• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Stres Akademik antara Kelompok Siswa Minoritas dengan Mayoritas di SMP WR.Supratman 2 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan Stres Akademik antara Kelompok Siswa Minoritas dengan Mayoritas di SMP WR.Supratman 2 Medan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga sebagai alat mobilitas vertikal ke atas dalam golongan sosial. Konsep mengenai pendidikan sendiri tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa salah satu tujuan negara yaitu mencerdaskan bangsa dan mengarahkan kepada mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 31 UUD 1945 Amandemen IV ayat pertama menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang berhak untuk mengenyam pendidikan sebagai warga negara Indonesia yang tinggal di negara Indonesia ini (Undang-Undang Dasar, 1945).

Berdasarkan pernyataan dari konstitusi di atas, setiap orang siapapun dia, bersuku apapun, beragama apapun, selagi merupakan rakyat Indonesia berhak untuk mengenyam pendidikan di institusi mana pun. Indonesia sebagai negara multikultur tidak akan pernah lepas dengan diversitas sosiokultural di dalam suatu institusi pendidikan. Sebagaimana kultur didefinisikan sebagai pola perilaku, keyakinan, dan semua produk dari kelompok orang tertentu yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya (Chun, Organizta, & Marin, 2002; Thomas, 2000 dalam Santrock, 2008).

(2)

2

pengintegrasian berbagai etnik (Mendatu, 2010). Multikultural telah menghasilkan keberagaman sebagai hasil dari perbedaan ras dan etnik yang merujuk kepada identitas diri seseorang (Mitchell & Salsbury, 1999). Penggolongan etnik di Indonesia sendiri terbagi ke dalam dua kategori besar, yakni pribumi dan non pribumi sehingga melahirkan entitas mayoritas dan minoritas yang berdasarkan jumlah anggota di dalam kelompok pribumi ataupun non pribumi (Mendatu, 2010). Isu mengenai etnik pribumi dan non pribumi merupakan hasil diskriminatif penjajahan lalu yang tidak pudar sampai sekarang (Pelly, 2003). Istilah pribumi didefinisikan sebagai penduduk asli Indonesia yang berasal dari suku-suku asli (mayoritas) di Indonesia. Sedangkan penduduk Indonesia keturunan Tionghoa, India, ekspatriat asing (umumnya kulit putih) maupun campuran dikelompokkan sebagai non pribumi, meski telah beberapa generasi dilahirkan di Indonesia. (Mendatu, 2010).

(3)

3

Sebagai bentuk kebijakan asimilasi, pada tahun 1967 pemerintah mendirikan Sekolah Nasional Proyek Khusus (SNPK) sebagai sekolah pembauran (berdasarkan Intruksi Presiden Kabinet No. 37/U/In/G/1967). Sekolah dilihat sebagai wadah pembauran (melting pot) antara kelompok pribumi dengan kelompok non pribumi, agar generasi muda non pribumi dapat meleburkan diri dan budayanya ke dalam budaya nasional melalui wadah pendidikan. Di Sumatera Utara berdiri 32 buah sekolah SNPK untuk tingkat SD, SMP, dan SMA dengan mewajibkan komposisi siswa-siswa 50% non pribumi dan 50% siswa pribumi (Pelly, 2003).

(4)

4

status minoritas tergantung pada kriteria jumlah (besar versus kecil) seperti persentase individu yang menduduki pada suatu posisi.

Konsep pembauran merupakan konsep metafora yang menetapkan bahwa kelompok minoritas (microculture) harus melebur ke dalam kelompok mayoritas, menyingkirkan bahasa ibu mereka dan tradisi budayanya dan menyesuaikan adat istiadat budaya dengan budaya mayoritas (macroculture) (Mitchell & Salsburry 1999). Pembauran dapat dilihat dalam lapisan masyarakat, termasuk dalam lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai tingkat atas sebagai wadah pembauran atau melting pot (Glazer & Moynihan, 1963). Menurut Pelly (2003) melting pot dapat dianggap sebagai wadah asimilasi dengan harapan agar

kelompok minoritas dapat meleburkan (dirinya dan budayanya) kepada kelompok yang lebih dominan.

