MASALAH SOSIAL DALAM MASYARAKAT
[ Penelitian di Desa Sukaresik ]
Bahasa Indonesia dan Sosiologi
Diajukan untuk Memenuhi Ujian Praktik
Disusun oleh :
Rudi Indra Gunawan
XII IIS 4
Kementrian Agama Republik Indonesia
Madrasah Aliyah Negeri 3 Tasikmalaya
Jl. Panumbangan 33
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.LATAR BELAKANG
Sosiologi terutama menelaah gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga-lembaga kemasyrakatan, proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan, serta perwujudannya. Tidak semua gejala tersebut berlangsung secara norml sebagaiman dikehendaki masyarakat bersangkutan. Gejala-gejala yang tidak dikehendaki merupakan gejala abnormal atau gejala-gejala patologis. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur masyarakat tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan. Gejala-gejala abnormal tersebut dinamkan maslah-masalah sosial.
Maslah-masalah sosial tersebut berbeda dengan problema-problema lainya di dalam masyarakat karena masalah-masalah sosial tersebut berhubungan erat dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Masalah tersebut bersifat sosial karena bersangkut paut dengan hubungan antarmanusia dan di dalam kerangka bagian-bagian kebudayaan yang normatif. Hal ini dinamakan masalah karena bersnagkut-paut dengan gejala-gejala yang mengganggu kelanggengan dalam masyarakat.
Masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Atau, menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial. Dalam keadaan normal terdapat integrasi serta keadaan yang sesuai pada hubungan-hubungan antar unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat. Apabila antar unsur-unsur tersebut terjadi bentrokan, maka hubungan-hubungan sosial akan terganggu sehingga mungkin terjadi kegoyahan dalam kehidupan kelompok.
2. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah masalah sosial ini adalah :
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan masalah sosial 2. Menjelaskan tentang kemiskinan sebagai masalah sosial 3. Menjelaskan tentang kesenjangan sosial sebagai masalah sosial 4. Menjelaskan tentang kriminalitas sebagai masalah sosial 5. Menjelaskan tentang ketidakadilan sebagai masalah sosial
2. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Masalah Sosial
Istilah masalah sosial mengandung dua kata, yakni masalah dan sosial. Kata “sosial” membedakan masalah ini dengan masalah ekonomi, politik, fisika, kimia, dan masalah lainnya. Meskipun bidang-bidang ini masih terkait dengan masalah sosial. Kata “sosial” antara lain mengacu pada masyarakat, hubungan sosial, struktur sosial, dan organisasi sosial. Sementara itu kata “masalah” mengacu pada kondisi, situasi, perilaku yang tidak diinginkan, bertentangan, aneh, tidak benar, dan sulit.
Adanya berbagai pandangan para tokoh sosiologi tentang masalah sosial. Pandangan itu antara lain, sebagai berikut :
1) Arnold Rose mengatakan bahwa dapat didefinisikan sebagai suatu situasi yang telah memengaruhi sebagian besar masyarakat sehingga meraka percaya bahwa situasi itu adalah sebab dari kesulitan mereka situasi itu dapat diubah.
2) Raab dan Selznick berpandangan bahwa masalah sosial adalah masalah hubungan sosial yang menentang masyarakat itu sendiri atau menciptakan hambatan atas kepuasan banyak orang.
3) Richard dan Richard berpendapat bahwa masalah sosial adalah pola perilaku dan kondisi yang tidak di inginkan dan tidak dapat diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat.
Ada 2 elemen penting terkait dengan definisi masalah sosial. Elemen yang pertama adalah elemen objektif. Elemen objektif menyangkut keberadaan suatu kondisi sosial. Kondisi sosial disadari melalui pengalaman hidup kita, media dan pendidikan, kita bertemu dengan peminta-peminta yang terkadang datang dari rumah ke rumah. Kita menonton berita tentang peperangan, kemiskinan, dan human trafficking atau perdagangan manusia. Kita membaca diberbagai media, surat kabar, bagaimana orang kehilangan pekerjaannya.
