh sang istri antara lain suami mendambakan bayi dalam kandungan istri, suami menunjukkan kebahagiaan pada kelahiran bayi, memperhatikan kesehatan istri, mengantar dan memahami istrinya, tidak menyakiti istri, berdoa untuk keselamatan istri dan suami menunggu ketika istri dalam proses persalinan.

Hasil penelitian Djusmalizar (2011) dalam penelitian Arihta (2012) bahwa dukungan suami yang baik menyebabkan kunjungan antenatal care pada ibu hamil dilakukan secara lengkap. Menurut Kusmiati, dkk (2010), dengan menemani isteri pada saat pemeriksaan kehamilan, suami akan lebih banyak mendapatkan informasi sehingga lebih siap menghadapi kehamilan dan persalinan isterinya. Selain itu isteri juga lebih merasa aman dan nyaman diperiksa bila ditemani suaminya, karena orang yang paling penting bagi seorang wanita hamil adalah suaminya.

Menurut Kusmiati, dkk (2010) ada 6 hal yang dilakukan oleh seorang suami untuk mendukung istri yang sedang hamil:

1. Memberikan perhatian

(29)

kandungan. Berbicaralah dengan bayi anda dan cobalah untuk ikut berbagi rasa dengan istri. Catatlah perkembangan janin bersama istri dan beli buku yang berisi gambar-gambar perkembangan janin. Bertanyalah kepada istri anda dengan cara yang baik dan perhatikan jawabannya. Cium dan kecuplah janin dalam kandungan istri anda seolah-olah dia telah berada dalam gendongan anda. Panggil dia dengan nama-nama yang indah, seperti sayangku, cintaku, adik kecil, atau semacamnya.

2. Dampingi istri anda

Dampingi istri anda setiap kali memeriksakan dirinya ke bidan atau dokter. Jangan hanya bersikap pasif di depan dokter atau bidan, bertanyalah setidaknya satu pertanyaan kepada dokter. Jangan mengkritik istri di depan orang asing (misalnya “Kamu terlalu banyak makan, kurang minum air putih” atau kritik-kritik lain). Kehamilan dan kelahiran adalah proses yang alami, jadi damping istri anda, Temani istri berbelanja makanan atau keperluan dan pernak-pernik untuk bayi, meskipun anda merasa bosan dan merasa bahwa kegiatan ini bukan sesuatu yang penting.

3. Merawatnya

(30)

tampaknya sepele, namun hal-hal ini akan semakin menguatkan cinta dan perhatian suami kepada istri.

Usulkan agar sesekali biar anda saja yang memasak ketika istri sedang lelah atau bantulah istri untuk membersihkan rumah sehingga istri merasa dapat mengandalkan suami. Semangatnya akan bertambah sebagaimana bertambahnya cintanya kepada suami. Yakinkan bahwa istri harus makan dengan baik dan ambilkan lebih banyak air putih untuk diminum. Jadilah orang yang lemah lembut dan sabar.

4. Menjaga kesehatan bersamanya

Ketika istri sedang berusaha keras mengubah kebiasaan makannya, temanilah istri. Hentikan kebiasaan minum kopi, gantilah dengan banyak-banyak minum air putih, Jika istri terlalu banyak makan junk food, jangan membuatnya merasa salah. Berilah pengertian bahwa istri tidak sendiri, banyak orang lain yang juga berusaha untuk menghentikan kebiasaan itu. Berusahalah pulang lebih cepat agar suami memiliki lebih banyak waktu bersamanya. Jika istri merasa jika suami tidak bisa menemaninya selama hamil, maka istri juga akan merasa kalau suami juga tidak akan mengubah sikap tidak perduli suami saat menyambut kelahiran bayi.

5. Menemani istri

(31)

membantu memperkuat kehamilan. Tunjukkan cinta suami dan bombing istri sekuat kemampuan suami: memijatnya, membantu menerangkan posisi yang bagus saat melahirkan, menceritakan cerita lucu dan menyiapkan makanan untuknya.

6. Berbelanja, berbincang, dan membuat keputusan bersama

Bersama istri, putuskan apakah akan menyusui atau memberikan susu formula pada bayi, menggunakan popok kain atau popok diaper. Jika anda merasa tidak ada yang bisa dikerjakan atau jika suami berubah pikiran, hendaknya semuanya diputuskan melalui diskusi.

b. Peran dan Keterlibatan Suami dalam Kehamilan

Dukungan dan peran serta suami dalam masa kehamilan terbukti meningkatkan kesiapan ibu hamil dalam menghadapi proses persalinan, bahkan juga produksi ASI. Partisipasi suami yang dapat dilakukan :

1. Membantu mempertahankan dan meningkatkan kesehatan istri yang sedang hamil

2. Memberikan perhatian dan kasih sayang kepada istri

3. Mengajak dan mengantar istri untuk memeriksa kehamilan ke fasilitas kesehatan yang terdekat minimal 4 kali selama kehamilan

4. Memenuhi kebutuhan gizi bagi istrinya agar tidak terjadi anemia dan memperoleh istirahat yang cukup

(32)

6. Menyiapkan biaya melahirkan dan biaya transportasi

7. Melakukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap sedini mungkin

Selama hamil, ada begitu banyak perubahan pada ibu, yang paling menonjol adalah perubahan emosi. Itu terjadi karena kadar hormon estrogen dan progesteron di dalam tubuh berubah. Maka dalam keadaan seperti ini suamilah yang paling tepat untuk membantu melalui masa-masa itu.

a) Ada beberapa hal yang bisa terjadi pada trimester I seperti :

1) Sering mual-mual dan muntah terutama di pagi hari karena mengalami morning sicknes.