(5)

5

Berdasarkan informasi dari Kepala Sekolah SMP WR.Supratman 2 Medan, jumlah siswa pribumi di sekolah ini sekitar 30% dari jumlah keseluruhan siswa, sehingga proporsi siswa pribumi dan non pribumi sekitar 30:70. Berdasarkan penelitian Pelly (2003) mengenai murid pri dan non pri di sekolah pembauran di kota Medan, menyatakan bahwa jumlah siswa pribumi dan non pribumi sulit untuk mencapai jumlah setara sesuai dengan program pemerintah. Hal ini dikarenakan terdapat hambatan fisik dan psikologis, seperti keengganan belajar di satu kelas yang sama dengan WNI keturunan Tionghoa, letak sekolah pembauran yang sebagian besar berada di komunitas WNI keturunan Tionghoa, disiplin sekolah yang ketat, dana untuk buku, pakaian, dan uang sekolah yang tinggi (walaupun beberapa sekolah memberikan keringanan kepada mereka, terutama dalam pembayaran uang sekolah).

Di sekolah pembauran sendiri, tak lepas dari masalah-masalah akademik yang dapat mempengaruhi proses belajar siswa di sekolah. Berdasarkan hasil wawancara personal dengan guru Bimbingan dan Konseling di sekolah WR.Supratman 2, masalah yang sering dihadapi adalah pelanggaran peraturan seperti membawa dan menggunakan barang elektronik (misal handphone) saat pembelajaran, cabut dari sekolah, dan berpakaian yang tidak dibenarkan oleh sekolah. Masalah lainnya adalah beban dari pelajaran seperti beban pekerjaan rumah yang dirasa terlalu banyak, dan ini merupakan salah satu alasan murid untuk keluar dari sekolah. Berdasarkan paparan guru Bimbingan Konseling angka drop out sekitar 2% ditelusuri alasannya penyebabnya dikarenakan kesulitan

(6)

6

persaingan akademik yang kompetitif dan jumlah pekerjaan rumah (PR) yang terlalu banyak.

Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa SMP, menunjukkan bahwa peraturan kedisplinan serta kompetisi yang ketat di sekolah, membuat mereka harus berusaha lebih giat untuk masuk kedalam arus kompetisi ini serta mencapai peringkat yang sesuai dengan harapan diri sendiri dan orang tua. Hal ini terkadang membuat mereka merasa tertekan dengan keadaan yang ada. Selain itu tugas pekerjaan rumah yang dirasakan terlalu banyak serta kesiapan siswa untuk belajar dalam rangka mempersiapkan ujian yang selalu diadakan setiap bulannya dan ujian tiap semesternya. Berdasarkan beberapa data kuesioner yang disebar peneliti, dapat diketahui tentang pernyataan siswa-siswi mengenai persaingan yang ketat, kekhawatiran turunnya peringkat, pekerjaan rumah yang terlalu banyak, adanya tugas liburan, peraturan disiplin yang ketat yang membuat mereka merasa tertekan.

(7)

7

diri individu. Keadaan stres dapat membuat seseorang merasa tertekan karena situasi yang dinilai berbahaya ataupun mengancam (Sarafino, 2006). Hal ini umum terjadi dalam kehidupan akademis seorang siswa (Agola & Ongori, 2009). Stres akademik merupakan stres yang berhubungan dengan aspek pembelajaran, khususnya pengalaman belajar (Nanwani, 2010).

Hutabarat (2009) menyatakan bahwa dampak negatif dari terjadinya stres dapat mempengaruhi keefektifan performa individu dalam melakukan sebuah tugas, mengganggu fungsi kognitif, dapat menyebabkan burnout, menyebabkan masalah, gangguan fisik dan psikologis. Selain itu Armacort (dalam Rice, 1993) mengemukakan bahwa stres berhubungan langsung dengan prestasi yang rendah di sekolah karena stres dapat membuat siswa merasa tidak sanggup untuk belajar. Performansi yang buruk diindikasikan sebagai hasil dari kesulitan coping terhadap stres dan sering membuat terjadinya kasus dropping out (Rice, 1993).

