• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan dan Analisa Perkembangan Regula

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tinjauan dan Analisa Perkembangan Regula"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Tinjauan dan Analisa Perkembangan Regulasi

IPTV di Indonesia

Arfan Nendi Ramadhan (55416120031)

Mahasiswa Pasca Sarjana, Magister Teknik Elektro(1)

Universitas Mercu Buana, Jakarta

55416120031@student.mercubuana.ac.id(1)

Dosen : DR Ir Iwan Krisnadi MBA

Abstrak— IPTV merupakan salah satu produk dari perkembangan teknologi yang sudah semakin konvergen. IPTV merupakan kombinasi dari penyiaran, telekomunikasi dan internet sehingga IPTV memiliki beberapa fasilitas yang merupakan keunggulan teknologi tersebut. ITU-T sebagai badan standarisasi internasional telah mengeluarkan beberapa rekomendasi terkait layanan IPTV, rekomendasi-rekomendasi tersebut dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah dalam mengatur layanan IPTV di Indonesia. Seperangkat regulasi harus diberlakukan oleh pemerintah untuk mengatur layanan IPTV agar Indonesia dapat menikmati manfaat dari perkembangan teknologi ini. Regulasi IPTV yang saat ini berlaku adalah Peraturan Menteri 06/PER/M.KOMINF O/2017,. Maksud dan tujuan dari pembahasan mengenai regulasi IPTV di Indonesia adalah untuk menganalisa peraturan yang berlaku saat ini di Indonesia, yaitu Peraturan Menteri 06/PER/M.KOMINF O/2017, beserta hal-hal apa yang harus dirumuskan pada peraturan IPTV di masa depan agar diperoleh suatu kesimpulan dan usulan yang bermanfaat bagi perkembangan layanana IPTV di Indonesia.

Keywords Internet Protocol Television(IPTV), Regulasi, ITU-T

I.PENDAHULUAN

Televisi kini telah berkembang dengan pesat, yang awalnya dari teknologi tv analog, sekarang telah berkembang menjadi sistem televisi teknologi digital. Karena sudah berbasiskan teknologi digital, sekarang akses untuk menonton siaran televisi tersebut sudah bisa menggunakan media internet. Hal seperti inilah yang melatarbelakangi lahirnya teknologi IPTV (Internet Protocol Television). IPTV yang memiliki pengertian sebagai "sebuah sistem teknologi digital dibidang layanan televisi dimana proses pengiriman datanya sudah menggunakan alamat IP (Internet Protocol) melalui infrastruktur jaringan Wireless maupun jaringan Wireline dengan akses kecepatan datanya yang menerapkan koneksi Broadband interne adalah generasi tv digital[1].

Sistem IPTV memungkinkan banyak jenis layanan yang dapat diberikan ke user, beberapa layanan IPTV antara lain live tv yaitu layanan berupa siaran televisi seperti layaknya kita menonton siaran televisi melalui perangkat televisi. video on demand, layanan seperti layaknya kita memutar media player seperti vcd player atau dvd player, konten pada layanan ini, seperti music on demand, movie on demand dan lain-lain. time shifted tv, layanan yang memungkinkan untuk menonton kembali program siaran televisi, layanan voip, serta layanan internet.[2]

Migrasi penyiaran televisi analog ke teknologi penyiaran televisi digital membawa perubahan yang radikal dalam kemajuan industri penyiaran[3]. Kemajuan ini juga dapat menjadi bumerang jika tidak diatur dengan baik, hal ini juga berlaku bagi layanan IPTV. Karena peraturan yang mengatur industri telekomunikasi, penyiaran dan internet tidaklah menjadi satu, maka pemerintah mendapat tantangan baru dalam mengeluarkan peraturan-peraturan bagi produk konvergensi yang mengandung unsur-unsur dari ketiga industri tersebut. Maksud dan tujuan dari pembahasan mengenai regulasi IPTV di Indonesia adalah untuk menganalisa peraturan yang berlaku saat ini di Indonesia, yaitu Peraturan Menteri 06/PER/M.KOMINFO/2017, beserta hal-hal apa yang mungkin harus dirumuskan pada peraturan IPTV di masa depan agar diperoleh suatu kesimpulan dan usulan yang bermanfaat bagi perkembangan layanan IPTV di Indonesia.

II. TINJAUPUSTAKA

A. Internet Protocol Television ( IPTV)

Definisi IPTV menurut ITU-T FG IPTV (International Telecommunication Union Focus Group on IPTV)

Recommendation Y.1910 (09/2008) adalah “ IPTV yaitu

layanan multimedia seperti televisi / video / audio / text / grafis / data yang disampaikan melalui jaringan berbasis IP yang dikelola untuk memberikan jaminan tingkat kualitas dalam hal layanan, keamanan, interaktivitas dan kehandalan”.

