• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN dan YANG BERDAMPAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGELOLAAN PERTAMBANGAN dan YANG BERDAMPAK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN PERTAMBANGAN YANG BERDAMPAK

LINGKUNGAN DI INDONESIA

Oleh : Alex Candra Pamungkas

alexcandrapamungkas@students.unnes.ac.id

Abstrak

Usaha Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,pengelolaan dan pengusahaan mineral dan batubara yang meliputi penyelidikan umum,eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta kegiatan pasca tambang (Pasal 1 butir 6 Undang-Undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara). Pertambangan mempunyai beberapa karakteristik, yaitu tidak dapat diperbaharui (non renewable), mempunyai resiko relatif lebih tinggi dan pengusahaannya mempunyai dampak lingkungan baik fisik maupun lingkungan yang relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi lain pada umumnya. Pentingnya penerapan kegiatan industri dan/atau pembangunan yang berbasis lingkungan, perlu disadari oleh setiap elemen bangsa, karena persoalan lingkungan merupakan permasalahan bersama. Hanya saja dalam pratiknya, diperlukan lembaga formal pengendali yang secara yuridis berwenang untuk itu. Pengendalian kegiatan dan operasionalisasi industri, dalam prakteknya terwujud dalam konsep dan program kerja sistematis dalam bentuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup harus bermuara pada terjaminnya kelestarian lingkungan,seperti tercantum dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kata kunci

:

pertambangan, hukum, lingkungan, pengelolaan, masyarakat PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia dianugerahi sumber daya alam berlimpah termasuk bahan galian pertambangan. Di dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Kata “dikuasai” dalam pasal ini mengandung arti bahwa negara diberi kebebasan untuk mengatur, mengurus, dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan bahan galian tambang yang diberikan seluas luasnya untuk kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

(2)

lingkungan baik fisik maupun lingkungan yang relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi lain pada umumnya.1

Sektor pertambangan di Indonesia merupakan sektor yang berfungsi mendapatkan devisa Negara paling besar, namun keberadaan kegiatan dan/atau usaha tambang di Indonesia kini banyak dipersoalkan oleh berbagai kalangan namun dalam implementasinya, Negara sering dihadapkan pada kondisi dilematis antara pemanfaatan optimal dengan kerugian lingkungandan sosial.2 Ini disebabkan keberadaan kegiatan usaha tambang itu telah menimbulkan dampak negatif di dalam pengusahaan bahan galian.3

Pada dasarnya, karena sifatnya yang tidak dapat di perbaharui tersebut pengusaha pertambangan selalu mencari cadangan terbukti (proven reserves) baru. Cadangan terbukti berkurang dengan produksi dan bertambah dengan adanya penemuan. Ada beberapa macam resiko dibidang pertambangan, yaitu resiko geologi (eksplorasi) yang berhubungan dengan ketidakpastian penemuan cadangan (produksi), resiko teknologi yang berhubungan dengan ketidakpastian biaya, resiko pasar yang berhubungan perubahan harga dan resiko kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan perubahan pajak dan harga domestic. Resiko-resiko tersebut berhubungan dengan besaran yang mempengaruhi keuntungan usaha, yaitu produksi, harga, biaya dan pajak usaha yang mempunyai resiko lebih tinggi menuntut pengembalian keuntungan (rate of return) yang lebih tinggi.

Walaupun demikian, terdapat dampak lingkungan pada waktu eksplorasi,tetapi dampak lingkungan pertambangan utama adalah pada waktu eksploitasi dan pemakaiannya untuk yang bisa digunakan sebagai energi (minyak, gas dan batu bara). Dampak lingkungan tersebut dapat berbentuk fisik seperti penggundulan hutan,pengotoran air (sungai, danau dan laut) serta pengotoran udara untuk energi. Dampak lingkungan tersebut dapat juga bersifat sosial, yaitu hilangnya mata pencaharian masyarakat yang tadinya hidup dari hasil hutan maupun hasil pertambangan itu sendiri.4 Sebagai contoh dengan cara yang sederhana penduduk dapat mendulang emas.

