• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Akhir Semester Manusia dan Masya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Akhir Semester Manusia dan Masya"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Manusia dan Masyarakat Indonesia: Masyarakat Kecil di Pasar Pal, Tugu

Selama satu semester, saya dan teman-teman kelas MMI-E secara rutin mengunjungi Pasar Pal, Tugu yang menjadi setting kelas kami. Pasar Pal terletak di daerah Kelapa Dua, Depok dan tepatnya berada di dekat pertigaan Cimanggis, Jalan Raya Bogor. Secara umum, Pasar Pal merupakan pasar tradisional yang sama dengan pasar-pasar lainnya. Pasar Pal memiliki blok-blok yang dibentuk berdasarkan jenis barang yang di jual. Di bagian depan pasar, ada toko-toko yang menjual jam tangan, perkakas rumah tangga, dan mainan anak-anak. Blok pakaian dan perhiasan ada di bagian pinggir pasar dan sepanjang jalan tengah pasar. Blok sayur, daging, dan bumbu ada di bagian tengah dan belakang pasar. Selain itu, di lantai 2 bangunan utama pasar, terdapat beberapa kios penjahit, rumah makan kecil-kecilan, dan mushola.

Pada kunjungan pertama ke Pasar Pal, saya dan teman-teman menentukan setting yang akan kami amati selama satu semester ini. Saya dan Astri, teman sekelompok saya, memutuskan untuk memilih setting di blok pedagang ikan dan sayur yang ada di sepanjang jalan kecil yang bisa dilalui dari belokan kanan pertama dari depan pasar. Alasan kami memilih tempat adalah karena pedagang di situ terlihat akrab satu sama lain. Selain itu, ketika kami bolak-balik lewat, para pedagang di daerah itu tidak terlihat keberatan dan tersenyum kepada kami.

Setting saya terdiri dari 5 kios; kue, ayam potong, sayur, bumbu dapur, dan plastik, dan sampai kunjungan ketiga, pelaku di setting saya terdiri dari 10 pelaku, dan 7 di antaranya merupakan pedagang di setting saya. Berikut merupakan gambaran dari subsetting dan setting saya:

(2)

Foto di atas merupakan foto setting saya. Di sebelah kiri merupakan foto dari Budhe Nur dan di sebelah kanan merupakan foto dari kios Pak Maulana dan Abdan. Saat itu Budhe Nur sedang beres-beres akan pulang dan Pak Maulana sedang bercanda dengan pedagang lain di luar setting pengamatan saya.

Pelaku yang saya amati ditentukan dari beberapa kunjungan, di kunjungan pertama saya hanya menemui Budhe Nur, Bu Afridah, dan Bu Peni. Budhe Nur merupakan seorang pedagang ayam potong yang telah berusia 61 tahun. Beliau berasal dari Tegal dan selama 32 tahun berdagang di Pasar Pal, beliau tinggal di sebuah rumah kontrakan. Beliau pernah lulus dari SD dan sempat melanjutkan SMP sampai akhir kelas 1 SMP, namun karena menikah beliau tidak melanjutkan pendidikannya. Dari pengamatan saya, Budhe Nur banyak mendominasi setiap pembicaraan di antara para

Gambar 2 Setting

(3)

pelaku yang berada di setting. Kemudian Bu Afridah, pemilik toko plastik yang telah berjualan di sana selama 30 tahun. Beliau berusia 50 tahun, berasal dari Padang, dan berpendidikan SD. Beliau memiliki rumah sendiri di Depok dan tinggal bersama anak-anaknya. Bu Peni sendiri merupakan pemilik toko bumbu dapur dan sayuran di sebelah toko Bu Afridah. Beliau masih berusia 36 tahun dan tinggal bersama suami dan satu anaknya di Depok. Beliau dan suaminya berasal dari Padang. Bu Peni pernah mengenyam pendidikan hingga ke tingkat SMA, lalu beliau menikah dan mengikuti suaminya berdagang di Depok.