2) Menjadi cepat lelah dan mudah mengantuk, mungkin tiba-tiba meminta atau menginginkan sesuatu atau ngidam,

3) Semula tampak gembira, namun dalam beberapa detik bisa mendadak menangis tersedu-sedu, merasa tertekan dan sedih tanpa sebab yang jelas. Yang dapat dilakukan suami :

1) Bawakan roti dan air putih atau jus buah ke tempat tidur. Sehingga, begitu istri bangun dan morning sickness mendera, keluhan yang dirasakan langsung hilang.

2) Berkat perhatian dan kasih sayang buatlah istri merasa nyaman, sehingga dapat beristirahat dan cukup tidur.

(33)

4) Tunjukkan rasa bahagia dan antusias terhadap janin dalam kandungan dengan cara mengajak janin bicara.

b) Beberapa hal yang bisa terjadi pada trimester II ( masa-masa bahagia)

1) Emosi cenderung lebih stabil dan keluhan morning sickness juga jauh berkurang, janin mulai bergerak dan istri merasa bahagia dengan kehamilannya sehingga lebih bersemangat.

Yang dapat dilakukan suami :

1) Tetap menunjukkan kalau suami mengerti dan memahami benar perubahan emosi yang cepat serta perasaan lebih peka yang dialaminya dan dampingi istri saat melakukan pemeriksaan kehamilan.

c) Beberapa hal yang bisa terjadi pada trimester III (takut dan cemas menghadapi persalinan)

1) Semakin dekat persalinan biasanya dia merasa semakin takut dan cemas 2) Merasa penampilannya tidak menarik karena perubahan bentuk fisik 3) Sering mengeluh sakit, pegal, ngilu dan berbagai rasa tidak nyaman pada

tubuhnya, terutama pada punggung dan panggul. Yang dapat dilakukan suami :

1) Bantu ibu untuk mengatasi rasa cemas dan takut dalam menghadapi proses persalinan

2) Puji ibu bahwa ibu tetap cantik dan menarik

(34)

2.3 Landasan Teori

Kerangka teori pada penelitian ini adalah modifikasi dari beberapa landasan teori perubahan perilaku kesehatan. Green menjelaskan, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni:

a) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya: pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Kesadaran ibu hamil akan memengaruhi niat untuk melakukan pemeriksaan kehamilan, setelah dilakukan pemeriksaan kehamilan inilah disebut perilaku. Disamping kesadaran atau sikap ibu hamil yang positif juga diperlukan faktor dukungan dari pihak yang lain seperti suami.

(35)

tidak boleh disuntik (periksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus) karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.

b) Faktor-faktor pendukung (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya.

(36)

c) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa hamil, serta kemudahan memperoleh fasilitas periksa hamil, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa hamil.

(37)

2.4 Kerangka Teori

Sumber: Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012)

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor Predisposisi

(Predisposing Factor) - Pengetahuan - Sikap

- Kepercayaan - Nilai-nilai - Keyakinan, dan

sebagainya

Faktor Pendukung (Enabling Factor) - Lingkungan fisik - Keterjangkauan

fasilitas

- Sarana kesehatan

Faktor Pendorong (Reinforcing Factor) - Partisipasi masyarakat - Dukungan suami,

dan sebagainya

(38)

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang dikemukakan, maka peneliti dapat merumuskan kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut:

Variabel Independen (Bebas) Variabel Dependen (Terikat)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Dukungan Suami:

1. Dukungan informasional 2. Dukungan

penilaian/penghargaan 3. Dukungan instrumental 4. Dukungan emosional

- Pengetahuan - Sikap

Kunjungan Antenatal Care

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

menyelesaikan penyusunan usulan penelitian ini yang berjudul “ HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG PEMERIKSAAN KEHAMILAN DENGAN KUNJUNGAN PEMERIKSAAN

Hubungan Dukungan Suami pada Ibu Hamil dengan Frekuensi Kunjungan ANC di Puskesmas Ngoresan.. Program Studi DIV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL PRIMIGRAVIDA DI PUSKESMAS PACAR KELING SURABAYA. Oleh : Maria

Kesimpulan dan Saran : dari hasil penelitian telah diketahui bahwa ada perbedaan proporsi kunjungan antenatal antara ibu yang mendapat dukungan suami dengan ibu yang

Kesimpulan dan Saran : dari hasil penelitian telah diketahui bahwa ada perbedaan proporsi kunjungan antenatal antara ibu yang mendapat dukungan suami dengan ibu yang

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI PADA IBU HAMIL DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE. DI RUMAH BERSALIN HADIJAH MEDAN

1 Apakah suami pernah memberikan pujian kepada ibu pada saat ibu telah memeriksakaan kehamilannya?. 2 Apakah ibu pernah memberikan semangat

Legawati 2018 menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan persalinan adalah: a Dukungan suami; dukungan keluarga, terutama suami saat ibu melahirkan sangat dibutuhkan sehingga