• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Internasional Mengenai Pe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Hukum Internasional Mengenai Pe"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Hukum Internasional Mengenai Penyalahgunaan Penggunaan Tenaga Nuklir oleh Korea Utara yang berdampak pada Peningkatan

Ketegangan Internasional Fira Saputri Yanuari firasaputriyanuari@gmail.com

Abstrak

Kasus hukum Internasional penyalahgunaan tenaga nuklir oleh Korea Utara sudah sejak lama terjadi. Namun baru-baru ini citra satelit menunjukan peningkatan aktivitas di situs uji nuklir Korea Utara. Korea Utara (Korut) saat ini tengah dalam misi pengembangkan rudal balistik antar benua (ICBM) yang ditargetakan bisa mencapai Amerika Serikat. Hingga saat ini, Korut telah melakukan enam kali uji nuklir, termasuk pada jenis bom hydrogen. Tes senjata nuklir yang terbaru dinyatakan yang terkuat sepanjang uji coba selama ini. Para ahli memperkirakan bahwa Pyongyang memiliki sebanyak 20 bom nuklir, dan menunjukan kapasitas untuk memproduksi satu bom baru setiap bulannya. Korut tengah berupaya mengembangkan rudal bertipe nuklir yang mampu menyerang Amerika Serikat. Korea Utara untuk pertama kalinya telah menguji rudal balistik antar benua pada Juli 2017. Hal ini sangat mengancam wilayah AS di Pasifik, seperti Guam. Serta wilayah Negara lain seperti Korea Selatan dan Jepang. Sementara itu, dunia khawatir dan terus memantau perkembangan situasi di Semenanjung Korea, Korut atau Amerika Serikat. Sejauh ini PBB telah memberikan sanksi kepada Korut dengan memangkas nilai ekspor hingga Rp.13,3 trilium. PBB juga melarang seluruh ekspor batu bara, besi, bijih besi, timah, dan bijih timah. Secara keseluruhan sanksi PBB akan memangkas sepertiga nilai ekspor tahunan Korut. Dengan sanksi ini, Korut justru menolak dan mengatakan tidak akan menghentikan program nuklir mereka selama masih ada ancaman AS. Sebenarnya PBB telah membuat suatu traktat pelarangan menyeluruh uji-coba nuklir namun sampai saat ini Korea Utara belum meratifikasinya.

Kata Kunci: Nuklir, Hukum Internasional, Korea Utara, PBB.

PENDAHULUAN Latar Belakang

(2)

merupakan pengembangan dari Scuds dan Hwasong dengan luas jangkauan sejauh 1.300 km.

Memasuki tahun 2002, Korut mengaku kepada delegasi AS yang mengunjungi negaranya bahwa mereka memiliki program pengayaan uranium. Sebulan kemudian, konsorsium Pimpinan AS mengatakan telah melakukan penangguhan reactor baru. Tahun 2003, Korut menarik diri dari perjanjian nonproliferasi nuklir dan dan kemudian bergabung dalam putaran perundingan nuklir enam Negara (China, Jepang, Rusia, Korea Selatan dan Amerika Serikat) di Beijing. Selang dua tahun kemudian, Korut mengumumkan telah memiliki senjata nuklir. Dan pada tahun 2006, negara komunis itu melakukan uji coba nuklirnya di bawah tanah.

Pada Februari 2011, citra satelit menunjukkan Korut telah menyelesaikan menara peluncuran rudal di pangkalan baru di pantai barat di Tongchang-ri. Bulan April 2012, pemerintah Korsel mengatakan Korut meluncurkan roket dari Tongchang-ri namun meledak sesaat setelah diluncurkan. Di akhir tahun, Korut meluncurkan jarak roket, yang dikutuk masyarakat internasional sebagai uji coba rudal balistik yang disamarkan. Tahun 2015 Korut mengklaim berhasil menguji tembakkan rudal balistik dari kapal selam, tetapi para ahli mengatakan uji coba itu gagal. Pada 3 Desember 2015, citra satelit menunjukkan Korut menggali terowongan baru di lokasi uji utamanya nuklir di Punggye-ri dan pada 11 Desember media pemerintah mengatakan diktator Korut Kim Jong-un yang mengatakan negara itu telah mengembangkan bom hidrogen, tapi Washington meragukan Pyongyang memiliki perangkat termonuklir.