Ketika pertama kali saya berada di setting tersebut, Budhe Nur-lah yang pertama kali menyapa saya dan menawarkan bantuan. Bu Afridah dan Bu Peni sendiri berada di dalam tokonya. Mungkin karena kios Budhe Nur hanya terdiri dari meja, kursi, diatapi terpal, dan tidak dibatasi apapun, sehingga beliau bisa dengan mudah melihat dan menyapa orang-orang yang melewati kiosnya. Sedangkan toko Bu Peni dan Bu Afridah lebih tertutup dan hanya bagian depannya yang terbuka, membuat saya harus mendekati toko, baru beliau bisa merespon kehadiran saya. Di setting Astri, saya juga menyadari hal tersebut, kios Bang Haji selain diramaikan oleh anak dan karyawannya, kios yang hanya terdiri dari meja, kursi, dan tanpa pembatas memudahkan orang lain melihat mereka dan dari kejauhan mereka bisa berinteraksi, seperti memanggil orang yang mereka lihat atau sebaliknya. Mungkin juga di setting lain ditemui hal seperti ini, ternyata bentuk kios atau toko bisa mempengaruhi interaksi yang terjadi.

(4)

asal Budhe Nur, yaitu suku Jawa yang mengatur hubungan sopan santun dengan menggunakan tingkatan bahasa. Selain suku, usia juga bisa mempengaruhi penggunaan bahasa dalam berinteraksi. Orang tua cenderung lebih banyak menggunakan Bahasa Krama ketimbang anak-anak muda.

Di satu kesempatan, saya pernah melihat Budhe Nur sedang merokok, kemudian sewaktu beliau melihat saya, beliau langsung mematikan rokoknya dan menyimpannya di bawah meja. Jujur saja, saya jarang melihat ibu-ibu, apalagi yang sudah berumur lebih dari 50 tahun, merokok di daerah asal saya, Banyumas. Berbeda dengan daerah ibu kota, saya sering melihat banyak ibu-ibu merokok, terutama di pasar. Melihat tindakan Budhe Nur yang merokok di pasar sebenarnya tidak terlalu mengagetkan, namun ketika Budhe Nur menyimpan rokoknya, saya merasa bahwa Budhe Nur tidak ingin saya melihat beliau merokok. Bisa jadi karena Budhe Nur tidak ingin saya merasa tidak nyaman karena asap rokoknya, bisa juga karena Budhe Nur ingin menjaga pandangan saya terhadap Budhe Nur. Karena di masyarakat umum, budaya merokok dipandang sebagai sesuatu yang kurang terpuji dan sering diasosiasikan dengan orang yang kurang baik.

Bu Afridah dan Bu Peni sama-sama berasal dari Padang dan kedua-duanya sama-sama memiliki kios sendiri di pasar, tidak seperti Budhe Nur yang menyewa tempat. Kios Bu Afridah sering dikunjungi pembeli sehingga beliau tidak terlalu sering keluar dari kiosnya untuk mengobrol dengan pedagang yang lain. Paling-paling hanya menanggapi guyonan dari pedagang yang lain dari dalam kiosnya. Namun, ketika saya mengunjungi kiosnya, Bu Afridah ternyata baik dan ramah, dan mirip seperti Budhe Nur, sama-sama suka bercerita. Bu Afridah banyak menceritakan mengenai Padang dan kehidupannya di Depok. Beliau bercerita bahwa beliau merupakan orang tua tunggal dengan 3 orang anak. Suaminya pergi entah ke mana beberapa tahun yang lalu. Sementara itu, Bu Peni lebih pendiam dan saya jarang melihat beliau keluar dari kiosnya kecuali untuk mengambilkan sesuatu untuk pelanggannya.

(5)

yang baru lulus kuliah sedang mendaftar kerja di bank A atau anaknya yang sekarang duduk di kelas 3 SMK ingin melanjutkan kuliahnya. Sepertinya tingkat pendidikan mempengaruhi minat seseorang. Bu Peni yang pernah mengenyam pendidikan hingga SMA mungkin sadar bahwa mengejar karir itu penting. Dan mengejar karir bisa dilakukan dengan cara bersekolah, mengejar pendidikan setinggi-tingginya. Walaupun tidak bertanya langsung, saya merasa Bu Peni berharap anaknya tidak meneruskan pekerjaannya berdagang di pasar dan bisa bekerja di kantor. Berdagang bukanlah pekerjaan yang buruk, namun berdagang seharian di pasar memang lumayan melelahkan. Apalagi pasar tradisional yang panas dan agak kumuh karena masih berlantai tanah dan semua jenis barang dagangan berkumpul di satu tempat.

