• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENYELENGGARAAN PERJANJIAN ASURANSI PENGANGKUTAN UDARA A. Pengertian perjanjian asuransi dalam pengangkutan udara - Pertanggungjawaban Hak Asuransi Sipil Dalam Kecelakaan Pesawat Hercules TNI AU C.130 Jalan Jamin Ginting Padang Bulan Medan Sumatera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II PENYELENGGARAAN PERJANJIAN ASURANSI PENGANGKUTAN UDARA A. Pengertian perjanjian asuransi dalam pengangkutan udara - Pertanggungjawaban Hak Asuransi Sipil Dalam Kecelakaan Pesawat Hercules TNI AU C.130 Jalan Jamin Ginting Padang Bulan Medan Sumatera"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

UDARA

A.Pengertian perjanjian asuransi dalam pengangkutan udara

Menurut R. Soekardono, perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian timbal balik, pada mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ketempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainya (pengirim-penerima, pengirim atau penerima, penumpang), berkeharusan untuk menunaikan pembayaran tertentu untuk pengangkutan tersebut7

Asuransi atau pertanggungan yang merupakan terjemahan dari insurance atau verzekering atau asurantie. Defenisi asuransi yang diberikan Undang-undang dapat dilihat dalam pasal 246 KUHD8 yang berbunyi :

“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang

penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima uang premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa tak tertentu”

Sedangkan defenisi asuransi yang terdapat dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 19929 tentang Usaha Perasuransian, yaitu :

“Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung

7

Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Cet. 2 Rajawali, Jakarta,1986,hlm.8

8

Undang-undang KUHD Pasal 246 Tentang Perjanjian Asuransi

9

(2)

karena kerugian kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dan suatu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang di dasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang

dipertanggungkan”

Hal tersebut diatas merupakan defenisi dari Undang-undang tentang Asuransi secara umum, untuk asuransi terhadap asuransi tanggung jawab pengangkut angkutan udara adalah terdapat dalam Peraturan Mentri Perhubungan Nomor : PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara mengenai perjanjian asuransi dalam pengankutan udara yaitu pasal 1 bagian ke 1910yang berbunyi : “ Asuransi Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara adalah perjanjian antara pengangkut dengan konsorium perusahaan asuransi untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau

pengirim barang serta pihak ketiga”. Di dalam bagian yang ke 2211

berbunyi :

“ Konsorium Asuransi Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara

adalah kumpulan sejumlah perusahaan asuransi sebagai satu kesatuan yang terdiri dari ketua dan anggota yang dibentuk berdasarkan perjanjian sebagai penanggung asuransi dengan bertindak untuk kepentingan pemegang polis dan atau

tertanggung”.

Asuransi penerbangan merupakan salah satu bidang kegiatan yang penting dalam industri angkutan udara, yang telah berkembang sejalan dengan perkembangan yang pesat dalam tekhnik penerbangan, angkutan udara dan hukum udara.

10

(3)

Asuransi penerbangan sangat erat hubunganya dengan tanggung jawab pengangkut, sehingga dalam Encyclopaedia Americana “Aviation Insurance”

dimasukkan dalam “Liability Incurane”.12

Memang benar, bahwa dengan adanya pengaturan yang khusus menegenai tanggung jawab pengangkut udara, baik dalam Hukum Udara Indonesia maupun dalam Hukum Udara Internasional, asuransi untuk tanggung jawab pengangkut udara adalah merupakan suatu bidang khusus pula dalam asuransi penerbangan. Akan tetapi patut dikemukakan bahwa dalam bidang asuransi penerbangan, biasanya dimasukkan pula asuransi untuk pesawat terbang, asuransi untuk awak pesawat, asuransi untuk spare parts

pesawat, asuransi untuk “ product liability” atau manufacturer‟s liability” Yng

ditutup oleh pabrik pesawat terbang dalam peralatanya dan pembuat bahan bakar, disamping asuransi untuk tanggung jawab pengangkut. Dengan demikian, maka bidang asuransi penerbangan meliputi segala macam asuransi yang berhubungan dengan penerbangan dan angkutan Udara. Beberapa diantaranya :

a. Asuransi untuk pesawat terbang ( Hull insurance)

Asuransi ini adalah asuransi yang ditutup oleh pemilik pesawat terbang untuk menampung resiko kerusakan atau kemusnahan pesawat terbang, termasuk mesin-mesin dan alat-alat pesawat terbang. Dengan menutup asuransi ini pemilik pesawat terbang melindingidirinya terhadap kerugian yang mungkin timbul karena pesawat terbangnya rusak karena suatu kecelakaan baik sebagian atau

musnah seluruhnya (“Total loss”). Dalam pengertian “total loss” termasuk pula

apa yang disebut “Constructive total loss”, yaitu apabila suatu pesawat terbang

12

(4)

sebenarnya masih dapat diperbaiki, akan tetapi letak jatuhnya sedemikian rupa tidak ekonomis untuk mengangkutnya dan memperbaikinya.

b. Asuransi Awak Pesawat

Merupakan suatu syarat perjanjian kerja antara perusahaan penerbangan dan para awak pesawat. Umumnya awak pesawat diasuransikan untuk dua jenis resiko,yaitu “personal accident” dan “loss of licence”.

Jumlah yang dipertanggungkan dengan sendirinya berbeda-beda pada tiap perusahaan penerbangan, dan berbeda pula untuk kapten dan copilot, untuk jurusan udara dan untuk pramugara/pramugari.13

Perusahaan perasuransian di Indonesia semakin banyak dan berkembang, baik itu perusahaan nasional, asing, maupun multinasional. Dengan semakin banyaknya perusahaan perasuransian tersebut memberikan pengaruh pada persaingan antar pelaku usaha perusahaan perasuransian, baik dalam strategi penjualan maupun dalam jenis prduk asuransi yang ditawarkan dengan berbagai jenis perlindunganya. Selain itu, dengan semakin tingginya daya beli dan kesadaran masyarakat untuk berasuransi, memotivasi perusahaan perasuransian untuk mengiming-imingi calon nasabah dengan berbagai iklan yang menggiurkan.14 Jaminan atas keselamatan penumpang angkutan udara ditutup asuransinya oleh pengangkut kepada perusahaan asuransi yang bergerak dalam bidang asuransi sosial.

Indonesia mewajibkan bahwa jaminan atas keselamatan penumpang angkutan udara ditutup asuransinya oleh pengangkut kepada PT (Persero) Asuransi Jasa Raharja, yang ketentuanya diatur di dalam Undang-undang No.33

13

Ibid, hlm,227

14

(5)

Tahun 1964 dan peraturan pelaksanaanya, Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965. Besarnya premi untuk setiap kali perjalanan ditetapkan sepihak oleh PT (Persero) Jasa Raharja. Kemudian premi itu ditambahkan oleh pengangkut ke dalam harga tiket penumpang angkutan udara. Jadi, penumpang angkutan udara membayar premi asuransi ketika mereka membeli tiket, yang fungsinya untuk menjamin keselamatan setiap penumpang angkutan udara selama satukali perjalanan termasuk transit.15

Perlindungan asuransi terhadap penumpang angkutan udara dipegang oleh perusahaan asuransi yang bergerak dalam bidang asuransi sosial. Asuransi sosial antara lain meliputi jaminan pertanggungan kecelakaan, jaminan pertanggungan hari tua dan pensiun, jaminan pelayanan kesehatan, jaminan pertanggungan kematian dan jaminan pertanggungan pengangguran. Premi asuransi sosial, objeknya dapat dinilai dengan uang. Premi yang terkumpul dan sudah diakumulasikan menjadi milik perusahaan.