Sedangkan menurut Peraturan Menteri No. 30/Per/M.Kominfo/8/2009 tentang Penyelenggaraan IPTV di Indonesia, IPTV yaitu “ IPTV merupakan teknologi yang menyediakan layanan konvergen dalam bentuk siaran radio dan televisi, video, audio, teks, grafik, dan data yang disalurkan ke pelanggan melalui jaringan protokol internet yang dijamin kualitas layanannya, keamanannya, kehandalannya, dan mampu memberikan layanan komunikasi dengan pelanggan secara 2 (dua) arah atau interaktif dan real

time”.

Definisi IPTV menurut Alians Telecomunication Industry Solution (ATIS), Group eksplorasi IPTV pada tahun 2005

(2)

handal untuk pelanggan dengan hiburan video dan layanan terkait. Layanan tersebut meliputi misalnya Live TV, Video On Demand (VOD) dan Interactive TV (iTV). Layanan ini diakses dengan packet switched, protokol jaringan menggunakan IP untuk membawa informasi audio, video dan

sinyal kontrol”[1].

Gambar 1. Domain pada IPTV [1]

Aplikasi dilapangan, terdapat 4 pihak yang turut mengambil bagian pada mata rantai IPTV, yaitu: Network Provider (NP), Service Provider (SP), Content Provider (CP), dan Customer / End User, seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1.

TABEL I

PERBANDINGAN IPTV DENGAN INTERNET TV[4]

Perbandingan IPTV Dengan Internet TV

Aspek IPTV Internet Tv

Platform Closed system, kualitas

layanan terjamin (managed QoS).

Open system, kualitas layanan tidak dijamin (Best Effort QoS). Video konten dikirim

hanya kepada pelanggan (known subscriber);

Video konten

disediakan kepada siapapun.

Pengiriman melalui IP packets sampai dengan

pelanggan (end

customer).

Pengiriman melalui IP packets sampai internet cloud.

Kepemilikan Jaringan Infrastruktur

Dikirim melalui infrastruktur

jaringanmilik service provider sendiri

Dikirim dan diterima melaluipublic internet yang melibatkan banyak pihak Wilayah

Jangkauan

Sesuai dengan jangkauan

jaringan yang

dimilikinya

Tidak ada batasan wilayah, dimanapun ada akses internet Mekanisme

Akses

Umumnya menggunakan

IP-STB untuk

mengakses dan

pengkodean layanan konten.

Menggunakan PC,

software yang

digunakan tergantung format konten.

Biaya Berbayar. Gratis

Konten Video konten dibuat oleh

perusahaan profesional, jumlahnya terbatas.

Video konten bisa dibuat siapapun, jumlah kontennya tidak terbatas.

IPTV menggunakan jaringan private, yaitu jaringan yang disediakan oleh penyedia layanan IPTV, kebanyakan jaringan yang digunakan adalah jaringan kabel dan fiber optik. Penyedia layanan (provider) IPTV kebanyakan adalah perusahan-perusahan besar penyedia jasa layanan

telekomunikasi yang telahmemiliki infrastruktur jaringan sendiri[5] seperti yang telah dijabarkan oleh tabel.1.

B. Standarisasi IPTV

ITU-T merupakan bagian dari ITU (International Telecommunication Union) yang mengatur masalah standarisasi teknologi telekomunikasi. Standarisasi secara global sangat diperlukan agar tidak terdapat standar-standar regional yang bersifat ganda dan saling mematikan. Dapat dibayangkan bila IPTV tidak distandarisasi oleh ITU-T, sistem dan pengertian IPTV di beberapa belahan dunia akan berbeda, begitupula dengan fasilitas-fasilitas yang diusung oleh IP TV di setiap daerah.

Gambar 2. Rekomendasi ITU-T[6]

ITU-T telah mengeluarkan beberapa rekomendasi mengenai IPTV. Rekomendasi-rekomendasi ini mengatur segala hal yang berkaitan dengan IPTV, mulai dari arsitektur jaringan, keamanan konten, aplikasi yang digunakan, sampai jaringan di rumah pelanggan. Rekomendasi-rekomendari yang dikeluarkan oleh ITU-T merupakan hasil dari penelitian dan pengkajian kelompok kerja yang ada pada ITU-T sehingga hasilnya sudah pasti berkualitas dan layak untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang jelas dan terarah.

