• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pemerintahan dan Politik di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sistem Pemerintahan dan Politik di"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

http://www.beritasatu.com/asia/254362-dua-menteri-jepang-disebut-terkait-kasus-donasi-politik.html

Tokyo - Sebuah laporan dana politik menunjukkan bahwa donasi yang kontroversial diberikan bagi cabang-cabang partai politik yang dikepalai Menteri Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga serta Deputi Perdana Menteri dan Menteri Keuangan Taro Aso.

Disebutkan, undang-undang pengendalian dana politik Jepang secara prinsip melarang perusahaan-perusahaan memberikan donasi politik selama setahun setelah diberikan subsidi negara.

Peraturan itu mengatakan, para politisi dilarang menerima donasi jika mereka mengetahui subsidi tersebut. Dikatakan juga donasi dari perusahaan-perusahaan seperti itu tidak boleh diterima kecuali ditujukan bagi proyek-proyek nirlaba.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa cabang Partai Demokratik Liberal (LDP) yang dipimpin oleh Menteri Aso menerima sekitar 1.000 dolar dari perusahaan peralatan pendingin udara di Tokyo pada Desember 2013.

Perusahaan itu diberitahukan oleh badan penasehat yang menangani hal ini bagi kementerian, bahwa perusahaan itu telah diberikan subsidi dari kementerian pertanahan.

Menteri Aso mengatakan kepada para wartawan hari ini, Rabu (4/3) bahwa kasus itu tengah diselidiki. Ia mengatakan jika donasi itu dianggap legal, ia mungkin membiarkan cabang LDP yang dipimpinnya menyimpan uang itu.

Cabang LDP lain yang dikepalai oleh Menteri Suga didapati telah menerima donasi senilai sekitar 420 dolar dari perusahaan pertamanan di kota Yokohama pada Agustus 2013 atau setelahnya. Perusahaan itu diberikan subsidi terkait dengan kementerian pertanian.

Menteri Suga mengatakan cabang itu menerima donasi tersebut, namun dirinya tidak mengetahui kalau pemberinya telah menerima subsidi. Ia menambahkan uang tersebut dikembalikan setelah adanya konfirmasi bahwa perusahaan tersebut menerima subsidi negara.

(2)
(3)

Sistem Pemerintahan dan Politik di Jepang

Ditulis pada September 20, 2011

Materi Kuliah I

I. Sistem Pemerintahan Pada Masa Feodal

Untuk mengontrol wilayah Jepang yang memiliki luas 377.815 km2 yang merupakan kumpulan dari 6.852 pulau, dan untuk mengurusi penduduk yang berjumlah sekitar 128 juta (2011), Jepang menyelenggarakan sistem pemerintahan modern yang merupakan adopsi dari berbagai negara, terutama negara-negara di Eropa. Namun, sistem pemerintahan tradisional Jepang merupakan adaptasi dari sistem pemerintahan di Cina.

Untuk memahami sistem pemerintahan modern di Jepang, analisa terhadap sistem pemerintahan tradisional perlu dilakukan. Sebelum mengalami modernisasi, pada masa feodal (1185-1603) pemerintahan Jepang menerapkan sistem pemerintahan yang menempatkan shogun sebagai pemimpin tertinggi yang memiliki kekuasaan penuh, sementara kaisar hanyalah sebagai boneka dengan sedikit kekuatan politik. Periode ini diawali oleh Minamoto no Yoritomo (源の頼朝) yang membangun model pemerintahan yang dikenal dengan sebutan bakufu (幕府) atau pemerintahan shogunat. Shogunat yang pertama dikenal dengan nama Kamakura bakufu (鎌倉 幕府) di Kamakura[1] pada tahun 1192. Model pemerintahan shogunat terdiri dari dua divisi utama yaitu, divisi samurai dan divisi pengadilan/hukum.