Dalam dunia penerbangan pada umumnya terdapat dua macam asuransi : asuransi yang ditutup oleh : (a) pihak penumpang atau pengirim (atau penerima) kargo sendiri, (b) pihak perusahaan penerbangan, khusus di Indonesia ada juga asuransi yang beranama Jasa Raharja, yaitu asuransi wajib dibidang transportasi, baik darat, laut atau udara, jadi di Indonesia, seorang korban dalam kecelakaan angkutan udara akan menerima santunan, pertama dari perusahaan angkutan sendiri (sebagai untuk bertanggung jawabanya tetapi kemudian akan diganti lagi oleh asuransi), kedua dari Jasa Raharja sesuai dengan Undang-undang. Kalau dia

15

(6)

juga membayar premiasuransi atau membeli polis asuransi sendiri, dia akan dapat juga santunan yang ketiga.

Tujuan asuransi yang ditutup sendiri oleh penumpang atau pengirim (atau penerima) kargo adalah untuk menutupi kerugian yang melibihi batas (limit) tanggung yang ditentukan oleh konvensi internasional (Warsawa 1929 atau Montreal 1999) atau peraturan perundang-undangan nasional. Sedangkan tujuan asuransi yang ditutup oleh perusahaan penerbangan adalah untuk mem-back up

keuangan perusahaan akibat tanggung jawabnya yang harus membayar santunan/ ganti rugi terhadap penumpang, pemilik kargo, dan pihak ketiga dipermukaan bumi, serta kerugian-kerugian lainya yang diderita perusahaan penerbangan (misalnya kerusakan pada pesawatnya itu sendiri, awak pesawat, dsb).

Asuransi yang dapat ditutup oleh penumpang sendiri, misalnya : 1) asuransi kecelakaan, untuk jagka waktu tertentu dan bersifat umum dapat meliputi berbagai macam kecelakaan; 2) asuransi kecelakaan untuk satu kali penerbangan yang dapat ditutup di setiap terminal pelabuhan udara; 3) asuransi untuk bagasi, ditutup hanya untuk satu kali penerbangan dan biasanya dapat ditutup di setiap terminal pelabuhan udara. 4) asuransi untuk pengiriman kargo, biasanya ditutup untuk setiap kali pengiriman kargo.16Oleh karena itu, Konvensi Montreal 1999 mengharuskan negara-negara anggota konvensi untuk mewajibkan perusahaan-perusahaan penerbangan domestiknya agar menutup asuransitanggungjawabnya sebagaimana diatur dalam pasal 50;

“States parties shall require their carries to maintain adequate insurance

covering their liability under this Convention. A carrieir may be required

16

(7)

by the state party into which it operates to furnish evidence that maintains

adequite insurance covering its leability under this convention”.

Sejalan dengan ketentuan di atas, Undang-undang RI No. 1 Tahun 2009 pada bagian kedelapan, paragraf 9, pasal 179 dan 18017 mengatur tentang asuransi

wajib, pasal 179 berbunyi : “ Pengangkut wajib mengansuransikan tanggung

jawabanya terhadap penumpang yang diangkut sebagai mana dmaksud dalam

pasal 141, pasal 143, pasal 144, pasal 145, dan pasal 146”.

Masalahnya adalah bagaimana jika ada perusahaan penerbagan yang tidak menutup asuransi tanggung jawabnya itu? Karena didalam Undang-undang tersebut disebutkan asuransi wajib, bila tidak ada melaksanakanya berarti tidak memenuhi kewajibanya, atau dia telah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan perintah Undang-undang, atau dengan kata lain dia telah melanggar Undang-undang.

Namun sayang sekali dalam Undang-undang No.1 Tahun 2009 tidak ada sanksi apapun bagi perusahaan penerbangan yang tidak menaati ketentuan wajib asuransi ini, sihingga bagi perusahaan tidak mengansuransikan tanggung jawabnya tidak jelas apa sanksinya, agar peraturan itu ditaati, seharusnya disertai sanksinya yang jelas yang ditegakkan oleh pemerintah.

Inilah yang membedakan norma hukum dan norma-norma sosial lainya, seperti norma agama, moral/etika, kesopanan, atau kebiasaan. Norma hukum dipaksakan/ditegakkan oleh pemerintah, sedang norma-norma sosial lainya penataanya bergantung kepada kesadaran masing-masing sebagai warga masyarakat. Dalam hal asuransi ini harus ada sanksinya, setidak-tidaknya sanksi

17

(8)

administratif, yaitu apabila ada prusahaan penerbangan yang tidak melaksanakan ketentuan tentang asuransi wajib, misalnya dicabut izin operasinya atau bahkan izin usahanya. Dengan menutup asuransi juga berdampak pada kelayakan terbang atau pemeliharaan pesawat atau kesehatan awak pesawat, sehingga keamanan penerbangan lebih terjamin. Hal ini disebabkan untuk setiap penerbangan, pihak asuransi harus mendapat jaminan bahwa pesawatnya baik terbang dan para awak pesawatnya dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani, serta hal-hal lain agar penerbanganya berjalan dengan aman, lancar, da selamat.

Ada beberapa alasan mengapa dalam kegiatan penerbangan perlu menutup asuransi tanggung jawabnya (legal liability insurance), antara lain :

1. Bisnin penerbangan merupakan bisnis yang penuh resiko dengan modal yang sangat besar. Bila bisnis ini tidak ditunjang oleh sistem asuransi, jika terjadi kecelakaan atau kerugian bisnis ini akan dengan mudah mengalami kebangkrutan.

2. Dengan diterapkanya prinsip tanggung jawab mutlak (stric liability principle)

dewasa ini, pengangkut hampir tidak bisa membebaskan diri dari tanggung jawabnya (lihat pasal 17 dan 20 Konvensi Montreal 1999), sehingga kalau tidak di bake up oleh asuransi akan mendapat kesulitan dalam hal keuanganya. 3. Dalam Konvensi Montreal 1999 limit tanggung jawab pengangkutdinaikkan

(9)

4. Kesdaran masyarakat dewasa ini sudah berubah jauh dari masa-masa sebelumnya, kedudukan sosial ekonomi perusahaan penerbangan dibandingkan dengan seorang penumpang secara individual, jauh lebih kuat. Karena itu, sekarang orientasinya lebih kepada perlindungan pihak pada pengguna jasa angkutan/konsumen daripada kepada perusahaan penerbangan.

5. pembayaran premi asuransi sebenarnya dibebankan kembali kepada pengguna jasa angkutan, yaitu dimasukkan kedalam komponen harga tiket/air waybill, yang besarnya sekian sen dolar per orang atau per kg per km, sehingga bagi pengguna jasa angkutan, karena kecilnya jumlah tersebut, tidak merasakanya. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi perusahaan penerbangan untuk tidak mengansuransikan tanggung jawabnya itu bukan berasal dari uang perusahaanya.

Selain itu, sistem asuransi juga menyeimbangkan perlindungan terhadap perusahaan penerbangan. Dengan mengasuransikan tanggung jawabnya, bila terjadi kecelakaan/kerugian keadaan dengan perusahaan tidak terganggu, karena semua kerugianya akan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Hal ini juga sebagai kompensasi atas berlakunya prinsip tanggung jawab mutlak (stric leability principle)yang hampir tidak mungkin bagi pengangkutuntuk membebaskan diri dari tanggung jawabnya tidak seperti halnya yang beraku dalam sistem Warsawa.

B.Aspek hukum perjanjian asuransi penumpang dalam pengangkutan

udara.