Uji coba nuklir Korea Utara di bulan Januari 2016 menuai protes dan kritik dari masyarakat internasional. Meskipun Tiongkok dan Rusia sudah menyarankan untuk kembali ke hasil perundingan enam Negara, namun Korut tetap mempertahnkan ambisinya untuk mengembangkan senjata nuklir. Dan yang paling terakhir pada September 2017.

Kronologi Kasus

Berdasarkan sanksi PBB, Korea Utara dilarang melakukan tes teknologi nuklir atau rudal. Tapi dalam beberapa bulan terakhir ini mereka telah melakukan serangkaian peluncuran rudal balistik dan mengancam untuk melakukan serangan nuklir kepada musuh-musuh mereka.

Namun Korea Utara malah melakukan uji coba nuklir terakhirnya pada 3 September 2017. Badan Survei Geologi Amerika Serikat melaporkan gempa bumi berkekuatan 6,3 tidak jauh dari tempat uji coba nuklir Punggye-ri Korea Utara. Pemerintah Korea Selatan mengatakan bahwa gempa tersebut berkarakteristik buatan manusia dan memiliki ciri-ciri uji coba nuklir. Mereka mengklaim berhasil meledakkan bom hydrogen yang dapat dimuat ke rudal balistik antar benua (ICBM) dengan kekuatan menghancurkan.

(3)

Amerika Serikat. Mereka menyarankan agar segera disusun sanksi terbaru PBB untuk Korut.

Diperkirakan Korut mendapatkan sekitar $ 3 miliar pendapatan setiap tahun dari hasil ekspor bahan mentahnya ke China. Dan sanksi ini dapat menghilangkan sepertiga perdagnagan yang merupakan salah satu dari sumber pendapatan Korut. Awal tahun 2017, Cina menghentikan impor batubara untuk meningkatkan tekanan pada Pyongyang. Namun sanksi berulang ini selalu gagal untuk mencegah Korea Utara melakukan pembangunan rudal nuklirnya

Lembaga Sains dan Keamanan Internasional yang berbasis di Washington memperkirakan bahwa Korea Utara dapat meningkatkan persenjataan nuklirnya antara 20 dan 100 senjata sebelum tahun 2020.

Rumusan Masalah

1. Apa saja peraturan yang mengatur mengenai larangan penyalahgunaan penggunaan nuklir yang telah dilanggar oleh Korea Utara?

2. Bagaimana cara menyelasaikan masalah kasus nuklir Korut menurut prespektif hukum Internasional?

PEMBAHASAN

Peraturan yang mengatur mengenai larangan penyalahgunaan penggunaan nuklir yang telah dilanggar oleh Korea Utara

Praktik penyelenggaraan Negara melarang penggunaaan sejumlah senjata tertentu dalam Hukum Internasional kebiasaan. Senjata tersebut yaitu: racun atau senjata beracun, senjata biologi, senjata kimia, zat-zat kendali huruhara sebagai cara berperang, herbisida sebagai cara berperang, peluru yang mengembang atau merata dengan mudah di dalam tubuh manusia, penggunaan peluru yang meledak di dalam tubuh manusia sebagai senjata anti-personil.

Lebih dari 140 Negara telah meratifikasi Konvensi Ottawa dan sejumlah Negara sedang dalam proses meratifikasinya. Sebagian besar Negara saat ini terikat untuk tidak lagi menggunakan, memproduksi, menimbun, atau mengirimkan ranjau darat antipersonil. Walupun larangan tersebut pada saat ini belum menjadi bagian HI bagi semua Negara, namun semua menyetujui perlunyaa bekerja ke arah pemusnahan ranjau darat antipersonil. Penggunaan senjata bakar untuk tujuan antipersonil.

