BAB II
PEMERINTAH DAERAH
A. Pemberian Kekuasaan Yang Diberikan Pemerintah Pusat Kepada
Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum
pembentukan Pemerintahan Daerah dan penyelenggaraan otonomi daerah dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah.
Dalam menentukan kewenangan yang dimiliki oleh daerah, berlaku teori residu,
kewenangan daerah merupakan sisa dari semua kewenangan setelah dikurangi
lima kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat. Dengan demikian berarti
kewenangan yang dimiliki daerah tidak terhingga, sehingga setiap daerah dapat
menyelenggarakan kewenangan sebanyak-banyaknya tergantung kebutuhan dan
kemampuan daerah yang bersangkutan.
Pada dasarnya pembentukan daerah dimaksudkan untuk meningkatkan
kemandirian pada daerah serta sebagai pelayanan publik guna mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan
politik di daerah. Perjalanan otonomi daerah ditandai dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dinyatakan
pada tanggal 4 mei 1999. Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
terjadi akibat pasca reformasi perubahan UUD 1945 mulai dari perubahan
Sejalan dengan tuntutan reformasi, tiga tahun setelah implementasi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap
undang-undang yang berakhir pada lahirnya Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004 yang juga mengatur tentang pemerintahan daerah. Perubahan ini juga
memperhatikan perubahan Undang-undang terkait dibidang politik, diantaranya
Undang-undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu, Undang-undang Nomor 22
Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR DPD dan DPRD,
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden, dan lain-lain.
Dengan perkembangan politik dalam masa kini maka Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan
pemerintahan daerah sehingga perlu diganti. Maka lahir Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang baru. Namun dalam
perjalanannya Undang-Undang ini tidak bertahan lama dengan munculnya
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kehadiran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah tidak terlepas dengan berlakunya Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur pemilihan kepala daerah
dilakukan secara langsung dan untuk memberikan kepastian hukum dalam
demokrasi. Maka perlu dilakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai tugas
dan wewenang DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan
menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.28
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan
asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.29
Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan
bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan
umum.
Pasal 1 butir
7 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa
asas desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat
kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi yang mengacu pada prinsip
dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan otonomi daerah. Dalam
asas ini daerah berhak untuk menjalankan segala urusan untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan yang diberikan oleh pemerintah pusat
namun masih dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
30
28
Penjelasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan.
29
Ketentuan pasal 5 ayat 4 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
30
Ketentuan pasal 1 butir 9 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Maksudnya adalah pelimpahan wewenang pemerintahan yang
penetapan strategi kebijakan dan pencapaian program kegiatannya, diberikan
kepada gubernur atau instansi vertical didaerah berdasarkan arahan kebijaksanaan
umum dari pemerintah pusat, sedangkan sektor pembiayaannya tetap
dilaksanakan oleh pemerintah pusat.31
Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada
daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah
kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah provinsi.32 Maksudnya adalah bahwa tugas pembantuan
kepada pemerintahan desa merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemeriintah kabupaten atau kota. Hal ini
perlu disadari bahwa dalam kenyataan praktik menurut Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 bahwa pemerintahan desa diberikan wewenang untuk menggali
potensi di daerahnya sendiri bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD),
namun pertumbuhan desa itu tidak merata, serta tidak sesuai dengan harapan
justru pemerintahan desa tidak dapat menjalankan fungsinya karena keterbatasan
penggalian untuk sumber kas desa.33
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, Pemerintahan daerah
diberikan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.Dalam rangka Maka dari itu tujuan pemberian tugas
pembantuan adalah mempelancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian
permasalahan serta membantu pengembangan pembangunan bagi daerah.
31
Sunarno Siswanto, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 7-8.
