• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDO"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA

Tugas ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Masalah Kebijakan Pembangunan

Disusun Oleh:

Argo Fahma A. 201310180311117

Johan Balik S. 201310180311124

Abdul Mafahir 201310180311129

Martiyas Dwi Prasetyo 201310180311139 Intan Mala Sari 201310180311147 Ghaniy Sanaubar 201310180311162

ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk banyak di Asia. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia adalah 237,6 juta jiwa (BPS, 2010), diperkirakan meningkat pada setiap tahunnya. Pertumbuhan penduduk yang tinggi seharusnya berkontribusi positif terhadap kegiatan ekonomi. Namun pada kenyataannya, tingginya pertumbuhan penduduk tersebut malah memberikan dampak yang cukup serius. Keadaan yang menunjukkan terus meningkatnya jumlah penduduk ini justru memicu berbagai masalah, salah satu diantaranya adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan fenomena serius yang dihadapi Indonesia saat ini.

Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di Indonesia karena terbilang cukup sulit untuk mengatasinya. Terkadang ada kalanya suatu kemiskinan harus benar-benar terjadi karena adanya suatu kondisi yang memaksa seseorang untuk miskin misalnya krisis ekonomi, juga gaya hidup dan budaya yang justru mengakibatkan masyarakat Indonesia itu menjadi miskin. Hal tersebut diperparah dengan banyaknya rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan.

Kemiskinan rentan ditandai dengan sejumlah besar penduduk Indonesia yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Perbedaan antara penduduk miskin dengan hampir miskin sangat kecil sekali. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang berpengeluaran antara 1 sampai 2 dolar AS per hari, namun pada kenyatataanya masyarakat di Indonesia cenderung berpengeluaran 1.55 dolar AS per hari. Hal ini juga kerentanan untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia. Selain itu, ukuran kemiskinan yang didasarkan pada pendapatan juga menjadi penyebab kemiskinan di Indonesia.

Ukuran kemiskinan yang didasarkan pada pendapatan mempertimbangkan pada dimensi kesejahteraan. Namun, ukuran ini justru tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Pasalnya, banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. Hal tersebut didukung dengan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia pada peringkat 109 dari 175 negara yang diukur (United Nations Development Program, 2007) menjadi pertanda bahwa relatif rendahnya kualitas hidup sebagian besar rakyat Indonesia yang menjadi masalah krusial dan belum mendapatkan jalan keluar. Di samping itu, perbedaan antar daerah juga merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.

(3)

persentase penduduk miskin (Head Count Index atau rasio penduduk miskin terhadap total penduduk), penduduk miskin di perdesaan (20,33%) lebih banyak daripada yang berada di perkotaan (13,57%). Dari data tersebut dapat dicermati bahwa jumlah penduduk miskin di perdesaan jauh lebih besar dari yang berada di perkotaan (BPS, 2003:1). Tetapi yang terpenting adalah dengan melintasi kepulauan Indonesia yang sangat luas, akan ditemui kantong-kantong kemiskinan di dalam daerah itu sendiri.

Kemiskinan antar wilayah masih belum menemukan jalan keluar. Kemiskinan antar wilayah di Indonesia disebabkan oleh tidak meratanya pelayanan dasar antar daerah. Hal ini diperparah dengan kurangnya sarana-prasarana di daerah-daerah terpencil. Di Jawa rata-rata jarak rumah tangga ke puskesmas terdekat adalah empat kilometer, sedangkan di Papua 32 kilometer. Data menunjukkan kemiskinan di Jawa Bali adalah 15,7 persen, sedangkan di Papua adalah 38,7 persen. Hal ini yang menyebabkan tingkat kemiskinan di Indonesia bagian timur lebih tinggi daripada Indonesia bagian barat.

Tingginya tingkat kemiskinan yang melanda wilayah Indonesia bagian timur yang terbilang masih belum mendapatkan jalan keluar menyebabkan pemerintah melakukan beberapa kebijakan pembangunan dengan maksimal untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Namun, bukan hanya untuk wilayah Indonesia bagian timur, karena sebagian besar masyarakat miskin juga hidup di wilayah Indonesia bagian barat. Kebijakan pemerintah untuk mengentaskan masalah kemiskinan diantaranya adalah dengan menjadikan pertumbuhan ekonomi, pelayanan masyarakat untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, menjadikan belanja pemerintah bermanfaat bagi penduduk miskin, serta kebijakan yang memihak kepada kelompok atau orang miskin.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu strategi untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Hal tersebut merupakan kunci bagi upaya untuk menghubungkan penduduk miskin dengan proses pertumbuhan, bahkan baik dalam konteks perdesaan-perkotaan ataupun dalam berbagai pengelompokan berdasarkan wilayah dan kepulauan. Hal ini sangat mendasar dalam menangani aspek ketimpangan wilayah. Tidak hanya itu, berkaitan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan Indonesia, apapun yang dapat meningkatkan pendapatan penduduk akan dengan cepat mengurangi angka kemiskinan serta kerentanan kemiskinan. Di samping itu, pelayanan masyarakat untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia juga merupakan hal mutlak dalam penanganan kemiskinan di Indonesia.

(4)

Menjadikan belanja pemerintah bermanfaat bagi penduduk miskin merupakan upaya untuk membantu masyarakat Indonesia dalam menghadapi kemiskinan (baik dari segi pendapatan-maupun non pendapatan). Dalam hal ini pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk membantu masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan dari segi pendapatan melalui suatu sistem perlindungan social modern yang meningkatkan kemampuan mereka sendiri untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Pengeluaran pemerintah juga dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi masalah kemiskinan dari aspek non-pendapatan. Di samping hal tersebut, kebijakan yang memihak kepada kelompok atau orang miskin juga merupakan kebijakan untuk mengatasi masalah kemiskinan.

Kebijakan yang memihak kepada kelompok atau orang miskinmem prioritaskan tiga hal yaitu memperkuat kapasitas ekonomi kelompok miskin, memberikan modal yang memadahi sehingga ada proses transformasi ekonomi untuk menanggulangi kemiskinan dan perlindungan bagi kelompok atau orang miskin agar berdaya dalam meningkatkan skill produksi dan kemampuan sumber daya manusia lainnya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang penelitian di atas telah disinggung tentang kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan. Sehubungan dengan hal di atas, maka peneliti menemukan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi kemiskinan di Indonesia saat ini?

2. Bagaimana kebijakan di Indonesia saat ini untuk mengentaskan kemiskinan?

3. Bagaimana kebijakan yang seharusnya diterapkan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kondisi kemiskinan di Indonesia saat ini.

2. Untuk mengetahui kebijakan di Indonesia saat ini untuk mengentaskan kemiskinan.

3. Untuk menjelaskan kebijakan yang seharusnya diterapkan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Ada pun manfaat dalam penelitian ini adalah:

(5)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi pemerintah pusat dalam menganalisis kesenjangan pendapatan terhadap tingkat kemiskinan.