Sementara itu elemen subjektif adalah masalah sosial menyangkut pada keyakinan bahwa kondisi sosial tentu berbahaya bagi masyarakat dan harus diatasi. Kondisi sosial seperti itu antara lain adalah kejahatan, penyalahgunaan obat, dan polusi. Dan kondisi ini tidak dianggap oleh masyarakat tentu sebagai masalah sosial tetapi bagi masyarakat yang lain, kondisi itu dianggap sebagai kondisi yang mengurangi kualitas hidup manusia.
2. Kemiskinan Sebagai Masalah Sosial
Kemiskinan adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Tingkat kemiskinan di masyarakat dapat diukur melalui berbagai pendekatan, yaitu:
1. Secara absolut, artinya kemiskinan tersebut dapat diukur dengan standar tertentu. Seseorang yang memiliki taraf hidup di bawah standar, maka dapat disebut miskin. Namun, jika seseorang yang berada di atas standar dapat dikatakan tidak miskin.
2. Secara relatif, digunakan dalam masyarakat yang sudah mengalami perkembangan dan terbuka. Melalui konsep ini, kemiskinan dilihat dari seberapa jauh peningkatan taraf hidup lapisan terbawah yang dibandingkan dengan lapisan masyarakat lainnya.
Selain itu, kemiskinan juga dapat dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Adapun faktor yang melatarbelakangi adanya sumber masalah kemiskinan, yaitu:
Kondisi individu yang memiliki kelemahan biologis, psikologis, dan kultural dapat dilihat dari munculnya sifat pemalas, kemampuan intelektual dan pengetahuan yang rendah, kelemahan fisik, kurangnya keterampilan, dan rendahnya kemampuan untuk menanggapi persoalan di sekitarnya.
1. Faktor Struktural
Kemiskinan struktural biasanya terjadi dalam masyarakat yang terdapat perbedaan antara orang yang hidup di bawah garis kehidupan dengan orang yang hidup dalam kemewahan. Ciri-ciri masyarakat yang mengalami kemiskinan struktural, yaitu:
1) Tidak adanya mobilitas sosial vertikal.
2)Munculnya ketergantungan yang kuat dari pihak orang miskin terhadap kelas sosial-ekonomi di atasnya.
4. Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial
Kriminalitas berasal dari kata crime yang artinya kejahatan. Kriminalitas adalah semua perilaku warga masyarakat yang bertentangan dengan norma-norma hukum pidana. Kriminalitas yang terjadi di lingkungan masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam maupun luar individu. Tindakan kriminalitas yang ada di masyarakat sangat beragam bentuknya, seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, dan lain sebagainya. Tindakan kriminalitas yang terjadi di masyarakat harus menjadi perhatian aparat polisi dan masyarakat sekitar. Ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya masalah kriminalitas di lingkungan masyarakat, antara lain:
1. Peningkatan dan pemantapan aparatur penegak hukum.
2. Adanya koordinasi antara aparatur penegak hukum dengan aparatur pemerintah lainnya yang saling berhubungan.
3. Adanya partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan kriminalitas.
4. Membuat undang-undang, yang dapat mengatur dan membendung adanya tindakan kejahatan.
5. Kesenjangan Sosial Sebagai Masalah Sosial
Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidakseimbangan sosial yang ada di masyarakat yang menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok. Dalam hal kesenjangan sosial sangatlah mencolok dari berbagai aspek misalnya dalam aspek keadilanpun bisa terjadi. Antara orang kaya dan miskin sangatlah dibedakan dalam aspek apapun, orang desa yang merantau dikotapun ikut terkena dampak dari hal ini, memang benar kalau dikatakan bahwa “ Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”. Adanya ketidak pedulian terhadap sesama ini dikarenakan adanya kesenjangan yang terlalu mencolok antara yang “kaya” dan yang “miskin”. Banyak orang kaya yang memandang rendah kepada golongan bawah, apalagi jika ia miskin dan juga kotor, jangankan menolong, sekedar melihatpun mereka enggan.