(8)

8

(baik sebagai korban atau pelaku), menghindari interaksi sosial, depersonalisasi, kurangnya motivasi, dan tingginya agresi (Agola & Ongori, 2009). Konsekuensi negatif dari stres pada siswa, dapat menghalangi dirinya sendiri, teman-temannya dan institusi secara keseluruhan (Rice,1993). Dampak buruk dari stres dapat membahayakan kesejahteraan siswa terhadap kesehatan, kepribadian, interaksi sosial, dan pencapaian akademik mereka.

Adapun stressor-stressor akademik yang dirasakan siswa adalah tes, kompetisi kelas, tuntutan waktu, orang tua, guru dan lingkungan kelas, sosial, dan kesuksesan masa depan (Rao, 2008). Sumber lainnya adalah ketakutan akan gagal pada suatu pelajaran, motivasi dalam belajar, tekanan waktu, kekhawatiran finansial, fokus pada kemampuan akademik, persaingan teman sebaya, hubungan interpersonal, dan cara pemikirannya sendiri, juga dapat menjadi sumber stres tersendiri (Smith & Renk, 2007). Suldo (2009) memfokuskan terhadap sumber stres akademik lainnya seperti stressor hubungan yang dirasakan oleh siswa seperti lingkungan, latar belakang etnis minoritas, status sosioekonomi, rasis, dan keluarga. Tambahan Papalia, Old, & Feldman (2008) menyatakan bahwa penyebaran stres meningkat sepanjang masa remaja. Oleh karena itu, remaja dalam suatu kelompok etnis minoritas mungkin akan merasa tidak aman, cenderung terlibat dalam perilaku kekerasan dan memiliki resiko yang tinggi gagal di sekolah (Suldo, 2009).

(9)

9

Tionghoa. Siswa mayoritas dan minoritas yang berada di sekolah pembauran ini juga tak lepas dari masalah-masalah yang berkaitan dengan akademik. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa pribumi sebagai kelompok siswa minoritas, diketahui adanya keluhan bahwa guru membanding-bandingkan prestasi belajar mereka dengan siswa mayoritas yakni siswa non pribumi, serta kesulitan sebagian besar siswa minoritas untuk bisa menduduki peringkat sepuluh besar di kelas, karena peringkat sepuluh besar di kelas diduduki oleh kelompok siswa mayoritas yakni non pribumi. Dari data kuesioner juga menunjukkan bahwa kelompok minoritas cenderung berteman dengan sesamanya karena terkendala bahasa yang sering digunakan di sekolah. Berbeda dengan siswa pribumi, berdasarkan hasil wawancara dengan siswa non pribumi, diketahui bahwa mayoritas siswa non pribumi memiliki keluhan seperti kesulitan memanajemeni waktu, dimana waktu-waktu mereka dipenuhi dengan les-les privat serta membantu bisnis orang tua, sehingga mereka terpaksa mengerjakan tugas di sela-sela waktu istirahat sekolah.

(10)

10

yang melihat perbedaan pengalaman stres antara siswa keturunan Afrika-Amerika di sekolah dengan latar belakang siswa kulit hitam dan yang bersekolah di sekolah yang diisi oleh sebagian besar siswa kulit putih. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa keturunan Afrika-Amerika memiliki tingkat disstres yang tinggi di sekolah yang mayoritas siswanya berkulit putih dibanding di sekolah yang mayoritas siswanya berkulit hitam.

Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa kondisi minoritas membawa konsekuensi tersendiri yang dapat mempengaruhi stres akademik. Status minoritas sebagai suatu konsep yang menunjukkan perbedaan yang berkaitan dengan ras dan keanggotaan etnis, apalagi stressor status kelompok minoritas meliputi konflik intragroup seperti perasaan tertekan untuk menunjukkan loyalitas pada satu kelompok tertentu dan merasa tekanan yang muncul akibat perbandingan kelompok, khususnya perbandingan hasil belajar (Greer, 2008).