2. Bagi calon peneliti

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kemiskinan

Garis kemiskinan berdasarkan kebutuhan minimum rumah tangga adalah senilai 2.140 kg beras setiap orang per tahun di pedesaan dan 360 kg beras setiap orang per tahun di daerah kota. Penetapan garis kemiskinan ini yang setara denngan nilai beras dimaksudkan ini untuk dapat membandingkan tingkat hidup antar waktu dan perbedaan harga kebutuhan harga pokok antar wilayah. Pendapat Sajogyo ini pada masa berikutnya dapat kritikan dari Both dan Sundrum, karena dalam kenyataannya beras tidak merupakan bahan kebutuhan pokok penduduk pedesaan yang miskin terutama di Pulau Jawa (Sajogyo, 1997).

Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dengan batasan ini maka perkiraan pada 2001 1,1 milyar orang di dunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 milyar orang di dunia mengonsumsi kurang dari $2/hari. Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001. Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup di bawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi, nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut. Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia berkembang, ada bukti tentang kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.

Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (2007) agar seseorang dapat hidup layak, pemenuhan akan kebutuhan makanan saja tidak akan cukup, oleh karena itu perlu pula dipenuhi kebutuhan dasar bukan makanan, seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian, serta aneka barang dan jasa lainnya. Ringkasnya, garis kemiskinan terdiri atas dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan dan bukan makanan.

B. Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan

(7)

Individual explanation, diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri: malas, pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, cacat bawaan, belum siap memiliki anak dan sebagainya.

Familial explanation, akibat faktor keturunan, dimana antar generasi terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat pendidikan.

Subcultural explanation, akibat karakteristik perilaku suatu lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat.

Structural explanations, menganggap kemiskinan sebagai produk dari masyarakat yang menciptakan ketidakseimbangan dengan pembedaan status atau hak.

2) Faktor penyebab kemiskinan menurut Sharp et al. (Sharp, A. M., Register, C.A., Grimes, P.W. (2000), Economics of Social Issues 14th edition, New york: Irwin/McGraw-Hill) meliputi:

 Rendahnya kualitas angkatan kerja.

Salah satu penyebab terjaadinya kemiskinan adalah karena rendahnya kualitas angkatan kerja. Kualitas angkatan kerja ini bisa dilihat dari angka buta huruf. Sebagai contoh Amerika Serikat hanya mempunyai angka buta huruf sebesar 1%, dibandingkan dengan Ethiopia yang mempunyai angka diatas 50%.

 Akses yang sulit terhadap kepemilikan modal.

Kepemilikan modal yang sedikit serta rasio antara modal dan tenaga kerja (capital-to-labour rations) menghasilkan produktivitas yang rendah yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab kemiskinan.

 Rendahnya tingkat penguasaan teknologi.

Negara-negara dengan penguasaan teknologi yang rendah mempunyai tingkat produktivitas yang rendah pula. Tingkat produktivitas yang rendah menyebabkan terjadinya pengangguran. Hal ini disebabkan oleh kegagalan dalam mengadaptasi teknik produksi yang lebih modern. Ukuran tingkat penguasaan teknologi yang rendah salah satunya bisa dilihat dari penggunaan alat-alat produksi yang masih tradisional.

 Penggunaan sumberdaya yang tidak efisien.

Negara miskin sumber daya yang tersedia tidak dipergunakan secara penuh dan efisien. Pada tingkat rumah tangga penggunaan sumber daya biasanya masih bersifat tradisional yang menyebabkan terjadinya inefisiensi.

 Pertumbuhan penduduk yang tinggi.

(8)

mengakibatkan kelebihan penduduk dan kekurangan bahan pangan. Kekurangan bahan pangan merupakan salah satu indikasi terjadinya kemiskinan.

3) Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000:107) sebagai berikut:

 Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidak samaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memilki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah.

 Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya juga rendah, upahnyapun rendah.

 Kemiskinan muncul karena perbedaan akses dan modal.

4) Sendalam Ismawan (2003:102) mengutarakan bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas.

Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa terpaksa saat ini yang dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya dilakukan). Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi terhambat.

5) Penyebab kemiskinan menurut Nazara, Suhaisil (2007:23) sebagai berikut:

 Kemiskinan selalu dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam mencapai pendidikan tinggi.

Hal ini berkaitan dengan mahalnya biaya pendidikan, walaupun pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk membebaskan uang bayaran di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun komponen biaya pendidikan lain yang harus dikeluarkan masih cukup tinggi, seperti uang buku dan seragam sekolah. Biaya yang harus dikeluarkan orang miskin untuk menyekolahkan anaknya juga harus termasuk biaya kehilangan dari pendapatan (apportunity cost) jika anak mereka bekerja.

 Kemiskinan juga selalu dihubungkan dengan jenis pekerjaan tertentu.

(9)

studi tersebut juga ditemukan bahwa sektor pertanian sektor pertanian menyumbang lebih dari 50 persen terhadap total kemiskinan di Indonesia dan ini sangat kontras jika dibandingkan dengan sektor jasa dan industri. Dengan demikian tingginya tingkat kemiskinan di sektor pertanian menyebabkan kemiskinan diantara kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang bekerja di sektor lainnya.

 Hubungan antara kemiskinan dan gender.

Di Indonesia sangat terasa sekali dimensi gender dalam kemiskinan, yaitu dari beberapa indikator kemiskinan seperti tingkat buta huruf, angka pengangguran, pekerja di sektor informal dan lain-lainnya, penduduk perempuan memiliki posisi yang lebih tidak menguntungkan daripada penduduk laki-laki (ILO:2004).

 Hubungan antara kemiskinan dengan kurangnya akses terhadap berbagai pelayanan dasar infrastruktur.

Sistem infrastruktur yang baik akan meningkatkan pendapatan orang miskin secara langsung dan tidak langsung melalui penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, transportasi, telekomunikasi, akses energi, air dan kondisi sanitasi yang lebih baik (Sida; 1996).

 Lokasi geografis.

(10)

Faktor-faktor tersebut ada keterkaitan satu sama lainnya yang membentuk lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty). Rumah tangga miskin pada umunya berpendidikan rendah dan terpusat di daerah pedesaan, karena berpendidikan rendah, maka produktivitasnya rendah sehingga imbalan yang akan diperoleh tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan. Akibatnya, rumah tangga miksin pula pada generasi berikutnya. Selain itu, adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal juga menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas

mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diterima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya1.

C. Karakteristik Rumah Tangga Miskin

1) Karakteristik Demografi Kepala Rumah Tangga Miskin

Beberapa karakteristik demografi tentang kepala rumah tangga miskin yang dapat dianalisis sesuai dengan ketersediaan data mencakup rata-rata jumlah anggota rumah tangga, wanita sebagai kepala rumah tangga, dan rata-rata usia

1 Ragnar Nurkse, ekonom pembangunan ternama di tahun 1953, yang mengatakan: “a poor country is poor because it is poor” (negara miskin itu miskin karena dia miskin).

