Laporan Praktikum MK. Teknologi Pengolahan Limbah Padat dan
B3 (TIN 662)
PENGELOLAAN LIMBAH DOMESTIK DI TEMPAT
PEMBUANGAN AKHIR (TPA) GALUGA BOGOR
Oleh:
FEBRIANI PURBA
F351150321
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengelolaan sampah di Indonesia merupakan permasalahan yang serius, terutama di kota-kota besar. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: ketersediaan lahan yang terbatas dan tidak seimbang dengan laju jumlah sampah yang dihasilkan (A Idris et al. 2004), tidak ada sistem perencanaan, pengelolaan, serta pengendalian sampah yang baik dan benar. Jumlah peningkatan timbulan sampah di Indonesia telah mencapai 175.000 ton/hari atau setara 64 juta ton/tahun (KemenLH 2015). Hasil studi Kementrian Lingkungan Hidup di beberapa kota Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan pola pengelolaan sampah di Indonesia sebagai berikut: diangkut dan ditimbun di TPA (69%), dikubur (10%), dikompos dan didaur ulang (7%), dibakar (5%), dan sisanya tidak terkelola (7%). Lebih dari 90% kabupaten/kota di Indonesia menggunakan sistem open dumping atau bahkan dibakar.
Pada saat ini, upaya pemilahan dan pengolahan sampah masih sangat minim sebelum akhirnya sampah ditimbun di TPA. Kota Bogor merupakan salah satu kota yang masih menerapkan sistem pengelolaan open dumping. Sistem pengelolaan open dumping menyebabkan penumpukan limbah padat yang dapat menghasilkan bahan beracun, menjadi tempat hidup dan berkembangbiak vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, kecoa, tikus, dan hama lainnya (CPCB 2000), menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara sehingga merugikan kesejahteraan masyarakat (Weerasak et al. 2015).
Masalah pengelolaan sampah bukan hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara berkembang pada umumnya menghadapi permasalah yang sama. Lebih dari 90% limbah padat domestik di India dibuang ke lahan terbuka secara open dumping (D Das et al. 1998) sedangkan di Thailand 78% TPA melakukan sistem open dumping (PCD 2013). Untuk mengatasi permasalah sampah ini Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan hidup pada tahun 2014 membuat komitmen “Indonesia Bersih Sampah 2020”. Komitmen ini dilaksanakan dengan menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), extended producer responsibility (EPR), daur ulang material (material recovery) daur ulang energi (energy recovery), pemanfaatan sampah, dan pemrosesan akhir sampah di TPA yang berwawasan lingkungan (KemenLH 2015). Dalam mendukung komiten tersebut, pemerintah kota Bogor telah menyusun strategi percepatan pengelolaan sampah dengan menerapkan program “satu kelurahan satu bank sampah”. Pada tahun 2015 terdapat 47 bank sampah di kota Bogor (Kemenko BP RI 2015).
Tujuan
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu
Pengamatan lapang dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2016 di TPA Galuga, Bogor. Analisis limbah padat dan limbah cair (air lindi) dilakukan pada tanggal 21 Maret 2016 sampai 31 Maret 2016 di Laboratorium Teknik dan Managemen Lingkungan, TIN, IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah pereaksi kromat 0,01 N, asam COD, ferroin, FAS 0,01 N, standar KHP, HNO3, Tanur, HNO3, larutan standar logam, air suling, asam perklorat dan gas asetilen. Alat yang digunakan yaitu: bor tangan, wadah sample (plastik transparan), tabung reaksi ulir, bulb dan pipet, erlenmeyer, gelas piala, labu ukur, corong gelas, pemanas listrik, kertas saring whatman 40, labu semprot COD reactor (TIN-IPB-IK31), buret mikro, AAS dan lampu halow katoda logam.
Alur Praktikum
PEMBAHASAN
Gambaran umum TPA Galuga
TPA Galuga berada di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. TPA ini didirikan pada tahun 1992 dan dikelola oleh Pemerintah Kota Bogor. TPA Galuga menampung sampah dari Kota Bogor dan Kabupaten Bogor. Luas areal TPA milik Kota Bogor sampai akhir tahun 2011 sekitar 27,8 ha dan milik Kabupaten Bogor seluas 4 ha dari total luasan areal sekitar 31,8 ha. TPA Galuga beroperasi menerima sampah pada pukul 05.00 – 15.00 WIB untuk sampah yang berasal dari Kota Bogor, dan sepanjang waktu untuk sampah dari Kabupaten Bogor. Setiap 5 tahun diadakan perjanjian (MoU) antara Pemda Kabupaten Bogor, Pemda Kota Bogor dan penduduk setempat dalam hal perpanjangan kontrak pembuangan sampah penduduk Kota Bogor ke Kabupaten Bogor.