(4)

kegiatan yang ditujukan untuk menghancurkan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang diakui dalam Konvenan ini, termasuk diantaranya adalah hak untuk hidup berdasarkan Pasal 6 tersebut.1

Sebagian besar aturan tadi sejalan dengan aturan HI. Diamandemennya Protokol II Konvensi Senjata Konvensional Tertentu tahun 1996 juga berlaku bagi konflik bersenjata non-internasional. Konvensi-konvensi Internasional yang merupakan sumber utama hukum internasional adalah konvensi yang berbentuk law-making treaties yaitu perjanjian-perjanjian internasional yang berisikan prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan umum yang berlaku.2 Selain

itu pada 2001, untuk memperluas jangkauan pemberlakuan Protokol I-IV ke konflik bersenjata non-internasional. Larangan dan pembatasan yang termuat dalam protocol tersebut berlaku dalam setiap konflik bersenjata.

Korea semakin mencengangkan dunia dengan mengeluarkan diri dari Perjanjian Non-Prolifensi Nuclear (NPT) pada tanggal 10 Januari 2003, dan pada tahun 2005 langsung mengklaim atas kepemilikan sejumlah senjata nuklir aktif yang tidak digunakan untuk kepentingan publik dan perdamaian akan tetapi kepentingan militer. NPT sebenarnya telah memandatkan penyusunan traktat untuk pelarangan total senjata nuklir. Pembahasan traktat tersebut, yakni yang dikenal dengan Nuclear Weapon Convention, telah dimulai di Conference on Disarmament (CD) di Jenawa pada tahun 1996. Traktat tersebut akan mengatur pelarangan total kepemilikan, produksi, penggunaan, dan transfer senjata nuklir.

Mengenai pelucutan senjata, Indonesia selalu menekankan agar negara-negara nuklir memenuhi komitmennya untuk melucuti senjata nuklir mereka sebagai bagian dari implementasi Artikel VI NPT dengan batas waktu yang jelas. Selain itu, Indonesia menginginkan agar proses pelucutan senjara nuklir ditentukan secara terverifikasi, tidak dapat dikembalikan dan terbuka.

Terkait dengan non-proliferensi Indonesia menginginkan agar universalitas NPT terus menjadi prioritas utama dan mendesak agar negara-negara yang belum menjadi pihak untuk segera mengakses NPT sebagai negara non-nuklir.

NPT mempunyai tiga tujuan khusus: (1) mencegah penyebaran senjata nuklir, (2) meningkatkan penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai seperti untuk energi listrik, (3) mengakhiri perlombaan senjata. Pada intinya, isi NPT berupa larangan bagi negara-negara nuklir untuk mengalihkan senjata nuklir maupun peralatannya kepada negara non-nuklir. Di pihak lain negara-negara non-nuklir tidak boleh memintanya.3

Selain itu terdapat Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear Tesr-Ban Treaty/ CTBT) merupakan traktat yang

1 Setiawan Wicaksono, “Hambatan dalam Menerapkan Pasal 6 Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik sebagai Dasar Penghapusan Pidana Mati di Indonesia, Pendecta, Vol.11 Nomor 1, Juni 2016, hal 69.

2 Boer Mauna, 2015, Hukum Internasional (Pengertian Pernanan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global), PT. Alumni, Bandung, hal 9.

(5)

melarang semua jenis uji coba nuklir yang menggunakan metode CTBT mulai dibuka untuk ditandatangani sejak September 1996. Meskipun belum berlaku CTBT telah memiliki mekanisme verifikasi ledakan nuklir yang telah berhasil mendetaksi uji coba nuklir Korea Utara pada tahun 2006, 2009, dan 2013. Verifikasi dilakukan melalui data yang diperoleh dari teknologi monitoring system CTBT.

Pengadilan Internasional sedang membahas legalitas ancaman penggunaan nuklir atas permintaan dari DK PBB. Pengadilan Internasional menyatakan bahwa: ancaman atau penggunaan senjata nuklir pelru sejalan dengan persyaratan HI yang dapat berlaku dalam konflik bersenjata. Hal ini memiliki arti penting, mengingat bahwa sejumlah Negara melakukan perundingan tentang Protokol Tambahan I yang tidak memberlakukan penggunaan senjata nuklir.