Disaat banyak anak-anak jalanan yang tak punya tempat tinggal dan tidur dijalanan, namun masih banyak orang yang berleha-leha tidur di hotel berbintang , banyak orang diluar sana yang kelaparan dan tidak bisa memberi makan untuk anak-anaknya tapi lebih banyak pula orang kaya sedang asyik menyantap berbagai makanan enak yang harganya selangit. Disaat banyak orang-orang miskin kedinginan karena pakaian yang tidak layak mereka pakai, namun banyak orang kaya yang berlebihan membeli pakaian bahkan tak jarang yang memesan baju dari para designer seharga 250.000 juta, dengan harga sebanyak itu seharusnya sudah dapat memberi makan orang-orang miskin yang kelaparan.
Kesenjangan sosial yang terjadi diakibatkan oleh beberapa hal yaitu :
Menurut Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat terwujud dalam berbagai konteks sejarah, namun
3. Tidak berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisiasi sosial, ekonomi dan politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah
4. Sistem keluarga bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral, dan
5. Kuatnya seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan harta kekayaan dan adanya kemungkinan mobilitas vertical, dan sikap hemat, serta adanya anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil ketidaksanggupan pribadi atau memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.
Budaya kemiskinan bukanlah hanya merupakan adaptasi terhadap seperangkat syarat-syarat obyektif dari masyarakat yang lebih luas, sekali budaya tersebut sudah tumbuh, ia cendrung melanggengkan dirinya dari generasi ke generasi melaui pengaruhnya terhadap anak-anak. Budaya kemiskinan cendrung berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial yang berlapis-lapis rusak atau berganti, Budaya kemiskinan juga merupakan akibat penjajahan yakni struktur ekonomi dan sosial pribumi didobrak, sedangkan status golongan pribumi tetap dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh dalam proses penghapusan suku. Budaya kemiskinan cendrung dimiliki oleh masyarakat serta sosial yang lebih rendah, masyarakat terasing, dan warga korban yang berasal dari buruh tani yang tidak memiliki tanah.
Menurut Parker Seymour dan Robert J. Kleiner (1983) formulasi kebudayaan kemiskinan mencakup pengertian bahwa semua orang yang terlibat dalam
8. Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan
9. Tingkat kompromis yang menyedihkan.
berfungsi bagi penyesuaian diri. Kemiskinan struktural menurut Selo Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri.
1. Lapangan Pekerjaan
Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian masyarakat, sedangan perekonomian menjadi fartor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan pengangguran yang sangat besar di Indonesia dan merupakan pekerjaan bagi pemerintah saat ini.
6. Ketidakadilan Sebagai Masalah Sosial
Menurut kamus umum bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta, kata adil berarti tidak berat sebelah atau memihak manapun dan tidak sewenang-wenang. Sedangkan menurut istilah keadilan adalah penagkuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia, ada tiga macam keadilan menurut Aristoteles, yaitu :
1. Keadilan distributif, yaitu memberikan sama yang sama dan memberikan tidak sama yang tidak sama
2. Keadilan kommutatif, yaitu penerapan asas proporsional, biasanya digunakan dalam hal hukum bisnis
3. Keadilan remedial, yaitu memulihkan sesuatu ke keadaan semula, biasanya digunakan dalam perkara gugatan ganti kerugian.
Keadilan juga dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu:
1. Keadilan restitutif, yaitu keadilan yang berlaku dalam proses litigasi di pengadilan dimana fokusnya adalah pelaku
2. Keadilan restoratif, yaitu keadlian yang berlaku dalam proses penyelesaian sengketa non-litigasi dimana fokusnya bukan pada pelaku, tetapi pada kepentingan “victims” (korban).
Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Ini jelas merupakan sebuah ketidakadilan.
penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya
Sebagai salah satu contoh lagi ketidakadilan di negara ini adalah budaya hakim sendiri. Budaya tersebut dilakukan bila terjadi tindakan kejahatan dan menangkap basah pelaku kejahatan tersebut. Pelaku kejahatan biasanya akan babak-belur atau bahkan meninggal jika polisi tidak langsung menanganinya langsung. Budaya tersebut sebaiknya tidak dilakukan oleh masyarakat, seharusnya masyarakat menyerahkan pelaku kejahatan kepada aparat hukum dan membiarkan aparat hukum yang menindak langsung terhadap tindak kejahatan. Tetapi apakah fenomena budaya hakim sendiri terjadi karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat hukum dan hukum yang berlaku di Indonesia? Mungkin saja fenomena hakim sendiri lahir karena aparat hukum yang tidak menegakkan hukum. Banyak juga kita lihat di televisi aparat-aparat hukum yang berlaku tidak adil, sebagai contoh kita ambil kasus korupsi simulator SIM petinggi POLRI. Seharusnya aparat hukum yang menegakkan hukum, tetapi pada kenyataannya adalah aparat hukum tersebut yang melanggar hukum. Atau bahkan seorang hakim yang seharusnya jadi pengadil di negeri ini malah disuap. Harus kemanakah mencari keadilan di negeri ini?
BAB III
PENUTUPAN
1.KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah masalah sosial ini adalah :
1. Masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Masalah tersebut merupakan persoalan karena menyangkut tata kelakuan yang inmoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak.
2. Tingkat kemiskinan di masyarakat dapat diukur melalui berbagai pendekatan, yaitu: secara absolut dan secara relatif
3. Faktor-faktor yang melatarbelakangi adanya sumber masalah kemiskinan, meliputi: Faktor Biologis, Psikologis, dan Kultural dan Faktor Struktural
4. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya masalah kriminalitas di lingkungan masyarakat, antara lain: Peningkatan dan pemantapan aparatur penegak hukum, Adanya koordinasi antara aparatur penegak hukum dengan aparatur pemerintah lainnya yang saling berhubungan, Adanya partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan kriminalitas, Membuat undang-undang, yang dapat mengatur dan membendung adanya tindakan kejahatan.
5. Kesenjangan sosial yang terjadi diakibatkan beberapa hal yaitu : Kemiskinan dan Lapangan pekerjaan.
6. Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia, ada tiga macam keadilan menurut Aristoteles, yaitu : Keadilan distributif, Keadilan kommutatif, dan Keadilan remedial.
7. Keadilan dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu: Keadilan restitutif dan Keadilan restoratif.
Dengan adanya makalah ini diharapakan siswa telah mengerti dan memahami masalah sosial, sehingga dapat menerapkan nya dalam kehidupan masyarakat dan mengurangi tingkat permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri.
2. Pengertian Pendidikan……… 4
3. Pengertian Filsafat Pendidikan……….. 4
4. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan……… 7
BAB III KESIMPULAN………. 12 DAFTAR PUSATAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Filsafat tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia, karena sejarah filsafat erat kaitannya dengan sejarah manusia pada masa lampau. Filsafat yang dijadikan sebagai pandangan hidup, erat kaitannya dnegan nilai-nilai tentang manusia yang dianggap benar sebagai pandangan hidup oleh suatu masyarakat atau bangsa untuk mewujudkannya yang terkandung dalam filsafat tersebut. Oleh karena itu suatu filsafat yang diyakini oleh suatu masyarakat atau bangsa akan berkaitan erat dengan sistem pendidikan yang diraaskan oleh masyarakat dan bangsa tersebut.
Filsafat pendidikan ini sebagai usaha untuk mengenalkan filsafat pendidikan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu. Adapun filsafat pendidikan adalah disiplin ilmu yang mempelajari dan berusaha mengungkap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Agar pendidikan mempunyai arti jelas, karena pendidikan sangat pesar peranannya dalam membna kemajuan suatu bangsa sesuai dengan filsafat yang diyakini.
philos (cinta) dan shopia (kebenaran). Ada juga yang berpendapat bahwa, kata falsafah berasal dari bahasa Yunani Kuno, apabila diterjemahkan secara bebas berarti “cinta akan hikmah”. Dengan demikian falsafat itu sendiri bukanlah hikmah; tetapi filsafat adalah cinta terhadap hikmah dan selalu berusaha untuk mendapatkan hikmah. Oleh karena itu, seorang filosof atau orang yang mencintai hikmah akan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian kepadanya dan menciptakan sikap yang positif terhadapnya. Di samping itu, dalam mencari hakekat sesuatu, akan berusaha menentukan sebab akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pengertian filsafat itu berbeda-beda sesuai dengan pandangan masing-masing. Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang pengertian filsafat dari beberapa ahli :
1) Menurut Muhammad Noor Syam, istilah filsafat mengandung
pengertian sebagai berikut :
a) Filsafat sebagai aktivitas pikir mumi (reflective-thinking), atau kegiatan akal manusia dalam usaha untuk mengerti secara mendalam tentang segala sesuatu.
