• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar dan Keterampilan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV Melalui Model Problem Based Learning (PBL) Berbatun Kotak Hitam Putih SD Negeri 1 Wonokerso

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar dan Keterampilan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas IV Melalui Model Problem Based Learning (PBL) Berbatun Kotak Hitam Putih SD Negeri 1 Wonokerso"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Matematika adalah “Ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur dalam menyelesaikan masalah bilangan”. Ciri-ciri matematika adalah sebagai berikut: 1) Matematika tidak hanya sekedar aritmatika,

2) Matematika merupakan problem solving dan problem possing, 3) Matematika

merupakan studi tentang pola dan hubungan, 4) Matematika merupakan bahasa, 5)

matematika adalah alat dan cara berpikir, 6) Matematika adalah pengetahuan

secara dinamik, dan 7) Matematika adalah aktivitas (Supatmono, 2009: 8).

Berdasarkan pendapat di atas, matematika memiliki implikasi terhadap

pembelajaran. Proses dalam matematika hendaknya memerlukan waktu serta

merefleksikan adanya sejumlah tahapan dalam memahami konsep matematika.

Jadi dalam pembelajaran harus di sesuaikan dengan karakteristik pembelajaran

matematika di Sekolah Dasar.

2.1.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika di SD merupakan pembentukan pola pikir dalam

pemahaman maupun penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian

itu. Dalam pembelajaran matematika siswa memperoleh pemahaman melalui

pengalaman tentang sifat yang dimiliki dan tidak dimiliki oleh sekumpulan objek

(abstraksi).

NCTM (National Coucil of Teacher of Mathematics, 2000) menyatakan

bahwa ada 4 prinsip dalam pembelajaran matematika yaitu:

a. Matematika sebagai penalaran

b. Matematika sebagai pemecahan masalah c. Matematika sebagai komumikasi

d. Matematika sebagai hubungan

Melihat hakikat dan karakteristik matematika, maka para guru perlu

mempertimbangkan tentang rancangan keterampilan dalam pemecahan masalah

matematika, memberikan pengalama otentik kepada siswa, dan menggunakan

(2)

2.1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Yustinus (2017: 5-6) mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta

didik memiliki kemampuan:

a. Siswa dapat memahami konsep matematika, menjelaskan konsep dan mengaplikasikan konsep secara tepat dalam pemecahan masalah.

b. Siswa dapat memahami pola dan sifat, manipulasi matematika, menyusun bukti, penyampaian gagasan dan pernyataan matematika.

c. Siswa dapat memecahkan masalah, meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi.

d. Siswa dapat mengomunikasikan gagasan dengan tabel, simbol, diagram atau media lain untuk memperjelas masalah.

e. Memiliki sikap menghargai matematika dalam kehidupan.

Tentunya tujuan dapat tercapai apabila setiap unsur yang berkaitan dengan

pembelajaran matematika di sekolah memahami standar isi (SI) mata pelajaran

matematika.

2.1.4 Langkah Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Siswa sekolah dasar (SD) berada pada fase operasional konkret.

Kemampuan fase ini adalah kemampuan proses berpikir mengoperasikan kaidah

logika meskipun terikat dengan objek yang bersifat konkret. Dalam pembelajaran

matematika yang abstrak siswa memerlukan alat berupa media dan alat peraga

yang akan memperjelas penyampaian guru. Guru dapat mengembangkan

keterampilan dan kompetensi siswa, hendaknya dapat menyajikan pembelajaran

yang efektif dan efisien sesuai dengan pola pikir dan kurikulum. Dalam

mengajarkan matematika, guru harus paham kemampuan siswa berbeda-beda dan

tidak semua siswa menyukai matematika.

Heruman (2007: 2) kurikulum matematika SD dibagi menjadi 3 kelompok

besar:

a. Penanaman konsep dasar

(3)

b. Pemahaman konsep

Kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dasar. c. Pembinaan keterampilan

Tujuan pembinaan keterampilan adalah agar siswa lebih terampil menggunakan konsep matematika.

Matematika di sekolah dasar harus memperhatikan dari penyajian,

keterbataan semesta, pola pikir, dan tingkat keabstrakan. a)Penyajian, penyajian matematika di SD dengan suatu konsep yang diangkat dan dimanipulasi serta

observasi terhadap objek konkret. Kemudian dilakukan abtraksi dan idealisasi.