Putusan pengadilan dalam Pasal 38 Statuta MI disebutkan sebagai sumber hukum tambahan (subsidiary) bagi sumber-sumber hukum di atasnya. Meskipun dikatakan sebagai sumber hukum tambahan tidak berarti bahwa putusan pengadilan, baik putusan pengadilan nasional maupun internasional, mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari sumber-sumber hukum di atasnya. Putusan pengadilan dikatakan sebagai sumber hukum tambahan karena sumber hukum ini tidak dapat berdiri sendiri sebagai dasar putusan yang diambil oleh hakim. Putusan pengadilan hanya dapat digunakan untuk memperkuat sumber hukum di atasnya.4

ICC atau Pengadilan Internasional adalah sebuah pengadilan independen permanen yang bertujuan untuk menuntut individu yang melakukan kejahatan paling serius yang menjadi perhatian internasional, yaitu seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang Pernyataan Pengadilan Internasioanal mengandung makna bahwa aturan mengenai perilaku permusuhan dan prinsip umum penggunaan senjata berlaku juga untuk penggunaan senjata nuklir. Dalam menetapkan aturan tersebut Pengadilan Internasional berkesimpulan bahwa: ancaman atau penggunaan senjata nukir pada umumnya bertentangan dengan aturan HI yang dapat berlaku dalam konflik bersenjata dan terutama bertentangan dengan prinsip dan aturan HHI.

Sebelumnya Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan Resolusi 82, diadopsi pada 25 Juni 1950. Resolusi ini meminta Korea Utara segera menghentikan serangannya terhadap Korea Selatan. Resolusi ini diadopsi dengan sembilan suara mendukung dan satu abstain.

Resolusi ini meminta Korea Utara segera menghentikan invasinya dan menarik tentaranya hingga garis paralel ke-38. Meski dianggap sebagai kemenangan diplomasi oleh Amerika Serikat, resolusi ini diabaikan oleh Korea Utara. PBB dan Amerika Serikat memutuskan untuk mengambil tindakan lebih lanjut, yaitu mengerahkan pasukan internasional secara besar-besaran dan memperluas cakupan Perang Korea.5

4 Sefriani, 2014, Hukum Internasional: Suatu Pengantar, PT. RajaGrafIndo Persada, Jakarta, hal 50.

5

(6)

Cara menyelesaikan masalah kasus nuklir Korut menurut prespektif hukum internasional

Penyelesaian krisis nuklir Korea Utara telah berlangsung selama lebih dari satu dasawarsa dengan berbagai upaya yang telah ditempuh. Upaya-upaya yang telah ditempuh itu diantaranya adalah kesepakatan Jenewa antara Korea Utara dengan Amerika Serikat, dikeluarkannya sejumlah resolusi oleh Dewan Keamanan PBB, penerapan sanksi ekonomi oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Jepang terhadap Korea Utara, hingga dibentuknya perundingan enam pihak yang melibatkan 6 negara (Amerika Serikat, Korea Utara, Korea Selatan, RRC, Jepang dan Rusia) sebagai kerangka perundingan multilateral dengan tujuan untuk menyelesaikan krisis nuklir Korea Utara.

Tujuan dibentuknya PBB, yaitu menjaga kedamaian dan keamanan internasional, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 piagam PBB. Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat diwujudkan apabila tidak ada kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa yang ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (4) piagam PBB. Penyelesaian sengketa secara damai, kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 33 yang mencantumkan beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa.

Hukum Internasional dalam hal ini hukum humaniter, dapat diterapkan pada konflik bersenjata Internasional. Konvensi Jenewa 1949 dapat diterapkan pada ruang lingkup yang luas, tidak melihat apakah perang itu adil atau tidak, apakah konflik bersenjata itu suatu agresi atau self defence, atau apakah salah satu pihak mengakui terhadap yang lain atau tidak, ketika skalanya adalah Internasional maka Konvensi dapat diterapkan.6

Korea Utara ingin memajukan kepentingan negaranya, terutama pencabutan sanksi keuangan internasional yang diterimanya. Dalam sistem Internasional yang anarkis, stabilitas akan dicapai melalui perimbangan dengan kekuatan (balance of power).7

Dewan Keamanan PBB, telah mengadopsi sebuah resolusi rancangan Amerika Serikat (AS) untuk menjatuhkan sanksi terbaru kepada Pyongyang terkait program nuklirnya. Adapun sanksi tersebut berupa menutup akses impor minyak Korut, melarang ekspor tekstil, mengakhiri kontrak kerja warga Korut di luar negeri, menghentikan upaya kerja sama dengan negara lain, serta memberi sanksi kepada lembaga pemerintah tertentu.