Suami Bu Peni, Pak Erman, berusia 46 tahun dan sama-sama berasal dari Padang. Pendidikan terakhir beliau yaitu SD. Pak Erman sehari-hari membantu Bu Peni berjualan di pasar. Dulu, Pak Erman pernah memiliki kios pakaian di Pasar Pal, namun karena ada kejadian kebakaran sekitar tahun 1998, beliau menutup kiosnya yang terbakar dan sekarang telah membeli kios untuk Bu Peni berjualan bumbu-bumbu dapur. Pak Erman memang lebih banyak berbicara mengenai keadaan pasar dari zaman dulu beliau pertama berdagang sampai sekarang. Pak Erman biasa duduk di sebuah meja tidak terpakai di depan kiosnya. Sepertinya suami-istri ini lebih suka duduk menunggu pembeli, melayani pembeli dengan bicara secukupnya, dan tidak terlalu banyak berbicara dengan sesama pedagang yang ada di sekitarnya. Selama saya melakukan pengamatan, saya tidak melihat adanya interaksi antara Bu Peni dan Pak Erman dengan pedagang yang lain. Mungkin karena Bu Peni lebih banyak berada di dalam kiosnya dan ketika saya datang, Pak Erman sedang sibuk dengan telepon genggamnya. Yang saya lihat, Pak Erman hanya mengobrol dengan Pak Maulana atau sesekali menjawab pertanyaan pedagang lain. Menurut saya, sedikitnya interaksi antara Bu Peni dan Pak Erman disebabkan karena keduanya bukan tipe orang yang suka banyak berbicara, sehingga obrolan di antara mereka pun menjadi sedikit.

(6)

pelanggan. Sepertinya sikap banyak berbicara Pak Maulana memang sudah menjadi cirri khasnya. Tapi memang para pedagang lelaki di pasar biasanya lebih cerewet daripada kaum lelaki lainnya. Menurut saya, sifat cerewet tapi tetap ramah dibutuhkan dalam kegiatan berdagang supaya pelanggan bisa merasa lebih nyaman dan lebih dekat dengan penjual, membuat pelanggan berpikir, ‘wah, Bapak ini ramah sekali, ya, saya jadi suka berbelanja di sini.’ Sementara itu apabila pedagang melayani pembelinya dengan jutek dan acuh tak acuh, tidak menjelaskan dagangannya, pelanggan bisa jadi ingin cepat-cepat pergi dan membeli seperlunya saja atau apabila terpaksa.

Budhe Nur dan Pak Maulana yang kiosnya berdampingan terlihat sangat akrab satu sama lain. Interaksi yang terjadi antara Pak Maulana dan Budhe Nur, seperti Pak Maulana membantu Budhe Nur membuang genangan air di atas terpal kios Budhe Nur atau ketika Budhe Nur menawari Pak Maulana makanan yang beliau miliki, biasa saya lihat di setting. Interaksi yang terjadi ini menunjukkan adanya hubungan baik antara Budhe Nur dengan Pak Maulana, mereka berdua mau saling membantu, berbagi, dan peduli dengan satu sama lain. Hal ini bisa dipengaruhi oleh usia di antara keduanya, di mana Pak Maulana berusia jauh lebih muda dari Budhe Nur, sehingga Pak Maulana merasa sudah seharusnya beliau membantu Budhe Nur untuk aktivitas yang berat bagi Budhe Nur. Sepertinya interaksi saling membantu dan berbagi antara Budhe Nur dan Pak Maulana sudah menjadi kebiasaan, karena Pak Maulana cukup peka dan sigap membantu Budhe, seperti membawakan barang, tanpa diminta terlebih dahulu dan Budhe Nur juga langsung menawari sesuatu yang beliau miliki sebelum Pak Maulana meminta.