Para shogun diberikan kekuasaan militer oleh kaisar, dan mereka juga dibantu oleh para daimyō

(大名) yang merupakan tuan tanah semenjak abad ke-10 hingga awal abad ke-19. Para daimyō

memiliki hak kepemilikan tanah secara turun-temurun dan bahkan tentara untuk melindungi tanah dan pekerjanya. Tak jarang, daimyō dapat meningkat statusnya menjadi shogun. Daimyō

pada masa Kamakura disebut Gokenin (ご家人) dan pada periode Muromachi (1336-1573), kelas Gokenin dihapuskan dan diganti dengan Kelas Daimyō.

Sistem shogunat sebagai dasar pemerintahan pada masa Kamakura berangsur hilang pada akhir periode ini. Kaisar terakhir pada periode ini, Go-Daigo mengembalikan kekuasaan kepada kekaisaran karena menganggap shogunat gagal menghadapi serangan tentara Mongol (1268 dan 1281). Para shogunat tidak terlalu tertarik dengan hubungan luar negeri, dan mereka

mengabaikan sinyal-sinyal rencana penyerangan tentara Kubilai Khan dari Mongolia.

(4)

Namun upaya Go-daigo untuk menempatkan kaisar sebagai pemimpin utama tampaknya kurang berhasil kaena pada tahun 1336 berdirinya Shogunat Ashikaga (足利幕府) yang selanjutnya disebut Periode Muromachi(室町幕府). Ashikaga Takauji mendapat dukungan dari samurai yang menentang keputusan Go-Daigo. Ashikaga memerintah wilayah Jepang dari Kyoto. Adapun Kaisar Go-Daigo membangun markasnya di dekat Kota Nara.

Pemerintahan selanjutnya diteruskan oleh Oda Nobunaga (織田信長) seorang daimyō yang berhasil mengusir Ashikaga Yoshiaki, shogun terakhir Ashikaga bakufu dari Kyoto. Nobunaga merupakan daimyō yang kuat dan memiliki strategi kepemimpinan yang unik. Dia membangun Benteng Azuchi di daerah Shiga yang berdekatan dengan Danau Biwa dan Kyoto. Benteng ini berfungsi untuk mengawasi pergerakan musuh dan juga sebagai tempat perlindungan dari konflik yang terjadi di kota. Masa kepemimpinan Nobunaga beserta para daimyō yang meneruskannya, yaitu Toyotomi Hideyoshi (豊臣秀吉), dan Tokugawa Ieyasu (徳川家康) merupakan periode menuju penyatuan wilayah Jepang yang tercapai pada tahun 1590. Namun, dari ketiganya, hanya Tokugawa Ieyasu yang berhasil mendapatkan gelar Sei-Taishogun (征夷大将軍), lalu

mendirikan Shogunat Tokugawa pada tahun 1603.

Penggambaran tentang perjuangan ketiganya dalam penyatuan Jepang dilukiskan sebagai sebuah proses pembuatan kue mochi, Nobunaga menumbuk tepung berasnya, Hideyoshi yang

mengulennya, dan Tokugawa yang menyantapnya[2].

Masa kepemimpinan Nobunaga dan Hideyoshi dikenal sebagai periode Azuchi dan Momoyama[3], sedangkan shogunat Tokugawa juga dikenal sebagai periode Edo[4] yang berlangsung dari tahun 1603-1868.

II. Sistem Pemeritahan Semi Modern Shogun Tokugawa

Tokugawa pada dasarnya meneruskan sistem shogunat, dan juga mempertahankan sistem kasta/kelas-kelas dalam masyarakat Jepang sebagaimana yang dilakukan oleh Hideyoshi. Di bawah daimyō terdapat para tentara yang merupakan para samurai. Para samurai menduduki status sosial tertinggi setelah para daimyō. Samurai memiliki kelebihan yaitu dapat membuat sendiri nama keluarganya dan membawa dua pedang. Nama samurai pada masa itu tidak sama dengan nama-nama orang Jepang pada masa sekarang yang hanya terdiri dari dua kata saja yaitu, nama keluarga dan nama sendiri[5]. Orang-orang Jepang dewasa ini yang menggunakan nama keluarga samurai masih disegani oleh masyarakat Jepang. Para samurai bukanlah kalangan terpelajar, namun mereka memiliki konsep perilaku seorang ksatria, yang dikenal dengan istilah

bushidō (武士道). Apabila seorang samurai melanggar bushidō, maka dia harus melakukan

seppuku (切腹) atau hara-kiri(腹 切り)yaitu dengan menusuk perut mereka dengan

pedangnya. Sekalipun kalangan samurai didominasi oleh kalangan laki-laki, terdapat pula wanita yang menjadai samurai.