C. Tinjauan Hukum dan Regulasi

Layanan IPTV yang diimplementasikan di Indonesia dibatasi pada:

(3)

b. Layanan Multimedia yang terdiri atas pulled services, yaitu layanan atau tayangan diberikan apabila ada permintaan dari pelanggan, seperti video on demand, music on demand, gaming, TV web browsing/Internet TV. Untuk dapat memberikan layanan ini penyelenggara IPTV harus memiliki izin sebagai penyelenggara Internet Service Provider (ISP).

c. Layanan Transaksi Elektronik (T-Commerce), yaitu layanan komersial perdagangan yang melibatkan transaksi keuangan secara elektronik. Untuk itu harus memiliki sertifikasi yang disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.

d. Layanan akses Internet untuk kepentingan Publik. Untuk hal ini, penyelenggara IPTV harus memiliki izin penyelenggaraan Internet Service Provider (ISP).

e. Layanan IP Telephony atau Voice over Broadband (VoBB). Untuk hal ini perizinan akan dibuka setelah regulasi ENUM, interkoneksi, dll ditetapkan.

f. Penyelenggara wajib menyelenggarakan layanan penyiaran dan layanan akses internet pada 1 (satu) tahun pertama penyelenggaraan layanan IPTV dan berkomitmen untuk menambah jenis layanan untuk layanan multimedia dan layanan transaksi elektronik dalam jangka waktu 1 (satu) tahun berikutnya.

Dalam ketentuan Per Men KOMINFO Nomor 30 tahun 2009 telah dipersyaratkan, bahwa dalam menyelenggarakan layanan IPTV, penyelenggara harus memiliki infrastruktur jaringan tetap lokal kabel yang mampu menjamin kecepatan downlink untuk pelanggan sekurang-kurangnya 2 Mbps (dua mega bit per detik) serta berkomitmen melakukan pembangunan jaringan tetap lokal kabel dengan kecepatan sekurang-kurangnya 2 Mbps. Sesuai yang tercantum pada Pasal 7 ayat (1) huruf a dan b dan Pasal 8 ayat (1) UU Telekomunikasi, disebutkan bahwa Pemerintah telah membuka seluas-luasnya peluang usaha bagi badan usaha-badan usaha Indonesia untuk dapat menggeluti bisnis layanan IPTV, sehingga konsisten memenuhi kriteria (comply) dengan Pasal 10, tetapi ketentuan pada Pasal 9 ayat (1) justru rentan kepada terjadinya praktek-praktek monopoli, khususnya bagi penyelenggara-penyelenggara besar/dominan

III.METODEPENELITIAN

Metode yang digunakan dalam peneltian ini, berdasarkan sifatnya merupakan metode eksploratoris dan deskriptif. data yang digunakan merupakan data diperoleh dari serangkaian sumber data yang bersifat publik misalnya aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sektor telekomunikasi yang diperoleh dari pusat dokumentasi

Departemen Komunikasi dan Informasi, dan aturan perundang-undangan lainnya yang dipublikasikan secara luas dan data yang diperoleh dari berbagai sumber besar referensi yang berkenaan dengan permasalahan

IV.HASILDANPEMBAHASAN

Melihat perkembangan zaman yang serba konvergen, pemerintah merancang seperangkat undang-undang yang akan dipergunakan untuk mengatur IPTV di Indonesia. Ketika masih dalam tahapan rancangan, rancangan undang-undang ini terlebih dahulu dipaparkan kepada publik dengan mencantumkannya pada situs internet milik Departemen Komunikasi dan Informatika pada Juli 2009. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah dapat menperoleh kritik dan saran dari masyarakat dan perusahaan-perusahaan yang berkecimpung di dalam industri penyiaran, internet dan telekomunikasi Indonesia.

Setelah melalui berbagai proses, akhirnya pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengatur IPTV pada 19 Agustus 2009 melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan

Informatika Republik Indonesia Nomor

30/PER/M.KOMINFO/8/2009. 1 tahun kemudian, peraturan ini kembali diperbaharui dan disempurnakan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Komunikasi dan

Informatika Republik Indonesia Nomor

11/PER/M.KOMINFO/07/2010 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/ IPTV) Di Indonesia. Peraturan yang dikeluarkan pada 2010 inilah yang sampai saat ini dipergunakan untuk mengatur bisnis IPTV di Indonesia.

A. Regulasi IPTV di Indonesia dengan Peraturan Nomer 11/PER/M.KOMINFO/07/2010

Beberapa hal penting yang diatur pada Peraturan Menteri 11/PER/M.KOMINFO/07/2010 adalah:

Peraturan yang Berkaitan dengan Definisi IPTV Definisi dari IPTV telah didefinisikan pada Pasal 1 bagian

pertama yaitu “ IPTV adalah teknologi yang menyediakan layanan konvergen dalam bentuk siaran radio dan televise, video, audio, teks, grafik dan data yang disalurkan ke pelanggan melalui jaringan protocol internet yang menjamin kualitas layanannya, keamanannya, kehandalannya, dan mampu memberikan layanan komunikasi dengan pelanggan secara 2 (dua) arah atau interaktif dan real time dengan menggunakan pesawat standar”. Definisi ini sangat mirip dengan definisi IPTV yang sudah terlebih dahulu didefinisikan oleh ITU-T, hal ini menunjukkan Indonesia sebagai bagian dari ITU-T akan selalu mempertimbangkan keputusan dan rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh ITU-T agar perkembangan IPTV di Indonesia dapat berjalan searah dengan perkembangan IPTV di negara-negara lain.