32
Ketentuan pasal pasal 1 butir 11 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
33
melaksanakan otonomi luas di daerah, maka pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan.Peraturan daerah adalah peraturan daerah provinsi
dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota. Pengaturan tentang Peraturan Daerah
(Perda) tersebut tertera pada pasal 236 sampai pasal 245 UU Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan pengaturan Peraturan Kepala
Daerah (Perkada) tertera pada pasal 246 sampai pada pasal 248 UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Perda merupakan hasil kerja bersama antara Gubernur/Bupati/Walikota
dengan DPRD, karena itu tata cara membentuk Perda harus ditinjau dari beberapa
unsur pemerintahan tersebut, yaitu unsur DPRD adalah Peraturan Daerah
merupakan sutu bentuk produk legislatif tingkat daerah, karena itu tidak dapat
terlepas dari DPRD. Keikutsertaan DPRD membentuk Perda bertalian dengan
wewenang DPRD dibidang legislatif atau yang secara tidak langsung dapat
dipergunakan sebagai penunjang fungsi legislatif, yaitu hak penyelidikan, hak
inisiatif, hak amandemen, persetujuan atas Rancangan Peraturan Daerah
(Ranperda).Unsur Partisipasi adalah partisipasi dimaksudkan sebagai
keikutsertaan pihak-pihak luar DPRD dan Pemerintah Daerah dalam menyusun
dan membentuk Ranperda atau Perda.34
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah melimpahkan
34
wewenang pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Pembagian urusan pemerintahan di
Indonesia, pada hakikatnya dibagi dalam 3 kategori, yakni Urusan Pemerintahan
Absolut, Urusan Pemerintahan Konkuren, dan Urusan Pemerintahan Umum.35
1. Urusan Pemerintahan Absolut
Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan absolut
meliputi:36
a. Politik luar negeri, misalnya mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk
warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan
kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan
kebijakan perdagangan luar negeri
b. Pertahanan, misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata,
menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah
negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem
pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib
militer, bela negara bagi setiap warga negara.
c. Keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara,
menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang, kelompok
atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara.
d. Yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan
jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman
35
Ketentuan pasal 9 butir 1 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
36
dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk
undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang-undang, peraturan
pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional
e. Moneter dan fiskal nasional, kebijakan makro ekonomi, misalnya mencetak
uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter,
mengendalikan peredaran uang, dan sebagainya.
f. Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara
nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama,
menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan, dan
sebagainya. Urusan agama Daerah dapat memberikan hibah untuk
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan keagamaan sebagai upaya meningkatkan
keikutsertaan daerah dalam menumbuh kembangkan kehidupan beragama.
Dalam menjalankan urusan pemerintahan ini, pemerintah pusat dapat
melaksanakan sendiri atau melimpahkan wewenang kepada instansi vertikal yang
ada di daerah atau gubernur sebagai wakil pemerintah pusat berdasarkan asas
dekonsentrasi.Instansi vertikal merupakan perangkat kementerian dan/atau
lembaga pemerintah nonkementerian yang mengurus urusan pemerintahan yang
tidak diserahkan kepada daerah otonom dalam wilayah tertentu dalam rangka
dekonsentrasi, sehingga dalam pembentukan instansi vertikal harus ada
persetujuan dari Gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat. Namun apabila
dalam pembentukan instansi vertikal oleh kementerian yang nomenklaturnya
secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 maka tidak perlu memerlukan persetujuan dari gubernur sebagai
Kewenangan pemerintah pusat adalah semua kewenangan pemerintahan
sebagai akibat pelimpahan dari rakyat.Namun pemerintahan harus
diselenggarakan secara desentralisasi maka sebagian kewenangn tersebut harus
diserahkan kepada daerah.Dengan demikian pemerintah pusat hanya memiliki
kewenangan 6 (enam) bidang urusan pemerintahan. Sedaangkan kewenangan
selain 6 (enam) bidang itu menjadi kewenangan daerah provinsi dan
kabupaten/kota. Kewenangan yang dipegang pusat adalah kewenangan yang
bersifat nasional.Sedngkan kewenangan yang diserahkan kepada daerah adalah
kewenangan yang bersifat lokalitas (merupakan kepentingan dan kebutuhan
masyarakat setempat).Daerah diberi kebebasan untuk menemukan kewenangan
yang bersifat lokalitas tersebut menurut prakarsanya sendiri.37
2. Urusan Pemerintahan Konkuren
Urusan pemerintahan konkuren merupakan urusan pemerintahan yang
dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah
kabupaten/kota.Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah
menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.Dengan demikian, pada setiap urusan
yang bersifat konkuren ini senantiasa ada bagian urusan yang menjadi wewenang
pemerintah pusat dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, danada
pula bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota. Untuk mewujudkan
pembagian urusan yang konkuren secara proposional antara pemerintah pusat,
daerah provinsi, daerah kabupaten atau kota disusunlah kriteria yang meliputi
eksternalistis, akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian
37
hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antara tingkat pemerintahan. Urusan
pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas:
1. Urusan Pemerintahan Wajib
2. Urusan Pemerintahan Pilihan
Urusan pemerintahan wajib dibagi lagi atas urusan pemerintahan yang
berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan
dengan pelayanan dasar. Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan
pelayanan dasar adalah urusan pemerintahan wajib yang sebagian substansinya
merupakan pelayanan dasar, yang meliputi:
a. Pendidikan
b. Kesehatan
c. Pekerjaan umum dan penataan ruang
d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman
e. Ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat
f. sosial.