Jadi penggunaan media atau alat sangat penting digunakan dalam pembelajaran

matematika. b) Pola pikir, dalam pembelajaran matematika bisa menggunakan pola deduktif maupun induktif. Hal ini disesuaikan dengan tingkat intelektual

siswa. Dalam tingkat SD biasanya menggunakan pola induktif terlebih dahulu

karena lebih memungkinkan siswa menangkap pengertian yang dimaksud. c) Semesta pembicaraan, Matematika yang disajikan disesuaikan dengan kelompok semestanya, yaitu semakin meningkat perkembangan intelektual siswa maka

semakin matematikanya diperluas. d) Tingkat keabstrakan, di tingkat dasar matematika dimungkinkan untuk mengkonkretkan objek-objek matematika

(Sumardyono, 2004: 30). Jadi pembelajaran matematika di SD harus disesuaikan

dengan tingkat berpikir siswa sehingga membimbing siswa dalam keterampilan

memecahkan masalah matematika di sekolah.

2.1.5 Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang

sangat penting dalam proses pembelajaran atau penyelesaianya, siswa

memperoleh pengalaman pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki untuk

diterapkan pada pemecahan masalah. Pemecahan masalah matematika merupakan

kegiatan matematika yang dianggap penting oleh guru dan siswa dari tingkat

sekolah dasar sampai SMU. Dengan demikian, tugas utama guru memahami

masalah, makna yang muncul dari masalah dan menyelesaikan masalah. Untuk

mengembangkan siswa dalam pemecahan masalah dapat digunakan teknik dan

(4)

a. Waktu yang digunakan dalam pemecahan masalah, yaitu waktu memahami masalah, mengeksplorasi masalah dan menyelesaikan masalah.

b. Perencanaan, merupakan perencanaan pembelajaran secara teoretik untuk mencapai tujuan pembelajaran.

c. Sumber yang diperlukan, yaitu kemampuan guru dalam menggunakan sumber-sumber belajar.

d. Teknologi, yaitu alat yang sering digunakan dalam pembelajaran matematika.

e. Manajemen kelas, yaitu rancangan guru dalam manajemen kelas yang baik.

Pemecahan masalah matematika meliputi penyelesaian soal cerita,

menyelesaikan masalah yang tidak rutin mengaplikasikan matematika dalam

kehidupan sehari-hari atau keadaan lain. Proses pemecahan masalah matematika

memerlukan kemampuan berpikir dengan strategi yang ditempuh sesuai data dan

permasalahan yang ada. Oleh karena itu penugasan pemecahan masalah

matematika dituntut aspek kognitif yaitu ingatan, aplikasi dan pemahaman.

Pengajaran pemecahan masalah menekankan 3 hal yaitu: a) Mendorong siswa

untuk aktif, b) Meningkatkan sikap positif siswa terhadap matematika, dan c)

Menghadapkan siswa pada keterampilan dalam melakukan pemecahan masalah.

Langkah-langkah pembelajaran pemecahan masalah matematika menurut

teori Polya yakni memahami masalah, merencanakan penyelesaian,

menyelesaikan masalah dan melakukan pengecekan kembali (Nuralam, 2009: 56).

Pada fase memahami masalah siswa tidak akan menyelesaikan masalah dengan

benar tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, selanjutnya

siswa harus menyusun rencana atau strategi. Penyelesaian pada fase ini sangat

tergantung pada pengalaman siswa dalam penyelesaian suatu masalah. Langkah

selanjutnya adalah menyelesaikan masalah berdasarkan rencana yang telah

disusun hingga langkah terakhir yang harus digunakan yaitu melakukan

pengecekan kembali mulai dari fase pertama hingga fase ke tiga. Secara garis

(5)

Gambar 2.1

Langkah-langkah Pemecahan Masalah Teori Polya

Adapaun penjabaran dari empat langkah pemecahan masalah tersebut yang

digunakan dalam landasan matematika sebagai berikut. Tahap pemahaman soal,

siswa harus memahami kondisi soal atau masalah yang ada pada soal. Ciri siswa

yang paham terhadap soal ialah siswa dapat mengungkapkan

pertanyaan-pertanyaan beserta jawaban seperti berikut: informasi apa yang dapat diketahui

dari soal?, Apa inti permasalahan yang memerlukan pemecahan masalah?,

Adakah dalam soal ada tanda-tanda khusus seperti rumus, gambar, grafik dan

tabel? Adakah syarat penting yang digunakan dalam penyelesaian masalah?.