Lingkaran Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty)

Ketidaksempurnaan pasar, Keterbelakangan,

Ketertinggalan

Tabungan Rendah

Investasi Rendah Produktivitas Rendah Kekurangan

Modal

Pendapatan Rendah Gambar 1.1

Sumber: Tulus Tambunan T.H. 2008 dalam

(11)

kepala rumah tangga. Untuk perbandingan, data disajikan dalam bentuk perbandingan, data disajikan dalam bentuk perbandingan antara rumah tangga miskin dan rumah tangga tidak miskin. Dilihat menurut rata-rata jumlah anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga miskin lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga tidak miskin.

Hal ini diyakini karena rumah tangga miskin cenderung mempunyai tingkat kelahiran yang tinggi. Kenyataan bahwa rumah tangga miskin umumnya memiliki keterbatasan akses terhadap pendapatan dan kesehatan yang dapat mengakibatkan kurangnya pemenuhan gizi anak-anak rumah tangga miskin, jumlah anggota rumah tangga yang besar pada gilirannya dapat menghambat peningkatan sumberdaya manusia di masa depan yang dalam hal ini adalah anak-anak. Jika hal ini terjadi maka mereka akan mewarisi (tetap hidup dalam kemiskinan) di masa mendatang.

2) Karakteristik Pendidikan Kepala Rumah Tangga Miskin

Pendidikan berkaitan erat dengan kemiskinan. Orang yang berpendidikan lebih baik cenderung memiliki tingkat pendapatan yang lebih baik pula. Karena orang yang berpendidikan tinggi memiliki peluang yang lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan dengan tingkat upah yang lebi tinggi dibanding mereka yang berpendidikan rendah. Dengan demikian orang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah memiliki peluang yang yang lebih kecil untuk menjadi miskin dibanding mereka yang berpendidikan rendah. Untuk melihat kecenderungan tersebut, beberapa karakteristik pendidikan seperti rata-rata lamanya sekolah, kemampuan baca tulis, dan tingkat pendidikan yang ditamatkan kepala rumah tangga miskin menarik untuk dicermati.

3) Karakteristik Ketenagakerjaan Kepala Rumah Tangga Miskin

Salah satu indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga adalah sumber penghasilan utama rumah tangga. Sumber penghasilan utama umumnya terkait erat dengan tingkat penghasilan. Misalnya penghasilan/upah yang bersumber dari pekerjaan di sektor formal cenderung lebih tinggi dibandingkan upah yang bersumber dari pekerjaan informal. Dengan demikian rumah tangga yang memiliki sumber penghasilan utama berasal dari sektor akan cenderung lebih sejahtera (dalam arti memiliki penghasilan yang lebih tinggi) dibandingkan dengan rumah tangga yang sumber penghasilan utamanya berasal dari sektor informal.

Dua karakteristik utama ketenagakerjaan yang diharapkan mampu menggambarkan perbedaan antara rumah tangga miskin dan rumah tangga tidak miskin berdasarkan ketersediaan data yang ada adalah lapangan usaha atau sektor dan jumlah jam kerja seminggu.

D. Mengukur Kemiskinan

(12)

hitungan Indeks Perkepala (Head Count Index), yakni jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di baah garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil sehingga kita dapat mengurangi angka kemiskinan dengan menelusuri kemjuan yang diperoleh dalam mengentaskan kemiskinan disepanjang waktu.

Rumus dalam perhitungan garis kemiskinan (Menurut BPS) ialah:

GK=GKM+GKBM

Keterangan:

GK = Garis Kemiskinan

GKM = Garis Kemiskinan Makanan

GKBM= Garis Kemiskinan Bukan Makanan

Kebutuhan minimum makanan yang disertakan dengan 2100 kalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll)

Garis kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

E. Konsep Kemiskinan

Ada tiga macam konsep kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan subyektif2. Kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang kongkrit (a fixed yardstick). Masing-masing negara mempunyai batasan kemiskinan absolut yang berbeda-beda sebab kebutuhan hidup dasar masyarakat yang dipergunakan sebagai acuan memang berlainan. Karena ukurannya dipastikan, konsep kemiskinan ini mengenal garis batas kemiskinan.

Konsep kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan “the idea of relative standard” yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar asumsinya adalah kemiskinan disuatu daerah berbeda dengan daerah lainnya, dan kemiskinan pada suatu waktu berbeda dengan waktu yang lain. Konsep kemiskinan semacam ini lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan (in terms of judgement) anggota masyarakattertentu dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup. Konsep ini juga dikritik, terutama karena sangat sulit dan terus berubah-ubah. Layak bagi komunitas tertentuboleh jadi tidak layak bagi komunitas lain, demikian juga layak pada saat sekarang boleh jadi tidak untuk mendatang.

(13)

Sedangkan kemiskinan subyektif dirumuskan berdasarkan persaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal a fixed yardstick, tidak memperhitungkan the idea of relatives standard. Kelompok yang menurut ukuran kita berada di bawah garis kemiskinan, boleh jadi menganggap dirinya sendiri miskin atau sebaliknya. Dan kelompok yang dalam perasaan kita tergolong hidup dalam kondisi tidak layak, boleh jadi tidak menganggap seperti itu. Oleh karenanya, konsep ini dianggap lebih tepat apabila dipergunakan untuk memahami kemisinan dan merumuskan cara atau strategi yang efektif untuk penanggulangannya.

F. Dimensi Kemiskinan

Ada dua macam persepekti yang lazim dipergunakan untuk mendekati masalah kemiskinan, yaitu perspektif kultural (cultural perspective) dan perspektif struktural atau situasional (situational perspective)3. Perspektif kultural mendekati masalah kemiskinan pada tiga tingkat analisis, yaitu individual, keluarga, dan masyarakat. Pada tingkat individual, kemiskinan ditandai dengan sifat yang lazim disebut dengan a strong feeling of marginality seperti sikap parokial, apatisme, fatalisme, atau pasrah pada nasib, boros, tergantung, dan inferior. Pada tingkat keluarga, kemiskinan ditandai dengan jumlah anggota keluarga yang besar dan free union or consensual marriages. Dan pada tingkat masyarakat, kemiskinan terutama ditunjukkan oleh tidak terintergasinya kaum miskin dengan institusi-institusi masyarakat yang efektif. Mereka sering kali mendapat perlakuan sebagai obyek yang perlu digarap daripada sebagai subyek yang perlu diberi peluang untuk berkembang.

Sedangkan menurut perspektif situasional, masalah kemiskinan dilihat sebagai dampak dari sistem ekonomi yang mengutamakan pertumbuhan (growth) dan kurang memperhatikan pemerataan hasil pembangunan.