Sedangkan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan
pelayanan dasar meliputi:
a. Tenaga kerja
b. Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak
c. Pangan
d. Pertanahan
e. Lingkungan hidup
f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil
h. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana
i. Perhubungan
j. Komunikasi dan informatika
k. Koperasi, usaha kecil, dan menengah
l. Penanaman modal
m. Kepemudaan dan olah raga
n. Statistik
o. Persandian
p. Kebudayaan
q. Perpustakaan
r. Kearsipan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memprioritaskan
pelaksanaan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar
sebagai pedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.38
Disamping urusan wajib, provinsi juga mempunyai urusan yang bersifat
pilihan.Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputu urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi daerah
38
yang bersangkutan.39
a. Kelautan dan perikanan
Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi urusan
pemerintahan pilihan sebagaimana dimaksud meliputi:
b. Pariwisata
c. Pertanian
d. Kehutanan
e. Energi dan Sumber Daya Mineral
f. Perdagangan
g. Perindustrian
h. Transmigrasi
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menganut asas dekonsentrasi yang melimpahkan wewenang pemerintahan kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal diwilayah
tertentu.
Dalam asas dekonsentrasi yang diserahkan adalah wewenang
administrasi/implementasi kebijakan sedangkan wewenang politiknya tetap
menjadi kewenangan pusat.Karena diserahkan kepada gubernur selaku wakil
pemerintah pusat hanyalah kewenangan administrasi, maka terjadi hubungan
hirarki antara pemerintah pusat dengan wilayah administrasi.Dengan demikian
wilayah administrasi provinsi adalah bawahan/subordinat pemerintah pusat dan
39
posisinya tergantung pada pemerintah pusat.Disamping itu juga menganut asas
desentralisasi, maka provinsi menjadi daerah otonom (local self
government).Implikasi structural dari diterapkannya asas dekonsentrasi dan
sekaligus desentralisasi membuat provinsi menjadi wilayah administrasi sekaligus
daerah otonom.40
3. Urusan pemerintahan umum
Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud adalah urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan.
Urusan pemerintahan umum meliputi:
a. Pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka
memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika
serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia
b. Pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa
c. Pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan
golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas keamanan lokal, regional, dan
nasional
d. Penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang undangan
e. Koordinasi pelaksanaan tugas antar instansi pemerintahan yang ada di wilayah
daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan
40 Ibid.
permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak
asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi
serta keanekaragaman daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
f. Pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dan
g. Pelaksanaan semua urusan pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan
daerah dan tidak dilaksanakan oleh instansi vertikal.
Urusan pemerintahan umum dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali
kota di wilayah kerja masing-masing dan dibantu oleh instansi vertikal. Dalam
melaksanakan urusan ini gubernur bertanggung jawab kepada presiden melalui
menteri, dan bupati/wali kota bertanggung jawab kepada menteri melalui
gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
B. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kepala daerah adalah pimpinan lembaga yang melaksanakan peraturan
perundangan.Dalam wujud konkritnya, lembaga pelaksana kebijakan daerah
adalah organisasi pemerintahan.Kepala daerah menyelenggarakan pemerintahan
didaerahnya. Kepala daerah provinsi disebut gubernur, kepala daerah kabupaten
disebut bupati, dan kepala daerah kota disebut walikota.