(10)

digunakanya pesawat udara. Pada umumnya asuransi udara dibagi dalam tiga golongany yaitu :

1. Asuransi orang, yaitu penumpang serta awak pesawat (personal incurance) 2. Asuransi kebendaan (property insurance)

3. Asuransi pertanggung jawaban (liability insurance)

Perkembangan polis asuransi udara dapat mungkin mengambil contoh dari bentuk-bentuk polis asuransi yang lain. Perjanjian asuransi udara dikuasi oleh ketentuan-ketentuan dalam BAB IX Buku Kesatu KUHD. Perjanjia asuransi merupakan perjanjian kemungkinan (konsovereenkomst) dengan pasal 1774 KUH Perdata18 sebagai dasar hukumnya, yang berbunyi : “Suatu perjanjian untung -untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah : 1) perjanjian pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudihan serta pertaruhan. Perjanjian pertama diatur dalam KUH

Dagang”. Perjanjian terbentuk cukup dengan tercapainya kata sepakat, serta perjanjian asuransitermasuk bentuk konsesual pasal 255 jo pasal 257 KUHDagang

yang berbunyi : “ suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu

akta yang dinamakan polis:.

Pasal 1 butir 1 dan 13 UU No.15 Tahun 199219 tentang penerbangan.

“penerbangan adalah segala suatu yang berkaitan dengan penggunaan wilayah udara, keamanan dan keselamatan penerbangan, serta kegiatan dan fasilitas penunjang lain yang terkait.”

18

KUHPerdata pasal 1774 Tentang suatu perjanjian untung-untungan suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung dan rugi

19

(11)

“Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara

untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lainatau beberapa bandar udara” Berdasarkan pasal di atas dapat disimpulkan bahwa penerbangan itu tidak hanya berkaitan dengan bandara, pesawat melainkan harus ada jaminan keselamatan para penumpang.

Pasal 1 butir 6 UU.No.3 Tahun 1992 tentang kecelakaan kerja20

“kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhung dengan hubungan kerja,

termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan

pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui”.

Berdasarkan pasal diatas yang menyangkut kecelakaan kerja adalah dimana pada saat pesawat menutup pintu untuk lepas landas sampai pesawat itu tinggal landas dan membuka kembali pintunya.

Pasal 1 butur 1 UU No.2 Tahun 1992 tentang asuransi atau pertanggungan21

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,

dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberika penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, untuk memberikan

20

Pasal 1 butir 6 UU No.3 Tahun 1992, Tentang Kecelakaan Kerja

21

(12)

suatu bayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang

dipertanggungkan”.

Berdasarkan pasal di atas bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian antara pihak kesatu dan pihak kedua atau pihak tertanggung dan penanggung dengan menggunakan alat bukti.

Subjek-subjek Hukum dalam Asuransi Udara yaitu pihak-pihak yang terkait langsung dengan kegiatan angkutan udara adalah sebagai berikut:

1. Pihak penanggung. a. Pengangku udara. b. Penumpang. 2. Pihak tertanggung.

a. Pemilik kargo termasuk pos. b. Awak pesawat udara.

c. Pengelola bandar udara. d. Pembuat pesawat udara.

Asuransi mempunyai peran yang sangat strategis di dalam dunia penerbangan, karena itu asuransi diatur di dalam hukum nasional maupun dalam hukum udara internasional. Di dalam hukum udara nasional, asuransi diatur dalam UURI No. 33 Tahun 1992 beserta peraturan pelaksanaaya, UURI No. 15 Tahun 1992 beserta peraturan pelaksanaanya dan UURI No.1 Tahun 2009, sedangkan didalam hukum udara internasional diatur dalam Konvensi Roma 1952, Protokol Montreal 1978,22

22

(13)

Pada era tekhnologi tinggi penerbangan dewasa ini, keselamatan penerbangan pada tataran internasional meningkat dengan tajam. Hal ini dibuktikan dengan menurunya jumlah korban kecelakaan pesawat udara. Korban kecelakaan udara pada tataran internasional cendrung menurun terus. Jumlah korban kecelakaan pesawat udara menurun dari 0.05 setiap 100 juta penumpang/km dalam tahun 1989 menurun menjadi 0.03 setiap 100 juta penumpang /km dalam tahun 1990. Apabila dilihat dalam kurun waktu 30 tahun terakhir penurunan tersebut semakin jelas. Jumlah korban kecelakaan pesawat udara dari 0.69 setiap 100 juta penumpang/km dalam tahun 1961 menjadi 0.18 setiap 100 juta penumpang/km dalam tahun 1970 dan menurun lagi menjadi 0.08 setiap 100 juta penumpang/km dalam tahun 1980 dan terakhir menjadi 0.03 setiap 100 juta penumpang/km dalam tahun 1990.

Bagaimana canggihnya tekhnologi penerbangan, kecelakaan pesawat udara (accident)dan (incident) tidak dapat dicegah sama sekali. Usaha manusia adalah hanya mengurangi atau memperkecil tingkat kecelakaan pesawat udara. Di Indonesia, khususnya dalam waktu 10 tahun terakhir ini terdapat tidak kurang dari 329 kecelakaan (accident) atau kejadian (incident). Dari jumlah kecelakaan dan kejadian tesebut telah merenggut 483 jiwa meninggal dunia dan 85 orang luka berat maupun ringan disamping kerugian atas pesawat udara. Kerugian pesawat udara maupun korban jiwa tersebut merupakan risiko yang dihadapi oleh perusahaan penerbangan.23 Perusahaan penerbangan tumbuh dan berkembang bersama dengan asuransi penerbangan, semakin canggih tekhnologi penerbangan semakin memerlukan kehadiran asuransi penerbangan.

23

(14)

Peran asuransi penerbangan semakin besar dirasakan oleh perusahaan penerbangan dengan banyaknya kecelakaan pesawat udara di Indonesia. Pada saat perusahaan penerbangan mengalami kecelakaan, asuransi penerbangan dengan cepat mengadakan evaluasi kerugian yang harus dibayar oleh perusahaan asuransi. Hal ini dibuktikan dalam kasus kecelakaan Garuda 421 yang pernah terjadi di Desa Serenan, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Kelaten Tanggal 16 Januari 2002, asuransi telah menyediakan dana sebesar Rp.10 miliar sebagai biaya evakuasi penumpang, barang, pesawat udara serta pencemaran lingkungan sebagai akibat kecelakaan tersebut.

Risiko yang dihadapi oleh perusahaan penerbangan sangat berat apabila tidak diasuransikan kepada perusahaan asuransi. Sebagai mitra kerja perusahaan penerbangan, perusahaan asuransi dapat menawarkan berbagai jenis asuransi penerbangan yang dapat ditawarkan misalnya all risk hull insurance, war risk hull insurance, all risk property insurance, hull insurance, spares and war risk

insurance, loss of use insurance, total loss insurance, actual total loss insurance,

actual total loss insurance, passangers’ liability insurance, third party legal

liabilty insurance, product legal liability insurance, aircrew insurance, loss of

(15)

udara. Kehilangan pesawat udara dapat segera diganti dengan pesawat udra yang baru, tetapi kematian awak pesawat udara yang mempunyai keterampilan yang sama dengan yang meninggal dunia sangat sulit dicarikan penggantinya. Risiko awak pesawat udara tidak hanya dihadapi oleh perusahaan penerbangan, tetapi juga dihadapi oleh awak pesawat udara itu sendiri beserta keluarganya. Risiko yang dihadapi oleh awak pesawat udara tersebut antaralain, kematian, luka, cacat tetap atau sementara, sehingga mereka tidak dapat melakukan tugasnya sebagai awak pesawat udara. Khusus untuk penerbang mereka menghadapi risiko kehilangan sertifikat kecakapan (certificate of competency). Perusahaan penerbangan juga menghadapi risiko tanggung jawab hukum (legal liabilty risk)

yang diajukan oleh penumpang dan/atau pengirim barang maupun oleh pihak ketiga dipermukaan bumi. Pada hakikatnya angkutan udara adalah perjanjian timbal balik secara lisan maupun tertulis antara perusahaan penerbangan dengan penumpang dan/atau pengirim barang.24 Perusahaan penerbangan mengikatkan diri untuk mengangkut penumpang dan/atau barang, sedangkan penumpang dan/atau pengirim barang mengikatkan diri untuk membayar ongkos angkutan sebagai imbal jasa. Perusahaan penerbangan maupun penumpang dan/atau pengirim barang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.