Secara sosiologis, dimensi struktural kemiskinan dapat ditelusuri melalui

“institutional arrangements” yang hidup dan berkembang dalam masyarakat kita. Asumsi dasarnya adalah bahwa kemiskinan tidak semata-mata berakar pada “kelemahan diri”, sebagaimana dipahami dalam perspektif kultural seperti diungkap diatas. Kemiskinan semacam itu justru merupakan konsekuensi dari pilihan-pilihan strategi pembangunan ekonomi yang selama ini dilaksanakan serta dari pengambilan posisi pemerintahan dalam perencanaan dan implementasi pembangunan ekonomi.

G. Indikator Kemiskinan

Tabel 1.1. Indikator Kemiskinan

Sajogyo (1997) Bank Dunia BPS Keterangan

(14)

beras perkapita

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusi, dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Simon Kuznet dalam Todaro, 2004). Sedangkan menurut Boediono, pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi berhubungan erat dengan kenikan output perkapita dimana ada dua sisi yang perlu diperhatikan, yaitu sisi output totalnya (GDP) dan sisi jumlah penduduknya.

I. Indikator Pembangunan Manusia

Menurut BPS, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan keempat komponen yaitu angka harapan hidup yang mewakili bidang kesehatan, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mengukur capaian pembangunan di bidang pendidikan, dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang ewakili capaian pembangunan untuk hidup layak. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka umur harapan hidup. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indicator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indicator kemampuan daya beli (Purchasing Power Parity).

1. Angka Harapan Hidup

(15)

dihitung menggunakan pendekatan tak langsung (indirect estimation). Ada dua jenis data yang digunakan dalam perhitungan Angka Harapan Hidup yaitu Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH). Paket program Mortpack

digunakan untuk menghitung angka harapan hidup berdasarkan input data ALH dan AMH. Selanjutnya dipilih metode Trussel dengan model West yang sesuai dengan histori kependudukan dan kondisi Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara umumnya (Preston, 2004).

2. Tingkat Pendidikan

Untuk mengukur dimensi pengetahuan penduduk digunakan dua indikator, yaitu rata-rata lama sekolah (mean years schooling) dan angka melek huruf. Rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas menjalani pendidikan formal. Sedangkan ngka melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dana tau huruf lainnya. Proses perhitungannya, kedua indikator tersebut digabung setelah masing-masing diberikan bobot. Rata-rata lama sekolah diberi bobot sepertiga dan angka melek huruf diberi bobot dua per tiga.

Untuk perhitungan indeks pendidikan, dua batasan dipakai sesuai kesepakatan beberapa negara. Batas maksimum untuk angka melek huruf, adalah 100 sedangkan batas minimum 0 (nol). Hal ini menggambarkan kondisi 100 persen atau semua masyarakat mampu membaca dan menulis, dan nilai nol mencerminkan kondisi sebaliknya. Sementara batas maksimum untuk rata-rata lam sekolah adalah 15 tahun dan batas minimum sebesar 0 tahun. Batas maksimum 15 tahun mengindikasikan tingkat pendidikan maksimum setara lulus Sekolah Menengah Atas.

3. Standar Hidup Layak

Standar hidup layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi. UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan mengukur standar hidup layak menggunakan Produk Domestik Bruto riil yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran pengeluaran perkapita riil.

J. Pengeluaran Pemerintah

(16)
(17)

BAB III PEMBAHASAN A. Kondisi Kemiskinan di Indonesia

1. Penduduk Indonesia Rentan terhadap Kemiskinan

Angka kemiskinan nasional menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja diatas garis kemiskinan nasional. Hampir 41 persen dari seluruh rakyat Indonesia hidup diantara garis kemiskinan 1 dan 2 dolar AS per hari, dan garis kemiskinan nasional (kira-kira 1,55 dolar AS per hari), suatu aspek kemiskinan yang luar biasa dan menentukan di Indonesia (Gambar 1.2). Analisis menunjukkan bahwa perbedaan antara penduduk miskin dan yang hampir miskin sangat kecil, menunjukkan bahwa strategi penanggulangan kemiskinan hendaknya dipusatkan pada kesejahteraan mereka yang masuk dalam dua kelompok berpenghasilan paling rendah. Hal ini juga berarti bahwa kerentanan untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia. Walaupun hasil survei tahun 2004 menunjukkan hanya 16,7 persen penduduk Indonesia tergolong miskin, lebih dari 59 persen dari mereka pernah jatuh miskin dalam periode satu tahun sebelum survei dilaksanakan. Data terakhir juga mengindisikan tingkat pergerakan tinggi (masuk dan keluar) kemiskinan

selama periode tersebut, lebih dari 38 persen rumah tangga miskin pada tahun 2004 tidak miskin pada tahun 2003.

Ukuran Kemiskinan Rentan:

Indeks Angka Kemiskinan (poverty headcount index, Po): Indeks ini adalah angka jumlah penduduk yang memiliki tingkat konsumsi di bawah garis

(18)

kemiskinan. indeks ini, yang kadang-kadang disebut sebagai angka insiden kemiskinan (poverty incidence)

2. Kemiskinan dari Segi Non-Pendapatan

Apabila mempertimbangkan semua dimensi kesejahteraan konsumsi yang memadai, kerentanan yang berkurang, pendidikan, kesehatan dan akses terhadap infrastruktur dasar maka hamper separuh rakyat Indonesia dapat dianggap telah mengalami paling sedikit satu jenis kemiskinan. dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memang telah mencapai beberapa kemajuan dibidang pembangunan manusia. Telah terjadi perbaikan nyata pencapaian jenjang pendidikan pada tingkat sekolah dasar, perbaikan dalam cangkupan pelayanan kesehatan dasar (khususnya dalam hal bantuan persalinan dan imunisasi), dan penurunan sangat besar angka kematian anak. Akan tetapi, untuk beberapa indikator yang terkait dengan MDG (sasaran pembangunan millennium), Indonesia gagal mencapai kemajuan yang berarti dan tetinggal dari negara-negara lain di kawasan yang sama. Bidang-bidang kuunci yang patut diwaspadai adalah:

 Angka gizi bermasalah (malnutrisi) yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahun-taun terakhir. Seperempat anak di bawah usia lima tahun menderita gizi bermasalah di Indonesia, dengan angka gizi buruk tetap sama dalam tahun-tahun terakhir kendati telah terjadi penurunan angka kemiskinan.

 Kesehatan ibu hamil yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama, angka kematian ibu di Indonesia adalah 307 (untuk 100.000 kelahiran hidup), tiga kali lebih besar dari Vietnam dan enam kali lebih besar dari China dan Malaysia, hanya sekitar 72 persen persalinan dibantu oleh bidan terlatih.