(5)

Kelas ketiga diisi oleh para tukang besi dan tukang kayu yang akan membuat pedang-pedang para samurai. Adapun kelas keempat adalah para pedagang. Di antara semua kasta tersebut, kelas pedagang adalah kalangan yang paling memiliki kesempatan untuk mendidik anak-anak mereka, sebab mereka yang mengendalikan peredaran uang dalam masyarakat.

Sistem pemerintahan Tokugawa menempatkan kaisar sebagai penguasa tertinggi Jepang. Oleh karena itu kaisar yang berkedudukan di Kyoto berwenang mengeluarkan kebijakan dan selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Tokugawa sebagai shogun yang pada waktu itu

berkedudukan di Tokyo. Untuk kelancaran sistem tersebut, maka Tokugawa membentuk Kyōto Shoshidai (京都所司代) yang bertugas menjadi penghubung antara shogunat dengan keluarga kekaisaran.

Pemerintahan Tokugawa juga dikenal sebagai pemerintahan semi modern dan dikatator militer. Shogunat Tokugawa mulai membuka diri dengan asing sejak tahun 1600-an. Perdagangan dengan pedagang dari Eropa dan Cina dilakukan sebelum pada akhirnya diterapkannya kebijakan

sakoku (鎖国) pada tahun 1653.

Struktur pemerintahan Shogunat Tokugawa sangat kompleks, di bagian tertinggi setelah shogun terdapat tairō (大老) atau sesepuh yang berperan sebagai penasehat. Selain itu terdapat rōjū

(老 中) atau Menteri Senior yang membawahi pejabat-pejabat lain, terlibat dalam pembagian daerah, memberikan masukan kepada shogun, dan penghubung dengan keluarga kaisar. Intinya menteri senior bertanggung jawab terhadap semua bidang pemerintahan yang dalam sistem modern dipegang oleh para menteri dalam kabinet.

Selain itu terdapat Dewan Wakadoshiyori (若年寄) beranggotakan 4 orang yang bertugas mengurusi keperluan hatamoto (旗本) atau para samurai, dan gokenin (ご家人) atau daimyō . Lembaga lain yang dibentuk oleh shogunat Tokugawa adalah Soba yōnin (側用人) yang berperan menghubungkan antara rōju dengan shogun.

Untuk mengurusi masalah keagamaan dibentuk jisabugyō (時差奉行) dan untuk  mengurusi para daimyo di daerah Shikoku dan menjaga Benteng Osaka, dibentuk Oosakajō dai (大阪城代). Anggota dari Oosakajō dai adalah para fudaidaimyō (譜代大名) atau daimyō teratas di

keshogunan Tokugawa. Adapun untuk menjaga keamanan di daerah Kyoto dan untuk berhubungan dengan kekaisaran, dibentuk Kyōtoshoshidai (京都所司代).

Di bawah Menteri Senior terdapat sejumlah orang yang bertugas menyelidiki kelompok masyarakat di bawah dan para daimyo serta istana kekaisaran apabila terjadi praktek

administrasi yang salah, korupsi dan untuk mencegah terjadinya pemberontakan. Mereka adalah oometsuke (大目付)yang bertugas mengawasi para daimyō , dan metsuke (目付) yang

mengawasi masyarakat awam di bawah para daimyō . Mereka bertanggung jawab kepada ryō ju dan wakadoshiyori.

