BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kehamilan adalah hal yang luar biasa karena menyangkut perubahan
fisiologis, biologis dan psikis yang mengubah hidup seorang wanita (Maulana, 2008). Kehamilan merupakan suatu perubahan hormonal, yang merupakan bagian dari respon itu terhadap kehamilan yang dapat menimbulkan stress, dan dapat menjadi
perubahan perasaan, hampir sama seperti saat mereka akan menstruasi atau selama menopause (Bobak, Lowdermilk dan Jensen, 2005).
Masa kehamilan juga merupakan sebuah impian yang sangat dinanti dan diharapkan oleh pasangan suami dan istri. Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan menghasilkan kelahiran bayi sehat cukup bulan melalui jalan lahir
(Chomaria, 2012). Namun demikian tidak semua hasil kehamilan dan persalinan akan menggembirakan seorang suami, ibu dan bayi lahir sehat, tetapi ibu hamil bisa
menghadapi kegawatan dengan derajat ringan sampai berat yang dapat memberikan bahaya terjadinya ketidaknyamanan, ketidakpuasan, kesakitan, kecacatan bahkan kematian bagi ibu hamil, risiko tinggi, maupun rendah yang mengalami komplikasi
dalam persalinan.
Sangat sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan menjadi masalah
menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural.
Asuhan pemeriksaan kehamilan/antenatal care (ANC) yang dilakukan secara teratur dan rutin merupakan cara yang paling tepat dan penting untuk memantau dan
mendukung kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal, ibu hamil sebaiknya mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal
care (Saifuddin, 2002).
Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan dapat dilihat dari peningkatan
atau penurunan derajat kesehatan. Salah satu indikator derajat kesehatan tersebut adalah angka kematian ibu (AKI) (Depkes RI, 2010). Pada profil kesehatan Indonesia tahun 2010, walaupun sudah terjadi penurunan AKI di Indonesia, namun angka
tersebut masih menempatkan Indonesia pada peringkat 12 dari 18 negara ASEAN dan SEARO (Sounth East Asia Region), yaitu Bangladesh, Bhutan, Korea Utara, India, Maladewa, Myanmar, Nepal, Timor Leste, dan lain-lain. Angka kematian Ibu (AKI)
di Indonesia saat ini telah berhasil diturunkan dari 307/100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2002 menjadi 228/100.000 KH pada tahun 2007, tetapi meningkat
kembali menjadi 359/100.000 KH pada tahun 2012 (SDKI, 2013).
Angka kematian ibu penurunannya masih relatif lambat, untuk itu masih diperlukan upaya keras untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi dan balita.
Target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup sementara berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2014). Sedangkan AKI di Propinsi Sumatera
Utara sebesar 268 per 100.000 kelahiran hidup. Secara estimasi maka angka kematian tidak mengalami penurunan sejak tahun 2010 sampai 2013 (Dinkes Propsu, 2014).
Kebijakan pemerintah untuk menurunkan kematian ibu dengan mencanangkan program Making Pregnancy Safer (MPS) yang merupakan strategi kesehatan secara terfokus pada pendekatan dan perencanaan yang sistematis dan terpadu.
(Prawirohardjo, 2009). Pemerintah merencanakan program penurunan angka kematian ibu dan bayi dalam Millennium Development Goals (MDGs) juga
merupakan upaya untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan dengan memperluas cakupan pelayanan antenatal care melalui pemeriksaan kehamilan (Mochtar, 2002). Selain itu program MPS merupakan salah satu kebijakan
pemerintah dimana output yang diharapkan dari strategi MPS adalah menetapkan keterlibatan suami dalam mempromosikan kesehatan ibu dan meningkatkan peran aktif keluarga dalam kehamilan dan persalinan (Depkes RI, 2008).
Meningkatnya angka kematian ibu (AKI) disebabkan oleh ketidaktahuan pengetahuan kehamilan pada saat hamil. Dukungan suami dalam mendukung
pemeriksaan kehamilan sangat diperlukan dalam mempersiapkan fisik mental dan memperhatikan kesehatan ibu hamil. Laki-laki sebagai suami ikut berperan dalam kehidupan dan kesehatan istri dan anak-anaknya (Mufadlilah, 2009).
Secara nasional angka cakupan pelayanan antenatal saat ini sudah tinggi, walaupun cakupan K1 selalu mengalami peningkatan, kecuali di tahun 2013 dimana
2013. Sedangkan cakupan K4 tahun 2012 dari 90,18% menjadi 86,85% tahun 2013
(Profil Kesehatan Indonesia, 2013). Cakupan K1 ibu hamil di Propinsi Sumatera Utara rata-rata 95% sedangkan cakupan K4 ibu hamil di Sumatera Utara sejak tahun
2009 mengalami kenaikan dari 81,77% menjadi 88,7% di tahun 2013. Namun peningkatan ini terkesan lambat karena peningkatannya hanya sekitar 1-2% setiap tahun (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2013).