 Lemahnya hasil (outcomes) dari pendidikan. Angka peralihan dari sekolah dasar ke sekolah menengah masih rendah, khususnya diantara penduduk miskin: diantara kelompok umur 16-18 tahun kelompok perlima termiskin, hanya 55 persen lulus SMP, sedangkan angka untuk kelompok perlima terkaya adalah 89 persen untuk kelompok (kohor) yang sama.

 Rendahnya akses terhadap air bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Untuk kelompok perlima paling rendah, hanya 48 persen yang memiliki akses air bersih di daerah perdesaan, sedangkan untuk perkotaan 78 persen.

 Akses terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting. Delapan puluh persen penduduk miskin di perdesaan dan 59 persen penduduk miskin di pekotaan tidak memiliki akses terhadap tangka septik, sementara itu hanya kurang dari satu persen dari seluruh penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan kotoran berpipa.

(19)

Keragaman antar wilayah merupakan ciri khas Indonesia, di antaranya tercerminkan dengan adanya perbedaan antara daerah perdesaan dan perkotaan. Di perdesaan, terdapat sekitar 57 persen dari penduduk miskin di Indonesia yang juga seringkali tidak memiliki akses terhadap pelayanan infrastruktur dasar. Hanya sekitar 50 persen penduduk miskin di perdesaan mempunyai akses terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan 80 persen

bagi penduduk miskin di perkotaan. Tetapi yang penting, dengan melintasi kepulauan Indonesia yang sangat luas, akan ditemui perbedaan dalam kantong-kantong kemiskinan di dalam daerah itu sendiri. Misalnya, angka kemiskinan di Jawa/bali adalah 15,7 persen, sedangkan di Papua adalah 38,7 persen. Pelayanan dasar juga tidak merata antar daerah, karena kurangnya sarana di

(20)

daerah-daerah terpencil. Di Jawa rata-rata jarak rumah tangga ke puskesmas terdekat adalah empat kilometer, sedangkan di Papua 32 kilometer. Sementara itu, 66 persen kelompok perlima termiskin di Jawa/Bali mempunyai akses terhadap air bersih, sedangkan utntuk Kalimantan hanya 35 persen dan untuk Papua hanya 9 persen. Walaupun tingkat kemiskinan jauh lebih tinggi di Indonesia bagian imur dan daerah-daerah terpencil, tetapi kebanyakan dari penduduk miskin hidup di Indonesia bagian Baratyang berpenduduk padat. Contohnya, walaupun angka kemiskinan di Jawa/Bali relative rendah,

pulau-pulau tersebut dihuni oleh 57 persen dari jumlah total penduduk miskin Indonesia, dibandingkan dengan Papua, yang hanya memiliki 3 persen dari jumlah total penduduk miskin.

(21)

Ketimpangan antarwilayah dari segi kemiskinan non-pendapatan ini berkorelasi secara luas dengan tingkat kemiskinan di wilayah-wilayah kepulauan. Sebagian provinsi yang memiliki angka kemiskinan tertinggi juga menunjukkan angka angka tertinggi dari segi kekurangan (deprivasi) lainnya. Secara keseluruhan provinsi Nusa Tenggara, Bengkulu, Kalimantan Barat, dan Papua tertinggal dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain dalam upaya pemberantasan kemiskinan multidimensi.

B. Kebijakan di Indonesia Saat Ini untuk Mengentaskan Kemiskinan

Di Indonesia, kemiskinan telah menjadi agenda kebijakan yang telah lama, dan beragam carapun telah diterapkan. Tujuan kebijakan tersebut diarahkan untuk menanggulangi masalah kemiskinan, mengurangi angka kemiskinan dan mengangkat derajat orang miskin. Sejumlah kebijakan dan program khususnya yang fokus pada upaya penanggulangan kemiskinan yang berbasis pada pemberdayaan, infrastruktur, dan kapasitas di perdesaan yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri) Perdesaan, PUAP, PPIP dan juga program-program yang berasal dari pemerintah daerah.

1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri)

PNPM-Mandiri merupakan program andalan pemerintah dalam percepatan penanggulangan kemiskinan serta perluasan kesempatan kerja. Dalam penetapan program ini telah mengalami beberapa penyempurnaan yang secara kronologis dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Sidang Kabinet tanggal 7 September 2006, dimana Presiden menetapkan kebijakan pemerintah untuk percepatan penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja melalui pemberdayaan masyarakat; (2) 12 September 2006 : Menko Kesra, Menko Perekonomian dan menteri-menteri terkait sepakat “Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)” sebagai instrument dalam percepatan penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja; (3) ditindaklanjuti Menko Kesra mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk alokasi dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat), Mendagri minta Gubernur, Bupati/Walikota menyampaikan usulan lokasi, Bappeas merancang pendanaan PNPM-Mandiri dan pada tanggal 30 April 2007 meluncurkan PNPM-Mandiri di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.

Prinsip-prinsip PNPM-Mandiri

Pada dasarnya program-program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan melalui PNPM-Mandiri, didasarkan pada prinsip-prinsip:

(22)

b) Prioritas kelompok masyarakat paling miskin dan rentan pada desa-desa/kampong yang paling miskin;

c) Partisipatif: melibatkan semua penduduk desa;

d) Transparansi;

e) Open Menu: kelompok dapat menentukan sendiri kegiatan pembangunan yang dipilih tetapi tidak tercantum dalam negative list.

f) Kompetitif: desa-desa dalam kecamatan harus berkompetisi untuk memperbaiki kualitas kegiatan dan cost effectiveness.

g) Lebih luas kepada masyarakat Desentralisasi: manajemen dan pengembalian keputusan pada tingkat local.

h) Sederhana: tidak ada prosedur yang kompleks;

i) Pendanaan: co-sharing antara pemerintah pusat, pemda, dan kelompok masyarakat.

Pendekatan PNPM-Mandiri

Disadari bahwa penanggulangan kemiskinan akan dapat mencapai hasil yang optimal jika telah mampu melibatkan partisipasi dari masyarakat. Oleh karena itu program yang akan dijalankan didasarkan pada pendekatan yang mampu mendorong masyarakat untuk turut serta secara proaktif dalam program tersebut. Untuk mendukung upaya tersebut maka pendekatan yang akan ditempuh adalah sebagai berikut :

a) Basis kecamatan sebagai lokus program masyarakat sebagai pelaku utama;

b) Memberikan kewenangan yang lebih luas kepada masyarakat dalam pengambilan keputusan pembangunan.

c) Sinergi masyarakat dengan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan.

d) Mendayagunakan potensi dan sumberdaya lokal sesuai karakteristik wilayah.

e) Menerapkan pendekatan budaya lokal dalam proses pembangunan.