(7)

sehingga ia merasa kurang cocok dengan obrolan ibu-ibu pedagang. Ibu-ibu lebih suka bercerita dengan ibu-ibu, gadis-gadis lebih suka berkumpul dengan gadis-gadis, bapak-bapak lebih suka duduk bersama bapak-bapak-bapak-bapak, dan anak laki-laki lebih suka bermain bersama anak laki-laki, itulah yang biasa kita lihat di kehidupan sehari-hari. Gender dan umur memainkan peran penting dalam minat seseorang untuk berinterkasi dengan orang lain karena gender dan umur dapat mempengaruhi ketertarikan seseorang, misalnya ibu-ibu suka memasak sehingga lebih suka mengobrol dengan ibu-ibu lainnya yang sama-sama suka memasak sehingga obrolan di antara mereka bisa seimbang atau

nyambung.

Pak Maulana sering meninggalkan kiosnya untuk mengunjungi kios pedagang yang lain tanpa memberitahu Abdan, sepertinya Abdan telah mengerti bahwa ketika Pak Maulana meninggalkan kios, ia yang harus menjaga kios sayur tersebut. Ketika saya bertanya pada Pak Maulana, beliau bilang bahwa ada semacam kesepakatan di antara mereka untuk bekerja secara shifting atau bergantian, dan ketika mereka menjaga kios berdua, ada semacam kebiasaan di mana Pak Maulana sering meninggalkan Abdan untuk menjaga kios. Abdan terlihat tidak merasa keberatan. Kebiasaan ini bisa saja terjadi karena pautan umur, mengingat umur Pak Maulana yang cukup jauh dengannya sehingga ia merasa harus menuruti Pak Maulana. Di sekitar kita juga banyak terjadi hal yang sejenis, yang lebih muda dan baru akan menuruti mereka yang lebih tua dan lebih berpengalaman.

(8)

orang yang paling dekat dan diharapkan bisa diandalkan ketika mereka memiliki masalah dan membutuhkan bantuan.

Pelaku yang hanya saya temui sekali salah satunya adalah seorang penjual bubur sumsum. Beliau adalah seorang wanita berusia sekitar 30 tahun, Pak Emon merupakan pelanggan dari bubur sumsum yang dijual beliau. Saya tidak mengetahui nama beliau dan ketika saya bertanya pada Pak Emon, Pak Emon juga tidak mengetahui namanya, beliau hanya mengetahui sebutannya, sebuah nama panggilan yang kurang jelas saya dengar waktu itu. Menurut saya, sikap Pak Emon yang tidak menanyakan nama dari si penjual ini bukan berarti Pak Emon tidak menghargai atau tidak mempedulikan si penjual. Bisa jadi, karena orang-orang di sekitar atau orang lain yang biasa membeli bubur lebih sering memanggil si penjual dengan sebutan lain, sehingga Pak Emon hanya menirukan bagaimana orang lain memanggilnya. Seperti kebanyakan orang, mungkin Pak Emon malas berkenalan dengan si penjual dan menanyakan langsung namanya karena beliau melihat orang-orang di sekitarnya terlihat sudah mengenalnya dan memberi julukan kepada si penjual. Mungkin Pak Emon berpikir bahwa ketika beliau menanyakan namanya, suasana malah menjadi canggung karena Pak Emon sendiri sudah menjadi salah satu pelanggannya, seperti ‘masa seorang pelanggan tidak tahu nama penjual langganannya. Ya sudah, saya ikut-ikut yang lain saja memanggil dia dengan julukannya.’

Pelaku yang hanya saya temui sekali lainnya adalah Bu Tono, beliau merupakan pelanggan dari Pak Emon. Bu Tono tidak setiap hari mengunjungi dagangan kue Pak Emon, namun Pak Emon hapal bahwa Bu Tono sering mencari lepet. Saya merasa bahwa hubungan penjual dan pembeli perlu dijaga dengan baik, salah satunya dengan cara menghapal kesukaan si pelanggan. Ketika pelanggan ditawari sesuatu yang ia suka oleh pedagang langganannya, tentu saja ia merasa diistimewakan karena barang atau makanan favoritnya diingat oleh si pedagang. Dengan menghapal barang langganan pelanggannya, pedagang juga berusaha untuk membangun hubungan yang dirasa lebih dekat sehingga pelanggannya mau terus membeli di tempatnya karena merasa telah nyaman dan mengenal dekat dengan si pedagang.