Penumpang dan/atau pengirim barang wajib membayar ongkos angkutan udara yang merupakan hak bagi perusahaan penerbangan dan sebaliknya perusahaan penerbangan mempunyai kewajiban mengangkut penumpang dan/atau barang sampai ditempat tujuan dengan selamat, karena itu apabila penumpang dan/atau barang tidak sampai ditempat tujuan dengan selamatmaka perusahaan

24

(16)

penerbangan bertanggung jawab memberi ganti kerugian yang di derita oleh penumpang dan/atau pengirim barang. Perusahaan penerbangan dapat digugat perdata di depan pengadilan oleh penumpang dan/atau pengirim barang.

Risiko tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan tidak sebatas pada gugatan yang diajukan oleh penumpang dan/atau pengirim barang, tetapi juga diajukan oleh pihak ketiga dipermukaan bumi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Risiko tanggung jawab hukum pada pihak ketiga tidak dapat diremehkan oleh perusahaan penerbangan karena kemungkinan dapat digugat tidak terbatas (unlimited liability). Mengingat besarnya risiko yang dihadapi oleh perusahaan penerbangan sebagaimana diuraikan di atas, asuransi penerbangan mempunyai peran yang sangat penting sebagai mitra usaha untuk meringankan beban risiko yang dihadapi oleh perusahaan penerbangan. Asuransi penerbangan sebagai lembaga yang membagi beban risiko dapat memperhitungkan risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan penerbangan dan membagi risiko tersebut dengan perusahaan asuransi lainya (re-insurance).

(17)

1931 didirikan British Aviation Insurance Company yang kemudian membuat cabang yang melayani berbagai transaksi dalam perusahaan penerbangan dan cabang berikutnya didirikan pada tahun 1935 dengan nama Aviation ang General

Insurance Company yang menjadi kelompok British Aviation Insurance

Company.

Secara yuridis asuransi penerbagan pertama kali diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964,25 disusul dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965.26Menurut pasal 3 ayat (1) huruf a. UURI No. 33 Tahun 1964 setiap penumpang yang sah dari pesawat udara perusahaan penerbangan nasional wajib membayar iuran wajib melalui perusahaan penerbangan yang ersangkutan untuk menutup kerugian akibat kecelakaan selama penerbangan berlangsung. Iuran wajib tersebut akan digunakan untuk memberi santunan apabila terjadi kerugian yang menyebabkan kematian atau cacat tetap akibat kecelakaan pesawat udara. Pelaksanaan UURI No. 33 Tahun 1964 diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah No.17 Tahun 1965. di dalam peraturan pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 diatur jumlah iuran wajib, cara pembayaranya, bukti pembayaran larangan menjual tiket pesawat udara tanpa disertai pembayaraniuran wajib dana kecelakaan, kewajiban menunjukkan kupon bukti pembayaran iuran wajib, pemanfaatan dana sebelum digunakan untuk membayar santunan, jenis kecelakaan yang harus memperoleh santunan, jenis kecelakaan yang tidak memperoleh santunan atau biaya perawatan, jumlah

25

Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan penumpang. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 1964

26

(18)

santunan yang berhak menerima santunan, larangan dan ketentuan sanksi pidana, dan lain-lain.

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tidak hanya berlaku terhadap angkutan udara, tetapi juga berlaku terhadap kenderaan umum baik darat, kereta api maupun kapal laut. Kenderaan umum yang dimaksudkan adalah perusahaan milik negara sesuai dengan ketentuan pasal 8 UURI No. 33 Tahun 1964 yuncto pasal 13 Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 1965, namun demikian dalam pelaksanaanya sehari-hari asuransi wajib dana kecelakaan penumpang juga berlaku terhadap kenderaan umum yang dikuasai oleh pemerintah baik darat, kereta api, laut, maupun udara yang dikuasai oleh swasta.

Dalam perkembanganya, asuransi penerbangan juga diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992,27 disusul Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995,28 yang diperbaiki dengan Peratuan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 beserta peraturan pelaksanaan lainya. Dalan UURI Nomor 15 Tahun 1992, asuransi penerbangan diatur dalam Pasal 30,29 47 DAN 48. Menurut pasal 30 penyelenggara bandar udara bertanggung jawab atas keamanan, keselamatan, dan kelancaran pelayananpenumpang dan tanggung jawab tersebut harus diasuransikan. Dalam pasal 43 UURI Nomor 15 Tahun 1992 dikatakan bahwa perusahaan penerbangan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh

27

Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, lembaran Negara Nomor 53 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481.

28

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara, Lembaran Negara Nomor 68 Tahun 1995, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3610.

29

(19)

penumpang dan/atau pengirim barang. Menurut pasal 4730 tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan tersebut harus diasuransikan, sedangkan dalam pasal 44 disebutkan setiap operator yang mengoperasikan pesawat udara harus bertanggung jawab terhadap pihak ketiga yang tidak tahu menahu penggunaan pesawat udara tetapi mengalami kerugian akibat penggunaan pesawat udara.

Pasal 48 UURI No. 15 Tahun 199231 mengatur kewajiban operator untuk mengasuransikan awak pesawat udara yang dipekerjakan. Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa UURI No.15 Tahun 1992 mengatur asuransi tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan terhadap penumpang yang meninggal dunia, luka, cacat tetap, tanggung jawab hukum orang atau badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara terhadap awak pesawat udara yang dipekerjakan.

Dalam RUU Penerbangan, asuransi penerbangan diusulkan kembali dalam pasal 26, 49, dan 55 RUU Penerbangan. Menurut usul Pasal 26 RUU Penerbangan setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara wajib mengasuransikan pesawat udara yang dioperasikan, personel pesawat udara yang bertugas dan yang sedang melaksanakan tugas menerbangkan pesawat udara, tanggung jawab hukum atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga dan/atau kegiatan investigasi insiden dan aksiden (accident) pesawat udara yang akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Berdasarkan pasal ini personel

30Pasal 47 UURI No. 15 Tahun 1992” Setiap orang atau badan hukum yang

mengoperasikan pesawat udara wajib mengansuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 dan pasal 44 ayat (1).

31

(20)

pesawat udara yang tidak bertugas dan sedang menerbangkan pesawat udara tidak diasuransikan.

Pengusaha atau penyelenggara bandar udara juga harus mengasuransikan tanggung jawab hukumnya. Menurut usul pasal 49 RUU Penerbangan, pengusaha atau penyelenggara bandar udara yang wajib diasuransikan tanggung jawabnya terhadap kerugian yang diderita oleh pihak kedua dan pihak ketiga yang diakibatkan pengoperasian bandar udara. Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib asurasnsi tanggung jawab hukum pengusaha atau penyelenggara bandar udara terhadap kerugian yang diderita oleh pihak kedua dan pihak ketiga meliputi kematian atau luka fisik orang, musnah, hilang atau rusak peralatan yang di operasikan dan dampak lingkungan disekitar bandar udara, sedangkan yang dimaksud pihak kedua dalam ketentuan ini antara lain pesawat udara, pengguna jasa bandar udara dan penerbangan, dan yang dimaksud dengan pihak ketiga dalam ketentuan ini adalah masyarakat sekitar bandar udara.