Adapun pelaksanaan pemerintahan dipegang oleh 3 lembaga administrasi atau sanbugyō (三奉 行), yaitu jishabugyō (寺社奉行), yang bertugas dalam urusan keagamaan (Buddha dan Shinto),

(6)

(天領) atau daerah kekuasaan shogun; dan machibugyō (町奉行) yang merupakan pelaksana pemerintahan di daerah/lokal. Petugas machibugyō memiliki cakupan tugas yang luas, mereka dapat bertugas sebagai walikota, kepala polisi, kepala pengadilan, kepala pemadam kebakaran, tetapi tidak bertanggung jawab untuk mengurusi para samurai.

Pemerintahan di daerah yang merupakan wilayah kekuasaan shogun dikontorol oleh gundai (郡 代) dan daikan (代官). Daikan bertugas menjadi wakil pemerintahan pusat dalam mengontrol daerah-daerah yang relatif luas. Sementara untuk daerah yang lebih kecil luasannya dipimpin oleh seorang gundai. Selain itu terdapat lembaga Kurabugyou (蔵奉行) yang bertugas

mengontrol lumbung/gudang beras keshogunan. Daikan, gundai dan kurabugyō bertanggung jawab kepada kanjōbugyō .

Shogunat Tokugawa juga berbeda dengan shogunat sebelumnya, karena inisiatifnya memberntuk lembaga gaikokubugyou (外国奉行) yang bermarkas di Nagasaki dan Kanawaga. Lembaga ini bertugas untuk mengurusi hubungan dan kerjasama dengan negara-negara di dunia.

III. Sistem Pemerintahan Modern Era Meiji

Pemerintahan modern Jepang diawali pasca restorasi Meiji atau Meiji ishin (明治維新). Shogun terakhir dalam keshogunan Tokugawa ke-15 yaitu, Tokugawa Yoshinobu menyerahkan

kekuasaannya kepada kaisar pada tahun 1867. Namun ketidakpuasan Yoshinobu karena

kekaisaran tidak memberikannya kedudukan yang penting pada akhirnya menimbulkan Perang Boshin(戊辰戦争) pada tahun 1868-1869. Gejala penentangan pada keshogunan Tokugawa sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 1866, ketika aliansi Satchou atau Satsuma Chōsuu dōmei (薩摩長州同盟) yang merupakan gabungan antara Satsuma han (薩摩藩)dan Choushuu han (長州藩), dua klan yang paling berkuasa pada akhir shogun Tokugawa. Aliansi dipelopori oleh Sakamoto Ryōma (坂本龍馬). Dalam Perang Boushin, pasukan dan antek-antek Yoshinobu berhasil ditaklukkan, dan hal ini menjadi awal sistem kekaisaran yang kuat di Jepang.

Periode Meiji membawa Jepang pada keterbukaan pada dunia luar, terutama Eropa yang berakibat pada perubahan besar-besaran dalam sistem pemerintahannya. Hal yang pertama kali dilakukan adalah merombak sistem pemerintahan shogunat melalui penyusunan Seitaisho (正大 将) yang dilakukan oleh Fukuoka Takachika (福岡孝弟)dan Sōjima Taneomi(副島種臣) yang mengenyam pendidikan di Barat.

Struktur pemerintahan pusat atau daijō kan (太政官) yang dibentuk pada tahun 1868, merupakan kombinasi antara struktur pemerintahan pada periode Nara dan Heian dan sistem pemerintahan di barat. Daijō kan terdiri dari lembaga legislatif, lembaga eksekutif, urusan Shinto, keuangan, militer, hubungan luar negeri, dan urusan dalam negeri. Kementerian Kehakiman dibuat terpisah, sama seperti yang diterapkan di barat.

(7)

dengan pengontrolan penuh dari pemerintah pusat. Para daimyō diperintahkan untuk

menyerahkan semua kekuasaan mereka kepada kaisar. Selanjutnya pemerintah pusat membentuk dewan perwakilan di setiap prefektur, municipal, kota dan desa.

Adapun pemerintah pusat mengadakan reorganisasi pada tahun 1869 untuk memperkuat kekuasaan pusat, dengan membentuk Majelis Nasional sebagai lembaga tertinggi, membentuk Dewan Penasihat atau sangi (参議) dan delapan kementrian yaitu, Kementerian Dalam Negeri, Kementrian Luar Negeri, Keuangan, Angkatan Darat, Angkatan Laut, Urusan Rumah tangga kekaisaran, Kehakiman, Pekerjaan Umum, dan Pendidikan.