Korut diketahui mengimpor minyak mentah sebesar empat juta barel per tahun dan dua juta barel setiap tahunnya untuk produk minyak sulingan. Minyak adalah sumber primer Korut untuk membangun senjata nuklirnya. Sanksi terbaru ini diharapkan dapat membatasi ruang gerak Korut dalam peninkatan rencana pembangunan senjata nuklir.

Piagam PBB pasal 51 menyebut, bahwa penyerangan terhadap suatu negara dapat dilakukan dalam rangka membela diri. Sudah beragam sanksi

6 Sefrini, Op.Cit, hal 366

(7)

PBB dijatuhkan untuk negeri yang terkenal tertutup itu. Sanksi PBB terhadap Korea Utara sejak 2013:

1. Maret 2013 sanksi dikenakan setelah uji coba nuklir Korea Utara 2013

2. Maret 2016 sanksi lebih lanjut dikenakan termasuk pemeriksaan semua kargo dari dan menuju Korea Utara, larangan semua perdagangan senjata dengan negara lain, pembatasan tambahan impor barang mewah bagi Korea Utara, dan pengusiran diplomat Korea Utara yang dicurigai melakukan kegiatan terlarang

3. November 2016 Dewan Keamanan PBB memperkuat sanksi untuk menanggapi uji coba nuklir bulan September 2016

Sanksi terbaru juga akan melarang seluruh kegiatan ekspor tekstil dari Pyongyang. Pada 2016, Korut dilaporkan memperoleh pendapatan sekitar 760 juta dolar AS dari sektor ini. Hal ini yang menjadi alasan Dewan Keamanan PBB mengincar sektor ekspor tekstil dalam sanksi terbarunya. Pekerja Korut yang saat ini berada di luar negeri turut menjadi sasaran sanksi Dewan Keamanan PBB. Mereka tidak akan mendapatkan upah dari pekerjaannya sehingga tidak akan memberikan pemasukan apapun bagi Pyongyang, Korea Utara.

Jika merujuk pada piagam PBB, kewenangan Dewan Keamanan dalam menjatuhkan sanksi telah diatur dalam Pasal 39 Piagam PBB yang menunjukan bahwa sanksi dapat dijatuhkan dalam permasalahan-permasalahan yang mengancam keamanan dan perdamaian dunia. Bentuk sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan tersebut adalah sanksi non-militer8 dan sanksi militer9. Oleh

karena semakin kompleksnya suatu masalah internasional, bentuk sanksi non-militer yang merujuk pada Pasal 41 Piagam PBB tersebut mengalami berbagai perluasan interpretasi sehingga istilah “smart sanctions” sering digunakan untuk menyebut sanksi-sanksi non-militer yang mengalami perluasan tersebut.

Langkah penyelesaian menurut pendapat penulis yaitu penyusunan pembuatan rencana untuk menghukum negara-negara ketiga yang melakukan bisnis dengan Korea Utara dengan memotong akses dagang mereka ke pasar Internasional. Mengingat sanksi militer hanya akan membawa resiko serius, diplomassi merupakan cara terbaik untuk mengatasi krisis saat ini.

Sementara PBB dan negara anggota lainnya harus terus menerus mengutuk keras sikap Korut. Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia diharapkan secara aktif dan imajinatif mengeksplorasi berbagai bentuk dialog dengan Korea Utara.

8 Pasal 41 Piagam PBB: “The Security Council may decide what measures not involving the use of armed force are to be employed to give effect to its decisions, and it may call upon the Members of the United Nastions to apply such measures. These may include complete or partial interruption of economic relations and of rail, sea, air, postal, telegraphic, radio, and other means of communication, and severance of diplomatic relations.