Dampak lingkungan pertambangan berbeda antara jenis tambang yang satu dengan yang lain. Tambang yang ada berada jauh di bawah permukaan bumi seperti tambang minyak dan gas (migas) sehingga penambangannya dilakukan dengan membuat sumur. Oleh sebab itu,penambangannya relatif tidak membutuhkan daerah yang luas di permukaan. Tambang ada yang digali di permukaan atau tambang dengan membuat terowongan dekat permukaan seperti batu bara, tembaga, emas dan lain-lain sehingga relatif membutuhkan daerah yang luas di permukaannya dan sebagai akibat dampak lingkungan fisik maupun sosialnya lebih besar. Apalagi tambang tersebut tadinya merupakan mata pencaharian penduduk setempat.5

Pentingnya penerapan kegiatan industri dan/atau pembangunan yang berbasis lingkungan, perlu disadari oleh setiap elemen bangsa, karena

1 Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal.43

2 Adrian Sutedi,Hukum Pertambangan ,Sinar Grafika ,Jakarta.2011,hlm.1

3 H.Salim Hs,Hukum Pertambangan Indonesia,Raja Grafindo persada,Jakarta 2005 hlm.5

4 Muhammad Akib ,Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, Rajawali Pers, Jakarta,2014,.hlm 41

(3)

persoalan lingkungan merupakan permasalahan bersama. Hanya saja dalam pratiknya,diperlukan lembaga formal pengendali yang secara yuridis berwenang untuk itu. Pengendalian kegiatan dan operasionalisasi industri,dalam prakteknya terwujud dalam konsep dan program kerja sistematis dalam bentuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,Pengelolaan lingkungan hidup harus bermuara pada terjaminnya kelestarian lingkungan, seperti tercantum dalam Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan Lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan

mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum

pada masa sekarang ini dengan didasari pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, telah mendesentralisasikan urusan Pertambangan, Energi dan Sumber Daya Mineral ke Daerah, namun semangat desentralisasi sektor pertambangan tersebut tidak sinkron dengan pengaturan mengenai pertambangan karena Undang-Undang yang digunakan masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

Sejak reformasi bergulir, sektor pertambangan tidak mendapat panduan regulasi yang jelas. Baru pada tahun 2009 keluar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan,Mineral dan Batubara. Sementara Peraturan Pemerintah yang diperintahkan pembentukannya oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 baru keluar pada Tahun 2010 yakni Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.Kekosongan pengaturan terkait pertambangan dari awal reformasi tahun 1998 sampai keluarnya UU tentang pertambangan pada tahun 2009 telah dimanfaatkan daerah penghasil tambang untuk memberikan izin usaha pertambangan dengan tanpa panduan dari Pemerintah Pusat.6

Pada otonomi daerah, tanggung jawab Kepala Daerah langsung kepada Presiden melalui Kementerian Dalam Negeri. Kementerian Dalam Negeri merasa tidak memiliki kompetensi teknis dalam hal mengawasi dan mengendalikan kebijakan dan keputusan administrasi negara Pemerintah Daerah. Proses pelimpahan wewenang dalam pengurusan perizinan terhadap sektor sumberdaya alam tidak dibarengi dengan mekanisme pengendalian terhadap kewenangan pengurusan izin. Lemahnya pengawasan dan pengendalian perijinan oleh Pusat kepada pemberian izin memberikan celah bagi pelaksanaan pengelolaansumberdaya alam.7

B. KRONOLOGI KASUS

6 Yudhistira, Wahyu Krisna Hidayat, Agus Hadiyarto 2011. KAJIAN DAMPAK KERUSAKAN

LINGKUNGAN AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN MINERAL BATUBARA DI DAERAH, . Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol 9 (2): 76-84.