(9)

saya menduga beliau berusia sekitar 40 tahun. Saya mengetahui namanya dari Pak Erman yang waktu itu sedang mengobrol dengan saya. Saya tidak sempat mengajak beliau mengobrol atau berkenalan karena beliau terlihat sibuk menjalankan tugasnya. Meskipun begitu, Pak Min juga sering menyapa para pedagang yang ia lalui, terkadang beliau juga berhenti sebentar di setting milik Astri untuk mengobrol dengan Bang Haji. Di setting saya beliau hanya menyapa dan tersenyum kepada para pedagang. Menurut saya, Pak Min jarang mengobrol di setting saya dengan alasan yang sama seperti Abdan, karena pedagang di setting saya didominasi oleh kaum perempuan.

Apabila Pak Min lewat, para pedagang yang melihat Pak Min langsung mengeluarkan uang empat ribu rupiah untuk diberikan ke Pak Min. Semua pedagang di setting saya membayar retribusi harian pasar. Ini menunjukkan para pedagang memiliki sifat disiplin dan mungkin juga terpengaruh oleh adanya norma hukum yang berlaku dan mengatur tentang kewajiban membayar iuran retribusi harian bagi para pedagang. Selain itu, manfaat dari pembayaran retribusi harian juga dirasakan langsung oleh para pedagang, sampah-sampah dibersihkan dan keamanan juga terjaga. Sehingga pedagang benar-benar merasa bahwa retribusi yang mereka bayarkan sebanding dengan yang mereka terima. Bahkan menurut Budhe Nur, biaya empat ribu rupiah itu termasuk murah karena di pasar-pasar lain iurannya bisa mencapai lima belas ribu rupiah. Harga yang tidak terlalu mahal ini bisa juga menjadi insentif orang untuk membayar dengan taat. Begitu juga di setting Astri dan teman-teman yang lain, bagi saya ini menunjukkan bahwa secara umum pedagang Pasar Pal mematuhi peraturan untuk mendapatkan manfaatnya, yaitu kebersihan dan keamanan.

(10)

tua. Kegiatan saling menghadiri acara ini merupakan suatu kebiasaan di antara pelaku, seperti yang Pak Emon bilang, tidak enak apabila tidak memenuhi undangan dari teman, alasan Pak Emon ini bisa dikategorikan sebagai logika sosial, di mana manusia selalu mencari teman dan berusaha menjaga hubungan baik di antara para pelaku. Di setting Astri dan setting kelas, saya tidak menemukan hal seperti ini, sehingga saya tidak tahu apakah para pelaku di setting mereka juga menjalin hubungan di luar hubungan sesama pedagang di pasar. Meskipun begitu, kekeluargaan di antara pedagang Pasar Pal di mana pun settingnya semuanya dijaga dengan baik oleh para pelaku di pasar.

Ada suku Jawa, Sunda, dan Minang, namun ternyata para pedagang di setting saya bisa menghilangkan perbedaan-perbedaan itu dan menyamakan persepsi bahwa mereka sama-sama berdagang di pasar untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Mungkin pada awalnya perbedaan suku di antara pedagang bisa terasa karena kebiasaan atau karakteristik yang jauh berbeda, orang yang satu suku saja banyak perbedaan apalagi yang berbeda suku. Namun seiring berjalannya waktu, mereka bisa beradaptasi dengan perbedaan itu. Contohnya Bu Afridah dan Bu Peni yang berasal dari Padang, keduanya terlihat lebih dekat satu sama lain ketimbang dengan pedagang yang lain, meskipun begitu, beliau berdua menggunakan Bahasa Indonesia ketika berbincang. Menggunakan bahasa daerah yang hanya bisa dimengerti oleh kelompok tertentu bisa menimbulkan perasaan kurang nyaman karena bahan perbincangan tidak diketahui oleh orang yang tidak berbicara dengan bahasa itu. Setting yang terdiri dari berbagai suku menyebabkan Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa utama. Ini juga bisa menjadi suatu bentuk adaptasi pelaku terhadap lingkungan yang tidak biasa mereka temui di daerah asalnya. Setting Astri juga menggunakan Bahasa Indonesia, namun menurut saya, hal itu disebabkan oleh asal daerah para pelaku di settingnya mayoritas berasal dari daerah Jabodetabek yang memang menggunakan Bahasa Indonesia di kehidupan sehari-hari.