Peraturan yang Berkaitan dengan Media IPTV

Pasal 4 ayat-1 berbunyi “Penyelenggara menyelenggarakan layanan IPTV dengan menggunakan media kabel. Kemudian maksud dari ayat 1 tersebut diperjelas

(4)

dibandingkan media nirkabel sebab media kabel cenderung kebal terhadap interferensi, maupun distorsi. Selain itu kapasitas media nirkabel saat ini masih kalah dibandingkan dengan media kabel, sebagai contoh teknologi serat optik yang saat ini tersedia di pasar sudah sampai pada orde Terabit per detik, hal ini belum dapat dicapai oleh teknologi nirkabel. Dengan demikian maka pelaku usaha yang ingin berkecimpung di dunia IPTV Indonesia harus memiliki akses kepada jaringan kabelbackbone dan backhaul yang handal. Kalau dilihat, peraturan ini sangat menguntungkan PT. Telkom sebagai pemilik jaringan kabel terbesar di Indonesia, maka tidak heran bila PT. Telkom menjadi penyedia layanan IPTV pertama di Indonesia.

Pasal 4 pada Peraturan Menteri

11/PER/M.KOMINFO/07/2010 ini adalah pasal yang mempertegas pasal 3 ayat 2 pada Peraturan Menteri 30/PER/M.KOMINFO/8/2009 yang masih terkesan kurang jelas dan tegas karena hanya berbunyi “Layanan IPTV diselenggarakan dengan menggunakan media kabel”. Semakin jelas dan tegas sebuah peraturan, semakin tinggi tingkat kepastian yang diperoleh oleh masyarakat.

Peraturan yang Berkaitan dengan Penyelenggara IPTV

Pasal 5 ayat 1 berbunyi “Penyelenggara merupakan Konsorsium yang anggotanya terdiri dari sekurang-kurangnya 2 (dua) badan hukum Indonesia dan telah memilikiizin-izin yang diperlukan untuk penyelenggaraan layanan IPTV”. Kemudian Pasal 5 ayat 2 berbunyi “Izin-izin sebagaimana dimaksudpada ayat (1) berupa:

a. Izin Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal;

b. Izin Penyelenggaraan Jasa Akses Internet (Internet Service Provider/ISP); dan

c. Izin Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlanggananmelalui kabel.”

Dengan demikian, pemerintah telah menetapkan persyaratan yang diperlukan untuk menjadi penyelenggara layanan IPTV. Persyaratannya tidaklah mudah sebab harus mendapat 3 izin penyelenggaraan. Di sini Depertemen

Komunikasi dan Informasi terkesan masih ingin “berbagi kue”

kepada instansi-instansi yang ada di Depertemen Komunikasi dan Informasi sebab untuk memperoleh ketiga izin tersebut, calon penyelenggara IPTV harus mengajukan permohonan kepada lebih dari 1 instansi pada Depertemen Komunikasi dan Informasi. Birokrasi yang panjang seperti ini seharusnya sudah dapat dikurangi tanpa mengurangi kualitas seleksi dan penyaringan dalam pemberian izin penyelenggaraan dari pemerintah. Sebaiknya cukup dibutuhkan 1 instansi dengan 1 izin penyelenggaraan saja untuk menjadi penyelenggara IPTV.

Peraturan yang Berkaitan dengan Ruang Lingkup Layanan IPTV

Pasal 8 berbunyi “Layanan IPTV meliputi:

a. layanan penyiaran (pushed services), yaitu layanan berupa siaran televisi baik itu siaran yang diterima oleh pelanggan sesuai dengan jadwal aslinya (linier)

maupun siaran yang diterima oleh pelanggan pada waktu penerimaan yang diaturnya sendiri (non-linier), serta layanan Pay per View;

b. layanan multimedia (pulled services dan interactive services), yaitulayanan yang penyalurannya diberikan berdasarkan permintaan daripelanggan;

c. layanan transaksi elektronik; dan

d. layanan akses internet untuk kepentingan publik.”

Pasal ini menjelaskan jenis-jenis layanan apa saja yang ada pada IPTV, untuk dapat melakukan layanan-layanan ini, penyelenggara harus memiliki izin atau sertifikat tertentu. Untuk dapat melaksanakan layanan penyiaran (pushed services), penyelenggara layanan IPTV wajib memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui kabel. Untuk dapat memberikan layanan akses internet untuk kepentingan publik, penyelenggara layanan IPTV wajib memiliki Izin Penyelenggara Jasa Akses Internet (Internet Service Provider/ ISP).

Sementara itu untuk dapat memberikan layanan multimedia dan transaksi elektronik, penyelenggara wajib terdaftar dan mendapatkan sertifikasi dari lembaga atau instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sayangnya instansi yang berwenang untuk memberikan sertifikasi belum ada dan dicantumkan pada peraturan ini, Menteri dapat membentuk tim untuk memeriksa sistem layanan multimedia dan transaksi elektronik. Tim yang dibentuk oleh Menteri tentunya dapat berubah-ubah dan tidak pasti. Sebaiknya instansi mana yang bertanggung jawab bagi setiap perizinan jenis layanan IPTV dicantumkan pada Peraturan Menteri agar peraturan ini dapat lebih jelas, tegas dan pasti.