(4)

SEMARANG- sebanyak 2,601 izin usaha pertambangan (IUP) di Indonesia belum berstatus clear and clean (CNC) sehingga akan di evaluasi ulang atau di cabut,Pertambangan mineral dan batubara secara nasional hingga mei 2017 mencapai 8.600 IUP,dari jumlah tersebut Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat 5.999 IUP sudah CNC dan di Jawa Tengah dari 160 IUP yang tercatat,14 IUP di antaranya belum CNC

Perwakilan Direktorat Dirjen Minerba Kementrian ESDM Syamsu Daliend mengungkapkan,penataan juga dilakukan terkait pelaporan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) IUP Provinsi.pelaporan yang benar diharapkan bisa berdampak positif terhadap kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan pelaku usaha sehingga bisa meningkatkan penerimaan negara,baik pajak ataupun non pajak.

Perlu juga adanya skema kebijakan pengendalian produksi dan penjualan mineral dan batu bara agar ketahanan energi nasional terjamin.pada era otonomi daerah sekarang ini,banyak pengelola dokumen yang tidak tertata dengan bik,termasuk dokumentasinya ujar syamsu dalam kegiatan pembinaan dan pengawasan usaha mineral dan batu bara di hotel Quest Semarang ,Selasa(16/5)

Tahun ini Kementrian ESDM menargetkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari subsektor mineral dan batu bara sebesar Rp 32,4 Triliun.Kepala Dinas ESDM Jateng Teguh Dwi Paryono dalam paparanya menyebut sudah ada pencabutan 94 IUP Jateng pada kategori tambang mineral.untuk target PNB ESDM Jateng mencapai 32,4Triliun di mana realisasi tahun lalu Rp.444 Miliar

Disinggung mengenai pabrik semen di rembang ,syamsu mengatakan semua akan di selesaikan secara baik baik “Rembang akan ditangani dengan tepat dan di selesaikan secara baik.jika ada kekurangan maka pemerintah yang melengkapinya’’ imbuhnya.8

C. RUMUSAN MASALAH

Kasus diatas dapat dianalisis diantaranya :

1. Bagaimana masalah lingkungan dalam pembangunan Pertambangan? 2. Bagaimana upaya Pemerintah dalam pengelolaan pertambangan yang

berdampak lingkungan di indonesia ?

3. Bagaimana pengaturan Kekuasaan daerah berdasarkan prinsip Otonomi daerah terhadap pengeluaran izin Pertambangan di daerah?

PEMBAHASAN

1. Masalah Lingkungan dalam Pelaksanaan Pembangunan Pertambangan

Masalah-masalah lingkungan dalam pembangunan

lahan pertambangan dapat dijelaskan dalam berbagai macam hal. Berikut ini adalah maslah lingkungan dalam pembangunan lahan pertambangan9:

a) Menurut jenis yang dihasilkan di Indonesia terdapat antara lain pertambangan minyak dan gas bumi, logam-logam mineral antara

8 Suara Merdeka,Rabu pahing,17 Mei 2017.hlm 2

(5)

lain seperti timah putih, emas, nikel, tembaga, mangan, air raksa, besi, belerang, dan lain-lain dan bahan-bahan organik seperti batubara, batu-batu berharga seperti intan, dan lain- lain.

b) Pembangunan dan pengelolaan pertambangan perlu diserasikan dengan bidang energi dan bahan bakar serta dengan pengolahan wilayah, disertai dengan peningkatan pengawasan yang menyeluruh

c) Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik itu untuk keperluan ekspor maupun penggunaan sendiri di dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang. Sebab minyak bumi sumber utama pemakaian energi yang penggunaannya terus meningkat, sedangkan jumlah persediaannya terbatas. Karena itu perlu adanya pengembangan sumber-sumber energi lainnya seperti batu bara, tenaga air, tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga matahari, tenaga nuklir, dan sebagainya.

d) Pencemaran lingkungan sebagai akibat

pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia, faktor fisik, faktor biologis. Pencemaran lingkungan ini biasanya lebih dari pada diluar pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat di tambang mempunyai pengarhu yang timbal balik dengan lingkunganya. Sebagai contoh misalnya pencemaran lingkungan oleh CO sangat dipengaruhi oleh keaneka ragaman udara, pencemaran oleh tekanan panas tergantung keadaan suhu, kelembaban dan aliran udara setempat.