Komponen Kegiatan

PNPM dalam implementasinya disukung oleh beberaa komponen kegiatan utama, diantaranya:

(23)

Kegiatan untuk membangun kesadaran kritis masyarakat melalui refleksi kemiskinan, pemetaan masalah, potensi dan kebutuhan, perencanaan partisipatif, pengorganisasian masyarakat, pemanfaatan sumberdaya, pemantauan, hingga pemeliharaan hasil-hasil pembangunan.

b) Bantuan Langsung Masyarakat:

Dana stimulant sebagai sarana untuk mengimplementasikan kegiatan yang telah direncanakan oleh masyarakat. Khusus untuk desa-desa tertinggal dialokasikan dana Rp250 juta perdesa.

c) Peningkatan Kapasitas Pemerintah:

Pendampingan untuk pemerintah daerah dalam memfasilitasi kegiatan masyarakat.

d) Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program:

Kegiatan untuk mendukung pemerintah dan berbagai kelompok peduli lainnya dalam pengelolaan kegiatan program, pengendalian mutu, kegiatan studi dan evaluasi, serta untuk penyempurnaan dan pengembangan program.

2. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP adalah merupakan program dari Kementrian Pertanian untuk mengatasi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja, serta mengurangi kesenjangan pembangunan yang ada antar wilayah pusat dengan daerah serta kesenjangan antar subsektor yang ada. Program PUAP diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 16/Permentan/OT.140/2/2008 tentang PUAP.

Program PUAP dimulai sejak tahun 2008 yang berupa pemberian bantuan modal kepada pemilik dan atau petani penggarap skala kecil, petani atau peternak, buruh tani ataupun rumah tangga tani yang penyalurannya melalui Gapoktan selaku sebagai pelaksana program PUAP, sedangkan untuk manajemen usaha tani dapat ditangani oleh Penyelia Mitra Tani (PMT) dan Penyuluhan sebagai Pendamping Gapoktan PUAP. Hal ini dilakukan dengan tujuan Gapoktan dapat menjadi lembaga ekonomi yang dipunyai dan dikelola oleh petani. Pemberian dana PUAP diutamakan untuk daerah-daerah yang tertinggal namun yang memiliki potensi pengembangan agribisnis (Kementrian Pertanian, 2014).

(24)

Pendampingan Gapoktan PUAP dapat diartikan secara luas yaitu sebagai sebuah membantu, mengarahkan dan mendukung terhadap individu/kelompok tani anggota Gapoktan melalui perumusan masalah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi dalam pengembangan usahanya.

Tujuan PUAP

a) Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah;

b) Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, Penyuluhan dan Penyelia Mitra Tani (PMT);

c) Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis; dan

d) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.

Sasaran PUAP

Sasaran PUAP yaitu sebagai berikut:

a) Berkembangnya usaha agribisnis di desa miskin sesuai dengan potensi pertanian desa;

b) Berkembangnya Gapoktan yang dimilki dan dikelola oleh petani untuk menjadi kelembagaan ekonomi;

c) Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan/atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dan

d) Berkembangnya usaha agribisnis petani yang mempunyai siklus usaha.

Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan output antara lain:

a) Tersalurkannya dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP 2015 kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin anggota Gapoktan sebagai modal untuk melakukan usaha produktif pertanian; dan

b) Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh dan PMT.

(25)

a) Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani anggota baik petani pemilik penggarap, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani;

b) Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha; dan

c) Meningkatnya aktivitas kegiatan usaha agribisnis (hulu, budidaya dan hilir) di perdesaan.

Sedangkan indikator benefit dan impact antara lain:

a) Berkembangnya usaha agribisnis di perdesaan;

b) Berfungsinya Gaoktan sebagai lembaga ekonomi petani di perdesaan yang dimiliki dan dikelola oleh petani; dan

c) Berkurangnya jumlah petani miskin dan penganggurn di perdesaan.

3. Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP)

Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) merupakan salah satu program pembangunan infrastruktur untuk kawasan desa dalam kategori berkembang yang berbasis pada partisipasi masyarakat. PPIP berada di bawah payung kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. PPIP yang dilatarbelakangi semangat untuk mendukung upaya pengentasan kemiskinan di kawasan perdesaan dan merupakan program lanjutan dari program pembangunan infrastruktur perdesaan sebelumnya, dengan pendekatan salah satunya adalah keberpihakan kepada orang miskin, yaitu orientasi kegiatan baik dalam proses maupun pemanfaatan yang hasilnya diupayakan dapat berdampak langsung pada penduduk miskin.

Tujuan Program

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui perbaikan akses masyarakat miskin terhadap infrastruktur dasar perdesaan.

a) Tersedianya infrastruktur perdesaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, berkualitas, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan;

b) Meningkatnya kemampuan masyarakat perdesaan dalam penyelenggaraan infrastruktur perdesaan;

c) Meningkatnya lapangan kerja bagi masyarakat perdesaan;

(26)

e) Mendorong terlaksananya penyelenggaraan pembangunan prasrana perdesaan yang partisipatif, transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.

Komponen Program

a) Pekerjaan infrastrutur yang mendukung aksesibilitas, yaitu jalan dan jembatan perdesaan.

b) Pekerjaan infrastrutur yang mendukung produksi pangan, yaitu irigasi perdesaan.

c) Pekerjaan infrastrutur yang mendukung pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, yaitu penyediaan air minum dan sanitasi perdesaan.

C. Kebijakan Terkait Pengentasan Kemiskinan di Indonesia

1. Menjadikan Pertumbuhan Ekonomi Bermanfaat bagi Penduduk Miskin

Pertumbuhan ekonomi akan dan telah menjadi landasan bagi penanggulangan kemiskinan. pertama, langkah menjadikan pertumbuhan bermanfaat bagi penduduk miskin merupakan kunci bagi upaya untuk menghubungkan penduduk miskin dengan proses pertumbuhan, baik dalam konteks perdesaan-perkotaan ataupun dalam berbagai pengelompokan berdasarkan wilayah dan kepulauan. Hal ini sangat mendasar dalam menangani aspek ketimpangan antarwilayah. Kedua, dalam menangani ciri kerentanan kemiskinan yang berkaitan dengan padatnya konsentrasi distribusi pendapatan di Indonesia, apapun yang dapat meningkatkan kepadatan penduduk akan dapat dengan cepat mengurangi angka kemiskinan serta kerentanan kemiskinan. jalan keluarnya adalah dengan:

 Peningkatan Produktivitas Pertanian

Hal ini bias terjadi akibat peningkatan produktivitas pada pertanian berskala kecil atau akibat pergeseran kea rah pertanian komersial. Peningkatan produktivitas pertanian sebagai hasil revolusi hijau merupakan salah satu pemicu utama pertumbuhan selama tiga dasawarsa yang bermula pada tahun 1970-an. Dewasa ini, harga komoditas dunia yang tinggi telah menopang pertumbuhan output, sedangkan pergeseran tenaga kerja keluar dari sector pertanian telah menjaga produktivitas kerja di bidang pertanian. Akibatnya, diagnosa kemiskinan menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan di sector pertanian tetap menjadi pendorong utama untuk penurunan angka kemiskinan. Data panel antara tahun 1993 dan 2000 menunjukkan bahwa 40 persen pekerja pertanian di daerah perdesaan mampu keluar dari jeratan kemiskinan dengan tetap bekerja di sektor pertanian perdesaan. Yaitu dengan tiga bidang prioritas:

(27)

b) Hapuskan pembatasan impor beras.

c) Luncurkan program pembangunan jalan perdesaan.