Untuk daerah provinsi, lembaga pelaksana kebijakan daerah adalah
pemerintah provinsi yang dipimpin oleh gubernur.Dalam lingkup sempit tugas
pokok gubernur sebagai representasi lembaga pelaksana kebijakan yang dibuat
gubernur lebih luas lagi yaitu melaksanakan semua peraturan
perundang-undangan baik yang dibuat bersama DPRD provinsi, DPR dan Presiden, maupun
lembaga eksekutif pusat sebagai operasionalisasi undang-undang.41
Lembaga pelaksana kebijakan daerah kabupaten adalah pemerintah
kabupaten yang dipimpin oleh bupati.Pemerintah kabupaten bukan bawahan
provinsi tapi sesama daerah otonom.Bedanya wilayahnya lebih kecil dari provinsi,
wilayahnya dibawah koordinasi suatu provinsi, sistem pemerintahannya hanya
berasaskan desentralisasi.Hubungannya adalah hubungan koordinatif, maksudnya
pemerintah kabupaten yang daerahnya termasuk ke dalam suatu provinsi tertentu
merupakan daerah otonom dibawah koordinasi pemerintah provinsi yang
bersangkutan.
Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil
pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk
menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi
pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan
kota. Wakil pemerintah sebagaimana dimaksud adalah perangkat pemerintah
pusat dalam rangka dekonsentrasi.
42
Daerah otonom yang setara dengan kabupaten adalah pemerintah kota
yang dipimpin oleh wali kota dan berasaskan desentralisasi. Yang membedakan
adalah pemerintah kota bersifat perkotaan sedangkan pemerintah kabupaten
bersifat pedesaan. Seperti halnya pemerintah kabupaten, pemerintah kota juga
41
Hanif Nurcholis, Op Cit, hal. 215.
bukan bawahan dari pemerintah provinsi. Pemerintah kota adalah daerah otonom
lain dibawah koordinasi pemerintah provinsi, artinya pemerintah kota yang berada
dalam suatu wilayah provinsi merupakan daerah otonom dalam wilayah
koordinasi pemerintah provinsi yang bersangkutan.43
1. Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah
Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota dipilih secara
demokratis. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah pusat.
Berdasarkan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah-daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota.
Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota memiliki kepala daerah sebagai kepala
pemerintahan. Kepala daerah provinsi disebut Gubernur, kepala daerah kabupaten
disebut Bupati dan kepala daerah kota disebut Walikota. Kepala Daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah dibantu oleh satu orang wakil dalam
melaksanakan desentralisasi yang merupakan penyerahan kewenangan urusan
pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah tidak hanya memiliki hak, tetapi juga memiliki kewajiban
didalamnya.Artinya, seorang kepala daerah dalam implementasi pola
kepemimpinannya seharusnya tidak hanya berorientasi pada tuntutan untuk
memperoleh hak dan kewenangan yang sebesar-besarnya, tanpa menghiraukan
makna otonomi daerah itu sendiri yang lahir dari suatu kebutuhan akan efisiensi
dan efektivitas manajemen penyelenggaraan pemerintahan, yang bertujuan untuk
memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas kepada masyarakat.
Pada ketentuan pasal 65 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, Kepala Daerah dalam menjalankan pemerintahan daerah mempunyai
tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan
yang ditetapkan bersama DPRD;
b. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
c. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan
Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta
menyusun dan menetapkan RKPD;
d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda
tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama;
e. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan
f. Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah ; dan
g. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, kepala daerah juga memiliki
wewenang sebagai berikut:
a. Mengajukan rancangan Perda;
b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;
d. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat
dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;
e. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh kepala daerah, kepala
daerah dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya apabila sedang
menjalani masa tahanan. Apabila kepala daerah sedang dalam proses menjalankan
masa tahanan ataupun tidak bisa hadir sementara waktu, maka wakil kepala
daerah yang akan melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah. Jika kepala
daerah sedang menjalani masa tahanan, namun tidak ada wakil kepala daerah
ataupun wakil kepala daerahnya juga sedang menjalani masa tahanan maka
sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah.
