TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi mangrove
Hutan mangrove dapat didefenisikan sebagai suatu tipe hutan yang
tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara
sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut
yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem
mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan
hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di
dalam suatu habitat mangrove (Kusmana, dkk., 2005).
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove
meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri
atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennia, Sonneratia, Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras,
Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).
Ekosistem mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu sistem di alam
tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu
sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan
didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam
Taksonomi Rhizophora mucronata
Kingdom : Plantae
Filum : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rhizophorales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora mucronata
Pohon tinggi dengan akar tunjang yang biasanya abortif, akar lateral
banyak, tumbuh dari pangkal batang, bercabang-cabang, menggembung atau
seperti pilar, menyokong pohon, akar udara yang menggantung kadang-kadang
juga tumbuh dari cabang bagian bawah. Batang berbentuk silinder, mencekik, atau
agak berputar di daerah yang kurang subur. Pepagan hampir hitam atau
kemerahan, kasar, diantaranya ada yang bersisik dengan retak-retak melintang
yang menonjol hampir melingkari batang. Daun memiliki ukurang yang lebih
besar dibandingkan famili rhizophoraceae lainnya. Terdapat titik-titik hitam yang
terlihat pada permukaan bawah, hijau mengkilap di atas dan lebih pudar di bawah.
Perbungaan aksiler, menggarpu, agak renggang berbunga, berwarna kuning muda
sampai hampir putih, daun mahkota melanset, kekuningan muda. Buah matang
banir membulat telur memanjang. Pohon R. mucronata tumbuh pada pantai-pantai
tropis dari Afrika Timur ke Madagaskar, pulau-pulau di Samudera Hindia, daratan
Asia Tenggara, Indonesia dan Filipina, timur laut Australia dan Kepulauan Pasifik
Selatan sejauh kelompok Tonga. Pada tahun 1922 jenis ini diintroduksi ke Hawaii
Suhu umum rata-rata bagi pertumbuhan R. mucronata adalah 20–30°C.
Suhu rata-rata maksimum dari suhu musim kemarau adalah 23–38°C. Sedangkan
suhu rata-rata minimum dari suhu musim hujan adalah 13–18°C. Suhu minimum
yang masih dapat ditoleransi adalah 10°C (Duke, 2006). Pertumbuhan tinggi
R. mucronata terbaik diperoleh pada salinitas 7,5 – 15,0 dan 0,0 – 7,5 ppt.
Struktur dan Zonasi Hutan Mangrove
Menurut Bengen (2001) dalam Irwanto (2006), penyebaran dan zonasi
hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu
tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia : Daerah yang paling dekat dengan laut,
dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini
biasa berasosiasi Sonneratia spp, yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang
kaya bahan organik. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi
oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp dan Xylocarpus
spp. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. Zona transisi antara hutan
mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan
beberapa spesies palem lainnya.
Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok sesuai
dengan kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan mangrove, yakni:
1. Flora mangrove mayor (flora yang sebenarnya), yakni flora yang
menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan
membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur
komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus
adalah: Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia,
Lumnitzera, Laguncularia, dan Nypa.
2. Flora mangrove minor, yaitu flora mangrove yang tidak mampu
membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan
dominan dalam struktur komunitas, contohnya: Excoecaria, Xylocarpus,
Heritiera, Aegialitis, Achrostichum, Camptostemon, Schyphipora,
Phempis, Osbornia, dan Peliciera.
3. Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris,
Hibiscus, Calamus.
Mekanisme Penyerapan Logam Berat oleh Mangrove
Komunitas mangrove sering kali mendapatkan suplai bahan polutan
seperti logam berat yang berasal dari limbah industri, rumah tangga, dan
pertanian. Tumbuhan mangrove termasuk jenis tumbuhan air yang mempunyai
kemampuan sangat tinggi untuk mengakumulasi logam berat yang berada pada
wilayah perairan. Proses absorpsi pada tumbuhan terjadi seperti pada hewan
dengan berbagai proses difusi, dan istilah yang digunakan adalah translokasi.
Transpor ini terjadi dari sel ke sel menuju jaringan vaskuler agar dapat
didistribusikan ke seluruh bagian tubuh.
Soemirat (2003) menyatakan bahwa proses absorpsi dapat terjadi lewat
beberapa bagian tumbuhan, yaitu :
1. Akar, terutama untuk zat anorganik dan zat hidrofilik.
2. Daun bagi zat yang lipofilik.
Tumbuhan mangrove mampu mengalirkan oksigen melalui akar ke dalam
sedimen tanah untuk mengatasi kondisi anaerob pada sedimen tersebut. Jika
logam berat memasuki jaringan, terdapat mekanisme yang sangat jelas,
pengambilan (up taken) logam berat oleh tumbuhan di lahan basah adalah melalui
penyerapan dari akar, setelah itu tumbuhan dapat melepaskan senyawa kelat,
seperti protein dan glukosida yang berfungsi mengikat logam dan dikumpulkan ke
jaringan tubuh kemudian ditransportasikan ke batang, daun dan bagian lainnya,
sedangkan ekskresinya terjadi melalui transpirasi (Panjaitan, dkk., 2009).