 Peningkatan Produktivitas Non-Pertanian

Dalam hal ini, transisi melalui usaha non-pertanian perdesaan merupakan batu pijakan penting untuk bergeak keluar dari kemiskinan, baik melalui upaya enghubungkan usaha perdesaan dengan proses pertumbuhan perkotaan, atau lebih penting lagi dengan memasukkan usaha-usaha di daerah perdesaaan pinggir kota ke dalam daerah perkotaan. Antara tahun 1993 dan 2002, pangsa pekerja non-miskin dilapangan kerja non-tani perdesaan mengalami peningkatan sebesar 6,7 poin persentase, menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas non-pertanian di daerah perdesaan merupakan jalan penting untuk keluar dari kemiskinan. lagi pula, banyak di antara daerah perdesaan tersebut berubah menjadi daerah perkotaan pada akhir jangka waktu tersebut, yang menunjukkan peranan saling melengkapi antara urbanisasi dan peningkatan produktivitas. Seiring dengan pertumbuhan, perekonomian Indonesia sedang berubah dari perekonomian yang mengandalkan sektor pertanian menjadi perekonomian yang akan lebih banyak mengandalkan sektor jasa dan industri.

2. Menjadikan Pelayanan Umum yang Bermanfaat bagi Penduduk Miskin

(28)

3. Menjadikan Pelayanan Pemerintah Bermanfaat bagi Penduduk Miskin

Pengurangan subsidi BBM merupakan langkah besar kea rah pengeluaran pemerintah yang lebih berpihak pada penduduk miskin. subsidi BBM pada tahun-tahun terakhir merupakan transfer tersebar kepada rumah tangga di Indonesia dan secara de facto merupakan inti program perlindungan sosial hingga tahun 2005. Dengan menetapkan harga (dengan subsidi) BBM jauh di bawah harga dunia, pemerintah secara efektif mendukung bantuan kepada rumah tangga pemakai BBM, melindungi mereka terhadap fluktuasi harga dunia. Secara rata-rata, antara tahun 1998 dan 2005, subsidi BBM berkisar tiga perempat dari total subsisdi dan bantuan yang mencerminkan sistem perlindungan social Indonesia. Selain itu pemerintah mempunyai kesempatan untuk mengatasi masalah kemiskinan rentan yitu dengan mengarahkan belanja pemerintah ke dalam sistem perlindungan social yang mampu mengurangi kerentanan tersebut, dana pemerintah diarahkan secara baik, membuat DAU dan DAK lebih berpihak pada penduduk miskin. Seiring menguatnya demokrasi, pemerintah sedang berubah dari penyedia sebagian besar layanan oleh tingkat pusat, menjadi pemerintahan yang akan banyak mengandalkan pemerintah daerah.

D. Kelemahan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan pada Saat Ini

Berbagai kelemahan program penanggulangan kemiskinan saat ini adalah sebagai berikut:

1. Program belum menjadi solusi utama bagi penyebab kemiskinan yang di hadapi oleh kelompok/orang miskin.

Kemiskinan merupakan fenomena politik, sosial, ekonomi, serta budaya yang multidimensional dan kompleks, serta memiliki sifat unik dan spesifik. Dikatakan unik karena memiliki tiga karakter. Pertama, sebab-sebab kemiskinan tidak sama antar wilayah atau antara satu desa dengan desa yang lainnya. Kedua, setiap kelompok atau orang miskin yang tinggal di desa memiliki kekhususan penyebab kemiskinan yang mereka hadapi. Ketiga, kemiskinan juga merupakan fenomena sosial-ekonomi dan politik serta kultural, yang tidak semata-mata sebagai fenomena kewilayahan. Ketiga karakter itulah yang kurang menjadi landasan paradigmatis dalam kebijakan dan dalam menerapkan program penanggulangan kemiskinan saat ini.

2. Sasaran utama kebijakan (program) adalah wilayah dan masyarakat desa secara luas.

(29)

luas menunjukkan bahwa program yang berbasis pemberdayaan bukan secara khusus diperuntukkan bagi kelompok miskin, tetapi lebih pada komunitas masyarakat perdesaan. Sehingga program yang diberikan kurang dapat menjawab persoalan yang dihadapi oleh kelompok miskin. Idealnya, sebuah program disusun atas dasar sebab-sebab kemiskinan yang dihadapi oleh kelompok orang miskin.

3. Titik berat program pada penyebaran dan pembelajaran hak-hak politik bagi kelompok miskin, dengan tingkat kerumitan proses perencanaan partisipatif berdasar pada kompetisi.

Program yang berbasis pemberdayaan, infrastruktur dan kapasitas di perdesaan didominasi oleh upaya pembelajaran hak-hak politik, dengan asumsi jika orang miskin terlibat dalam proses perencanaan, implementasi dan monitoring program, secara tidak langsung akan dapat menyelesaikan kemiskinan yang mereka hadapi. Dalam praktiknya, justru keberadaan orang miskin tersingkir pada saat penentuan program karena program ditentukan secara kompetisi. Musyawarah desa (MD) cenderung menjadi arena pertarungan perwakilan antardusun, kelompok yang telah mapan, dan bukan sebagai tempat utama bagi kelompok miskin untuk menentukan nasibnya sendiri.

4. Program kurang dapat menjangkau pemberdayaan bagi kelompok sasaran utama (orang miskin).

Dominasi program pada upaya pembelajaran hak-hak politik warga dan terlalu fokus pada infrastruktur, menyebabkan minimnya upaya pemberdayaan bagi kelompok/orang miskin. Bahkan—kelompok/orang miskin—kesulitan untuk mengakses dana program pemberdayaan (permodalan dan simpan pinjam) karena ada kekhawatiran mereka tidak dapat mengembalikan dana tersebut dan jika tidak kembali maka program itu akan dihentikan.

Minimnya konsep pemberdayaan dari PNPM Mandiri, PUAP dan PPIP—menyebabkan lemahnya inovasi dalam menyusun program untuk menanggulangi kemiskinan. Hal ini tercermin pada konsentrasi program untuk membangun hal-hal yang bukan merupakan tujuan utama, seperti membangun jalan gang di kampong atau jalan di tengah sawah, tetapi meninggalkan substansi utamanya dalam upaya untuk memberdayakan kelompok miskin di tingkat desa.

5. Terjadi proses distorsi pemberdayaan, ketika “memberdayakan” identik dengan memberi sedikit penghasilan atau tambahan penghasilan karena orang-orang miskin yang terlibat dalam program diberi upah.