Pada ketentuan pasal 66 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, Wakil Kepala Daerah dalam menjalankan pemerintahan daerah
a. Membantu kepala daerah dalam:
1. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah;
2. Mengkoordinasikan kegiatan Perangkat Daerah dan menindaklanjuti
laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan;
3. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang
dilaksanakan oleh Perangkat Daerah provinsi bagi wakil gubernur; dan
4. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh Perangkat Daerah kabupaten/kota, kelurahan, dan/atau
Desa bagi wakil bupati/wali kota;
b. Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam
pelaksanaan Pemerintahan Daerah;
c. Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah
menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara; dan
d. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam menjalankan tugasnya wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada
kepala daerah.Apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan,
atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 bulan secara terus-menerus
dalam masa jabatannya.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kepala daerah dan wakil
a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan
dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. Menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah;
e. Menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;
f. Melaksanakan program strategis nasional; dan
g. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan
semua Perangkat Daerah.
2. Fungsi Kepala Daerah
Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang dalam penyelenggaraan
pemerintahannya didasarkan kepada dua azas pokok, yaitu azas keahlian dan azas
territorial. Azas keahlian dipakai dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan
presiden sebagai pimpinan eksekutif tertinggi, mendelegasikan tugas dan
kewenangannya kepada menteri / kepala departemen dan kepala lebaga non
departemen.Azas territorial adalah tugas dan kewenangan penyelenggaraan
pemerintahan didelegasikan kepada territorial / atau daerah yaitu presiden sebagai
pimpinan eksekutif tertinggi, mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada
dan azas dekonsentrasi yang masing-masing menjelmakan daerahnya menjadi
daerah otonom dan wilayah administratif.44
Dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan daerah kota berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana merupakan daerah dan
masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.Daerah provinsi selain berstatus sebagai
daerah juga merupakan wilayah administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan. Prinsip kewenangan
negara kesatuan tidak sama antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan
daerah. Kewenangan hanya dimiliki oleh pemerintahan pusat, sedangkan
kewenangan pemerintahan daerah setelah diserahkan oleh pemerintah pusat
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan berdasarkan
azas desentralisasi, dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.Pemerintahan yang
melibatkan keterlibatan berbagai pihak dalam suatu daerah berdasarkan aspirasi
masyarakat daerah, maka urusan pemerintahan yang menjadi wewenang
pemerintahan pusat diserahkan sebagian kepada pemerintahan daerah untuk
diurus sebagai urusan rumah tangga sendiri.Penyerahan urusan pemerintahan
kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya disebut dengan
desentralisasi.
44
gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah daerah provinsi.
Sedangkan daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai daerah juga merupakan
wilayah administratif yang menjadi wilayah kerja bagi bupati/wali kota dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah daerah kabupaten/kota.
Keberadaan fungsi kepala daerah sesuai dengan desentralisasi dalam
pelaksanaan otonomi daerah, diharapkan mampu dan memahami perubahan yang
terjadi secara cepat untuk mengatur, menyusun, menetapkan dan mengesahkan
peraturan daerah (Perda) dan peraturan kepala daerah (Perkada) serta kebijakan
lainnya dalam melayani masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi, kabupaten/kota dan
tugas pembantuan. Dalam kewenangan kepala daerah tersebut bertujuan untuk
mengurus semua urusan yang terkait langsung dengan urusan yang benar-benar
dibutuhkan oleh daerah sesuai dengan potensi dan kekhususan derah.
Selain menjalankan tugas, pada ketentuan pasal 65 butir (2) UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa dalam
melaksanakan tugas, kepala daerah juga memiliki wewenang sebagai berikut:
a. Mengajukan rancangan Perda
b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD
c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah
d. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat
e. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Peraturan daerah merupakan payung hukum tertinggi dalam mengatur
urusan pemerintahan bagi daerah.Peraturan daerah mengatur substansi bagi
kepentingan daerah yang berisi norma-norma perintah dan larangan. Norma
perintah dimaksud adalah perbuatan-perbuatan yang semestinya harus dilakukan
oleh masyarakat, sedangkan norma larangan yaitu perbuatan-perbuatan yang tidak
boleh dilakukan oleh masyarakat. Norma perintah dan larangan merupakan norma
wajib bagi masyarakat daerah dalam rangka kepala daerah mengatur urusan
bidang pemerintahan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Fungsi mengurus berkaitan penyelenggaraan pemerintah daerah yang
dilakukan oleh kepala daerah adalah segala tindakan-tindakan penyelenggaraan
urusan pemerintahan daerah dalam bentuk peraturan kepala daerah, keputusan
kepala daerah serta keputusan bersama antara kepala daerah dan pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, dalam upaya untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.Dalam penyusunan peraturan daerah maupun peraturan kepala daerah
keputusan peraturan tersebut dilarang bertentangan dengan kepentingan umum
dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Bertentangan dengan
kepentingan umum dimaksudkan adalah yang berakibat terganggunya pelayanan
umum dan ketentraman/ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas
daerah masing-masing.45
Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan
bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.