Peraturan yang Berkaitan dengan Jaringan Dan Sistem Perangkat

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pada Pasal 4 bahwa penyelenggara wajib memiliki akses terhadap jaringan kabel, untuk lebih mempertegas pasal tersebut lagi, maka pada

Pasal 11 disebutkan bahwa “Penyelenggara harus memiliki infrastruktur jaringan tetap lokal kabel yang mampu menjamin kecepatan downlink untuk setiap pelanggan.”

Namun alangkah lebih baik apabila kecepatan downlink minimal yang dimaksudkan pada pasal ini dapat disebutkan besarannya agar kualitas dari layanan IPTV dapat sesuai harapan, bukan tidak mungkin di masa depan nanti akan terdapat lebih dari satu perusahaan penyelenggara IPTV sehingga persaingan akan semakin meningkat. Persaingan ini dapat menyebabkan perang harga yang dapat mengorbankan kualitas layanan. Dengan dicantumkannya batas minimal dalam besaran angka yang pasti, maka penurunan kualitas layanan IPTV dapat dihindari. Pencantuman nilai minimal ini juga tidak akan efektif bila tidak disertai seperangkat sanksi bagi penyelenggara yang melanggar.

(5)

diantaranya adalah Pasal 15 ayat 1 yang berbunyi “Penyelenggara wajib menggunakan sistem perangkat dengan standar dan spesifikasi teknis sesuai dengan standar internasional”. Kemudian pada pasal lain juga dijelaskan lebih lanjut bahwa apabila ada perkembangan standar internasional, maka penyedia layanan harus mengikuti standar tersebut. Standar internasional yang dimaksud di sini adalah standar ITU-T. Sebagaimana telah dipaparkan pada bab 2, ITU-T telah melahirkan berbagai standar yang berhubungan dengan IPTV dan akan melahirkan standar-standar baru demi kelangsungan dunai IPTV. Peraturan Menteri ini menunjukkan bahwa pemerintah Republik Indonesia patuh dan akan mengikuti standar-standar IPTV yang berasal dari ITU. Hal ini baik sekali karena standar-standar yang dikeluarkan ITU bukanlah standar-standar main-main, tapi standar yang sudah ditelaah dengan serius oleh para pakar telekomunikasi. Selain itu Indonesia juga merupakan State Member dari ITU sehingga segala rekomendasi atau standar yang keluar dari ITU merupakan bagian dari jerih payah perwakilan Indonesia di ITU juga.

Memang belum semua standar-standar ITU-T dimasukkan ke dalam peraturan, perlu dilakukan kajian yang mendalam mengenai rekomendasi mana saja yang akan dijadikan standar IPTV di Indonesia agar masyarakat dapat memperoleh layanan dari sebuah teknologi terbaru dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang baik, standar yang diberlakukan juga harus mendukung perkembangan industri dalam negeri agar Indonesia tidak hanya menjadi penonton perkembangan IPTV, melainkan dapat menjadi pemain di dalamnya. Peraturan Menteri ini mengatur kandungan dalam negeri dari Internet Protocol Set-Top-Box (IP-STB) melalui Pasal 14 ayat 2 yang berbunyi“Internet Protocol Set-Top-Box (IP -STB) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengutamakan produksi dalam negeri dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sekurang-kurangnya sebesar 20 % (dua puluh perseratus) dan secara bertahap ditingkatkan sekurang-kurangnya menjadi 50 % (lima puluh perseratus) dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.“ Pasal ini merupakan salah satu langkah yang diambil pemerintah agar jaringan dan sistem perangkat yang dipergunakan tidak 100% buatan luar negeri. Peraturan ini dapat memacu industri perangkat lunak dan perangkat keras dalam negeri. Pemerintah mengharapkan terjadi alih teknologi sehingga Indonesia tidak hanya menjadi konsumen, tetapi kelak di kemudian hari Indonesia dapat menjadi produsen. Setiap pelanggan IPTV wajib memiliki IP-STB sebab alat ini memiliki fungsi sebagai perantara antara pelanggan dengan sistem. Semakin banyak pelanggan IPTV, semakin banyak pula IP-STB yang dibutuhkan.

Peraturan yang Berkaitan dengan Konten

Paket Peraturan Menteri ini juga mendukung perkembangan konten lokal melalui Pasal 18 yang berbunyi:

1. Untuk layanan penyiaran (pushed services), Penyelenggara harus menyediakan paling rendah sebesar 10 % (sepuluh perseratus) dari kapasitas saluran untuk menyalurkan konten produksi dalam negeri.