Sasaran penting dalam penilaian memahami soal yaitu siswa mampu menganalisis

soal serta mengetahui apa yang terdapat dalam soal. Tahap kedua yaitu pemilihan

rencana (planning). Pada tahap ini siswa harus mencari konsep atau teori yang

saling menunjang dan mencari rumus yang diperlukan. Tahap ketiga yaitu

pelaksanaan rencana (solving) pada tahap ini siswa harus membentuk sistematika

soal yang lebih baku, dalam arti rumus yang digunakan bisa dilakukan untuk

memecahkan soal. Tahap terakhir yaitu pengecekan kembali (checking) yang

diharapkan dari keterampilan pemecahan masalah pada tahap ini adalah siswa

berusaha mengecek ulang dan menelaah kembali dengan teliti setiap langkah

pemecahan masalah yang dilakukan.

Memahami masalah (Understanding)

Merencanakan penyelesaian (Planning)

Menyelesaikan masalah (Solving)

(6)

Strategi pemecahan masalah mempunyai kelebihan yaitu: a) Pemecahan

masalah menjadi relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja, b) Proses

pembelajaran membiasakan siswa untuk memahami dan memecahkan masalah

secara terampil dalam kehidupan keluarga, sekolah maupun masyarakat, c)

Strategi pemecahan masalah mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan

menyeluruh. Adapun kekurangan dari pembelajaran berbasis masalah yaitu: a)

Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitanya sesuai dengan tingkat berfikir

siswa, tingkat sekolah dan kelas, sehingga membutuhkan kemampuan dan

keterampilan guru, b) Proses belajar membutuhkan waktu yang banyak, c)

Mengubah kebiasaan belajar siswa dari mendengarkan dan menerima indormasi

dari guru menjadi proses belajar pemecahan masalah. Jadi pemecahan masalah

dalam matematika di perlukan para guru untuk mempertimbangkan tentang

rancangan keterampilan dalam pemecahan masalah matematika, memberikan

pengalaman otentik pada siswa, serta menggunakan model pembelajaran yang

meningkatkan proses pembelajaran.

2.1.6 Model Pembelajaran Problem Based Learning(PBL)

Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah penggunaan berbagai

macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap

tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru

dan kompleksitas yang ada (Rusman 2010: 229). Problem Based Learning (PBL)

merupakan model pembelajaran yang berbasis masalah dan melibatkan siswa

dalam belajar serta terlibat dalam penyelesaian masalah secara kontekstual

(Warsono & Hariyanto, 2013: 12). Sehingga pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih ditekankan pada pemahaman yang diperoleh dari resolusi masalah (Huda, 2011: 135).

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang penyampaianya dilakukan dengan menyajikan suatu permasalahan, memfasilitasi penyelidikan,

mengajukan pertanyaan dan membuka dialog. Permasalahan dalam pembelajaran

(7)

pada umumnya diselesaikan dengan menerapkan beberapa konsep dan prinsip

secara simultan dipelajari dan tercakup dalam kurikulum mata pelajaran. Model

pembelajaran ini sangat cocok untuk perkembangan kemandiran peserta didik.

2.1.7 Peran Guru dalam Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Peran guru dalam model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sangat penting karena guru bertugas sebagai pemberi rangsangan berupa masalah

yang akan diselesaikan oleh peserta didik dengan harapan peserta didik dapat

mencapai tujuan yang diharapkan (Darmadi 2017: 118). Berikut adalah peranan

guru dalam model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yaitu:

Gambar 2.2

Peran guru dalam Model Pembelajaran PBL Adanya masalah

Menelaah informasi

Mengobservasi peserta didik dan memberi dukungan yang dibutuhlkan, umpan balik Siswa dibentuk kelompok, membantu peserta

didik memahami masalah, memfasilitasi peserta didik dalam mencari sumber dan iformasi yang dibutuhkan, menekankan bahwa

jawaban lebih dari satu.