b) Filsafat sebagai hasil kegiatan berpikir mumi mengandung pengertian bahwa filsafat merupakan wujud suatu “ilmu” sebagai hasil pemikiran dan penyelidikan berfilsafat itu. Juga merupakan suatu bentuk perbendaharaan yang terorganisir dan memiliki sistematika tertentu, atau merupakan suatu bentuk ajaran tentang segala sesuatu sebagai satu ideologi.
Dari pengertian tersebut kita memperoleh penjelasan bahwa filsafat bukan sekedar suatu aktivitas berpikir, suatu usaha dan suatu proses, melainkan mengandung kedua-duanya, yaitu sebagai aktivitas berpikir dan sebagai perbendaharaan hasil aktivitas berpikir tersebut. Bahkan sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, filsafat telah terwujud sebagai suatu ilmu yang sangat berpengaruh, juga merupakan suatu falsafah negara yang akan selalu dijungjung tinggi.
Setiap uraian tentang pengertian filsafat akan selalu mencakup kedua makna tersebut, sebab keduanya memiliki hubungan yang erat antara aktivitas dengan produknya.
2) Menurut W H. Kilpatrick,
filsafat adalah pembahasan secara kritis tentang nilai-nilai kehidupan yang berlawanan, sedapat mungkin berusaha untuk mendapatkan cara bagaimana mengelola kehidupan sekalipun bertentangan.
Pandangan ini, filsafat berusaha mengarahkan suatu pengertian yang cukup dan paham kehidupan yang meliputi suatu kehidupan yang ideal. Maka berfilsafat berarti memikirkan atau merenungkan nilai-nilai yang terbaik dan ideal.
3) Menurut Charles Gore,
filsafat ialah hasil usaha akal budi atau berpikir manusia secara mendalam. Hal itu mengingat bahwa tidak ada batasan tertentu tentang mendalamnya suatu usaha berpikir, karena sifatnya kualitatif dan dihayati sehingga dapat dibedakan mana yang filsafat dan mana yang bukan. Disamping itu, ilmu pengetahuanpun sangat besar peranannya terhadap pemahaman filsafat itu.
4) Menurut Brubacher,
filsafat berasal dari perkataan Yunani Kuno, yaitu filos dan sofia yang berarti cinta kebijaksanaan atau belajar ilmu pengetahuan. Atau diartikan pula sebagai cinta belajar. Dalam proses pertumbuhan ilmu-ilmu pengetahuan (Sciences) hanya ada di dalam filsafat. Maka filsafat pun dikatakan sebagai induk atau ratu ilmu pengetahuan.
1. Pengertian Pendidikan
1. Menurut John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulaan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan ini.
2. Menurut Frederick J Mc Donald, pendidikan adalah suatu proses atau suatu kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat manusia
2. Pengertian Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan menururt Al-Syaibany (19?9:30) adalah :
“Pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi darisegi pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis”.
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan kasakter filsafat. Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti :
1. Hakikat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya
2. Hakikat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan
3. Hakikat masyarakat, karena pendidikan pada dasamya merupakan suatu proses sosial
4. Hakikat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk tercapainya
Selanjutnya Al Syaibany (1979) berpandangan bahwa filsafat pendidikan, seperti halnya filsafat umum, berusaha mencari yang hak dan hakikat serta masalah yang berkaitan dengan proses pendidikan. Filsafat pendidikan berusaha untuk mendalami konsep-konsep pendidikan dan memahami sebab-sebab yang hakiki dari masalah pendidikan. Filsafat pendidikan berusaha juga membahas tentang segala mungkin mengarahkan proses pendidikan.