e) Melihat ruang lingkup pembangunan pertambangan yang sangat luas, yaitu mulai dari pemetaan, eksplorasi, eksploitasi sumber energi dan mineral serta penelitian deposit bahan galian, pengolahan hasil tambang dan mungkin sampai penggunaan bahan tambang yang mengakibatkan gangguan pad lingkungan, maka perlua adanya perhatian dan pengendalian terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan perubahan keseimbangan ekosistem, agar sektor yang sangat vital untuk pembangunan ini dapat dipertahankan kelestariannya.

f) Dalam pertambangan dan pengolahan minyak bumi misalnya mulai eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemurnian, pengolahan, pengangkutan, serta kemudian menjualnyatidak lepas dari bahaya seperti bahaya kebakaran, pengotoran terhadap lingkungan oleh bahan-bahan minyak yang mengakibatkan kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat penggunaan bahan-bahan kimia dan keluarnya gas-gas/uap-uap ke udara pada proses pemurnian dan pengolahan.

2. Upaya Pemerintah dalam Pengelolaan Pertambangan Yang Berdampak lingkungan di Indonesia

Pasal 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 mengatur bahwa Petambangan Mineral danBatu bara (Minerba) dikelola berasaskan:

(6)

c) Partisipatif, transparansi dan akuntabilitas d) Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Asas yang terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan dan sosial budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan mineral dan batu bara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang.Tidak dapat di pungkiri bahwa pemerintah mempunyai peran yang penting dalam mencari solusi terhadap dampak dan pengaruh pertambangan batu bara yang ada di indonesia. Pemerintah harus menyadari bahwa tugas mereka adalah memastikan masa depan yang dimotori oleh energi bersih dan terbarukan. Dengan cara ini, kerusakan pada manusia dan kehidupan sosialnya serta kerusakan ekologi dan dampak buruk perubahan iklim dapat dihindari.

Sayangnya, Pemerintah Indonesia ingin percaya bahwa exploitasi SDA dengan melakukan pertambangan adalah jawaban dari permintaan energi yang menjulang, serta tidak bersedia mengakui potensi luar biasa dari energi terbarukan yang sumbernya melimpah di negeri ini.

Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh penambangan dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan, untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut :

a) Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif (control/protective) yaitu pengembangan sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan hasil tambang sehingga akan mengurangi keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari ruang udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh efek pengangkutan tambang.

b) Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan(Perusahaan pertambangan harus ikut serta dalam penyelesaian kerusakaan lingkungan dalam bentuk materiil maupun non materiil)

c) Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan penambangan tersebut untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law enforcement) dengan membuat regulasi regulasi yang jelas dengan di barengi penegakan hukum yang tegas. d) Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta

dikembangkan untuk membina dan memberikan penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.

3. Pengaturan Kekuasaan daerah berdasarkan prinsip Otonomi daerah terhadap pengeluaran izin Pertambangan di daerah

(7)

meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi bertanggungjawab serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

Kebijakan otonom di tingkat Provinsi, sebagai wakil pemerintah pusat dengan asas dekonsentrasi diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 diubah lagi dengan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa kewenangan provinsi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya. Selain itu juga provinsi juga memiliki kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

Selanjutnya Kewenangan Kabupaten Kota sebagai daerah otonom yang diberikan oleh pemerintah Pusat untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam memberikan kewenangan atau memberikan otonomi daerah ini berdasarkan prinsip-prinsip,

yaitu10:

1. Memperhatikan aspek demokrasi dan demokratisasi. 2. Otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. 3. Lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom.

4. Mendekatkan pemerintah dengan rakyat untuk pelayanan yang maksimal.

5. Penguatan posisi rakyat melalui DPRD.

6. Tidak menggunakan sistem otonomi bertingkat dimana tidak ada hilarkhi antara Kabupaten/Kota dengan Provinsi dan No Mandate without funding

Dengan demikian sebagaimana yang telah diuraikan di atas jelaslah bahwa kewenangan Kabupaten Kota sebagai daerah otonom yang diberikan oleh pemerintah Pusat untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, salah satunya adalah berkaitan dengan pengaturan penyelenggaraan pengelolaan usaha dibidang pertambangan.