Menggali permasalahan kontekstual yang terkait dengan materi pelajaran dengan menanyakan pengalaman peserta didik

Mengembangkan solusi

Solusi yang efektif dan efisien

Proses yang dialami siswa

(8)

2.1.8 Ciri-Ciri Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

Arends (2007: 39) mengutip hasil penelitian seorang ahli yaitu Czerniak,

Krajcik, Vanderbilt dan Slavin menyimpulkan bahwa ada lima gambaran tentang

pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) yaitu:

a. PBL adalah model pembelajaran yang dikembangkan dari masalah dan dikaitkan dengan pembelajaran dengan situasi nyata, dimana PBL mengorganisasi sejumlah pertanyaan atau masalah baik sosial maupun personal yang bermakna bagi siswa.

b. Masalah dalam model PBL bersifat aktual dan diinvestigasi dari berbagai sudut ilmu.

c. Penyelidikan autentik yaitu masalah yang digunakan dikaitkan dengan kehidupan nyata, oleh karena itu masalah yang timbul juga diselesaikan secra nyata.

d. Kolaborasi, dalam pembelajaran PBL ditandai dengan adanya kerjasama antar siswa dan kelompok.

e. Artefak, menghasilkan berupa makalah, sebuah video, laporan dan lain sebagainya.

2.1.9 Tujuan Model Pembelajaran Problem Based Learning(PBL)

Ibrahim dan Nur (2010: 242) tujuan dari model pembelajaran PBL secara

rinci yaitu:

a. Mengembangkan kemampuan berfikir dan pemecahan masalah.

b. Belajar peran orang dewasa melalui pelibatan dalam peran nyata.

c. Menjadi siswa yang otonom.\

Jadi pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) ini melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri yang memungkinkan mereka

me-nginterpretasikan dan menjelaskan fenomena nyata serta membangun

pemahaman tentang fenomena itu.

2.1.10 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Problem Based

Learning(PBL)

(9)

a. Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna, yaitu peserta didik memecahkan suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya. Belajar akan menjadi bermakna jika peserta didik berhadapan dengan situasi dimana konsep diterapkan

b. Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasi pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan mengaplikasikanya dalam konteks relevan

c. PBL dapat meningkatkan motivasi, berfikir kritis, dan mengembangkan hubungan interpersonal dalam kelompok.

Namun model pembelajaran ini juga memiliki kelemahan. Kelemahan dari

model pembelajaran tipe Problem Based Learning (PBL) ialah sebagai berikut:

a. Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka enggan untuk mencoba

b. Keberhasilan PBL memerlukan waktu persiapan

c. Tahap pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah, maka mereka tidak belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa kelebihan model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah siswa akan terbiasa menghadapi masalah dan tertantang untuk menyelesaikanya, memupuk solidaritas

siswa karena terbiasa dengan diskusi dan mengakrabkan guru dengan siswa.

Sedangkan kelemahan Problem Based Learning (PBL) terutama dalam masalah motivasi dan waktu yang lama dalam persiapan, untuk itu solusi yang dapat

digunakan dalam mengatasi kelemahan model ini adalah adanya pemberian

motivasi yang kuat terhadap siswa sehingga siswa memiliki motivasi dan

kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari dapat di pecahkan dan penggunaan

waktu dalam penerapan model ini dilakukan dengan efektif dan efisien.

2.1.11 Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning(PBL)

Langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan

perilaku guru yang relevan menurut Ibrahim dan Nur (2013: 78) pada Tabel 2.1

(10)

Tabel 2.1

Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning(PBL)

Taha

p Fase atau Tahapan Perilaku Guru

1.

Melakukan orientasi masalah pada siswa

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, alat dan bahan yang digunakan, serta memotivasi siswa agar menaruh perhatian terhadap aktivitas siswa dalam penyelesaian masalah.

2.

Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang di perlukan untuk menyelesaikan masalah. merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video atau model.

5.

Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan

Berdasarkan sintaks atau langkah-langkah di atas dapat dijelaskan bahwa PBL adalah suatu model pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah

yang diintegrasikan dengan kehidupan nyata. Dalam PBL siswa diharapkan dapat

membentuk pengetahuan atau konsep baru dari informasi yang didapatnya. Model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) akan lebih baik jika dibantu dengan

media pembelajaran sehingga kemampuan berfikir siswa benar-benar terlatih.

2.1.12 Media Pembelajaran Kotak Hitam Putih

Kotak hitam putih adalah media yang terbuat dari papan dengan alas hitam

putih dan berisi kotak sebanyak 5 x 6 kotak, setiap kotak hitam ataupun putih

terdapat masalah yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok. Permainan kotak

hitam putih ini dilakukan dengan cara menjalankan bundaran kecil di atas kotak

dengan berjalan maju atau menyamping, namun tidak boleh mundur sesuai

dengan poin yang didapat setelah melempar dadu. Bagi kelompok yang sudah

menyelesaikan permaianan dan mampu memecahkan masalah maka kelompok itu

(11)

pembelajaran yang aktif dan tidak membosankan. Kelebihan dari permaianan

kotak hitam putih adalah siswa terlibat langsung dalam penyelesaian masalah

yang diberikan oleh guru, sehingga siswa mudah memahami materi yang

dipelajari.