Pada bagian lain Al Syaibany (1979) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tugas yang diharapkan dilakukan oleh seorang filsof pendidikan, diantaranya :
1. Merancangkan dengan bijak dan arif untuk menjadikan proses dan usaha-usaha pendidikan pada suatu bangsa
2. Menyiapkan generasi muda dan warga negara umumnya agar beriman kepada Tuhan dengan segala aspeknya
3. Menunjukkan peranannya dalam mengubah masyarakat dan mengubah cara-cara hidup mereka ke arah yang lebih baik
4. Mendidik akhlak, perasaan seri dan keindahan pada masyarakat, dan menumbuhkan pada diri mereka sikap menghormati kebenaran, dan cara-cara mencapai kebenaran tersebut. Filosof menyeluruh tentang wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan ketuhan, kemanusiaan, pengetahuan kealaman dan pengetahuan sosial. Filsof pendidikan harus pula mampu memahami nilai-nilai kemanusiaan yang terpancar pada nilai-nilai kebaikan, keindahan dan kebenaran.
Menurut Kneller (1971), filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam lapagnan pendidikan. Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan daapt dikatakan spekulatif, preskriptif dan analitik.
Filsafat pendidikan dikatakan spekulatif karena berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, hakikat masyarakat, hakikat dunia, yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan data-data sebagai hasil hasil penelitian sains yang berbeda.
mencapai tujuan tersebut. Karena secara tersurat menentukan tujuan pendidikan yang akan dicapai.
Filsafat pendidikan dikatakan analitik, apabila filsafat pendidikan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan spekulatif dan preskriptif. Misalnya menguji rasinalitas yang berkaitan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan pendidikan dan menguji bagaimana konsistensinya dengan gagasan lain. Misalnya kita memperkenalkan konsep “Cara Belajar Siswa Aktif”. Filsafat pendidikan analitik menguji logis konsep-konsep pendidikan, seperti apa yang dimaksud dengan : “Pendidikan Dasar 9 Tahun”, “Pendidikan Akademik”, “Pendidikan Seumur Hidup” dan sebagainya
Peranan-peranan filsafat tersebut sangat besar dalam mendasari berbagai aspek pendidikan bagi pembinaan pedagogik.
3. Peranan filsafat dalam pendidikan
Setelah kita mempelajari arti filsafat dan pendidikan dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan itu adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya.
Peranan filsafat pendidikan menurut para ahli
1. Brauner dan Burn berpendapat bahwa pendidikan dan filsafat tidak dapat dipisahkan, karena tujuan pendidikan sama dengan tujuan filsafat. Kebijaksanaan dan jalan yang ditempuh oleh filsafat sama dengan yang ditempuh oleh pendidikan.
2. Kupatrick mengemukakan bahwa berfilsafat dan mendidik adalah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik adalah usaha untuk merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita tersebut di dalam kehidupan dan kepribadian manusia.
3. Prof. Brameld berpendapat bahwa untuk mengatasi persoalan-persoalan pendidikan secara efisien kita harus membawa filsafat. Filsafat selain digunakan untuk mengatasi persoalan pendidikan dengan efisien jelas dan sistematis, juga berfungsi sebagai alat analisa, untuk sinthesis dan penialain.
4. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Sebagaimana yang telah diuraikan dalam bab terdahulu mengenai pengertian filsafat, maka pengertian filsafat pendidikan pun tidak jauh berbeda. Filsafat pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang masalah-masalah segala persoalan yang menyangkut dengan pendidikan Islam, dengan maksud untuk memperoleh jawaban dari segala permasalahan yang berhubungan dengan pendidikan Islam.
Mengenai ruang lingkup Filsafat Pendidikan, sebenamya sangat luas dan dalam. Namun demikian, dapat disimpulkan menjadi dua bagian, yaitu dasar-dasar pembahasan filsafat pendidikan dan sasaran filsafat pendidikan.