(30)

social kelompok miskin. Proses itu hanya mungkin terjadi manakala akses modal dibuka dan dipermudah untuk orang miskin. Dalam prakteknya, kelompok miskin sulit mengakses modal karena persyaratan pihak yang berhak memperoleh modal adalah kelompok masyarakat yang telah memiliki “modal awal”. Sementara itu, orang miskin salah satunya dicirikan oleh ketiadaan modal. Bagaimana mungkin ada persyaratan (kewajiban syarat bagi kelompok miskin) ketika mereka akan mengakses dana program yang dipergunakan untuk permodalan atau mendirikan usaha. Kondisi itu yang umum ditemukan dalam implementasi program PNPM, PUAP, dan PPIP.

6. Penentuan karakter kemiskinan dan kelompok miskin idealnya menjadi indikator utama penentuan sebuah program untuk menanggulangi kemiskinan.

Program kemiskinan yang ada di perdesaan saat ini terlalu dibebani tugas pembangunan yang sebenarnya bukan tanggung jawab dari program tersebut. Sebagai contoh, pembangunan jalan, irigasi, gorong-gorong yang menyedot dana program 75%, menyebabkan subtansi kemiskinan yang dialami oleh kelompok miskin kurang memperoleh bantuan pendanaan. Beban ini seyogianya tidak menjadi unsur utam program, tetapi merupakan tanggung jawab social dan politik pemerintah daerah. Dengan cara berpikir seperti itu, maka dana program benar-benar dapat diarahkan untuk pemberdayaan kelompok miskin. Prioritas ini yang tidak menjadi tujuan utama program penanggulangan kemiskinan di tingkat desa khususnya PNPM Mandiri, PUAP, dan PPIP.

E. Mengatasi Kelemahan Mendasar dari Kebijakan (Program) Penanggulangan Kemiskinan

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan mendasar dari kebijakan penanggulangan kemiskinan di perdesaan sebagaimana telah diurai sebelumnya, diperlukan suatu bentuk kebijakan yang terbatas (affirmative policy), dengan cara merevitalisasi kembali paradigma, arah, dan strategi kebijakan penanggulangan kemiskinan di perdesaan yang sudah ada. Oleh karena itu, model ini menawarkan sebuah perubahan paradigma, strategi, dan pendekatan untuk memperbarui landasan kebijakan (program) penanggulangan kemiskinan yang sudah ada. Selain itu, model ini menawarkan perubahan sasaran utama dalam mengatasi kemiskinan, yaitu kelompok/orang miskin.

Perbedaan antara program pemberdayaan masyarakat (PNPM Mandiri, PUAP, dan PPIP) dan model kebijakan yang memihak kelompok/orang miskin tampak pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Perbandingan Konseptual Program Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan yang Sudah Ada dengan Model Kebijakan yang Memihak

(31)

Konsep

Arah Kebijakan Pembelajaran demokrasi di tingkat desa, perluasan

Wilayah Desa sebagai pusat program.Luas, hampir seluruh desa dan kecamatan memperoleh

Sasaran Masyarakat desa secara luas Kelompok/orang miskin

(32)

menjadi tujuan dan prioritas

(33)

kelompok share holders yang ditunjuk memiliki peran yang sebanding dengan kelompok miskin dalam penilaian wilayah, kelompok sasaran, dan program yang didanai.

(34)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Angka kemiskinan nasional menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 41 persen dari seluruh rakyat Indonesia hidup diantara garis kemiskinan 1 dan 2 dolar AS per hari, dan garis kemiskinan nasional (kira-kira 1,55 dolar AS per hari). Analisis menunjukkan bahwa perbedaan antara penduduk miskin dan yang hampir miskin sangat kecil, menunjukkan bahwa strategi penanggulangan kemiskinan hendaknya dipusatkan pada kesejahteraan mereka yang masuk dalam dua kelompok berpenghasilan paling rendah. Hal ini juga berarti bahwa kerentanan untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia.

Di Indonesia telah memiliki model kebijakan (program) pemberdayaan masyarakat perdesaan yaitu PNPM Mandiri, PPIP, dan PUAP. Namun program tersebut memiliki kelemahan pokok. Pertama, dari segi konsep terjadi percampuran prinsip dalam pembangunan wilayah dengan penanggulangan kemiskinan. Program didominasi oleh pembangunan infrastruktur, sementara penanggulangan kemiskinan hanya diikutsertakan bukan sebagai prioritas utama. Kedua, konsep dan program yang diterapkan tidak diarahkan untuk mengurai atau memecahkan dimensi kemiskinan yang multidimensional. Ketiga, menumpangkan penanggulangan kemiskinan pada program pemberdayaan masyarakat secara luas, merupakan sebuah sebab dari adanya kenyataan bahwa kelompok miskin kemudian terpinggirkan.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

1. Arulpragasam, Jehan dan Vivi Alatas. 2007. Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, The World Bank: Jakarta.

2. Cakrawijaya, Muhammad Amin dan Bambang Riyanto. “Evaluasi Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan di Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman”, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Agustus 2014,25(2), hal.137-156.

3. Irianto, Sumarjo Gatot. “Petunjuk Teknis Pendamping PUAP 2015”

http://www.pertanian.go.id/assets/upload/doc/Juknis_Pendamping_PUAP_2015.pdf

4. Pangestika, Cindhera Rian. “Implementasi Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Studi Kasus Gapoktan Tri Langgeng Desa Ngompro Kecamatan Pangkur Kabupaten Ngawi)”, Jurnal Administrasi Publik, Vol.3,No.5, hal. 752-757.

5. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 06/Permentan/OT.140/2/2015 Tentang Pedoman Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Tahun Anggaran 2015.

Gambar

Gambar 1.1
Tabel 1.1. Indikator Kemiskinan
Sumber: Susenas Panel Data, 2006.Gambar 1.2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan di SMAS Taman Mulia Sungai Raya, penggunaan metode mengajar guru pada mata pelajaran sosiologi masih

Oleh karena itu untuk mengetahui seberapa besar penggunaan dari jerami jagung dalam ransum ruminansia, maka akan dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Transgender adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang melakukan, merasa, berpikir atau terlihat berbeda dari jenis. kelamin yang ditetapkan saat

penanganan kasus preeklamsia ringan ini sudah sesuai dengan teori yang diberikan yang telah dikemukakan diatas, sehingga pasien telah tertangani dengan baik.

Dikaitkan dengan objektif terakhir kajian ini iaitu memaparkan kekurangan dan kelemahan yang dibawa oleh peruntukan keterangan yang sedia ada, maka dapatan kajian

Cara yang efisien untuk memindahkan sampel dari jaring ke dalam botol yaitu pertama, melipat jaring yang berisi serangga secara langsung dan memasukkannya ke dalam “killing

Kecenderungan skala usaha dalam jumlah yang terbatas pada kedua model usaha seperti ini hanya untuk mendapatkan keuntungan seadanya, disesuaikan dengan modal (uang) yang