Maksudnya adalah pelimpahan wewenang pemerintahan yang sebenarnya
kewenangan itu ada ditangan pemerintah pusat, yakni menyangkut penetapan
strategi kebijakan dan pencapaian program kegiatannya, diberikan kepada
gubernur atau instansi vertical didaerah berdasarkan arahan kebijaksanaan umum
dari pemerintah pusat, sedangkan sektor pembiayaannya tetap dilaksanakan oleh
pemerintah pusat.46
Menurut Soehino, dalam pelaksanaan dekonsentrasi, pemerintah pusat
menempatkan pejabat-pejabatnya di daerah untuk menyelenggarakan urusan
pemerintah pusat merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
pejabat-pejabat pemerintah pusat yang bertindak sebagai wakil dan di tempatkan
di daerah.47 Dalam pelaksanaan asas dekonsentrasi menurut fungsi dan wewenang
pejabat dekonsentrasi yang melekat pada jabatan Gubernur selaku kepala daerah
ialah:48
a. Mengaktualisasikan nilai Pancasila
45
I Nengah Suriata, Fungsi Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Sesuai Dengan Prinsip-Prinsip Demokrasi, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar, 2011, hal. 113-114.
b. Mengkoordinasi manajemen wilayah
c. Memfasilitasi kerjasama dan mengatasi konflik
d. Melantik bupati/walikota
e. Memelihara hubungan antar daerah
f. Memfasilitasi perencanaan dan penegakan perundang-undangan
g. Menyelenggarakan tuga-tugas lain (urusan pemerintahan)
h. Merencanakan pemindahan kabupaten/kota
i. Melakukan penegakan administrasi pengawasan
j. Memberi pertimbangan pembentukan dan pemekaran wilayah
Kepala daerah merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan. Dalam klasifikasi urusan
pemerintahan, pada ketentuan pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan terdiri dari urusan pemerintahan
absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum yang
berdasarkan asas otonom. Maka dari itu kepala daerah berfungsi sebagai
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang berasal dari pemerintah.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat
Undang- Undang Dasar 1945, maka kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah
terhadap pemerintahan daerah mempunyai hak untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan, menurut azas otonomi dan tugas pembantuan, yang
bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dengan
mempertimbangkan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
3. Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Dalam sistem presidential, presiden sebagai kepala negara atau kepala
pemerintahan, pada dasarnya tidak dapat diberhentikan sebelum berakhir masa
jabatannya, kecuali dengan alasan-alasan tertentu.Hal ini juga berlaku bagi kepala
daerah dan wakil kepala daerah. Seorang kepala daerah dan wakil kepala daerah
pada dasarnya tidak dapat diberhentikan sebelum berakhirnya masa jabatannya,49
a. Meninggal dunia
terkecuali sebagaimana diatur dalam pasal 78 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, yaitu apabila:
Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
b. Permintaan sendiri
c. Diberhentikan
Pemberhentian Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah karena
diberhentikan dapat dilakukan karena:
a. Berakhir masa jabatannya
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap
secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan
c. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala
daerah
d. Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b (UU Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah)
49
e. Melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j
f. Melakukan perbuatan tercela;
g. Diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk
dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. Menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada
saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian
dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau
i. Mendapatkan sanksi pemberhentian.
Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah karena
meninggal,permintaan sendiri dan diberhentikan (hanya pada huruf a dan b)
diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna dan diusulkan oleh
pimpinan DPRD kepada Presiden melalui Menteri untuk gubernur dan/atau wakil
gubernur serta kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
untuk bupati dan/atau wakil bupati atau walikota dan/atau wakil wali kota untuk
mendapatkan penetapan pemberhentian.50
Dalam hal pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah,
pimpinan DPRD tidak dimaksudkan untuk mengambil keputusan pemberhentian
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. Namun dalam hal ini presiden yang
memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur atas usul menteri, dan menteri
memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali
kota atas usul gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Begitu juga terhadap
bupati dan walikota, gubernur tidak dimaksudkan untuk mengambil keputusan
50
dalam hal pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau
wakil wali kota.