5. Dasar-dasar Pembahasan Filsafat Pendidilsan
Dasar utama dari pembahasan filsafat pendidikan adalah Al Qur’an dan Sunnah Rasul, baik secara teoritis maupun, praktis, yang harus diterapkan dalam pendidikan, serta yang harus menjawab dari segala permasalahan pendidikan. Sesuai dengan ruang lingkup filsafat umum, pembahasan filsafat pendidikan pun dibagi menjadi beberapa bidang penelitian filsafat, yaitu bidang metafisika (ontologi), bidang epistemologi dan bidang aksiologi. Inilah pokok-pokok pembahasan filsafat pendidikan.
Bidang ontologi ini bertugas mencari hakekat segala sesuatu yang dihadapi, terutama tentang Sang Maha Pencipta (Khalik), Makhluk dan alam semesta. Dalam upaya mencari hakekat sesuatu ini, lahirlah ilmu penge-tahuan di bidang keagamaan atau ketuhanan, yang berhubungan dengan masalah “apa’. Di dalam agama Islam terdapat Ilmu Tauhid dan Ilmu Kalam, dasamya adalah akidah Islamiyah. Upaya mencari hakekat kebenaran yang didasari akidah dapat menu.nj ang keteguhan iman dan menuju kepada ketakwaan.
Dasar-dasar pembahasan metafisika meliputi Khalik, yaitu Allah Sang Maha Pencipta, yang menciptakan alam beserta isinya. Kemudian mencari hakekat manusia sebagai makhluk Allah yang dibeban’x kewajiban di dalam hidup yang bermakna dan bermanfaat. Sebagai bahan dan alat untuk kehidupan telah disediakan oleh Allah serba lengkap. Selanjutnya, metafisika ini membahas pula tentanghakekat alam semesta, sebagai bahan dan alai yang dikaruniakan oleh Allah kepada manusia, untuk bekal dunia maupun akhirat. Agar semua ini bermanfaat, maka manusia berkewajiban untukmengolahnya.
2) Epistemologi
Bidang ini mempelajari tentang hakekat ilmu pengetahuan, sekaligus memahami pengertiannya, bahwa dengan ilmu pengetahuan manusia akan memperoleh kemajuan dan peningkatan kesej ahteraan hidup, baik lahir maupun batin.
Dalam hat ini diyakini bahwa Allah telah mendidik manusia tentang apa-apa yang telah diketahuinya. Juga Al Qur’an telah mengajaskan kepada umat manusia untuk berpikir, menggunakan akal sesuai dengan fungsinya, untuk mencapai pengetahuan yang benar. Dalam hat ini, mencari ilmu tersebut wajib hukumnya bagi umat Islam. Manusia diberi kemampuan untuk berpikir dan menilai sesuatu berdasarkan ilmu yang dimilikinya dari hasil penggunaan akal pikiran. Dengan demikian ilmu akan berfungsi untuk :
a) Mengetahui kebenaran dengan menggunakan dasar wahyu atau ilmu pengetahuan, atau kedua-duanya.
b) Menjelaskan ajaran dan aqidahIslamiyah.
c) Menguasai alam untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia.
d) Meningkatkan kebudayaan dan peradaban Islamiyah.
3) Aksiologi.
Bidang ini membahas tentang nilai. Ilmu pengetahuan yang diperoleh harus memiliki nilai, dan nilai itu harus berasaskan keagamaan, karena ilmu pengetahuan yang dikuasai oleh seseorang akan mempengaruhi watak dan sikap tingkah laku terhadap yang menguasainya. Hal ini erat hubungannya dengan masalah etika.
6. Sasaran Filsafat Pendidikan
1) Tujuan Pendidikan
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakekatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan pendidikan. Karena bersifat filosofis, maka hakekatnya adalah penerapan suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan. Sasaran utamanya adalah tujuan pendidikan, sebagai jawiban dari pertanyaan “Untuk apa sekolah ini diadakan?; Ke arah mana pendidikan ini akan dibawa?”. Untuk menentukan tujuan pendidikan itu, filsafat mengadakan tinjauan yang luas dan mendalam mengenai realita, dikupaslah pandangan tentang dunia dan pandangan hidup manusia. Akhimya konsep-konsep dari semua itu dijadikan landasan penyusunan konsep tujuan pendidikan. Kemudian, dikupas pula mengenai pengalaman pendidik dalam mengembangkan dan menumbuhkan anak yang berhubungan dengan realita. Semua ini akan dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan diri. Di samping itu dikaji pula pandangan mengenai hakekat Khalik, makhluk, alam semesta, pengetahuan dan nilai-nilai. Semuanya dipadukan dalam menentukan kurikulum.