2.1.13 Hasil Belajar Kurikulum 2013

Kurikulum memegang peran penting yaitu sebagai kunci pendidikan

karena kurikulum berkaitan dengan kunci, arah dan proses pendidikan.

Unsur-unsur yang terdapat dalam kurikulum yaitu tujuan, isi, proses pembelajaran dan

evaluasi. Berdasarkan Kemendikbud 2013 mengenai kerangka dasar dan struktur

Kurikulum 2013 ada empat elemen perubahan. Elemen struktur kurikulum antara

lain mata pelajaran dan alokasi waktu, proses pembelajaran, penilaian hasil belajar

dan ekstrakulikuler.

Perubahan mata pelajaran disesuaikan dengan bakat dan minat siswa serta

jumlah mata pelajaran bertambah 1 JP per-minggu. Sedangkan perubahan pada

proses pembelajaran antara lain: 1) Standar proses dari ekplorasi, elaborasi dan

konfirmasi berubah menajdi 5M yaitu mengamati, menanya, mengolah,

menyajikan, menyimpulkan dan mencipta. 2) Belajar terjadi di lingkungan kelas,

sekolah dan masyarakat. 3) Guru hanya sebagai fasilitatator 4) Sikap diajarkan

melalui contoh dan teladan. Penilaian hasil belajar pada kurikulum 2013 yaitu

melalui penilaian autentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan dan

pegetahuan berdasarkan proses dan hasil) yang artinya penilaian berbasis

kompetensi dan berpatokan dengan PAP (Penialian Acuan Patokan) berdasarkan

skor, KI, KD dan SKL serta Portofolio. Evaluasi merupakan bagian dari proses

pendidikan yang bersifat menyeluruh dengan memperhatikan aspek pembelajaran.

Artinya dalam Kurikulum 2013 penilaian dilakukan secara bertahap terhadap hasil

belajar, yakni aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hal ini sejalan dengan

UU No. 20 tahun 2003 yang menjelaskan bahwa kopetensi lulusan merupakan

kualifikasi kompetensi lulusan yang mencakup sikap, keterampilan dan

pegetahuan sesuai dengan standar nasional.

Hasil belajar ranah kognitif yaitu hasil belajar yang berkaitan dengan

(12)

konseptualisasi, penentuan dan penalaran. Secara singkat ranah kognitif dapat

diartikan sebagai kemampuan intelektual. Taksonomi Bloom menglasifikasikan

ranah hasil belajar kognitif atas enam tingkatan yaitu mengingat (C1), memahami

(C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta

(C6). Kemudian ranah afektif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan perasaan,

emosi, sikap penerimaan atau penilaian suatu objek. Domain afektif ada enam

yaitu menerima, merespon, reaksi terhadap gagasan, menilai, mengorganisasi, dan

mengamalkan. Sedangkan hasil belajar psikomotor ranah yang berkaitan dengan

keterampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman

belajar tertentu. Hasil belajar keterampilan yang yang diperlukan yaitu hasil

belajar dalam pemecahan masalah matematika. Berdasarkan uraian di atas peran

penting kompetensi peserta didik dalam suatu pembelajaran terumus dalam

kompetensi inti dan dapat diukur melalui pencapaian kompetensi dasar yang

terlihat pada indikator pembelajaran, diaktualisasikan dalam tujuan pembelajaran

dan peserta didik yang melaksanakan (Permendikbud No 18A Tahun 2013).

Sistem penilaian Kurikulum 2013 menggunakan penilaian otentik.

Penilaian otentik menggabungkan kegiatan guru mengajar, siswa belajar, dan

keterlibatan serta keterampilan siswa. Kegiatan dilakukan secara langsung dan

berkelanjutan, Artinya penilaian tidak dilakukan berdasarkan peringkat namun

penilaian dilihat dari kemampuan siswa. Penilaian dalam Kurikulum 2013

dilakukan untuk memantau proses, perbaikan hasil belajar dan kemampuan belajar

siswa secara berkesinambungan. Peran siswa dalam Kurikulum 2013 diharapkan

siswa aktif yang dapat dilakukan dengan mengenali modalitas belajar yang

berbeda, mengenal karakteristik siswa, memfasilitasi siswa dan mengajukan

masalah dengan memberikan pertanyaan terbuka untuk membantu siswa dalam

pemecahan masalah.