2. Untuk layanan multimedia (pulled services dan interactive services), Penyelenggara harus menyediakan konten produksi dalam negeri paling rendah sebesar 30 % (tiga puluh perseratus) dari koleksi konten (content library) yang dimiliki.

3. Jumlah Penyedia Konten Independen dalam negeri yang berkontribusi dalam penyelenggaraan layanan IPTV paling rendah sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari banyaknya penyedia konten di dalam koleksi konten (content library) milik Penyelenggara dan secara bertahap ditingkatkan paling rendah menjadi 50% (lima puluh perseratus) dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.

Konten lokal yang merupakan hasil dari kerja keras anak bangsa harus didukung agar semua keuntungan dari IPTV tidak dibawa ke luar negeri. Bangsa Indonesia tidak boleh terus menerus menjadi konsumen dari produk asing, perlahan tapi pasti bangsa ini harus mampu mengembangkan konten lokalnya dan dikemudian hari mengeksport konten lokal tersebut ke luar negeri.

Peraturan yang Berkaitan dengan Pengamanan dan Perlindungan

Pasal 21 sampai dengan Pasal 25 menjelaskan mengenai ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan pengamanan dan perlindungan. Penyelenggara wajib melindungi data-data pribadi para pelangganya, selain itu penyelenggara juga harus melindungi konten-konten dari kemungkinan pembajakan. Pembajakan di Indonesia masih marak dan kurang mendapat tindakan tegas dari pemerintah. Penyelenggara memang wajib melindungi konten dari pembajakan, namun bagaimana bila konten tersebut sudah tersebar di pasaran secara ilegal. Contohnya adalah konten film-film yang dapat dibeli pada layanan IPTV Groovia milik PT. Telkom, dapat dijumpai pada penjual DVD bajakan di pusat-pusat perbelanjaan dengan harga yang murah. Departemen Komunikasi dan Informasi harus melakukan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan Intelektual dari Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia dalam mengatasi masalah pembajakan kekayaan intelektual sebab masalah pembajakan kekayaan intelektual ini dapat menjadi penghambat kemajuan IPTV di Indonesia. Untuk apa pelanggan membeli konten lewat IPTV, bila dia dapat memperoleh konten tersebut secara ilegal dengan harga yang cukup terjangkau dari sumber lain.

Peraturan yang berkaitan dengan cara menjadi penyelenggaraan layanan IPTV

(6)

Kemudian permohonan izin yang diajukan oleh calon penyelenggara layanan IPTV akan dievaluasi. Hal-hal yang menyangkut evaluasi ini diatur oleh Pasal 28. Pada pasal ini, dipaparkan bahwa evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi administratif dan evaluasi teknis. Kemudian pasal 28 ini mengatur juga jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pada kedua evaluasi tersebut. Ketentuan-ketentuan pada pasal ini sudah cukup baik dan jelas sehingga ada estimasi mengenai waktu yang diperlukan oleh masing-masing pihak dalam melakukan proses evaluasi permohonan calon penyelenggara ini.

Setelah dinyatakan lulus evaluasi administratif dan evaluasi teknis, Menteri mengeluarkan Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV kepada pemohon. Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV ini berlaku untuk 10 tahun dan dapat diperpanjang setelah melalui proses evaluasi. Penyelenggara yang sudah memperoleh izin, dapat mengajukan permohonan perpanjangan Surat Persetujuan Penyelenggaraan Layanan IPTV paling lama 3 bulan sebelum masa laku berakhir. Hal-hal yang menyangkut surat persetujuan ini diatur dengan lengkap pada pasal 29, 30 dan 31.

Dengan mengantongi izin dari Menteri, bukan berarti penyelanggara layanan IPTV dapat dengan bebas beroperasi tanpa evaluasi lagi dari pemerintah. Pasal 32 menyebutkan bahwa “Menteri melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan layanan IPTV secara menyeluruh setiap 5 (lima) tahun sekali…”. Jadi pemerintah melakukan kontrol akan penyelenggaraan IP TV di Indonesia, apabila penyelenggara dianggap tidak memenuhi ketentuan, maka izin penyelenggara tersebut dapat dicabut. Sesuai paparan pasal 33, masyarakat juga boleh memberikan masukan mengenai penyelenggaraan layanan IP TV. Hal ini cukup baik asalkan pelaksanaannya benar-benar dilakukan secara jujur dan disiplin.