(11)

karakteristik suku lain. Contohnya ketika berbincang dengan orang Batak, saya tidak perlu memikirkan bagaimana mereka terkadang suka berbicara dengan nada yang bagi saya kurang menyenangkan, padahal mungkin maksud mereka tidak seperti apa yang saya pikirkan. Saya harus bisa membawa diri, mampu berinteraksi sesuai dengan tujuan atau pelaku yang sedang diajak bicara.

Selain beradaptasi, di dalam masyarakat kita juga perlu menumbuhkan rasa saling memiliki, rasa kebersamaan. Seperti bagaimana para pelaku di setting saya saling membantu dan membagi makanan dengan pelaku yang lain. Hanya beradaptasi tidaklah cukup untuk bisa bergaul dengan baik di suatu masyarakat, kita juga harus memiliki

sense of belonging. Jangan sampai merasa iri dengan rezeki pedagang lain, jangan membiarkan sifat individualis terus tumbuh dalam diri kita.

Apabila dibandingkan dengan setting teman-teman di tempat lain, setting saya yang terdiri dari berbagai jenis dagangan sepertinya tidak memiliki alasan untuk saling berkompetisi dengan pedagang yang lain. Namun, usaha untuk saling menjaga perasaan satu sama lain tetap sama, mereka berusaha untuk tidak mencari masalah atau mengganggu pedagang yang lain. Hal ini sesuai dengan sifat manusia yang kebanyakan, atau pada dasarnya, risk averse, menghindari risiko dengan menghindari konflik. Menurut saya, di setting saya tidak terlihat ada konflik yang begitu parah sehingga bentuk risk averse tidak terlalu terlihat, berbeda dengan beberapa cerita di setting lain yang dengan mudah ditemukan, seperti pedagang yang membiarkan pemabuk berada di sekitar mereka selama ia tidak mengganggu aktivitas mereka. Mereka membiarkan si pemabuk berada di situ karena dia tidak mengganggu dan mereka juga tidak ingin konflik yang tadinya tidak ada malah menjadi ada apabila mereka mengusir si pemabuk.

(12)

Gambar

Gambar 1 Subsetting
Gambar 2 Setting

Referensi

Dokumen terkait

Kita sendiri yang buat untuk kamu, aku harap kita nggak akan terpisahkan Key,”ujar Marsha sambil memakaikan gelang berwarna-warni yang terbuat dari benang yang di kepang..

Dari seluruh data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa metode penetapan kadar amoksisilin secara spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin

Hasil pengujian didasarkan pada hasil uji dengan menggunakan Crosstabs (tabel silang) serta melihat hasil uji Pearson Chi- Square yang dibandingkan dengan nilai

Warna merah juga sering dihubungkan dengan energi, sehingga kita dapat memakai warna ini untuk mempromosikan minuman berenergi, permainan, mobil, hal-hal yang berhubungan

Gardenia Raya Blok BA I No.. Noer

Sertifikasi produk pakan ternak dilakukan oleh LPK yang telah diakreditasi oleh KAN berdasarkan SNI ISO/IEC 17065, Penilaian Kesesuaian - Persyaratan untuk LSPro, Proses,

Berdasarkan hasil penelitian alat dapat disimpulkan: (1) besar ketepatan alat adalah 92.3%; (2) alat tersebut tidak bisa membaca dengan tepat dikarenakan oleh kecepatan baca sensor

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh perceived ease to use dan subjective norm terhadap intention to use dengan perceived usefulness