• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSERVASI TANAH DAN AIR UNTUK MEWUJUDKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSERVASI TANAH DAN AIR UNTUK MEWUJUDKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MK PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR TERPADU KONSERVASI TANAH DAN AIR UNTUK

MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BERKELANJUTAN

KHABIBI NURROFI’ PRATAMA A155140071

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan hakekatnya adalah suatu perubahan yang terjadi akibat tindakan manusia untuk menciptakan suatu kondisi yang lebih baik dari sebelumnya (Lorenzo 2011). Dalam dimensi DAS, pembangunan merupakan segala kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan segala SDA (Sumberdaya Alam) yang terdapat dalam suatu DAS. DAS (Daerah Aliran Sungai) merupakan suatu hamparan lahan yang dibatasi punggung gunung, bukit atau batas topografi pemisah aliran lainnya yang menangkap curah hujan kemudian menyimpan dan mengalirkannya melalui saluran-saluran pengaliran ke satu titik patusan (outlet) berupa muara sungai di laut ataupun di danau (Hendrayanto 2013). Dalam hal ini, DAS dipandang sebagai suatu ekosistem yang terdiri atas komponen biotik dan abiotik. Artinya, dalam pengelolaannya, DAS harus dipandang secara holistik dengan mengidentifikasi berbagai komponen yang saling berinteraksi di dalamnya serta keterkaitan antara daerah hulu dan hilir DAS (Asdak 2007).

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara SDA (sumberdaya alam) dengan manusia dan segala aktivitasnya di dalam DAS agar terwujud keseimbangan ekosistem sehingga manfaat dari DAS dapat dirasakan manusia secara berkelanjutan (Presiden RI 2012). Dalam kaitannya dengan pembangunan, pengelolaan DAS perlu mencermati bahwa pembangunan DAS merupakan sebuah sistem multi dimensi yang sangat komplek dimana apabila dilakukan pada salah satu komponennya akan berdampak pada komponen lain, bahkan akan menimbulkan konflik. Hal ini selaras dengan yang dinyatakan Shalizi Z et al. (2003) dimana pembangunan di bidang ekonomi dan sosial sering dihadapkan pada permasalahan tentang kerusakan lingkungan. Salah satu persoalan lingkungan terkait pembangunan dan pengelolaan DAS adalah terjadinya degradasi lahan.

Degradasi lahan merupakan berkurangnya kemampuan lahan untuk mendukung segala aktivitas manusia didalamnya (Earthscan 2007). Aktivitas manusia yang dimaksud adalah segala kegiatan yang terkait dengan pembangunan, terutama dalam kegiatan bercocok tanam (pertanian). Ketika lahan terdegradasi maka manfaat dari sumberdaya lahan yang diterima oleh manusia juga akan berkurang sehingga menghambat pembangunan. Degradasi lahan juga berarti degradasi DAS, mengingat DAS merupakan suatu bentang lahan. Earthscan (2007) menyebutkan bahwa akar penyebab terjadinya degradasi lahan adalah pengelolaan lahan yang buruk yang umumnya berupa kesalahan penggunaan lahan (misuse) dan pemanfaatan sumberdaya lahan secara berlebihan (overuse). Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya yaitu dengan menerapkan tindakan konvervasi tanah dan air dalam pengelolaan lahan.

(3)

sebagai penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak pada musim hujan dan cukup air pada waktu musim kemarau. Oleh sebab itu, konservasi tanah dan konservasi air merupakan upaya konservasi yang sinergis dan dikenal konservasi tanah dan air.

Kaitannya dengan pembangunan DAS, konservasi tanah dan air merupakan hal yang perlu dilakukan untuk menjaga fungsi lahan di suatu DAS dalam mendukung pertumbuhan tanaman dan sistem tata air. Oleh karena itu, diperlukan kajian tentang pembangunan dan pengelolaan DAS berkelanjutan dan peranan tindakan konservasi tanah dan air.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep tentang pembangunan berkelanjutan dengan DAS sebagai unit pengelolaan?

2. Bagaimana pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan DAS saat ini? Dan bagaiman dampaknya?

3. Bagaimana seharusnya pembangunan dan pengelolaan DAS dilaksanakan? 4. Bagaimana peranan tindakan konservasi tanah dan air dalam pembangunan dan

pengelolaan DAS berkelanjutan?