Menurut Baker dan Walker, (1990) dalam MacFarlane, dkk., (2003)
berdasarkan mekanisme fisiologis, mangrove secara aktif mengurangi penyerapan
logam berat ketika konsentrasi logam berat di sedimen tinggi. Penyerapan tetap
dilakukan, namun dalam jumlah yang terbatas dan terakumulasi di akar. Selain
itu, terdapat sel endodermis pada akar yang menjadi penyaring dalam proses
penyerapan logam berat. Dari akar, logam akan di translokasikan ke jaringan
lainnya seperti batang dan daun serta mengalami proses kompleksasi dengan zat
yang lain seperti fitokelatin.
Pengertian Logam Berat
Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan
tambang, vulkanis dan sebagainya. Untuk kepentingan biologi Clark (1986);
Diniah (1995) dalam Yudhanegara (2005) membagi logam kedalam tiga
kelompok yaitu :
1. Logam ringan (seperti natrium, kalsium, dan lain-lain), biasanya diangkut
2. Logam transmisi (seperti besi, tembaga, cobalt dan mangan), diperlukan
dalam konsentrasi yang rendah, tetapi dapat menjadi racun dalam konsentrasi
yang tinggi;
3. Logam berat dan metaloid (seperti raksa, timah hitam, timah, selenium, dan
arsen), umumnya tidak diperlukan dalam kegiatan metabolisme dan sebagai
racun bagi sel dalam konsentrasi rendah.
Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang
tidak dapat didegradasi ataupun dihancurkan dan merupakan zat yang berbahaya
karena dapat terjadi bioakumulasi. Bioakumulasi adalah peningkatan konsentrasi
zat kimia dalam tubuh mahluk hidup dalam waktu yang cukup lama,
dibandingkan dengan konsentrasi zat kimia yang terdapat di alam. Logam berat
terbagi atas 2 kelompok yaitu logam berat yang bersifat sangat beracun (toksik)
seperti: Arsen(As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Cadmium (Cd) dan Chromium
(Cr) dan logam esensial yang juga dapat menjadi racun apabila dikonsumsi secara
berlebihan, antara lain: Tembaga (Cu), Besi (Fe), Zink (Zn) dan Selenium (Se).
Menurut Mason (1981); Moore dan Ramamoorthy (1984), Klasen dan
Amdur (1986) bahwa logam berat pada umumnya bersifat toksik dan dapat
terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup serta mengakibatkan terganggunya
kesehatan makhluk hidup dan rusaknya berbagai organ tubuh.
Adanya toksisitas logam berat di dalam ekosistem perairan akan
memberikan dampak negatif pada biota air yang terdapat didalamnya, yakni
proses fisiologi akan terganggu, dapat menyebabkan terjadinya kecacatan
morfologi pada biota air. Hal tersebut terjadi apabila ekosistem perairan
logam berat pada air, dengan terjadinya bioakumulasi juga akan menyebabkan
konsentrasi logam berat dalam tubuh hewan air akan jauh lebih tinggi (Riani,
2010 a, b, c).
Tembaga (Cu)
Tembaga (Cu) merupakan logam berat yang diperlukan untuk terjadinya
proses fisiologis secara normal dalam tubuh makhluk hidup, karena Cu
merupakan logam esensial yang diperlukan makhluk hidup terutama dalam
perannya sebagai kofaktor enzim (membantu kerja enzim). Bahkan pada
tumbuhan seperti alga, Cu dapat berperan sebagai pembawa elektron baik pada
proses fotosintesis maupun pada proses respirasi (Perales, dkk., 2007).
Tembaga (Cu) adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa, dan
liat yang melebur pada 1038°C. Potensial elektroda standarnya positif (+ 0,34 V),
logam ini tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer (Vogel 1994).
Logam ini banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik,
gelas dan zat warna yang biasa dicampur dengan logam lain seperti alloi dengan
perak, kadmium, timah putih, dan seng (Merian, 1994).
Tembaga bukan hanya meracuni hewan, tetapi juga bersifat toksik pada
tumbuhan (jasad autotrof). Dalam hal ini tembaga dalam jumlah sedikit
merupakan unsur yang esensial yang diperlukan oleh tubuh, karena tembaga akan
berperan sebagai elemen penting dalam mengatur protein, berpartisipasi dalam
transportasi elektron pada proses fotosintesis, membantu proses respirasi pada
mitokondria, merespon stress oksidatif yang terjadi pada seluruh tubuh,
Timbal (Pb)
Timbal adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Pb dan nomor atom 82. Lambangnya diambil dari bahasa Latin
Plumbum. Timbal (Pb) adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam
kerak bumi. Keberadaan timbal bisa juga berasal dari hasil aktivitas manusia,
yang mana jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami yang terdapat
pada kerak bumi. Pb terkonsentrasi dalam deposit bijih logam. Unsur Pb
digunakan dalam bidang industri modern sebagai bahan pembuatan pipa air yang
tahan korosi, bahan pembuat cat, baterai, dan campuran bahan bakar bensin
tetraetil. Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian khusus karena
sifatnya yang toksik (beracun) terhadap manusia. Timbal (Pb) dapat masuk ke
dalam tubuh melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang
tercemar Pb (Wikipedia, 2013).
Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan
logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam
dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan
proses geokimia. Pb merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau
abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5 ºC dan titik didih 1.740 ºC pada
tekanan atmosfer. Timbal adalah logam yang yang dapat merusak sistem syaraf
jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang untuk waktu yang lama. Timbal
terdapat dalam beberapa isotop, kesemuanya adalah radiogenic dan merupakan
produk akhir dari pemutusan rantai kompleks. Logam ini sangat resistan (tahan)
terhadap korosi, oleh karena itu seringkali dicampur dengan cairan yang bersifat