Peraturan yang Berkaitan Dengan Sanksi

Peraturan-peraturan yang telah dipaparkan pada pasal-pasal di atas tidak akan lengkap apabila tidak disertai sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar. Sanksi-sanksi ini diatur pada Pasal 34 dan 35. Bagi pihak-pihak yang melanggar Pasal 3, Pasal 9, Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (3), Pasal 15 ayat (1), Pasal 21, Pasal 22 ayat (1), Pasal 23,Pasal 24 huruf e,

dan/atau Pasal 25 dari Peraturan Menteri

11/PER/M.KOMINFO/07/2010 akan memperoleh sanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, tidak diberikan perpanjangan persetujuan dan/atau pencabutan persetujuan. Sanksi yang diberikan sudah cukup tegas. Namun alangkah lebih baik bila penyelenggara yang tidak memenuhi kualitas layanan dapat memperoleh sanksi juga. Batasan kualitas layanan yang dijinkan juga sebaiknya diberikan besaran nilainya berapa berupa angka yang jelas sehingga masyarakat sebagai konsumen dapat memperoleh layanan IPTV dengan kualitas layanan yang baik meski terdapat perubahan jumlah operator ataupun perang harga.

Semua peraturan yang ada pada Peraturan Menteri 11/PER/M.KOMINFO/07/2010 di atas memerlukan

komitmen dan konsistensi dari pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat. Peraturan-peraturan tersebut harus mengalami perbaikan di masa depan, namun perbaikan-perbaikan tersebut harus berkesinambungan, adil dan bijak agar tidak merugikan semua pihak yang berkecimpung di dunia IPTV Indonesia.

B. Regulasi IPTV di Indonesia dengan PERMENKOMINFO No.6 Tahun 2017

Pada bulan februari lalu pemerintah telah kembali megeluarkan peraturan yang mengatur IPTV dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2017. Pada perarturan baru yang dibuat oleh pemerintah berisi 36 pasal-pasal yang mengatur regulasi IPTV di indonesia. Beberapa hal penting yang diatur pada PERMENKOMINFO No.6 Tahun 2017 adalah penyempurnaan dari Peraturan Menteri 11/PER/M.KOMINFO/07/2010. Beberapa hal penting yang diatur pada PERMENKOMINFO No.6 Tahun 2017 adalah:

Peraturan yang Berkaitan Dengan Layanan IPTV A. Tarif atau Tagihan

Pasal 4 ayat 4 berbunyi: Dalam Hal Penyelenggaraan Layanan Iptv Pada Jaringan Bergerak Seluler Terdapat Layanan Penyediaan Konten Yang Pembebanan Biayanya Melalui Pengurangan Deposit Prabayar Atau Tagihan Telepon Pascabayar Pelanggan Jaringan Bergerak Seluler,

Maka Penyelenggara Wajib Memperoleh Izin

Penyelenggaraan Penyediaan Konten Pada Jaringan Bergerak Seluler. membahas tarif pada layanan IPTV walaupun tidak begitu jelas namun tegas dalam hal Izin Penyelenggaraan Penyediaan Konten Pada Jaringan Bergerak Seluler. Pasal 18 berbunyi:

1. Penyelenggara Iptv Harus Membuka Jaringan Dan/Atau Layanannya Kepada Penyedia Konten Independen Dalam Negeri Berdasarkan Kesepakatan Tertulis.

2. Penyelenggara Harus Membuat Paket Layanan Yang Dibagi Dalam Beberapa Sub-Paket Layanan Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 7.

3. Penyelenggara Harus Membuat Sistem Pengelolaan Tagihan Kepada Pelanggan Yang Memuat Perincian Tagihan Sesuai Dengan Sub-Paket Layanan Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat (2) Yang Dipilih Oleh Pelanggan.Pasal 18 (1) Penyelenggara Iptv Harus Membuka Jaringan Dan/Atau Layanannya Kepada Penyedia Konten Independen Dalam Negeri Berdasarkan Kesepakatan Tertulis.

(7)

yang nantinya akan dibebenkan kepada pelanggan sebagai tarif dasar atau tagihan penngunaan jasa.

B. Kualitas Layanan dan Purna Jual Pasal 16 berbunyi:

(1)Penyelenggara Harus Menjaga Kualitas Layanan Yang Terdiri Dari:

A. Kualitas Jaringan (Network); B. Kualitas Penerimaan (Reception);

C. Kualitas Kecepatan Pindah Layanan

(Responsiveness);dan

D. Kualitas Pengelolaan Pelanggan (Customer Ca re). (2).Standar kualitas layanan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Kualitas layanan tidak hanya mencakup kualitas dari jaringan (Network);saja, melainkan kualitas dari konten harus diatur dengan baik agar tidak ada pelanggan yang merasa tertipu. Pada pasal tersebut seharusnya didefinisikan lebih tegas dan jelas lagi Batasan kualitas dari layanan IPTV dengan menggunakan besaran angka, baik kualitas layanan dari konten maupun jaringan yang dipergunakan oleh peyelenggara. Pada PERMENKOMINFO No.6 Tahun 2017 terkusus pasal 16 D juga dibahas tentang Kualitas Pengelolaan Pelanggan (Customer Care) . Hal tersebut sangatlah penting guna meningkatkan SDM juga perbaikan dalam menjaga kualitas dari pelayanan IPTV.