(8)

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas penulis menyimpulkan bahwa terdapat beberapa peraturan Inrenasional yang mengatur mengenai larangan penyalahgunaan penggunaan nuklir yang telah dilanggar oleh Korea Utara diantaranya yaitu Perjanjian Non-Prolifensi Nuclear (NPT). Dimana NPT sebenarnya telah memandatkan penyusunan traktat untuk pelarangan total senjata nuklir. Pembahasan traktat tersebut, yakni yang dikenal dengan Nuclear Weapon Convention, telah dimulai pada tahun 1996. Traktak tersebut akan mengatur pelarangan total kepemilikan, produksi, penggunaan, dan transfer senjata nuklir. Selain itu Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir (Comprehensive Nuclear Tesr-Ban Treaty/ CTBT) merupakan traktat yang melarang semua jenis uji coba nuklir yang menggunakan metode CTBT mulai dibuka untuk ditandatangani sejak September 1996. Terdapat juga Konvensi Ottawa yang berisi untuk tidak lagi menggunakan, memproduksi, menimbun, atau mengirimkan ranjau darat antipersonil.

Setelah berbagai sanksi yang telah dikeluarkan PBB tidak membuat Korea Utara berhenti untuk melakukan penyalahgunaan nuklir. Sanksi terbaru juga akan diberikan Dewan Keamanan PBB dengan melarang seluruh kegiatan ekspor tekstil dari Pyongyang Menurut analisis penulis diplomasi merupakan cara terbaik untuk mengatasi krisis saat ini, mengingat sanksi militer hanya akan membawa resiko serius. Hal ini hanya akan menyebabkan lebih banyak korban jiwa dan dapat memicu perang kawasan. Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia diharapkan secara aktif dan imajinatif mengeksplorasi berbagai bentuk dialog dengan Korea Utara.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Boer Mauna. 2015 Hukum Internasional (Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era

Dinamika Global. Bandung: P.T. Alumni

Asep Syamsul. 2000. Demonologi Islam: Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam. Jakarta:

Gema Insani Press.

Sefriani. 2014. Hukum Internasional: Suatu Pengantar. Jakarta: P.T. RajaGrafindo Persada

Jurnal

Setiawan Wicaksono, “Hambatan dalam Menerapkan Pasal 6 Kovenan Internasional Tentang

Hak-Hak Sipil dan Politik sebagai Dasar Penghapusan Pidana Mati di Indonesia,

(9)

Andi Purwono dan Ahmad Zaifuddin, “Peran Nuklir Korea Sebagai Instrumen Diplomasi

Politik Internasional”, Spectrum, Vol. 7, No. 2, Juni 2010.

Nama Koran : Suara Merdeka

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk maklumat lanjut tentang langkah berjaga-jaga sewaktu pemprosesan, rujuk Dokumen Data Kraton Polymers, Buletin Elektrik Statik (Nombor Dokumen K0073), atau bahan

Budi re Bahasa merupakan suatu bentuk laku dan tutur yang terjaga ketika disampaikan kepada sesama, terlebih lagi kepada orang tua. Budi Bahasa yang

Rendra (the owner) started a business by depositing RM15,000 into his business bank account. Nov 3 Bought goods from Medina Enterprise on credit worth RM5.000. Nov 5 Sold goods

membantah guru dengan cara cara yang tidak mereka bayangkan beberapa. tahun

In 2016, unprocessed cheese recorded a 48% value share of total cheese, which was an increase on its share from the previous year due to strong performances from portion and

Perangkat repeater GSM memerlukan sebuah antena yang memiliki gain besar terutama pada antena penerima, salah satu antena yang memiliki karakteristik gain besar adalah antena

Bagaimana perbandingan nilai average delay yang dihasilkan oleh algoritma penjadwalan mmSIR dan mSIR pada jaringan wimax untuk kelas layanan rtPS.. Bagaimana performansi

Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa: variabel MHP secara signifikan terbukti berpengaruh terhadap kepuasan dibuktikan dengan nilai probabilitas sebesar 0,000, koefisien jalur