Dengan berdasarkan prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kabupaten/kota diharapkan dalam pengaturan penyelenggaran pengelolaan usaha di bidang pertambangan dapat mempertimbangkan asas asas yang ada antara lain adalah asas manfaat,keadilan dan keseimbangan dimana dalam pengelolaan sumber daya mineral dan batubara dapat memberikan manfaat dan kesejahteraanbagi masyarakat banyak, memberikan hak yang sama rata bagi masyarakat banyak serta memberikan kedudukan yang setara dan seimbang antara pemberi izin dan dengan pemegang izin di bidang pengelolaan pertambangan.

Pengaturan wilayah pertambangan ini diatur dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara. Dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 33mengatur 3 hal penting yaitu:

a. Penetapan wilayah pertambangan;

b. Penggolongan wilayah pertambangan; dan

(8)

c. Kriteria yang digunakan dalam penetapan wilayah pertambangan

KESIMPULAN

Setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan dampak,baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan,antara lain : Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi;Meningkatkan PAD ,Menampung dan menciptakan lapangan pekerjaan,meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar,sedangkan dampak buruk dari pembangunan di bidang pertambangan adalah;kehancuran lingkungan hidup,penderitaan masyarakat adat,menurunya kualitas hidup masyarakat sekitar,terjadi pelanggaran ham pada kuasa pertambangan dll. Selama ini pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin dalam ikut serta dalam penanganan pengeloalaan pertambangan yang akan berdampak lingkungan di indonesia dengan membuat regulasi/peraturan terkait AMDAL,Pengelolaan limbah,membebankan perusahaan untuk ikut serta dalam usaha usaha pemerintah melaui dana CSR dll,selain hal tersebut pemerintah kini juga mewajibkan perusahaan tambang untuk membangun semelter pertambangan.

Kewenangan pemerintah seperti di jelaksn dalam undang undang nomor 23 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang memberikan otonom dengan menitik beratkan pada asas desentralisasi memberikan kekuasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahannya dalam rangka mengurus rumah tangganya sendiri, yang dibarengi dengan rasa tanggung jawab oleh masyarakat setempat sehingg kini kewenangan pengelolaan pertambangan meliputi perizinan, penetapan wilayah, maupaun operasional dari kegiatan pertambangan merupakan kewenangan pemerintah daerah.

DAFTAR PUSTAKA Buku / Jurnal :

Adrian Sutedi,2011,Hukum Pertambangan ,Sinar Grafika ,Jakarta.

H.Salim Hs,2005,Hukum Pertambangan Indonesia,Raja Grafindo persada,Jakarta .

Joko Subagya,2002,Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulanganya,Rineka Cipta,Jakarta.

Muhammad Akib ,2014, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, Rajawali Pers,Jakarta.

Nita Triana, Pendekatan Ekoregion Dalam Sistem HukumPengelolaan Sumber Daya Air Sungai di Era Otonomi Daerah,Pandecta ,Volume 9. Nomor 2. Desember 2014.

Romli Lili,2007, Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat Di Tingkat Lokal, Pustaka pelajar, Yogyakarta.

Yudhistira, Wahyu Krisna Hidayat, Agus Hadiyarto 2011. KAJIAN DAMPAK KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN MINERAL BATUBARA DI DAERAH, . Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol 9 (2)

Undang- Undang :

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

Undang-Undang No. 4 Tahun 2009

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memperhatikan pengalaman penyelenggaraan Otonomi Daerah pada masa lampau yang menganut prinsip otonomi yang nyata dan bertagung jawab dengan penekanan pada otonomi

Untuk penyelenggaraan otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, yang

Penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, mengelola, dan

Bahwa dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberi kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah

Prinsip otonomi nyata merupakan prinsip otonomi daerah dimana daerah diberikan kewenangan dalam menangani urusan pemerintahan yang berdasarkan tugas, wewenang, dan

ABSTRAK : bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata, luas dan bertanggung jawab, perlu digali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah

Bahwa dalam rangka mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta dalam rangka