Tujuan Kajian

1. Mengkaji konsep DAS sebagai unit pengeloaan dalam pembangunan berkelanjutan. 2. Mengkaji pelaksanaan pembangunan dan pengeloaan DAS saat ini dan dampak

yang ditimbulkannya serta bagaimana seharusnya pembangunan dan pengelolaan DAS dilaksanakan.

(4)

PEMBAHASAN

Pembangunan Berkelanjutan dengan DAS Sebagai Unit Pengelolaan Pembangunan berkelanjutan merupakan upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat generasi sekarang tanpa menimbulkan dampak yang dapat menghambat masyarakat generasi dalam memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam pembangunan berkelanjutan memperhatikan adanya batasan-batasan dalam pemanfaatan SDA berdasarkan kemampuannya sehingga manfaat dari SDA dapat dirasakan saat ini dan masa yang akan datang, (Bruntland 1987). SDA yang penting bagi kehidupan manusia adalah tanah dan air (Arsyad 2010).

Air merupakan prasyarat bagi keberlangsungan suatu kehidupan (Lee 1988). Sedangkan tanah memiliki fungsi sebagai matriks tempat perakaran dan sumber unsur hara bagi tumbuhan serta tempat penyimpanan air di daratan dalam bentuk air tanah. Akan tetapi, Arsyad (2010) mengatakan bahwa tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Perlunya pengelolaan sumberdaya tanah dan air dengan baik inilah yang pada akhirnya mendorong terciptanya konsep bahwa DAS digunakan sebagai unit pengelolaan sumberdaya alam. Pengelolaan dengan unit kelola DAS, ditujukan sebagai upaya perlindungan air dan tanah, termasuk didalamnya pengendalian limpasan dan erosi (Sinukaban 2007). Hal ini menekankan bahwa DAS sebagai unit pengelolaan dalam pembangunan menitik beratkan pada upaya konservasi terhadap tanah dan air tetapi tetap memandang bahwa DAS sebagai satu-kesatuan ekosistem.

Pembangunan DAS dilaksanakan dengan memanfaatkan SDA yang ada di dalam DAS melalui suatu sistem pengelolaan DAS. DAS merupakan unit hidrologi yang merupakan bentang lahan yang dibatasi oleh batas topografi. Artinya, perlu disadari bahwa pengelolaan DAS harus diselenggarakan dengan lintas kewenangan, baik secara administratif maupun sektor. Walapun sangat komplek tetapi pengelolaan dengan unit kelola DAS perlu diterapkan karena dampak hidrologis sebagai akibat intervensi manusia terhadap sumber daya alam di suatu DAS lebih mudah diukur karena faktor masukan (curah hujan) dan faktor keluaran (limpasan dan erosi) dapat dipantau secara berkelanjutan (Sinukaban 2007).

Pelaksanaan dan Dampak Pembangunan dan Pengelolaan DAS

(5)

pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang dituangkan dalam bentuk kebijakan pemerintah sebagaimana UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa dalam rangka mendayagunakan sumberdaya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti yang diamantkan dalam UUD 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nacional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa yang akan datang. Akan tetapi keterpurukan ekonomi terutama di negara berkembang seperti Indonesia membuat semua pemangku kepentingan lupa akan pentingnya keseimbangan ekosistem dan pada akhirnya mereka menghalalkan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Hal inilah yang menjadi penyebab terjadinya degradasi lahan berarti juga degradasi DAS hingga saat ini.

Degradasi DAS di Indonesia mendorong seluruh pemangku kepentingan dalam pengelolaan DAS membangun berbagai konsep tentang pengelolaan DAS hingga muncul PP Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS, dimana dalam Pasal 2 Ayat 4 menyebutkan bahwa pengelolaan DAS diselenggarakan secara terkoordinasi dengan melibatkan Instansi Terkait pada lintas wilayah administrasi serta peran masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 7 yang dimaksud Instansi Terkait adalah kementrian/lembaga pemerintah non kementrian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota yang berkepentingan dengan pengelolaan DAS. Tujuannya tertuang pada Pasal 3 yaitu untuk mengkoordinasikan, mengintegrasikan, mensinkronisasikan dan mensinergikan pengelolaan DAS dalam rangka meningkatkan daya dukung DAS. Daya dukung DAS yang dimaksud berdasarkan Pasal 1 Ayat 6 adalah kemampuan DAS untuk mewujudkan kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan SDA bagi manusia dan makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan.