Peraturan yang Berkaitan Dengan Sanksi

Menteri dapat mengenakan sanksi admnistratif kepada Penyelenggara Layanan IPTV yang melanggar Pasal 3, Pasal 8 ayat (1), Pasal 8 ayat (2), Pasal 8 ayat (3), Pasal 13 ayat (1), Pasal 13 ayat (3), Pasal 14 ayat (1), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 huruf e, dan/atau Pasal 24. Hal itu menurut pasal 33 ayat 1yang telah diperbarui pasalnya. Adapun sanksi yang dikenakan apabila terjadi pelanggaran masih sama seperti peraturan yang sebelumnya. Dengan diperbaruinya pasal tersebut diharapkan penipuan atau tindak kriminal yang mungkin terjadi pada konten layanan IPTV di masa depan tidak terjadi.

V. KESIMPULAN

1. Regulasi sangat diperlukan dalam pengembangan IPTV di indonesia, namun jika terlalu banyak regulasi yang mengekang laju pertumbuhan dapat berdampak tidak berkembangnya IPTV di indonesia, maka dibutuhkan suatu rancangan regulasi yang tepat.

2. IPTV dapat dikatakan sebagai teknologi yang dapat mematikan usaha televisi kabel dan satelit berbayar yang sudah ada, sekarang ini dampaknya belum terlalu terasa, namun di masa depan dampak dari IPTV terhadap usaha televisi berbayar akan terasa.

3. Menghadapi industri IPTV yang terus berkembang, pemerintah wajib untuk terus memperbaharui perangkat paraturan-peraturan yang telah diterbitkan agar industri ini

dapat terus berkembang dan memberikan keuntungan bagi Indonesia. Masukan dari ITU-T, masyarakat, para pelaku industri dan komunitas pakar telekomunikasi sebaiknya dijadikan bahan pertimbangan.

4. Semua peraturan yang ada pada Peraturan Menteri

PERMENKOMINFO No.6 Tahun 2017 di atas

memerlukan komitmen dan konsistensi dari pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat. Peraturan-peraturan tersebut harus mengalami perbaikan di masa depan, namun perbaikan-perbaikan tersebut harus berkesinambungan, adil dan bijak agar tidak merugikan semua pihak yang berkecimpung di dunia IPTV Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

[1] D. S. R. Andria Firman Permadi, dan Christyowidiasmoro, "Keamanan Jaringan pada IPTV," JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, pp. 1-6, 2013.

[2] A. P. Sardju, "Implementasi IPTV (Internet Protocol Television) Berbasis Web Pada Jaringan Wireless " Jurnal PROtek vol. Vol. 03 No. 2, pp. 46 – 89, September 2016

[3] Rusli, "PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DTV BROADCASTING DI INDONESIA," Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol. 5 No. 2, Agustus 2016.

[4] Depkominfo, " Penyusunan Regulasi Penyelenggaraan IPTV," unpublished|.

[5] Kawamori, Masahito. 2009. Overview of IPTV Standards of ITU. Seminar on ITU-T Hot Topics for Standardization, Argentina [6] I. W. Setiawan, "Title," unpublished|.

[7] Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 11/PER/M.KOMINFO/07/2010 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/IPTV) Di Indonesia

[8] Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 30/PER/M.KOMINFO/8/2009 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/IPTV) Di Indonesia

[9] Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor.6 Tahun 20172009 tentang Penyelenggaraan Layanan Televisi Protokol Internet (Internet Protocol Television/IPTV) Di Indonesia [10] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang

Penyiaran

Gambar

Gambar 2. Rekomendasi ITU-T[6]

Referensi

Dokumen terkait

Bank Kustodian akan menerbitkan Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan yang menyatakan antara lain jumlah Unit Penyertaan yang dijual kembali dan dimiliki serta Nilai

Hal ini memunculkan rasa kekecewaan masyarakat dan pemerintah akan minimnya peran dunia usaha dalam kehidupan sosial dan adanya kecenderungan bahwa pelaksanaan CSR hanya

Demikian banyaknya aktivitas yang terjadi di sekitar dan dalam badan air wilayah danau termasuk banyaknya transportasi motor air dan kapal-kapal penumpang yang beroperasi di

69 20 September 2012 Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Yogyakarta 30 Terselenggara. 70 20 September 2012 Bappeda Pemkab Raja Ampat Aula Bappeda - Waisai

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para tenaga kesehatan agar dapat meningkatkan kewaspadaan dalam mendiagnosis dan menjalankan penatalaksanaan

Proses diversi mencapai kesepakatan, maka fasilitator diversi membuat berita acara kesepakatan diversi yang ditandatangani oleh para pihak dan dilaporkan kepada

Pada renja tahun 2019 sumber dana APBD II untuk penambahan rambu-rambu portable sebanyak 37 buah dan rambu stasioner sebanyak 61 buah tersebar se- Kabupaten Subang

Kompleksitas permasalahan, khususnya antara teori yang harus dijalankan dengan praktek pelaksanaan di lapangan, yaitu antara prosedur tetap dalam penangkapan dengan