(21)

Ketentuan asuransi penerbangan yang di usulkan didalam RUU penerbangan relatif lebih maju dibanding dengan ketentuan asuransi penerbangan yang tercantum didalam UURI No 15 Tahun1992, sebab ketentuan yang diusulkan didalam usul RUU penerbangan tidak terbatas pada tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang dan/atau pengirim barang, dan tanggung jawab terhadap pihak ketiga, tetapi juga tanggung jawab penyelenggara navigasi penerbangan sebagaimana diusulkan dalam pasal 55.

Menurut pasal 82 RUU penerbangan, setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara tidak mengasuransikan pesawat udara yang dioperasikan, personel pesawat udara, tanggung jawab kerugian terhadap pihak kedua, tanggung jawab kerugian terhadap pihak ketiga dan/atau kegiatan investigasi insident dan accident

pesawat udara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 144.000.000,00.(Sratus empat puluh empat juta rupiah), sedangkan menurut pasal 91 RUU penerbangan setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung jawab kerugian sebagaimana diatur dalam pasal 49 Ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.144.000.000,00. (Seratus empat puluh empat juta rupiah).

Dalam rancangan akademi undang-undang (academic draft) tentang tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan terhadap pihak ketiga secara tegas kewajiban mengasuransikan tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga, bahkan operator juga harus mengasuransikan pesawat udara, penumpang dan/atau barang-barang kiriman, kehilangan sertifikat kelaikan udara secara biaya investigasi kecelakaan pesawat udara secara single combine insurance

(22)

Dalam UURI No. 1 Tahun 2009 asuransi penerbangan diatur dalam pasal 62, 179, 180, 240, dan 424, menurut pasal 62 UURI No.1 Tahun 2009, setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib mengasuransikan pesawat udara yang dioperasikan, personel pesawat udara yang mengoperasikan, tanggung jawab hukum yang diderita oleh pihak kedua, tanggung jawab hukum atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. “Pengertian setiap orang” dalam pasal 62 UURI No. 1 Tahun 2009 mengandung pengertian bahwa pengoperasian tersebut dapat dilakukan oleh orang perseorangan maupun orang sebagai badan hukum baik oleh berupa angkutan udara bukan niaga(general aviation) maupun angkutan udara niaga (commercial air transport), dengan demikian dapat diartikan bahwa dalam hal asuransi pesawat udara yang dioperasikan dan personel pesawat udara yang dioperasikan, maka pasal 62 UURI No.1 Tahun 2009 berlaku juga terhadap perusahaan angkutan udara niaga (commercial air transport), sedangkan dalam hal pengoperasian pesawat udara yang dilakukan oleh angkutan udara yang bukan niaga (general aviation) pasal 179 UURI No. 1 Tahun 2009 tidak berlaku.

(23)

Di dalam pasal 179 UURI No.1 Tahun 200932 diatur kewajiban asuransi penerbangan tanggung jawab hukum. Menurut pasal tersebut pengangkut wajib mengasuransikan tanggung jwabnya atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan eksiden angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun dari pesawat udara, bagasi tercatat hilang, musnah atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut, keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah atau rusak yang di akibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut.

Di dalam pasal 180 UURI No. 1 Tahun 2009,33 diatur besarnya asuransi penerbangan. Menurut pasal tersebut besarnya kewajiban mengasuransikan adalah, kecuali penumpang yang membuat perjanjian khusus yang menetapkan ganti kerugian yang lebih tinggi, sebesar tanggung jawab hukum dalam hal penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka, sedangkan jumlah ganti kerugian bagasi setinggi-tingginya kerugian nyata. Jumlah ganti kerugian tersebut diluar jumlah ganti kerugian yang diberikan oleh lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini Jasa Raharja. Besarnya ganti kerugian tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Mentri Perhubungan.

32

Pasal 179 UURI No.1 Tahun 2009, Tentang kewajibanasuransi penerbangan tanggung jawab hukum

33

(24)

Menurut pasal 240 UURI No.1 Tahun 2009,34 badan usaha bandar udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara. Tanggung jawab terhadap kerugian tersebut meliputi kematian atau luka fisik orang, musnah, hilang atau rusak peralatan yang dioperasikan dan/atau dampak lingkungan disekitar bandar udara akibat pengoperasian bandar udara wajib diasuransikan. Terhadap orang melanggar kewajiban mengasuransikan tanggung jawab hukumnya dikenakan sanksi administratif, berupa peringatan, pembekuan sertifikat, dan/atau pencabutan sertifikat.

Pasal 424 UURI No.1 Tahun 200935 mengatur sanksi pidana. Menurut pasal tersebut seiap orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga berupa kematian atau luka fisik orang yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00. (dua miliar rupiah), sedangkan setiap orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga (a) musnah, hilang, atau rusak peralatan yang dioperasikan; dan/atau, (b) dampak lingkungan disekitar bandar udara, yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara sebagaimana dimaksud dalam pasal

34

pasal 240 UURI No.1 Tahun 2009, Tentang badan usaha bandar udara bertanggung

jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara dan/atau pihak ketiga yang

diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara.

35

(25)

240 ayat (2) huruf b dan c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000,000,000.00.(satu miliar rupiah).

Berdasarkan uraian fakta, kronologi, pengaturan dalam hukum nasional yang meliputi UURI No.33 Tahun 1964, UURI No.15 Tahun 1992, RUU tentang penerbangan, asuransi menurut hukum internasional sebagaimana diatur dalam Konvensi Roma 1952 dan peran serta dalam industri penerbangan, dapat disimpulkan bahwa asuransi penerbangan mempunyai arti yang sangat strategis sebagai mitra usaha, karena itu dalam UURI No.1 Tahun 2009 dicantumkan ketentuan-ketentuan asuransi penerbangan secara lebih mantap; sehingga dapat disimpulkan betapa pentingnya peran asuransi penerbangan, baik dalam UURI No. 33 Tahun 1964 beserta peraturan pelaksanaanya, Konvensi Roma 1952, UURI No.15 Tahun 1992 beserta peraturan pelaksanaanya, RUU Penerbangan maupun dalam UURI No. 1 Tahun 2009 semuanya mengatur asuransi penerbangan, namun demikian bilamana dicermati dengan baik, usul asuransi didalam RUU Penerbangan lebih banyak menyerahkan peraturan pelaksanaanya kepada peraturan pemerintah, sementara itu di dalam UURI No. 1 Tahun 2009 lebih banyak menyerahkan pengaturan lebih lanut pada peraturan Mentri Perhubungan sehingga lebih cepat dapat ditangani.

C. Tujuan penyelenggaraan perjanjian asuransi dalam pengangkutan udara

Adapun tujuan penyelenggaraan perjanjian asuransi dalam pengangkutan udara yaitu untuk adanya jaminan bagi keselamatan penumpang, kewajiban pengangkut untuk menutup asuransi atas tanggungjawabnya terhadap penumpang

(26)

(1) Tanggung jawab atas keselamatan penumpang a. Ketika embarkasi;

b. Selama berada dalam pesawat udara; c. Ketika disembarkasi.

Syaratnya adalah penumpang yang bersangkutan memiliki tiket yang sah yang dikeluarkan oleh pengangkut dan besarnya premi asuransi untuk setiap penumpang seperti yang dituli dalam tiket tersebut.

(2) Tanggung jawab atas keselamatan bagasi, kecuali bagasi tangan : a. Karena hilang;

b. Karena rusak; c. Karena musnah;

Pengangkutan bertanggung jawab sepanjang kerugian tersebut berdasarkan hukum menjadi tanggung jawab pengangkut.Jaminan atas keselamatan penumpang dan bagasi tersebut ditutup asuransinya oleh pengangkut kepada perusahaan asuransi dibidang asuransi kerugian.