Sedangkan cakupan K1 di Kota Medan rata-ratanya 88,55% dan cakupan K4 rata-ratanya 83,20% (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2013). Cakupan pelayanan
Antenatal care (ANC) dapat dipantau melalui pelayanan kunjungan baru/pertama ibu
hamil (K1) yaitu kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi, untuk mendapatkan pelayanan terpadu dan komprehensif
sesuai dengan standar. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada trimester pertama, sebaiknya sebelum minggu kedelapan. Sedangkan K4 adalah kontak 4 kali atau lebih ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi untuk mendapatkan
pelayanan terpadu dan komprehensif sesuai dengan standar (Kemenkes RI, 2012). Menurut Depkes RI (2008) faktor yang memengaruhi ibu melakukan
kunjungan K1 dan K4 ibu hamil diantaranya adalah faktor internal (paritas dan usia) dan faktor eksternal (pengetahuan, sikap, ekonomi, sosial budaya, geografis, informasi dan dukungan). Karakteristik merupakan ciri khas yang mempunyai sifat
khas seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh pendidikan, umur, sikap perilaku, etnis, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan spiritual (keyakinan) yang
Hasil penelitian Sadik (1996) menunjukkan bahwa beberapa variabel yang
berhubungan erat dengan derajat pemanfaatan pelayanan antenatal care yaitu karakteristik ibu hamil, pengetahuan ibu hamil, sikap ibu hamil, paritas, dukungan
sosial, dan lain-lain.
Bentuk-bentuk dukungan sosial yaitu dukungan emosional, dukungan informasional, dukungan penilaian, dan dukungan instrumental (Cohen, 2011).
Plasmey (2002) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa ke empat bentuk dukungan sosial berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan. Frekuensi kunjungan
ibu hamil untuk memanfaatkan fasilitas antenatal care tergantung pada dukungan lingkungan sosialnya, terutama dukungan suami.
Dukungan sosial merupakan bantuan, informasi, dan umpan balik dari orang
lain yang diterima seseorang dalam kehidupannya dan berada dalam lingkungan sosial tertentu seperti suami, orang tua, mertua, teman, kerabat dan saudara yang membuat si penerima merasa diperhatikan, dicintai, dihargai, dihormati, dan
dilibatkan dalam komunikasi (King, 2010).
Menurut Prasetyono (2008) menjaga dan merawat kesehatan bukanlah hal
yang mudah, karena masih ada ibu hamil yang mengabaikan kondisi kesehatannya sehingga melahirkan bayi yang tidak normal. Oleh karena itu dalam menjaga kesehatan selama kehamilan perlu adanya seseorang yang dapat memotivasi ibu,
Suami adalah salah satu orang yang penting dalam kehidupan seorang ibu.
Suami adalah orang yang pertama dan utama dalam memberikan dorongan kepada istrinya sebelum pihak lain turut memberikan dorongan. Pada masa kehamilan suami
juga cenderung memberikan reaksi yang positif, serta memberikan dukungan terhadap istrinya (Dagun, 2002). Suami yang memberikan dukungan yang dibutuhkan ibu hamil selama kehamilan, tentunya akan memberikan manfaat yang positif bagi
ibu hamil, ibu hamil akan merasa nyaman, aman, tenteram dan akan termotivasi untuk menjaga kesehatan selama kehamilan (Rima dan Raudatussalamah, 2012).
Menurut penelitian Johanna Gladeux (dalam Dagun, 2002) terhadap 26 pasangan suami-istri yang sedang menghadapi kehamilan di California, dukungan emosional suami terhadap istri dapat menyebabkan adanya ketenangan batin dan
perasaan senang dalam diri istri. Istri akhirnya menjadi lebih mudah menyesuaikan diri dalam kehamilan.
Dukungan suami bisa diwujudkan dalam bentuk dukungan emosi,
instrumental, informasi, dan penilaian (Marmi dan Margiyati, 2013). Dukungan suami terhadap kehamilan istri baik secara fisik maupun psikis yang dibutuhkan
misalnya ikut mengantarkan melakukan pemeriksaan kehamilan, bisa membuat istri menjadi bahagia dan menghayati masa kehamilan dengan tenang, sehingga dapat memengaruhi kondisi serta tumbuh kembang janin dengan baik (Chomaria, 2012).
Suami merupakan teman terbaik ibu hamil dalam menjalani kehamilan, pengetahuan dan dukungan suami dalam mendampingi istri akan mengasah rasa
oleh pasangannya selama hamil akan menunjukkan lebih sedikit gejala emosi, fisik
dan sedikit komplikasi persalinan serta lebih mudah melakukan penyesuaian selama masa nifas (Winkjosastro, 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan Simanjuntak (2002) mengatakan ada hubungan yang bermakna antara dukungan suami dengan kunjungan antenatal care (ANC). Sedangkan menurut penelitian Zainal (dalam Arihta, 2012) menunjukkan
terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan, dan adanya hubungan pengetahuan yang bermakna antara pengetahuan
dengan pemeriksaan kehamilan.
Menurut penelitian Subekti (2010) menyatakan bahwa dukungan suami yang akan memengaruhi perilaku ibu hamil dalam pemeriksaan kehamilan. Hafidz (2007)
dalam penelitiannya juga menyatakan dukungan suami memengaruhi kunjungan antenatal care pada ibu hamil multigravida trimester III.