Apabila tujuan telah dirumuskan sesuai dengan tujuan filsafat yang dianut, langkah selanjutnya adalah mengupas tentang cara-cara menerapkan aspek-aspek pendidikan yang terkandung dalam tujuan pendidikan. Filsafat akan mengadakan pembahasan tentang aku (ego) dan tujuan, lalu dibahas pula metode apa yang tepat bagi pribadi yang bersangkutan. Misalnya, berdasarkan ilmu jiwa kepribadian, aliran monisme faham Materialisme menganggap bahwa manusia adalah makhluk reaksi, pola reaksinya disampaikan sebagai stimulus response. Untuk meningkatkan efektivitas tingkah laku manusia hanya dibutuhkan pengalaman atau latihan (drill). Sedangkan menurut aliran monisme faham Idealisme memandang bahwa manusia itu asas primemya adalah jiwa, karena jasmani tanpa jiwa tidak akan berdaya. Maka pendidikan harus dilaksanakan berdasarkan kodrat dan kebutuhan asas roldaani, untuk membina rasio, perasaan, kemauan dan spirit manusia.
Dari kedua faham tersebut bisa melahirkan beberapa metode yang bisa digunakan dalam proses pendidikan, misalnya metode latihan, metode penugasan, metode ceramah dan sebagainya. Jadi memilih metode pun harus mengacu kepada tujuanberdasarkan kajian filsafat.
3) Alat Pendidikan
Yang dimaksud dengn alat pendidikan ialah segala sesuatu apa yang dipergunakan dalam usaha mencapai pendidikan. Pendidikan pun merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Berdasarkan fungsinya, alat-alat pendidikan dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu :
Alat sebagai perlengkapan.
Alat sebagai pembantu dalam mempermudah usaha pencapaian tujuan.
Alat sebagai tujuan.
Dalam memikirkan alat-alat yang akan dipakai dalam pendidikan, fungsi setiap alat sebaiknya diperhitungkan. Antara lain soal kematangan anak-anak untuk menerima pendidikan itu, dan soal ruangan serta waktunya. Jadi pemilihan alat harus disesuaikan dengan hal-hal tersebut.
Berdasarkan taraf-taraf perkembangan anak, alat-alat pendidikan terbagi atas :
Alat-alat yang memberi perlengkapan berupa kecakapan berbuat dan pengetahuan hapalan. Alat ini dapat disebut sebagai alat pembiasaan.
Alat-alat untuk memberi pengertian, membentuk sikap, minat dan cara-cara berpikir.
Alat-alat yang membawa ke arah keheningan bathin, kepercayaan dan penyerahan diri kepada Tuhan.
Selain pembagian tersebut, alat-alat pendidikan dapat pula dibedakan atas :
Alat-alat langsung, yaitu alat-alat yang bersifat menganjurkan sej alan dengan maksud usaha.
Alat-alat tidak langsung; yaitu alat-alat yang bersifat pencegahan dan pembasmian hal-hal yang bertentangan dengan maksud usaha.
dengan “Penetapan hakekat dari tujuan, alat pendidikan, dan menerjemahkan prinsip-prinsip ini dalam kebijakan-kebijakan untuk mengimplementasikan. Maka dengan memahami ilmu filsafat pendidikan. Pelaksanaan pendidikan akan lebih efektif dan efisien lebih mengarah kepada sasaran yang akan di capai sehingga mempercepat tercapainya tujuan pendidikan.
DAFTAR PUSATAKA
Uyoh Sadulloh. Pengantar Filsafat Pendidikan. Alfabeta CV. Bandung. 2008 HA Yunus. Filsafat Pendidikan CV. Citra Sarana Grafika. Bandung. 1999
Radja Mudya Hardjo. Filsafat Ilmu Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2004