Di Indonesia,36 disamping asuransi yang ditutup oleh pengangkut untuk jaminanatas keselamatan penumpang (tetapi tidak termasuk bagasi) ditutup juga asuransinya oleh pengangkut kepada PT (Persero) asuransi kerugian Jasa Raharja. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 1964 dan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965, semua pengangkut (darat, laut, danau, sungai, udara ) wajib menutup asuransi atas keselamatan semua penumpang yang diangkutnya kepada PT .Asuransi Jasa Raharja, kemudian premi itu ditambahkan oleh pengangkut

36

(27)

kedalam tiket penumpang jadi, premi dibayar oleh penumpang sekaligus ketika membayar tiket.

Bila mengalami musibah selama pengangkutan (dipelabuhan udara atau dalam penerbangan), penanggung (PT Jasa Raharja), membayar santunan:

(1) Biaya perawatan dan pengobatan sampai sembuh bagi penumpang yang menderita luka-luka yang tidak mengalami cacat permanen;

(2) Biaya perawatan dan pengobatan sampai sembuh serta sejumlah uang santunan bagi penumpang yang mengalami cacat permanen;

(3) Sejumlah uang santunan bagi penumpang yang meninggal dunia, yang diberikan kepada ahli warisnya.

Jadi, dalam jaminan atas hal keselamatan penumpang berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 1964 dan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965, terdapat hubungan antara penanggung dan tertanggung:

a. Perusahaan asuransi (penanggung) hanya berhubungan dengan pengangkut dalam rangka memungut premi asuransi dari setiap penumpang.

b. Penanggung berhubungan langsung dengan penumpang dalam rangka memberikan santunan asuransi bila terjadi musibah.37

Menurut pasal 2 huruf (a) Undang- undang No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian dinyatakan bahwa usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.

37

(28)

Sementara itu, perusahaan asuransi adalah jenis perusahaan yang menjalankan usaha penunjang usaha asuransi. Dalam pasal (2) huruf b Undang-undang No.2 Tahun 1992 dikatakan bahwa usaha penunjang usaha asuransi adalah usaha yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, jasa penilaian kerugian asuransi dan jasa aktuaria.

Secara awam ketidak pastian itu diterjemahkan sebagai resiko. Suatu yang belum pasti terjadi, akibatnya tentu tidak dikehendaki juga. Misalnya resiko kecelakaan, kematian, kerugian dan lain sebagainya. Tak seorangpun mengetahui secara pasti kapan resiko itu akan terjadi. Berdasarkan uraian di atas, sejatinya yang menjadi fokus utama adalah resiko dibalik ketidakpastian yang umumnya tidak dikehendaki. Namun, resiko itu dapat dialihkan kepada pihak lain ( perusahaan asuransi) bila mereka menjadi anggota asuransi.

Berdasarkan uraian diatas, asuransi memiliki tujuan-tujuan utama yang hendak dicapai yaitu antara lain38 :

a. Teori pengalihan resiko

Menurut teori pengalihan resiko, (Risk transfer theory), tertanggung menyadari bahwa ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika harta kekayaan atau jiwanya terancam, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raga. Untuk mengurangi atau menghilangkan bebean resiko tersebut, pihak tertanggung berusaha mencari jalan bila ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggub membayar kontra prestasi yang disebut dengan premi. Tertanggung mengadakan

38

(29)

asuransi dengan tujuanmengalihkan resiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung) sejak saat itu resiko beralih kepada pihak penanggung.

b. Pembayaran ganti kerugian

Dalam hal ini tidak terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalahnya terhadap resiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam peraktiknya tidak selamanya bahaya yang mengancam itu sungguh-sungguh akan terjadi. Ini merupakan kesempatan kepada penanggung mengumpulkan premi dari tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika suatu ketika peristiwa itu sunguh-sungguh terjadi, yang menimbulkan kerugian, maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransi. Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang dideritanya.

c. Pembayaran santunan

Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dengan tertanggung (voluntary insurance), akan tetapi, undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory insurance), artimya, tertanggung terikat dengan penanggung karena undang-undang, bukan karena perjanjian,. Asuransi jenis ini disebut dengan jenis asuransi sosial (social securty insurance). Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh.

(30)

misalnya hubungan kerja, penumpang angkutan umum,. Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaanya atau selama angkutan berlangsung, mereka atau ahli warisnya akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung (BUMN), yang jumlahnya telah ditetapkan oleh undang-undan. Jadi, tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk undang-undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang.

d. Kesejahteraan anggota

Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung. Sedangkan anggota pekumpulan bertindak sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayarkan sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan.

Wirjono Prodjodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan

“perkumpulan koperasi”. Asuransi ini merupakan asuransi yang saling

(31)

Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian asuransi serta unsur-unsur penting asuransi yaitu:

Untuk mengetahui siapa-siapa saja pihak yang terlibat dalam perjanjian asuransi, maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari subjek hukum itu sendiri sebab perjanjian asuransi juga sama halnya dengan perjanjian lainya dimana salah satu sahnya suatu perjanjian tersebut harus dibuat oleh pihak-pihak yang memenuhi kriteria sebagai subjek hukum.

Subjek hukum itu sendiri adalah segala sesuatu pendukung hak dan kewajiban yang terdiri dari manusia dan badan hukum. Jadi, sebagai subjek hukum, baik manusia maupun badan hukum mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan tindakan hukum dimana mereka dapat mengadakan persetujuan=persetujuan. Pada dsarnya, manusia dikatakan sebagai subjek hukum pada saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Bahkan seorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya dapat dikatakan sebagai subjek hukum bilamana kepentinganya menghendaki.39Adapun para pihak yang terkait dalam tujuan penyelenggaraan perjanjian asuransi pengangkutan udara yaitu : 1. Pihak dalam pengangkutan udara

Pihak-pihak yang tedapat dalam pengangkutan udara adalah setiap pendukung hak dan kewajiban yang terdapat dalam pengangkutan udara. Pada pokoknya sebenarnya para pihak berperan sebagai perusahaan pengangkutan udara dan konsumen.

39

(32)

Penyedia jasa adalah pihak yang menyediakan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, istilah konsumen berasal dari bahasa belanda yaitu konsumenten atau

consumer dalam bahasa Ingris Amerika. Konsumen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pemakai barang-barang hasil industri. Konsumen adalah setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga, tidak untuk memproduksi barang/jasa lain atau memperdagangkanya kembali.40

Dalam hukum pengangkutan yang dimaksud dengan pihak adalah mereka yang secara langsung terkait dalam pengangkutan dan serta memenuhi kewajiban dan memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan, mereka adalah pengangkut

(carrier) yaitu pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan

pengangkutan dari suatu tempat ketempat yang lain. Pengangkut (carrier) ini memiliki ciri seperti memiliki dokumen dan sebagai penerima ongkos dari penyelenggaraan pengangkut.

Pengirim (consigner, shipper) yang bila ditinjau dari segi perjanjian pengangkutan udara maka pengirim ini adalah pihak yang mengaitkan diri untuk membayar biaya pengangkutan atau barang yang diangkut, dan penumpang

(passanger) yaitu orang yang mengaitkan diri untuk membayar biaya

pengangkutan atas dirinya yang diangkut. Ciri-ciri dari penumpang itu sendiri adalah orang yang langsung membayar biaya angkutan dan memegang dokumen angkutan (tiket)

40

(33)

Agen perjalanan,(travel agent) agen perjalanan merupakan pihak yang mencarikan penumpang bagi pengangkut. Agen perjalanan bertindak untuk kepentingan pengangkut, atas kepentingan pengangkut itu pula agen perjalanan menyediakan fasilitas angkutan kepada penumpang dengan cara menjual tiket atas karcis kepada penumpang sedangkan penumpang harus membayar suatu biaya angkutan yang telah disediakan

Sebenarnya kedudukan antara penyedia jasa dan konsumen adalah setara karena hubungan antara pihak tersebut sederajatdan timbal balik serta memiliki hak dan kewajiban yang timbal balik pula.