2.1.14 Hasil Belajar Keterampilan Pemecahan Masalah dalam Matematika Suatu masalah biasanya mendorong seseorang untuk menyelesaikanya.

Namun tidak tahu secara langsung cara menyelesaikanya. Jika suatu masalah

diberikan oleh seorang anak dan anak tersebut mampu meyelesaikanya, maka hal

(13)

disajikan dalam bentuk soal tidak rutin berupa soal cerita, penggambaran

phenomena, ilustrasi gambar atau teka-teki. Masalah tersebut disebut masalah

matematika karena mengandung konsep matematika.

Seseorang dianggap sebagai pemecah masalah yang baik apabila

mempunyai tahapan berpikir tingkat tinggi setelah evaluasi dan keterampilan yang

menjadi tahapan berpikir yang dikembangkan (Sukmadinata dan As’ari, 2006: 2). Teknik memecahkan masalah yang dihadapi dengan memilih atau

mempergunakan alternatif lain sehingga mampu mengatasi masalah tersebut

(Goos et.al, 2000: 2). Keterampilan pemecahan masalah dapat diukur melalui indikator kemampuan pemecahan masalah. Terdapat indikator yang digunakan

untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika yaitu:

Tabel 2.2

Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

No

- Informasi yang didapat dari soal?

- Apa inti permasalahan yang memerlukan pemecahan masalah?

- Adakah dalam soal rumus atau tanda-tanda khusus? - Apakah syarat penting yang perlu diperhatikan

dalam soal? 2 Perencanaan

penyelesaian (planning)

- Siswa harus memikirkan langkah-langkah apa saja yang digunakan dalam pemecahan soal

- Siswa harus mencari konsep dalam menyelesaikan masalah

3 Menyelesaikan masalah (solving)

- Siswa melakukan perhitungan atau pemecahan masalah

- Siswa melaksanakan langkah-langkah rencana

4 Pengecekan

kembali (checking)

- Siswa harus mengecek ulang dan menelaah kembali dengan teliti setiap pemecahan masalah yang dilakukan

Jadi indikator pemecahan masalah dapat mengukur kemampuan seseorang

dalam menyelesaikan masalah. Hasil belajar dan keterampilan pemecahan

(14)

pegalaman dan gaya belajar sebagai fokus menciptakan pembelajaran yang aktif”. Sehingga hasil belajar dan keterampilan pemecahan masalah mempunyai peranan

penting di sekolah karena keterampilan pemecahan masalah mempunyai manfaat

dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Gd.

Gunantara et.al (2014). Penelitian ini menyatakan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan persentase memuaskan dengan perolehan

angka rata-rata kemampuan pemecahan masalah secara klasikal pada siklus I

sebesar 70% (berada pada kriteria sedang). Sedangkan pada siklus II rata-rata

kemampuan pemecahan masalah matematika sebesar 86,42% (berada pada

kriteria tinggi). Dengan demikian dari siklus I ke siklus II untuk kemampuan

pemecahan masalah matematika mengalami peningkatan sebanyak 16,42%.

Terjadinya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika karena

model PBL memungkinkan siswa dapat meningkatkan kemandirian dalam

berpikir menganalisa permasalahan. Kemampuan menganalisa permasalahan

menyebabkan siswa mampu memecahkan masalah.

Selanjutnya penelitian yang relevan juga ditulis oleh Marliah (2016).

Penelitian ini menyatakan bahwa berdasarkan hasil pengolahan data lembar

observasi, pada siklus I ketepatan waktu pada indikator ke-1 mencapai 58,83%

untuk indikator ke-2 mencapai 52,94%, pada siklus I menunjukkan peningkatan

positif yaitu indikator tambahan masalah ke-1 mencapai 76,47% untuk indikator

ke-2 mencapai 85,29% terhadap pembelajaran tematik. Kondisi ini terjadi karena

proses pembelajaran lebih fokus pada aktivitas siswa. Siswa diberi kesempatan

yang luas untuk melakukan pembelajaran secara sistematias sehingga mendapat

pemecahan masalah yang efektif membuat siswa lebih aktif dan kritis dalam

pembelajaran.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Ani Indriawati et.al (2013). Penelitian ini menyatakan bahwa: (1) Keterampilan guru pada siklus I

mendapatkan jumlah skor rata-rata 65,5 dengan kriteria baik, Siklus II meningkat

(15)

pada siklus I mendapatkan skor rata-rata 29,5 dengan kriteria baik, siklus II

meningkat dengan jumlah skor rata-rata 30,05 dengan kriteria sangat baik, (3)