Sekalipun Majelis Nasional adalah lembaga tertinggi, sistem pengambilan keputusan dilakukan secara tertutup oleh hanbatsu (藩閥) atau oligarki Meiji yang beranggotakan klan-klan yang mendirikan dinasti Meiji yaitu Klan Satsuma, Chōshuu, Tosa, Hizen, dan dari Pengadilan Kerajaan). Sistem oligarki menyebabkan kecemburuan di kalangan klan yang lain, dan memicu gerakan pembentukan Konstitusi Jepang. Pada tahun 1875 berlangsung Konferensi Osaka yang menghasilkan reorganisasi pemerintahan dengan pembentukan Genrōin (元老院) yang

merupakan majelis yang keanggotaannya ditunjuk oleh kaisar. Genrōin beranggotakan keluarga kaisar, pejabat tingkat atas dan para pakar. Mereka bertugas untuk mereview dan

merekomendasikan kebijakan yang diusulkan, tetapi tidak memiliki kekuatan untuk

menghasilkan kebijakan. Genrōin juga ditugaskan untuk menyusun draft konstitusi pada tahun 1876, tetapi kemudian draft yang mereka ajukan ditolak karena terlalu liberal. Genrōin pada tahun 1890 diganti menjadi kokkai (国会) atau Parlemen Nasional.

Berdasarkan Konstitusi Meiji yang dirilis pada tahun 1889, dibentuk Imperial Diet atau Teikoku gikai (帝国議会) pada tanggal 29 November 1890. Parlemen Imperial ini terdiri dari House of Representative (Majelis Rendah) dan House of Peers (Kizokuin =貴族院). Anggota dari House of Representative dipilih langsung oleh Kaisar, dan adapun anggota Kizokuin dipilih dari keluarga kaisar. Kizokuin adalah bentuk tiruan dari the British House of Lords.

Pada tahun 1869, pemerintah Meiji menciptakan silsilah kekeluargaan dalam kekaisaran dan kebangsawanan di Jepang, dengan menyatukan lembaga pengadilan (kuge=公家) dan para daimyou menjadi sebuah kelas bangsawan yang dikenal sebagai kazoku (家族). Pada peraturan imperial tahun 1884, kazoku dibagi menjadi lima golongan yang mirip dengan pembagian strata kerajaan di Inggris (European Prince (duke), marquis, count, viscount, baron).

Anggota dari House of Peers adalah :

1. Putra Mahkota dari usia 18 tahun

2. Semua pangeran (shinnou) dan pangeran yang memiliki darah kekaisaran yang berusia di atas 20 tahun.

(8)

4. 150 orang wakil yang dipilih berdasarkan ranking counts, viscounts, dan baron, yang berusia di atas 25 tahun

5. 150 anggota tambahan yang dipilih oleh Kaisar

6. 66 orang yang dipilih untuk mewakili 6000 orang pembayar pajak tertinggi.

IV. Sistem Pemerintahan Monarki Konstitusional

Perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan Jepang adalah tatkala dibentuk pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Dengan adanya desakan pembentukan konstitusi, maka model pemerintahan yang menempatkan personal yang berjasa sebagai pejabat tinggi negara,

dihapuskan dan diganti dengan sistem pemilihan yang modern dan demokratis. Pada masa sebelum perang, diangkatnya seseorang menjadi shogun atau terbangunnya sebuah shogunat baru terjadi karena faktor kemenangan dalam peperangan antara pihak shogunat lama dengan oposisinya. Sebaliknya, pemerintahan kekaisaran berganti secara turun temurun dengan mempertahankan silsilah dan garis keturunan kekaisaran.

Dengan adanya konstitusi, maka pemerintahan akan dikendalikan secara demokratis, dan pemilihan pejabat pemerintahan tidak lagi berdasarkan azas kekeluargaan dan atau akibat peperangan, tetapi diselenggarakan secara konstitusional.