Mengenai pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah karena
dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan kepala daerah dan wakil kepala
daerah, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan melanggar larangan bagi
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, dilaksanakan dengan ketentuan:51
a. Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diusulkan kepada
presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada menteri untuk
bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota
berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji
jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala
daerah sebagaimana dimaksud untuk menaati seluruh ketentuan peraturan
perundang-undangan, atau melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau
wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali
huruf c, huruf i , huruf j , dan/atau melakukan perbuatan tercela.
b. Pendapat DPRD sebagaimana dimaksud pada huruf a diputuskan melalui
Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat)
dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.
c. Mahkamah Agung wajib memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat
DPRD tersebut paling lambat tiga puluh hari setelah permintaan DPRD
diterima Mahkamah Agung dan putusannya bersifat final.
51
d. Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan
kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 huruf b, atau melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil
kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c,
huruf i, huruf j, dan/atau melakukan perbuatan tercela, pimpinan DPRD
menyampaikan usul kepada presiden untuk pemberhentian gubernur dan/atau
wakil gubernur dan kepada menteri untuk pemberhentian bupati dan/atau
wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.
e. Presiden wajib memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur paling
lambat tiga puluh hari sejak presiden menerima usul pemberhentian tersebut
dari pimpinan DPRD.
f. Menteri wajib memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota
dan/atau wakil wali kota paling lambat tiga puluh hari sejak menteri menerima
usul pemberhentian tersebut dari pimpinan DPRD.
Dengan adanya ketentuan sebagaimana diatur pada pasal 80 UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, seorang kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah tidak dapat lagi diberhentikan secara sewenang-wenang oleh DPRD
melalui voting, tanpa adanya suatu proses hukum, untuk membuktikan kesalahan
dari kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan. Ketentuan ini
mirip dengan proses impeachment sebagaimana berlaku di Amerika Serikat.52
Seorang kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan
sementara oleh presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila, kepala daerah
52
dan/atau wakil kepala daerah didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi,
tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara,
dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Putusan pengadilan yang yang dimaksud adalah putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
yang menjadi terdakwa diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di
pengadilan. Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, jabatan kepala daerah digantikan
oleh wakil kepala daerah sampai pada berakhirnya masa jabatannya dan proses
pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan rapat paripurna DPRD dan
disahkan oleh presiden. Sebaliknya apabila wakil kepala daerah yang sisa masa
jabatannya lebih delapan belas bulan diberhentikan, kepala daerah mengusulkan
dua orang calon wakil kepala daerah, untuk dipilih oleh rapat paripurna DPRD,
berdasarkan usul partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah.53
Dalam hal apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang
diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD telah melalui proses
peradilan, ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan, maka
paling lambat 30 hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan
pengadilan, Presiden mengaktifan kembali dan merehabilitasi gubernur dan/atau
wakil gubernur yang bersangkutan, dan menteri mengaktifkan kembali dan
53Ibid.
merehabilitasi bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali
kota yang bersangkutan. Merehabilitasi dalam ketentuan ini adalah pemulihan
nama baik dan pemenuhan hak keuangan.
Apabila diperlukan tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah, yang diduga terlibat dalam suatu tindak
pidana, tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan terhadap
gubernur dan/atau wakil gubernur memerlukan persetujuan tertulis dari Presiden
dan terhadap bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota
memerlukan persetujuan tertulis dari Menteri. Jika persetujuan tertulis tidak
diberikan oleh Presiden atau Menteri dalam waktu paling lama 30 hari, terhitung
sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat
dilaksanakan. Peretujuan tertulis Presiden atau Menteri dalam hal ini tidak
diperlukan apabila:
a. Tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan
b. Disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana mati atau telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap
keamanan negara.
Setelah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilanjutkan dengan
penahanan telah dilakukan, penyidik wajib melaporkan kepada Presiden untuk
gubernur dan/atau wakil gubernur dan kepada Menteri untuk bupati dan/atau
wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota paling lambat dalam waktu 2
(dua) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyidikan yang dilanjutkan