Pengetahuan pada saat hamil dalam pemeriksaan kehamilan merupakan hal
yang sangat penting untuk diketahui ibu hamil selama kehamilan, seperti pemenuhan nutrisi ibu hamil, jangan makan sembarangan saat hamil, utamakan kualitas makanan
yang dimakan, bukan pada jumlah atau kuantitas artinya bagi ibu hamil seringlah memakan makanan yang bervariasi sehingga dapat bermanfaat bagi ibu dan janin (Khumaira, 2012). Menurut penelitian Nurul, (2014) menyatakan bahwa pengetahuan
Menurut penelitian Priani (2012) pengetahuan memengaruhi sikap seseorang
terhadap sesuatu, sikap positif sangat erat kaitannya dengan perilaku seseorang. Pengetahuan yang baik dan sikap positif akan mendorong perilaku ibu hamil ke arah
yang lebih baik khususnya perilaku kesehatan dalam keteraturan melakukan antenatal care.
Menurut Lestari (2011) dampak dari ibu hamil yang tidak mengikuti antenatal
care adalah meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas ibu, tidak terdeteksinya
kelainan-kelainan kehamilan dan kelainan fisik yang terjadi pada saat persalinan tidak
dapat dideteksi secara dini.
Menurut Dinas Kesehatan Kota Medan (2014), data cakupan K1 di Puskesmas Pulo Brayan sebesar 61,3% dan cakupan K4 sebesar 55,1%. Data cakupan K1 di
Puskesmas Glugur Kota sebesar 79,7% dan cakupan K4 sebesar 77,2%. Sedangkan data cakupan K1 di Puskesmas Sei Agul sebesar 98,4% dan cakupan K4 sebesar 95,6%. Dari ketiga wilayah kerja puskesmas yang berada di Kecamatan Medan Barat
tersebut terdapat perbedaan jumlah cakupan kunjungan antenatal care.
Dari studi pendahuluan yang di lakukan di wilayah kerja Puskesmas Pulo
Brayan, informasi yang di dapatkan 4 dari 5 ibu hamil yang memeriksakan kehamilan mengatakan suaminya mendukung kehamilan istri, tetapi karena aktivitas dan kesibukan kerja suami terkadang lupa akan jadwal kunjungan pemeriksaan kehamilan
ibu hamil mengatakan malas untuk periksa kehamilan karena merasa tidak ada
masalah.
Informasi lain yang didapat dari bidan yang cakupannya masih kurang
mengatakan bahwa ada juga ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya setelah masuk trimester II dan III, sehingga ada ibu hamil trimester III yang datang periksa kehamilan sudah terjadi kelainan atau berisiko.
Sedangkan studi pendahuluan di Puskesmas Glugur Kota dan Puskesmas Sei Agul. 3 dari 5 ibu hamil mengatakan suami kurang mendukung kehamilannya
dikarenakan kesibukan bekerja. Suami lupa akan jadwal pemeriksaan kehamilan dikarenakan aktivitas pekerjaan sehingga lupa jadwal istri untuk periksa kehamilan. Ibu mengatakan suami menganggap kehamilan adalah urusan perempuan.
Menurut penelitian Amiruddin (dalam Rohana, 2009) mengatakan ibu hamil yang antenatal care nya tidak teratur mengalami partus lama 3 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang melakukan antenatal care teratur. Lumongga (2013)
mengungkapkan bahwa menjaga dan meningkatkan kesehatan ibu dan janin selama kehamilan merupakan aspek yang penting.
Pada ibu hamil pemeriksaan antenatal memegang peranan penting dalam perjalanan kehamilan dan persalinannya. Penelitian pada ibu hamil di Jawa Tengah pada tahun 1989-1990 menemukan bahwa ibu hamil dan bersalin yang tidak
Melihat dari permasalahan maka tertarik untuk melakukan penelitian tentang
pengaruh dukungan suami, pengetahuan, dan sikap ibu hamil terhadap kunjungan antenatal care di Wilayah Kerja Puskesmas Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat
Tahun 2015.
1.2 Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh dukungan suami (informasional, penilaian, instrumental, dan emosional), pengetahuan, dan
sikap ibu hamil terhadap kunjungan antenatal care di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Barat.”
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh dukungan suami (Informasional, Penilaian, Instrumental, dan Emosional), pengetahuan, dan sikap ibu hamil Terhadap Kunjungan Antenatal care Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Barat.”
1.4 Hipotesis
Ada Pengaruh dukungan Suami (informasional, penilaian, instrumental, dan emosional), pengetahuan, dan sikap ibu hamil terhadap Kunjungan Antenatal care di
Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Barat.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Kecamatan Medan Barat, hasil penelitian ini dapat
perilaku ibu hamil terhadap kelengkapan pemeriksaan kehamilan sehingga
dapat memberikan kontribusi positif dalam peningkatan cakupan pemeriksaan kehamilan (antenatal care).
2. Bagi Penelitian Kesehatan Masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi informasi tambahan bagi penelitian selanjutnya dengan pengaruh dukungan suami, pengetahuan, dan sikap ibu hamil terhadap kunjungan