Konstitusi Jepang diberlakukan pada 3 Mei 1947, yang memuat delapan pasal pokok tentang kekaisaran, penolakan terhadap peperangan, hak dan kewajiban rakyat, lembaga legislatif negara, kabinet, pengadilan, keuangan, dan pemerintah lokal.

Dengan terbentuknya konstitusi Jepang, model pemerintahan yang dipilih selanjutnya adalah Monarki konstitusional. Dalam model ini, kaisar adalah simbol negara dan pemersatu negara. Kaisar tidak memiliki kekuasaan yang berkaitan dengan pemerintahan, dan semua kegiatan kaisar adalah resmi dan merupakan seremonial yang memerlukan masukan dan nasehat dari parlemen. Selain itu, kaisar juga berperan sebagai duta diplomatik.

Kaisar pertama di bawah sistem monarki konstitusi adalah Kaisar Akihito yang merupakan Kaisar ke-125 dan masih memegang tahta pada saat ini. Dia merupakan putra dari Kaisar Showa dan Permaisuri Kojun. Menempuh pendidikan di bidang Ilmu Politik dan Ekonomi di

Universitas Gakushuin tetapi tidak mendapatkan gelar akademik dari institusi ini. Minatnya justru berkembang di bidang biologi kelautan, mengikuti jejak ayahnya. Banyak karya ilmiah yang ditulisnya tentang bidang ini, dan juga tulisannya tentang sejarah ilmu sains di jaman Meiji yang diterbitkan di Jurnal Science dan Nature. Dia diangkat menjadi kaisar pada 7 Januari 1989 setelah kematian ayahnya. Dan hari setelah pengangkatannya disebut sebagai Tahun Heisei (平 成) atau Tahun Pembangunan Perdamaian. Beliau menikah dengan Putri Michiko, dan memiliki 3 orang anak, yaitu Pangeran Naruhito (Hiro no miya), Pangeran Akishino (Aya no miya), dan Putri Sayako (Nori no miya).

(9)

Universitas Gakushuin. Dan kemudian memperdalam bidang sejarah transportasi Sungai Thames pada abad ke-18 di Merton College, Cambridge University. Naruhito menikah dengan Owada Masako, putrid seorang diplomat, dan juga merupakan lulusan Harvard University bidang Ekonomi, lalu melanjutkan perkuliahan di Universitas Tokyo. Masako adalah seorang diplomat sebelum menikah dengan Pangeran Naruhito. Mereka memiliki seorang anak, Putri Aiko yang lahir pada 1 Desember 2001.

Dalam konstitusi Jepang, pengganti kaisar atau putra mahkota adalah anak yang berjenis kelamin laki-laki. Oleh karena itu, status Putri Aiko sebagai putra mahkota dipermasalahkan. Dan karena istri putra kedua kaisar, Pangeran Akishino, pada tahun 2006 melahirkan seorang anak laki-laki (anak ketiga), Pangeran Hisahito Shinno, maka selama Pangeran Naruhito tidak memiliki anak laki-laki, putra mahkota akan berpindah ke Pangeran Hisahito. Semula PM Shinzo Abe pada tahun 2007 mengusulkan sebuah proposal tentang kemungkinan diangkatnya seorang putri untuk menjadi penerus tahta kekaisaran, namun sejak kelahiran Hisahito, proposal ini tampaknya akan ditentang, sehingga kekaisaran Jepang akan tetap mempertahankan tradisi lama, bahwa penerus kekaisaran adalah seorang putra mahkota.

V. Sistem Parlementer Jepang

Berdasarkan konstitusi Jepang, Parlemen atau kokkai (国会) adalah lembaga tertinggi negara dan lembaga yang berhak mengeluarkan kebijakan dan perundangan. Parlemen Jepang mengadopsi sistem parlemen dua kamar (bicameral) yang diterapkan di Inggris. Ada dua badan dalam Kokkai yaitu, Shugiin (衆議院) atau House of Representative (Majelis Rendah) dan Sangi in (参議院) atau House of Councillors (Majelis Tinggi).