Faktan saat ini menunjukkan bahwa tujuan PP Nomor 37 Tahun 2012 dirasa sulit diwujudkan. Hal ini karena dalam PP menjelaskan bahwa rencana pengelolaan DAS disusun oleh Menteri (Menteri Kehutanan) untuk DAS lintas negara dan provinsi, oleh gubernur untuk DAS dalam provinsi dan/atau lintas kabupaten/kota serta oleh bupati/walikota untuk DAS dalam kabupaten/kota, sesuai kewenangannya dengan membentuk tim dengan melibatkan Instansi Terkait sebagaimana Pasal 22 Ayat 2 dan 3. Artinya, dalam PP tersebut tidak menegaskan adanya suatu lembaga resmi sebagai koordinator lembaga pengelola DAS yang bersifat mengikat lembaga lain terkait komitmen dalam pengelolaan DAS, termasuk pengaturan pemberian sanksi bagi yang melanggar kesepakatan. Oleh karena itu, dalam pengelolaan DAS saat ini perumusan program kegiatan dan tujuannya masih dilaksanakan secara sepihak oleh masing-masing instansi sehingga tujuan dalam pengelolaan DAS belum menunjukkan satu-kesatuan visi, misi dan persepsi diantara pemangku kepentingan (Asdak 2007).

(6)

permintaan bahan baku industri terutama dari negara maju terhadap berbagai komoditas tiap daerah dan sektor melalui perdagangan internasional mendorong banyak pemangku kebijakan di Indonesia untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan ekosistemnya secara berlebihan yang mengakibatkan degradasi lahan.

Degradasi lahan menurut Earthscan (2007) didorong oleh beberapa faktor diataranya faktor alam, faktor demografi dan faktor sosial, politik serta ekonomi. Faktor alam seperti badai, aktivitas tektonik dan vulkanik memiliki peranan yang sangat dominan dalam mendorong terjadinya degradasi lahan sehingga tidak mungkin dilawan dengan penerapan teknologi. Dalam hal ini upaya yang bisa dilakukan oleh manusia adalah penyesuaian dengan menjadikan faktor alam sebagai salah satu pertimbangan dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pembangunan. Faktor demografi berhubungan erat dengan faktor sosial, politik dan ekonomi dalam mendorong terjadinya degradasi lahan. Peningkatan populasi dan perubahan pola hidup manusia yang cenderung konsumtif akan berdampak terhadap meningkatnya kebutuhan manusia akan SDA. Hal ini memicu tekanan terhadap lahan terutama dalam keputusan penggunaan lahan yang umumnya mengakibatkan kesalahan penggunaan lahan (penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahan). Selain itu, peningkatan populasi juga berdampak pada pemanfaatan SDA secara berlebih untuk memnuhi kebutuhan yang pada akhirnya mendorong degradasi lahan. Misalnya, meningkatnya kebutuhan kayu tropis menyebabkan degradasi lahan dan hutan hujan tropis.

Pemanenan kayu di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan kayu, baik dalam negeri maupun luar negeri dilaksanakan tanpa mempertimbangakan kemampuan ekosistem hutan untuk memulihkan kondisinya menyebabkan erosi dan banjir, mempercepat hilangnya spesies dan sumber daya genetik, degradasi lahan hutan hingga hilangnya mata pencaharian berbasis hutan. Sumargo et al. (2011) mengemukakan bahwa dalam kurun waktu tahun 2000 sampai 2009 terjadi deforestasi sebesar 15,15 juta hektar atau dengan laju 1,51 juta hektar per tahun di Indonesia. Deforestasi merupakan alih guna lahan hutan menjadi penggunaan lahan yang lain baik di dalam maupun di luar kawasan hutan karena menurunnya produktivitas hutan yang diakibat pemanfaatan hasil hutan kayu secara berlebih dan degradasi lahan hutan.

Degradasi lahan pada dasarnya timbul akibat terjadinya erosi tanah. Erosi tanah merupakan peristiwa hilangnya atau terkikisnya tanah di suatu tempat oleh air atau angin (Arsyad 2010). Arsyad (2010) juga mengklasifikasikan dampak erosi kedalam 2 kelas berdasarkan waktu yaitu dampak langsung dan tidak langsung dan 2 kelas berdasarkan tempat yaitu dampak di tempat terjadinya erosi dan dampak di luar tempat terjadinya erosi, sebagaimana tabel 1.