Hasil belajar siswa pada akhir siklus I mendapatkan nilai rata-rata 64,17 dan

ketuntasan belajar klasikal sebesar 70,83%, pada akhir siklus II hasil belajar siswa

meningkat dengan nilai rata-rata 74,37 dan ketuntasan belajar klasikal 91,67%.

Peningkatan kualitas pembelajaran dengan PBL terjadi karena penerapan model

PBL diawali dengan pemberian masalah yang merupakan pengalaman sehari-hari

siswa sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep, aturan dan teori dalam

memecahkan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan sudah

tercapai sehingga penelitian ini dinyatakan berhasil.

Berdasarkan kajian di atas, peneliti berupaya untuk menerapkan model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbantuan kotak hitam putih untuk

meningkatkan hasil belajar dan keterampilan pemecahan masalah matematika

kelas IV SD N 01 Wonokerso. Inovasi yang sebelumnya belum pernah digunakan

oleh peneliti lain adalah dengan berbantuan media kotak hitam putih. Melalui

media kotak hitam putih melatih dan memberikan kesempatan siswa untuk

terampil dalam memecahkan masalah.

2.3 Kerangka Pikir

Pembelajaran matematika membutuhkan konsep dasar teori dalam

penyampaian pelajaran tersebut. Konsep dasar teori harus disesuaikan dengan

kebutuhan siswa karena matematika menggunakan pola dan sifat, mencari bukti

serta menghargai dalam kehidupan. Penerapan model Problem Based Learning (PBL) berbantuan kotak hitam putih mempunyai keunggulan dan dipastikan dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan pemecahan masalah matematika

keunggulanya: meningkatkan siswa untuk berinisiatif, mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan, fokus kebermakna, mengembangkan keterampilan

berkelompok dan interpersonal, mengembangkan sikap motivasi, penyampaian

pembelajaran dapat ditingkatkan, dan tumbuhnya sikap siswa sebagai fasilitator.

Model Problem Based Learning (PBL) dapat melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Karena siswa mampu memecahkan masalah dengan baik

(16)

dan keterampilan pemecahan masalah matematika. Penelitian ini dilaksanakan dua

siklus, masing-masing siklus terdiri dari tiga kali pertemuan. Setiap siklus peneliti

dan guru melakukan tes evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa

terhadap materi matematika. Setelah diadakan evaluasi peneliti dan guru

melakukan analisis proses dan hasil belajar siswa. Analisis proses dan hasil

belajar siklus I dimaksudkan untuk tindak lanjut siklus II dengan tujuan

meminimalisir kesalahan pada siklus II.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan kajian pustaka, maka yang

menjadi hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan adalah:

Diduga penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) berbantuan kotak hitam putih dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan

pemecahan masalah matematika siswa kelas IV Semester II SD Negeri 01

Gambar

Gambar 2.1 Langkah-langkah Pemecahan Masalah Teori Polya
Gambar 2.2
Tabel 2.1
Tabel 2.2  Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian membuktikan bahwa nilai signifikansi opini audit sebesar 0,391 > 0,05, sehingga opini audit tidak berpengaruh terhadap auditor switching pada

Konsentrasi nitrat di

(1) Ketentuan lebih larijut mengenai pelaksanaan penyerahan urusan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Results of the study " The Influence of Nurse's Interpersonal Relationship on Perioperative Patient's Family Uncertainty Based on Hildegard Peplau's Theory" [5] in

 jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin sareta

(1994) dinamika Cladocera dan Diptera pada sawah di Filipina dipengaruhi oleh pemberian pupuk nitrogen dan pestisida Selain itu indeks keanekaragaman (Tabel 2) juga tergolong

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang Hubungan Tingkat Stress Dengan Kejadian Insomnia Pada Remaja Menjelang Ujian Nasional di Kelas XII SMA

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam varian (ANOVA) menunjukan bahwa pada permen jelly dengan perlakuan konsentrasi rumput laut menunjukan adanya pengaruh yang nyata