Majelis Rendah terdiri dari 480 anggota yang memiliki masa jabatan 4 tahun dan langsung dipilih oleh rakyat. Masa 4 tahun tidaklah mutlak karena dapat dibubarkan oleh PM dengan mosi tidak percaya. Pemilih yang berhak memilih adalah warganegara Jepang yang berusia 20 tahun, dan yang berhak dipilih adalah warganegara berusia 25 tahun, dengan persyaratan memiliki deposito sebesar 300 juta untuk calon tunggal di sebuah distrik atau yang dikenal sebagai shousenkyoku (小選挙区) atau single-seat electoral district, dan 600 juta yen untuk calon yang berasal dari daerah pemilihan yang dikenal sebagai hireiku (比例区) atau proportional

representation constituency. Adapun tugas dan wewenang Majelis Rendah adalah : mengajukan usulan kebijakan, berperan dalam pemilihan PM, menetapkan anggaran keuangan, menerima pengunduran diri kabinet (PM dan menteri), dan masalah ratifikasi perjanjian. Dengan suara 2/3, Majelis Rendah dapat memveto keputusan Majelis Tinggi.

Dari segi keluasan wewenang, Majelis Rendah memiliki wewenang yang lebih luas daripada Majelis Tinggi. Semisal terdapat rancangan perundangan yang diveto oleh Majelis Tinggi, Majelis Rendah dapat menganulirnya dengan melakukan pemungutan suara dengan hasil kesepakatan minimal 2/3 anggota yang hadir. Tetapi, Majelis Rendah dapat dengan mudah dibubarkan oleh PM, dan sangat sensitif dengan pendapat dan opini rakyat. Sementara Majelis Tinggi tidak dapat dibubarkan.

(10)

itu pasti ada kesamaan pendapat antara kabinet dengan House of Common (shomin in =庶民員). Adapun di Jepang, PM harus dipilih dari anggota Majelis Rendah, dan Menteri Sekretaris Negara boleh dipilih dari Majelis Rendah atau Majelis Tinggi atau dari publik. Oleh karena itu kabinet bisa saja sependapat dengan Majelis Rendah, tetapi ada kalanya tidak sepakat.

Adapun majelis Tinggi memiliki masa jabatan 6 tahun yang dipilih per tiga tahun sekali. Majelis Tinggi merupakan bentuk terusan dari Kizokuin (貴族院) atau House of Peers yang

diberlakukan pada masa Meiji berdasarkan Konstitusi Imperial Jepang (11 Februari 1889~3 Mei 1947). Keanggotaannya berjumlah 242 orang yang merupakan warganegara Jepang minimal berusia 30 tahun. Anggota Majelis Tinggi separuhnya dipilih dalam Pemilu, dengan komposisi, 73 dipilih dari perwakilan tunggal dari 47 prefektur yang ada di Jepang (小選挙区), dan 48 dipilih secara nasional dengan sistem perwakilan dengan proporsi tertentu (比例区). Sekalipun tidak memiliki wewenang sebesar Majelis Rendah, kabinet harus tetap memperhatikan pendapat Majelis Tinggi, terutama berkaitan dengan masalah amandemen Konstitusi, sebab hak suara kedua majelis adalah sama. Dan ada banyak contoh keputusan/kebijakan perundangan yang diputuskan secara bersama oleh kedua majelis.

(11)

[1] Kamakura sekarang terletak di Kota Kamakura Prefektur

Kanagawa

[2] Duiker, William J.; Jackson J. Spielvogel (2006). World History, Volume II. Cengage Learning. pp. 463, 474. ISBN 0495050547., attributed to C.Nakane and

S.Oishi, eds., Tokugawa Japan

(Tokyo, 1990), p.14.

[3] Azuchi adalah nama benteng yang dibuat oleh Nobunaga, sedangkan Momoyama adalah nama benteng yang dibangun oleh Hideyoshi di Fushimi, Kyoto.

[4] Penamaan ini dilakukan karena ibukota shogunat berada di daerah Edo (sekarang Tokyo).