Tabel 1. Dampak Erosi Tanah dan Degradasi Lahan

(7)

Bentuk Menghilangnya mata air dan

dan memburuknya kualitas air.

Selaras dengan Arsyad (2010), Eathscan (2007) juga menyebutkan bahwa dampak degradasi lahan dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung dan menjadi masalah yang serius baik di tempat terjadinya degradasi lahan maupun daerah hilir dari suatu DAS. Earthscan (2007) juga menambahkan bahwa dampak degradasi lahan secara umum akan berpengaruh terhadap kesehatan dan ketenagakerjaan.

(8)

laju urbanisasi petani menyebabkan berbagai masalah sosial di kota, mulai meningkatnya angka pengangguran hingga masalah kriminal.

Degradasi lahan atau DAS diukur dengan angka koefisien regim sungai dan tingkat erosi (Asdak 2007). Koefisien regim sungai merupakan rasio debit maksimum rata-rata harian yang umum terjadi pada musim penghujan dengat debit mínimum rata-rata harian yang umumnya terjadi pada musim kemarau di daerah tropis. Hal ini tidak terlepas dari dampak degradasi DAS terutama banjir dan kekeringan dan konsep pengelolaan DAS yang menitikberatkan evaluasi pada laju aliran permukaan dan erosi sebagai parameternya. Kondisi DAS dianggap mulai terganggu apabila koefisien regim sungai dan erosi cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Asdak 2007). Di Indonesia, salah satu DAS yang telah mengalami degradasi adalah DAS Ciliwung. Berdasarkan analisis menggunakan regresi linier sederhana hasil pemantauan debit di Sub DAS Ciliwung Hulu di Bendung Katulampa oleh BPSDA Ciliwung-Cisadane tahun 2001-2013 menunjukkan bahwa nilai koefisien regim sungai cenderung meningkat dengan gradien 0.57%. Artinya, perubahan masukan air dari curah hujan menjadi aliran permukaan semakin tinggi dan semakin sedikit yang diinfiltrasikan sehingga debit sungai pada musim penghujan semakin tinggi dan debit sungai pada musim kemarau semakin rendah. Hal ini disebabkan terjadinya degradasi lahan akibat pengelolaan lahan pertanian yang buruk dan peningkatan lapisan kedap air karena meningkatnya kawasan pemukiman sebagaimana BPDAS (2011) menyebutkan bahwa dalam rentang waktu 2002 - 2011 terjadi peningkatan kawasan pemukiman di Sub DAS Ciliwung Hulu sebesar 49.33% (dari 2099.95 Ha pada 2002 menjadi 3135.90 pada tahun 2011). Dampak degradasi DAS Ciliwung yang paling mudah diamati adalah terjadinya bencana bajir di bagian hilir DAS Ciliwung (Provinsi DKI Jakarta) dengan frekwensi dan intensitas yang pada akhirnya juga menimbulkan lumpuhnya berbagai aktivitas ekonomi masyarakat dan adanya berbagai masalah kesehatan. Maka dari itu, lahan maupun DAS harus dikelola dengan baik untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan dan Pengelolaan DAS Berkelanjutan

(9)

menimbulkan kerusakan lingkungan di suatu unit pengelolaan atau dalam hal ini adalah DAS.

Pembangunan DAS berkelanjutan harus mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dalam pengelolaan DAS. Tantangan terbesar dalam pengelolaan DAS adalah menciptakan untuk selanjutnya mempertahankan keseimbangan antara pemenuhan hidup manusia dan ketersediaan SDA sehingga keberlanjutan pemanfaatannya dapat tercapai (Asdak 2007). Artinya, dalam pengelolaan DAS sering mengalami kendala dalam menciptakan keseimbangan ekosistem sebagai penyangga kehidupan, ketersediaan air baik secara kuantitas maupun kualitasnya, pengendalian aliran permukaan dan banjir serta erosi. Hal ini diwujudkan dengan berbagai upaya pemanfaatan SDA dengan tetap melindungi SDA terutama tanah dan air dari kerusakan. Untuk itu, perlu adanya integrasi berbagai lintas sektor, lintas administrasi, lintas disiplin ilmu dan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan DAS. Karena keberhasilan pengeloaan DAS ditunjang oleh suatu sistem perencanaan pengelolaan DAS yang mampu mengakomodir berbagai kepentingan sektor dan daerah terhadap SDA dalam DAS dan disusun berdasarkan pertimbangan berbagai disiplin ilmu.