(11)

11

kelas. Hal ini terjadi karena prestasi siswa pribumi kerap kali tidak sebaik kelompok siswa non pribumi. Menurut penelitian Smedley (1993) pada siswa keturunan Afrika-Amerika, status minoritas merupakan sumber unik pada stres yang dirasakan siswa yang memiliki dampak pada kehidupannya.

Rice (1993) menyatakan bahwa siswa minoritas diindikasikan memiliki masalah dalam hal performansi akademik dan jumlah kasus drop out yang cukup tinggi. Dari hasil penelitian Zajacova dkk (2005) mengenai stres akademik pada siswa imigran (minoritas) di New York menunjukkan bahwa mayoritas dari populasi siswa minoritas beresiko mengalami stres tinggi, perasaan stres akan menjadi prediktor penting yang berdampak kepada prestasi akademik mereka. Faktor resiko yang berkaitan terhadap kondisi minoritas adalah pengalaman sehari-hari berupa perilaku diskriminasi dari individu, institusi dan politik, tempat kerja dan tempat tinggal karena suatu ras (Taylor,1994).

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merasa perlu untuk meneliti mengenai perbedaan stres akademik antara kelompok siswa minoritas dengan kelompok siswa mayoritas di sekolah pembauran yakni di SMP WR.Supratman 2. Oleh karena itu, peneliti mengajukan penelitian dengan judul “Perbedaan Stres Akademik antara Kelompok Siswa Minoritas dengan Mayoritas di SMP

(12)

12 B. RUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada perbedaan stres akademik antara kelompok siswa minoritas dengan mayoritas di SMP WR.Supratman 2 Medan?”.

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan stres akademik antara kelompok siswa minoritas dengan mayoritas.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat memberikan sumbangsih dalam pengembangan ilmu Psikologi, khususnya bidang Psikologi Pendidikan mengenai stres akademik kelompok siswa minoritas dan mayoritas.

b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan stres akademik serta kaitannya dengan kelompok siswa dalam konteks minoritas dan mayoritas.

2. Manfaat Praktis a. Bagi sekolah

(13)

13 b. Bagi siswa

Siswa mengetahui stres yang dialami sehingga siswa lebih menyadari kondisi stres akademik yang dialami saat berada di sekolah.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri atas latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori mengenai stres akademik dan kelompok siswa. Bab ini juga mengemukakan hipotesa sebagai dugaan sementara terhadap masalah penelitian.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi, definisi operasional, populasi, sampel, dan metode pengambilan sampel, alat ukur, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, serta metode analisa data.

Bab IV Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisikan mengenai gambaran umum subjek penelitian, hasil utama penelitian dan hasil tambahan penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Referensi

Dokumen terkait

penambahan dosis rafinosa 0,5%; 1,0%; 1,5%; 2,0%; 2,5% dan 3,0% dalam bahan pengencer tris kuning telur berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase

Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah - tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya ntuk memperbaiki

In case of Indonesia, where most of the fresh milk product goes into processing factory, farm gate price would be the most important factor that can drive in achieving

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga penulis dapat

Hasil pengamatan kualitas pembelajaran baik guru maupun siswa dengan menerapkan layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam seni melipat

Skripsi dengan judul “ PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM KEAMANAN GEDUNG MELALUI JALA-JALA LISTRIK PLN BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S51 ” diajukan guna memenuhi kelengkapan

Produk  keripik  jagung  ini  sangat  tepat  untuk  memenuhi  kebutuhan  akan  makanan  ringan  yang  sehat  karena  kebutuhan  konsumen  yang  semakin  sadar 

Pengaruh Variasi Tekanan Kempa dan Presentase Perekat Terhadap Sifat Fisika-Kimia Briket Arang Dari Limbah Kulit Buah Durian (Durio sp.). Skripsi S1 Fakultas