[5] Para samurai membuat namanya dari tiga kata, yaitu nama keluarga (姓=せい), alias (通称=つうしょう), dan

namanya sendiri (諱名=いみな). Contoh nama samurai adalah 辻 平右衛門直正 (つじへいうえも んなおまさ).Dia merupakan guru yang mengajar di sekolah samurai pada masa Edo. Kata 辻 adalah nama keluarganya, 平右衛 門 adalah nama aliasnya, dan 直 正 adalah namanya

sendiri.Dengan sistem penamaan yang sekarang, namanya menjadi 辻直正

Tentang iklan-iklan ini

Share this:

Perdana Menteri Yoshihiko NODA

Chief Cabinet Secretary Osamu FUJIMURA Minister of State for Okinawa

and NorthernTerritories AffairsMinister of State for Promotion of Local Sovereignty

Tatsuo KAWABATA

Minister of Justice Hideo HIRAOKA Minister of Foreign Affairs Koichiro GEMBA Minister of Finance Jun AZUMI Minister of Education, Culture,

Sports, Science and Tecchnology

Masaharu NAKAGAWA

Minister of Health, Labor, and Welfare

Yoko KOMIYAMA

Minister of Agriculture, Forestry, and Fisheries

Michihiko KANO

Minister of Economy, Trade, and

Industry Yoshio HACHIRO

Minister of Land, Infrastructure, Transport, and Tourism

Takeshi MAEDA

Minister of Defense Yasuo ICHIKAWA Minister of State for Consumer

Affairs and Food Safety

Kenji YAMAOKA

State Minister for National Policy, Economic and Fiscal Policy and Tax Reform

Motohisa FURUKAWA

Minister of State for the Corporation in support of Compensation for Nuclear Damage

Goshi HOSONO

Minister of State for Disaster Management

Tatsuo HIRANO

Minister of State for Government

RevitalizationMinister of State for the New Public

CommonsMinister of State for Measures for Declining

Birthrate, and Gender Equality

Renho MURATA

Minister of Postal Reform and Financial Services

Shozaburo JIMI

Senior Vice Minister Katsuyuki ISHIDAHitoshi GOTOIkko NAKATSUKA Parliementary Secretary Hiroshi OGUSHIKazuko

(12)

 Twitter

 Facebook8

Entri ini ditulis dalam 日本文化研究 oleh murniramli. Buat penanda ke permalink.

Tinggalkan Balasan

Blog di WordPress.com. Ikuti

Ikuti “

日本研究

Referensi

Dokumen terkait

Hasil kajian kelayakan teknis menunjukkan bahwa potensi bitumen padat sebagai bahan baku BBM sintetis akan menghasilkan perolehan minyak yang lebih tinggi jika umpan yang

Tujuan penelitian ini adalah; (1) Mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dan dukungan sosial dengan prokrastinasi akademik dalam menyelesaikan skripsi, (2) mengetahui

Dalam usaha untuk memahami bagaimana pandemik ini menjejaskan wanita dan kanak-kanak daripada keluarga berpendapatan rendah, kami telah bekerjasama dengan Dana Populasi Pertubuhan

+emba +embantu indi'idu untuk menolon) di*in/a ntu indi'idu untuk menolon) di*in/a sendi*i untuk men4adi sada* atau men)e*ti dan sendi*i untuk men4adi sada* atau men)e*ti dan

untuk menjadi kandidat adalah warga Yunani berusia 25 atau lebih pada tanggal pemilu, yang berhak untuk memilih dan tidak memenuhi kriteria diskualifikasi yang

Kegiatan pembuatan lubang resapan biopori dilaksanakan di Banjar Bukian dan Kiadan di lahan rumah maupun kebun warga, dimulai dengan kegiatan sosialisasi tentang manfaat Biopori

Kes indeks kepada kluster ini ialah kes Ke-34,455 yang merupakan seorang lelaki warganegara tempatan (Sarawak), berusia 35 tahun yang dikesan melalui saringan

Kubu raya, serta ada pengaruh positif norma subjektif terhadap minat berwirausaha sebesar 81,70% semakin tinggi norma subjektif (dukungan) dari keluarga maupun