2. Hak dan kewajiban para pihak

Adanya perjanjian oleh para pihak dalam penerbangan, menyebabkan tibulnya hubungan hukum antara para pihak. Hubungan hukum tersebut yaitu adanya hak dan kewajiban para pihak, yaitu penumpang sebagai Konsumen dan Perusahaan Pengangkutan Udara sebagai Penyedia Jasa.

a. Hak dan kewajiban konsumen

Hak penumpang sebagai konsumen sebagaimana tertuang dalam pasal 4 undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen adalah sebagai berikut :

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

(34)

keselamatan, jiwa dan harta benda penumpang, serta harus menjamin kenyamanan, keamanan, dan keselamatan penumpang.

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang disajikan. Tentu saja penumpang jasa penerbangan tidak mau mempergunakan jasa penerbangan yang dapat mengancam keselamatan, jiwa dan hartanya. Untuk itu penumpang harus diberi kebebasan dalam memilih jasa penerbangan yang akan dipergunakanya. Kebebasan memilih ini berarti tidak ada unsur paksaan atau tipu daya dari perusahaan pengangkutan udara agar penumpang memilih jasanya.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

Sebelum memilih, penumpang jasa penerbangan tentu baru memperoleh informasi yang benar mengenai jasa penerbangan yang akan dipergunakanya, karena informasi inilah yang akan menjadi landasan bagi penumpang dalam memilih. Untuk itu sangat diharapkan agar perusahaan pengangkutan udara memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai jasa penerbangan yang ditawarkanya.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhanya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

(35)

perusahaan pengangkutan udara juga diuntungkan karena dengan adanya berbagai pendapat dan keluhan, perusahaan pengangkutan udara memperoleh masukan untuk meningkatkan daya sainganya.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengeketa perlindungan konsumen secara patut.

Perusahaan pengangkutan udara tentu sangat memahami mengenai jasanya. Sedangkan disisi yang lain, penumpang jasa penerbangan sama sekali tidak memahami apa saja proses yang dilakukan oleh perusahaan pengangkutan udara guna menyediakan jasa penerbangan yang dipergunakanya. Sehingga posisi penumpang lebih lemah dibanding perusahaan pengangkutan udara. Oleh karena itu diperlukan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa yang patut bagi penumpang. Patut berarti tidak memihak pada salah satu pihak dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

Sudah disebutkan sebelumnya bahwa posisi penumpang jasa penerbangan lebih lemah dibanding posisi perusahaan pengangkutan udara. Untuk itu perusahaan pengangkutan udara harus memberikan pembinaan dan pendidikan tersebut mengenai sebagaimana cara mempergunakan jasa penerbangan agar bermanfaat bagi penumpang, bukanya berupaya untuk mengeksploitasi penumpang.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

(36)

penumpangnya, tanpa memandang perbedaan idiologi, agama, suku, kekayaan, maupun status sosial. Lalu bagaimana dengan perbedaan kelas bisnis dan ekonomi pada maskapai penerbangan. Adanya kelas bisnis atau ekonomi didasarkan pada hubungan kontraktual. Sebelumnya sudah ada perjanjian antara penumpang dan perusahaan pengangkutan udara.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Bila dalam penyelenggaraan jasa penerbangan tersebut melanggar pejanjian tiket atau surat muatan mengenai jadwal keberangkatan dan penumpang merasa dirugikan maka harus adanya kompensasi dan ganti rugi. Jenis dan jumlah ganti kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas kesepakatan masing-masing pihak. Untuk menghindar dari kewajiban memberikan ganti kerugian, sering terjadi perusahaan pengangkutan udara mencantumkan klausula-klausula khusus didalam perjanjian. Pencantuman secara sepihak demikian tetap tidak dapat menghilangkan hak penumpang untuk mendapat kerugian.

9. Hak – hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainya. Hak-hak konsumen yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan lainya, contohnya antaralain

(37)

Selain mempunyai hak, penumpang sebagai konsumen juga mempunyai kewajiban yang tidak kalah penting didalam pasal 5 Undang-undang perlindungan konsumen mempunyai kewajiban, yaitu :

1. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang bertujuan untuk menjaga keamanan keselamatan konsumen itu sendiri. Tidak bisa dipungkiri bahwa seringkalai penumpang tidak memperoleh manfaat yang maksimal, atau bahkan dirugikan dari mempergunakan jasa penerbangan. Namun setelah diselidiki, kerugian tersebut terjadi karena penumpang tidak mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian yang telah disediakan oleh perusahaan pengangkut udara, oleh sebab itu jika tidak ingin dirugikan penumpang harus mempergunakan jasa penerbangan sesuai dengan petunjuk informasi yang diberikan.

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa. Tak jarang pula penumpang tidak beritikad baik dalam transaksi atau mempergunakan jasa penerbangan. Hal ini tentu saja akan merugikan khalayak umum, dan secara tidak langsung penumpang telah merampas hak-hak orang lain.

(38)

4. Mengikuti sengketa perlindungan konsumen dengan patut. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, patut diartikan sebagai tidak berat sebelah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sesuai dengan pengangkutan udara yang telah diatur oleh undang-undang, bahwa setiap pihak memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing yang dilindungi dan diakui dimata hukum apabila terdapat bukti tertulis. Resiko akan ditanggung oleh pihak yang dimana kriterianya dikategorikan melalui prinsip tanggung jawab, hak, kewajiban dan tanggung jawab memiliki kekuatan hukum, dimana apabila ada salah satu pihak yang wanprestasi, maka pihak yang lain berhak mengklaim atau menuntut dengan ganti rugi. Perjanjian memang perjanjian privat yang dibuat oleh pihak pengangkut dan disetujui oleh pengguna jasa angkut, namun terhadap pihak ketiga yaitu pemerintah yang menjembatani hubungan diantara keduanya dengan membentuk undang-undang tentang pengangkutan udara, agar terjadi hubungan keseimbangan anatara pihak pengangkut dan pengguna jasapengangkutan. Disini terbukti dengan adanya klausula yang terdapat dalam dokumen pengangkutan adalah bersumber dari kitab undang-undang hukum perdata. Inilah yang merupakana tujuan diadakanya perjanjian dalam angkutan udara agar dapat terjaminya hak dan kewajiban dari masing-masing para pihak untuk dapat dilindungi oleh hukum.