Terdapat dua jalur transportasi sampah pada TPA Galuga yakni jalur transportasi masuk dan jalur transportasi keluar. Jalur tersebut memiliki rute berbentuk cycle sehingga truk yang membawa sampah tidak memutar balik tetapi hanya mengikuti rute yang telah ada. Fasilitas yang terdapat di TPA Galuga yaitu IPAL yang berfungsi untuk mengolah air lindi sebelum dibuang ke badan air dan unit pengolahan sampah organik menjadi kompos. Terdapat dua jenis alat angkut yang digunakan untuk mengumpulkan sampah di Galuga, yaitu dam truk dan amrol. Untuk mengangkut sampah yang berasal dari kota, Pemerintah Kota Bogor menyediakan 63 dump truck dan 29 arm roll, sedangkan untuk mengangkut sampah yang berasal dari Kabupaten Bogor, tersedia 200 dam truk yang digunakan setia harinya. Sampah yang diangkut dari kota dan kabupaten ini dibawa ke Galuga sebagai tempat pembuangan akhir. Galuga memiliki alat penunjang untuk pengolahan sampah warga Bogor berupa satu unit bulldozer, tiga unit wheel-dozer atau wheel-loader.
Gambar 2 Keadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga
Pengelolaan Limbah Padat
Gambar 3 Pemulung memisahkan sampah anorganik di bagian penerimaan awal
Sampah organik yang berasal dari pasar dikomposkan di unit pengomposan. Unit pengomposan ini dalam sehari menghasilkan 5 ton kompos yang dijual dengan harga Rp700 per kg. Diagram alir proses pengomposan disajikan pada Gambar 4. Saat ini jarang sekali sampah organik yang diolah menjadi kompos karena banyak kompos yang tidak terjual sehingga terjadi penumpukan di gudang (Utomo 2015). Hal ini karena rendahnya minat petani di sekitar TPA terhdap pupuk organic. Petani lebih menyukai pupuk kimia daripada pupuk organic. Hal ini menyebabkan penjualan kompos yang dihasilkan dari pengolahan sampah organik di TPA Galuga kurang maksimal yang berdampak pada terhambatnya proses pembuatan kompos.
Sampah organic yang tidak dikomposkan dan sampah anorganik yang tidak dipungut oleh para pemulung dipadatkan menggunakan alat berat seperti pengeruk, bulldozer, kobe dan beco. Pemadatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penampungan sampah. Selain pemadatan, dilakukan penimbunan lahan dengan tanah. Hasil karakterisasi sample sampah yang diambil dari TPA Galuga menunjukkan komposisi terbesar terdiri dari sampah organic. Apabila pengomposan di TPA Galuga dapat berjalan dengan maksimal maka tumpukan sampah di TPA Galuga akan dapat berkurang secara signifikan.
Gambar 4 Komposisi limbah padat TPA Galuga
Anorganik 16%
Gambar 5 Diagram alir proses pengomposan
Pengelolaan Air Lindi
Air lindi merupakan air yang keluar dari tumpukan sampah karena masuknya rembesan air hujan ke dalam tumpukan lalu bersenyawa dengan komponen-komponen hasil penguraian sampah. Secara gravitasi, air lindi yang terbentuk pada TPA Galuga mengalir ke tempat yang lebih rendah melalui saluran permanen yang terbuat dari tembok beton dengan panjang saluran sekitar 400 m, lebar 1-1,5 m dan dalam 0,5-1 m. Lindi tersebut kemudian masuk ke dalam kolam penampungan dan pengendapan permanen sebanyak 4 buah. Pada keempat kolam penampungan ini, lindi yang masuk akan diendapkan dan diolah. Unit pengolahan bertujuan untuk menurunkan kadar COD dan BOD air lindi sampai ambang batas aman sehingga aman saat dibuang ke badan air.
bercampur dengan air tanah sehingga dapat menimbulkan pencemaran tanah, air tanah, dan air permukaan (Rezagama dan Notodarmojo 2012).
Penelitian yang dilakukan Syahrulyati (2005) mengemukakan bahwa terjadi pencemaran oleh air lindi dari TPA Galuga terhadp air tanah di desa sekitar TPA Galuga. Kandungan E.coli air bersih sudah memperlihatkan terkontaminasi oleh bakteri dan kandungan amoniak melebihi ambang batas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut Pemerintah Kota Bogor selaku pengelola TPA Galuga menyediakan air minum untuk warga di desa sekitar galuga, dengan demikian air sumur yang berasal dari air tanah digunakan hanya untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus (MCK) saja.
Gambar 6 Air Lindi mengalir dari tumpukan sampah menuju bak penampungan
Gambar 7 Bak penampungan air lindi
Kadar pH
7 hingga 8. Nilai pH ini memenuhi baku mutu air limbah kategori I (baik) karena berada pada pH sekitar 6-9 (Lampiran 1).
Kadar Biological oxygen Demand (BOD)
BOD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik menjadi senyawa-senyawa yang stabil. Nilai BOD perairan dapat dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaa mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik. Makin besar nilai BOD menunjukkan makin besarnya aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik. Nilai BOD yang besar tidak baik bagi kehidupan organisme perairan (Suhmana 2012). Hasil analisa menunjukkan kadar BOD tertinggi berada pada lokasi inlet yaitu sebesar 219 mg/l (Tabel 1). Hal ini terjadi karena kandungan bahan organic yang tinggi sehingga sumber makananan bagi mikroorganisme semakin banyak. Oleh karena semakin banyak sumber makanan yang tersedia maka kebutuhan oksigen mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik semakin tinggi.
Setelah melewati bak penampungan kadar BOD menurun menjadi 38 mg/l di saluran outlet. Walaupun IPAL tidak berjalan namun penurunan BOD tetap terjadi. Hal ini terjadi secara natural di bak penampungan. Kadar BOD di badan air adalah yang paling rendah yakni 34 mg/l. Berdasarkan baku mutu air limbah, nilai BOD pada air limbah TPA Galuga saat pengamatan dilakukan berada pada kategori sedang dan masih memenuhi baku mutu, sehingga aman untuk dibuang ke sungai.
Tabel 1 Nilai BOD (mg/l), COD (mg/l) dan kadar logam (mg/l) air lindi
Kadar Logam
Proses dekomposisi sampah menghasilkan dua fraksi besar yaitu fraksi organic dan anorganik. Fraksi anorganik mengandung beragam mineral, diantaranya logam berat seperti Tembaga (Cu), Kromium (Cr), Besi (Fe), dan Seng (Zn). Logam berat yang terdapat dalam sampah akan terdekomposisi dan larut bersama terbentuknya lindi. Logam berat apabila terakumulatif dalam tubuh, maka berpotensi menjadi bahan toksik pada makhluk hidup.
Hasil analisis laboratorium terhadap kandungan logam dalam air lindi menunjukkan bahwa konsentrasi Cu, Cr, Fe, dan Zn terbesar berada pada air lindi inlet (Table 1). Kualitas air lindi ini tergolong mutu II (sedang) berdasarkan Baku Mutu Air Limbah Direktorat Penyelidikan Masalah Air. Sedangkan konsentrasi logam berat Cu, Cr, Fe, dan Zn di air lindi outlet dan badan air masuk kategori mutu I (baik).
PENUTUP
Kesimpulan
TPA Galuga menggunakan sistem controlled landfill dalam mengelola sampah di tempat tersebut. Fasilitas pengomposan dan IPAL tidak berjalan karena adanya kendala teknis dan keuangan. Apabila fasilitas pengomposan berjalan dengan maksimum maka jumlah tumpukan sampah dapat dikurangi karena 80% sampah yang ada meruapakan jenis sampah organic. Hasil analisis terhadap kualitas air lindi yang dibuang ke badan air menunjukkan berada dalam batas standar baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Walaupun sistem pengelolaan IPAL tidak berjalan namun secara natural sistem ini dapat mengurangi kadar BOD, COD, dan logam berat dalam air lindi.
Saran
Perlu dilakukan analisis terhadap kadar logam di dalam endapan yang terdapat di bak penampungan air lindi. Ada kemungkinan terjadi pengendapan logam berat di bak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
A Idris B. Inane MN, Hassan. 2004. Overview of waste disposal and landfills/ dumps in Asian countries. Journal of Material Cycles and Waste Management,vol. 6,pp,104-110.
Alaerts G, Santika SS. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya (ID): Usaha Nasional. Central Pollution Control Board (CPCB). 2000. Management ofmunicipal solid waste.
New Delhi India.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2015. Rangkaian HLH 2015 – Dialog Penanganan Sampah Plastik. [internet]. [diunduh 2016April8]. Tersedia pada
http://www.menlh.go.id/rangkaian-hlh-2015-dialog-penanganan-sampah-plastik/. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. 2015. Strategi percepatan Pengelolaan Sampah. [internet]. [diunduh 2016April8]. Tersedia pada
https://www.ekon.go.id/berita/view/strategi-percepatan.1573.html.
Rezagama A, Notodarmojo S. 2012. Kinetika Transfer Ozon dan Tren Kekeruhan Dalam Air Lindi dengan Pengolahan Ozonisasi [disertasi]. Bandung (ID) ; Institut Teknologi Bandung.
Pollution Control Department. 2013. Thailand State of Pollution Report 2013. Ministry of Natural Resources and Environment.
Suhmana D. 2012. Dinamika kualitas air sungai pada berbagai penggunaan lahan di sub DAS Cisadane [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Susanto JP, Ganefati SP, Muryani S, Istiqomah SH. 2004. Pengolahan lindi (leachate) dari TPA dengan sistem koagulasi – Biofilter anaerobic. J. Tek. Ling-P3TL-BPPT. 5: (3): 167-173.
Syahrulyati, T. 2005. Analisis Dampak Pencemaran Lindi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Galuga Terhadap Kualitas Air Bawah Permukaan. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Baku mutu air limbah menurut Direktorat. Penyelidikan Masalah Air