Pengelolaan DAS terpadu merupakan proses perumusan tujuan bersama pengelolaan SDA dalam DAS, singkronisasi program dalam mencapai tujuan bersama, monitoring dan evaluasi bersama terhadap pengelolaan DAS dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan ekologi dalam DAS tersebut (Asdak 2007). Intrumen penting dalam pengelolaan DAS terpadu adalah adanya suatu lembaga bersama yang secara resmi diberikan mandat dalam pengelolaan DAS dan memiliki wewenang untuk merencanakan, memantau, mengevaluasi pengelolaan DAS serta memberikan sanksi bagi yang melanggar kesepakatan. Lembaga bersama ini harus dibentuk atas dasar kesadaran bersama para pemangku kepentingan mengenai perlunya pengelolaan DAS sehingga lembaga ini harus beranggotakan seluruh lembaga baik sektor maupun pemerintah daerah dalam DAS. Selain itu, dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS, lembaga ini juga harus melibatkan para ahli dari berbagai disiplin ilmu dan partisipasi masyarakat melalui berbagai bentuk kegiatan diskusi sehingga rencana yang kemudian disepakati dapat diterima oleh lintas sektor dan administrasi maupun masayarakat serta dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Dengan mekanisme perencanaan pengelolaan DAS tersebut, akan lebih jelas peran dan tanggung jawab sektor, pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengelolaan DAS.

(10)

akan membantu pengambilan keputusan dalam menyusun rencana pengelolaan sehingga pengelolaan DAS dapat dilakukan secara efektif.

Peranan Tindakan Konservasi Tanah dan Air dalam Pembangunan dan Pengelolaan DAS Berkelanjutan

Konservasi tanah dan air didefinisikan secara luas dan sempit. Konservasi tanah dan air secara luas diartikan sebagai pemanfaatan sebidang lahan untuk suatu penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuan lahan tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan (Arsyad 2010). Artinya, konservasi tanah dan air bukan berarti penundaan atau pelarangan penggunaan lahan tetapi suatu tindakan untuk menyesuaikan jenis dan pengelolaan suatu penggunaan lahan dengan kemampuan lahan. Sedangkan secara sempit konservasi tanah dan air merupakan upaya untuk menjaga tanah agar terhindar dari kerusakan sehingga mampu menjalankan fungsinya dengan baik dan pemanfaatan air secara efisien.

Tindakan konservasi tanah dan air bertujuan untuk mencegah erosi, memperbaiki tanah yang rusak, memelihara dan meningkatkan produktifitas tanah serta pemanfaatan air secara efisien. Berdasarkan tujuan ini ada empat pendekatan dalam konservasi tanah dan air, yaitu 1) Menutup tanah dengan berbagai vegetasi dan sisa-sisa tumbuhan untuk melindungi tanah dari daya penghancuran butir-butir hujan; 2) Memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap daya penghancuran butir-butir hujan dan pengangkutan oleh aliran permukaan; 3) Mengatur kecepatan aliran permukaan agar tidak merusak; 4) Meningkatkan jumlah air yang terinfiltrasi ke dalam tanah.

Tindakan konservasi tanah dan air digolongakan ke dalam tiga golongan utama yaitu metode vegetatif, metode mekanik dan metode kimia.

1. Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman dan tumbuhan dan/atau bagian dari tumbuhan dan/atau sisa tumbuhan untuk melindungi tanah dari daya penghancuran butir-butir hujan dan aliran permukaan serta meningkatkan kapasitas infiltrasi (Arsyad 2010). Contoh metode ini yaitu dengan melakukan reboisasi hutan dan penghijauan, penanaman dalam strip, penggunaan tanaman dan/atau bagian dan/atau sisa tanaman untuk penutup tanah dan agroforestri.

2. Metode mekanik adalah perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah termasuk pembuatan bangunan untuk mengurangi kecepatan dan volumen aliran permukaan, mengurangi erosi, meningkatkan infiltrasi, meningkatkan kemampuan lahan dan menyediakan air untuk tanaman (Arsyad 2010). Contoh metode ini yaitu pengolahan tanah, pengolahan tanah menurut kontur, guludan, parit pengela, teras, dam penghambat, rorak dan saluran irigasi.

(11)
(12)

KESIMPULAN

Tanah dan air merupakan SDA yang sangat penting dalam mendukung kehidupan manusia. Hal ini melatarbelakangi pembangunan dan pengelolaan skala DAS mengingat DAS sebagai unit hidrologi sehingga dampak pembangunan dan pengelolaan SDA terhadap tanah dan air dapat diukur. Walaupun pentingnya pembangunan dan pengelolaan berwawasan lingkungan telah disadari tetapi pelaksanaannya belum sepenuhnya dilakukan. Hal ini dikarenakan berbagai permasalahan ekonomi, social dan politik serta konflik kepentingan lainnya terutama di Negara berkembang termasuk di Indonesia yang mengakibatkan terjadinya degradasi lahan. Degradsi lahan juga diartikan degradasi DAS mengingat DAS adalah bentang lahan. Degradasi DAS menimbulkan persoalan seperti penurunan produktivitas lahan, pendangkalan sungai dan waduk, banjir, kekeringan, tanah longsor, berbagai masalah kesehatan dan sosial, yang pada akhirnya menghambat pembangunan. Maka dari itu, perlu disadari bahwa DAS harus dikelola dengan baik untuk mewujudkan pembangunan DAS berkelanjutan.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

[RI] Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): Sekretariat Negara

[RI] Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan DAS. Jakarta (ID): Sekretariat Negara

Arsyad S .2010. Konservasi Tanah dan Air.Edisi ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.

Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

[CAWMA] Comprehensive Assessment of Water Management in Agriculture. 2007. Water for Food, Water for Life: A Comprehensive Assessment of Water Management in Agriculture. London: Earthscan, and Colombo: International Water Management Institute.

Hendrayanto. 2013. Ekoregion, Bioregion dan Daerah Aliran Sungai Dalam Pembangunan Berkelanjutan. Di dalam: Kartodihardjo, editor. Kembali ke Jalan Lurus, Kritik Penggunaan Ilmu dan Praktek Kehutanan Indionesia; Januari 2013; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Forci Dev. dan Tanah Air Beta. hlm 451-461.

Lee R. 1988. Hidrologi Hutan. Edisi revisi. Subagyo S, penerjemah; Prawirohatmodjo, editor. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari: Forest Hydrology.

Lorenzo G B. 2011. Development and Development Paradigms. A (Reasoned) Review of Prevailing Visions. Rome, Italy (IT): Food and Agriculture Organization.

Shalizi Z et al. 2003. Suistainable Development in a Dynamic World. Transforming, Institution, Growth and Quality of Life. Washington DC and New York, United State (US): The World Bank and Oxford University Press.

Gambar

Tabel 1. Dampak Erosi Tanah dan Degradasi Lahan

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengevaluasi dan mengetahui sejauh mana perusahaan tetap menggunakan metode perhitungan penyusutan aktiva tetap menurut akuntansi keuangan SAK atau akan menerapkan

Misalnya, pada anggota geng motor tidak ada tanda-tanda konsep diri positif menurut William dan Phillip (1976) dalam Rakhmat (2004: 105) yang meliputi yakin akan kemampuannya da-

baik dalam keadaan hidup atau mati akan mengakibatkan perubahan histopatologi pada usus mencit jika diinokulasikan secara oral yang nantinya hasil penelitian ini akan membuktikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri endofit berpengaruh postif dan nyata dalam meningkatkan pertumbuhan, produksi herba segar dan kering serta andrografolid pada

Biaya sarana produksi yang digunakan oleh petani responden di desa Tambak Karya untuk usahatani Untuk lebih jelasnya mengenai biaya sarana produksi per hektar

Tujuan: Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan pepsin pada penderita refluks laringofaring yang didiagnosis berdasarkan refluks symptom index (RSI) dan

Tugas akhir ini akan membahas mengenai simulasi sistem dinamik terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri UKM pada sektor pertanian di Jawa Timur dan

Hidroponik berasal dari bahasa Latin yang berarti “Working Water atau Pemberdayaan Air”.Kenyataannya hidroponik adalah menanam tanaman tanpa tanah, atau sering