D. Bentuk pelaksanaan perjanjian asuransi dalam pengangkutan udara.

(39)

dan diikuti aturanya oleh masing-masing para pihak dalam membuat suatu perjanjian tersebut, adapun bentuk-bentuk dari suatu perjanjian asuransi dalam pengangkutan udara ialah harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan di atur dalam ketentuanundang-undang, yang telah dibuat oleh perusahaan penerbangan yang disetujui dan disepakati oleh jasa penerima angkutan udara yaitu :

Pasal 2 undang-undang No.33 Tahun 1964 menjelaskan bahwa hubungan hukum pertanggungan wajib kecelakaan penumpang tercipta antara pembayar iuran dan penguasa dana. Berdasarkan hal ini, dapat dipahami dari segi hukum asuransi bahwa, penguasa dana berkedudukan sebagai penanggung dan pembayar iuran berkedudukan sebagai tertanggung. Penguasa dana sebagai penanggung memiliki tanggung jawab dalam bentuk memikul resiko kecelakaan yang mungkin dialami oleh pembayar iuran sebagai tertanggung. Penguasa dana sebagai penanggung detentukan dalam pasal 1 huruf e dan huru f pada peraturan pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang ketentuan-ketentuan pelaksanaan dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang. Menurut ketentuan pasal tersebut , pertanggungan adalah hubungan hukum antara penanggung, yaitu perusahaan negara (menurut Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 Tentang Perusahaan Negara), khusus yang ditunjuk oleh Mentri Keuangan untuk itu, yang bernama PT Asuransi Jasa Raharja, dan dengan penumpang alat angkutan umum yang sah (tertanggung).41

Pembayaran iuran sebagai tertanggung diatur didalam pasal 3 Undang-undang No. 3 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan

41

(40)

Penumpang, yang menentukan bahwa setiap penumpang yang sah dari kenderaan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang perusahaan nasional, dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, wajib membayar iuran melalui pengusaha/pemilik perusahaan yang bersangkutan untuk menutup akibat keuangan disebabkan kecelakaan penumpang dalam perjalanan. Akan tetapi, penumpang kenderaan bermotor umum dalam kota dibebaskan dari pembayaran iuran wajib. Kenderaan bermotor umum adalah setiap kenderaan yang digerakkan oleh mesin, yang digunakan untuk mengangkut barang dan/atau orang, dengan memungut bayaran terhadap orang yang menggunakanya. Berdasarkan ketentuan ini, sudah jelas bahwa yang berkedudukan sebagai tertanggung adalah setiap penumpang yang sah, yang wajib membayar iuran melalui perusahaan angkutan yang bersangkutan, kecuali penumpang dalam angkutan kota.42

Pasal 11 peraturan pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 Tentang ketentuan-ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, menentukan bahwa besarnya pembayaran ganti kerugian pertanggungan dalam hal kematian, cacat tetap, maksimum penggantian biaya-biaya perawatan dan pengobatan dokter serta penggantian biaya penguburan, ditentukan oleh mentri keuangan.43

Dalam pasal 10 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 Tentang ketentuan-ketentua Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan penumpang, hanya menjelaskan tentang besarnya jumlah ganti rugi secara presentase saja. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa ketentuan pemberian jumlah ganti rugi dalam ketentuan pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 Tentang

42

Ibid, hlm.206-207 43

(41)

ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang masih belum konkret atau masih belum secara jelas diterangkan.

Namun, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara, besarnya jumlah ganti rugi yang akan diberikan kepada penumpang angkutan udara, sudah secara jelas tertulis berapa besar rupiahnya. Hal ini dapat kita lihat dalam pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara.

Menurut Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965, jangka waktu tuntutan ganti kerugian pertanggungan yang diperbolehkan untuk diajukan kepada PT Asuransi Jasa Raharja setempat dengan atau tanpa perantaraan pengusaha atau pemilik alat angkutan penumpang umum yang bersangkutan adalah 6 (enam) bulan sesudah terjadi kecelakaan. Untuk pembuktian keabsahan suatu tuntutan ganti kerugian pertanggungan, wajib diserahkan surat-surat bukti, sebagaimana yang telah ditentukan dalam pasal 17 berikut ini.44

a. Dalam hal kematian :

(1) Proses verbal polisi lalu lintas atau lain yang berwenang tentang kecelakaan yang telah terjadi dengan alat angkutan umum yang bersangkutan, yang mengakibatkan kematian pewaris penuntut.

(2) Keputusan hakim atau pihak berwajib lain yang berwenangtentang pewarisan yang bersangkutan.

(3) Surat-surat keterangan dokter dan bukti lain yang dianggap perlu untuk pengesahan fakta kematian yang terjadi.

44

(42)

b. Dalam hal cacat tetap atau cedera :

(1) Proses verbal polisi lalu lintas atau lain yang berwenang tentang kecelakaan yang telah terjadi dengan alat angkutan oenumpang umum yang bersangkutan, yang cacat/cedera pada penuntut.

(2) Surat keterangan dokter tentang jenis cacat tetap/cedera yang telah terjadi sebagai akibat kecelakaan tersebut.

(3) Surat bukti lain yang dianggap perlu untuk pengesahan fakta cacat tetap/cedera yang terjadi.

Apabila penanggung (Direksi PT Asuransi Jasa Raharja) telah memperoleh keyakinan tentang keabsahan tuntutan secara lain dari yang disebutkan diatas, pembayaran ganti kerugian pertanggungan dapat pula dilakukan berdasarkan surat-surat bukti dan kenyataan-kenyataan lain ( Pasal 17 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965). Setelah pembayaran ganti kerugian dilaksanakan, penanggung (Direksi PT Asuransi Jasa Raharja) tidak mempunyai kewajiban apapun lagi untuk melakukan pembayaran selanjutnya (Pasal 18 Ayat(3) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965). Dengan kata lain, asuransi sosial kecelakaan penumpang sudah berakhir.45

Tidak semua ganti kerugian atas suatu pertanggungan akan diberikan, adakalanya hak atas ganti kerugian pertanggungan menjadi gugur, apabila:

a. Tuntutan pembayaran ganti kerugian pertanggungan tidak diajukan dalam waktu enam bulan setelah terjadinya kecelakaan yang bersangkutan; b. Tidak diajukan gugatan terhadap PT Asuransi Jasa Raharja pada

pengadilan perdata yang berwenang dalam waktu enam bulan, sesudah

45

(43)

tuntutan pembayaran ganti kerugian pertanggungan ditolak secara tertulis oleh Direksi;

c. Hak atas ganti kerugian pertanggungan tidak direalisasikan dengan suatu penagihan kepada PT Asuransi Jasa Raharja atau kepada instansi pemerintah atau pihak lain yang ditunjuk, dalam waktu tiga bulan setelah hak tersebut diakui ditetapkan atau disahkan.

Pada perjanjian angkutan penerbangan teratur tidak dijumpai suatu perjanian tertulis, dokumen angkutan seperti tiket penumpang, tiket bagasi dan surat muatan udara bukan merupakan suatu perjanjian angkutan udara, tetapi hanya merupakan suatu bukti adanya perjanjian angkutan udara; karena tanpa diberikanya dokumen angkutan tetap ada suatu perjanjian angkutan.46

46

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati performa katalis basa NaOH dan Zeolite/NaOH dalam produksi biodiesel berdasarkan perolehan kandungan senyawa ester pada

LACARRA, José María, Notas para la formación de las familias de fueros de Navarra, Anuario de Historia del Derecho Español, 10 (1933), pp. - Historia política del Reino

Penelitian payung dapat dikembangkan dan dilaksanakan untuk mempercepat studi dengan cara- cara: (a) Menentukan tema penelitian payung oleh dosen, dalam hal

Beliau menggunakan pendekatan kualitatif untuk menelusuri pembelajaran dalam budaya komputasional, mempelajari bagaimana lingkungan bahasa pemrograman Scratch dan komunitas

Salah satu cara mengatasi kelemahan tepung ubi jalar oranye adalah dengan melakukan proses pengolahan melalui pemberian perlakuan awal (pre-treatment)

Three kinds of media (maize + SSCE, rice + SSCE and SDB) were used in the processing of liquid bioinsecticide from entomopathogenic fungi were better for fungal culturing than were

Berdasarkan proses analisis dari masalah yang telah dijelaskan sebelumnya maka akan dibangun sebuah sistem aplikasi translator bahasa Indonesia – Sunda, Sunda – Indonesia

Model pembelajaran kolaboratif dengan strategi Word Problem Roulette (WPR) adalah suatu model pembelajaran dipadukan dengan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk