ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN
IMMOBILITAS
A. KONSEP LANSIA
1. Proses Menua Pada Lansia
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Perlu hati-hati daalm mengidentifikasi penuaan. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis (fisiological aging), diharapkan mereka tua dalam keadaan sehat(healty aging). Penuaan itu sesuai dengan kronologis usia( penuaan primer), dipengaruhi oleh factor endogen, perubahan dimulai dari sel jaringan organ system pada tubuh. Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan.
Bila penuaan banyak dipengaruhi oleh factor eksogen, yaitu lingkungan, social budaya, gaya hidup disebut penuaan sekunder. Penuaan itu tidak sesuaidengan kronologis usia dan patologis. Factor eksogen juga dapat mempengaruhi factor endogen sehingga dikenal dengan factor risiko. Factor risiko tersebut dapat menyebabkan terjadinya penuaan patologis(pathological aging). Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.
2. Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi Anna Keliat,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat(2), (3), (4) UU no.13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
a) Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. b) Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih c) Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI,2003)
d) Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang /jasa(Depkes RI,2003).
e) Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,2003).
4. Karakteristik lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat(2), (3), (4) UU no.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan).
b) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit , dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptive.
c) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi 5. Tipe lansia
Beberapa tipe lansiabbergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental’ social, dan ekonominya (Nugroho,2000).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. c) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.
d) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja
e) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.
B. KONSEP PENYAKIT 1. DEFINISI
Mobilitas Fungsional adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang.
Imobilisasi adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik pada bagian tubuh tertentu atau pada satu atau lebih ekstremitas( nanda, 2005:131)
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh. (Lindgren et al. 2004)
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai contoh:
a) Gangguan sendi dan tulang:
Penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang tentu akan menghambat pergerakan (mobilisasi)
b) Penyakit saraf:
Adanya stroke, penyakit Parkinson, dan gangguan sarap c) Penyakit jantung atau pernafasan
d) Gangguan penglihatan e) Masa penyembuhan f) Fraktur
3. BATASAN KARAKTERISTIK
Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi
a) Keengganan untuk melakukan pergerakan b) Keterbatasan rentang gerak
c) Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot
d) Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan medis
e) Gangguan koordinasi
f) Postur tubuh tidak stabil selama melakukan aktifitas rutin g) Keterbatasan melakukan ketrampilan motorik kasar
4. IMOBILITAS YANG TERJADI PADA TULANG LANSIA
Asimtomatik atau nyeri punggung ringan, kifosis, bungkuk dan tinggi badan menurun
Osteoporosis
:meningkat, nyeri punggung berat, deformans), tonjolan tulang jari kaki, sub-luksasi sendi tangan atau kaki, telapak kaki nyeri dan masalah kaki lain
5. KLASIFIKASI KERUSAKAN MOBILITAS FISIK PADA LANSIA a) Osteoporosis
b) Osteomalasia
c) Penyakit paget tulang d) Penyakit keganasan tulang e) Osteomielitis akut
f) Fraktur( fraktur leher femur, fraktur colle’s, fraktur columna fertebralis)
6. MANIFESTSI KLINIS
Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidak efektifan
Efek Hasil
Penurunan konsumsi oksigen maksimum
Penurunan fungsi ventrikel kiri
Penurunan volume sekuncup
Perlambatan fungsi usus
Pengurangan miksi
Gangguan tidur
Intoleransi ortostatik
Peningkatan denyut jantung, sinkop
Penurunan kapasitas kebugaran
Konstipasi
Penurunan evakuasi kandung kemih
Bermimpi pada siang hari, halusinasi
7. KOMPLIKASI IMOBILISASI
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut: a) Infeksi saluran kemih
b) Sembelit c) Infeksi paru
d) Gangguan aliran darah e) Luka tekansendi kaku f) Intoleransi aktivitas
l) Ansietas berat.
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dn psikologis dari imobilitas. Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terjhadap imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hamper sama dengan proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini.
8. PATOFISIOLOGI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
a) Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
b) Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.
c) Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula) .
d) Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat punggung bergerak.
f) Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
g) Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
h) Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
i) Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
1) Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
2) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi. 3) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
4) Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
10. PENATALAKSANAAN a) Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan 1. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal, perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk) depresi gangguan tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikn kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat memberikan efek latihan.
3. Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang factor-faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan pengalaman;
4. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.
b) Pencegahan sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dikurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal diri suatu pengertian tentang berbagai faktor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawatan dihubungkan dengan poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik
c) Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta teman-teman
Pengobatan terapeutik ditujukan kearah perawatan penyakit atau kesakitan yang dihasilkan atau yang turut berperan terhadap masalah imobilitas dan penanganan konsekuensi aktual atau potensial dari imobilitas. Contoh-contoh pendekatan terhadap penanganan imobilitas meliputi terapi fisik untuk mempertahankan mobilitas dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten atau stoking kompresi gradien untuk meningkatkan aliran darah vena dan mencegah tromboembolisme, spirometri insesif untuk hiperinflasi alveoli, dan tirah baring, kecuali untuk eliminasi.
C. KONSEP KEPEAWATAN
1. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : jam: a) Data biografi
Terdapat : Nama, Tempat &tanggal lahir , Pendidikan terakhir , Agama, Status, TB/BB, Penmpilan, Ciri-ciri tubuh, Alamat, Orang yang dekat dihubungi, Hubungan dengan usila, Alamat.
b) Riwayat keluarga d) Genogram :
Keterangan :
e) Riwayat Pekerjaan :
Terdapat Pekerjaan saat ini, Alamat pekerjan, Jarak dari rumah, Alat transportasi, Pekerjaan sebelumnya, Berapa jarak dari rumah, Sumber – sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan.
f) Riwayat Lingkungan Hidup
Tipe tempat tinggal, Jumlah kamar, Kondisi tempat tinggal, Jumlah orang yang tinggal dirumah, Derajat privasi, Tetangga terdekat, Alamat / telpon.
g) Riwayat rekreasi
Perawat /bidan/dokter/fisioterapi, jarak dari rumah, pelayanan kesehatan dirumah, makanan yang dihantarkan, perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga, dll.
i) Diskripsi Kekhususan Kebiasaan ritual, dll. j) Status Kesehatan
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu, status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu, keluhan utama (provocative/palliative, quality/quantity, region, severity scale, timming. Pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan.
k) Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat pengkajian. l) Penatalaksanaan masalah kesehatan :
Tindakan yang dilakukan klien saat sakit.
Obat-obat yang pernah di terima klien menurut catatan di pelayanan kesehatan.
m)Pola persepsi pemeliharaan kesehatan
Selama ini klien tidak pernah melakukan hal-hal yang merugikan kesehatan seperti merokok atau minum-minuman keras.
n) Alergi : klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan , serta cuaca yang extrim.
o) Penyakit yang diderita : penyakit keturunan seperti Hipertensi, dan mempunyai riwayat penyakit stroke
p) Pola aktifitas Hidup sehari hari Kemampua
n Perawatan Diri
Independen Bantuan Alat
Bantuan orang lain
Bantun orang lain & peralatan
Depen dent
1. makan
/minum
2. mandi
3. Berpakaian
5.
Transfering/ pindah
6. Ambulasi
q) Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT AKTIVITAS/ MOBILITAS KATEGORI
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat 2 Memerlukan bantuan atau
pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan
r) Rentang gerak (range of motion-ROM)
GERAK SENDI DERAJAT RENTANG
NORMAL
Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang paling jauh.
180
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuju bahu.
150
Pergelangan tangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi
80-90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke Ekstensi: luruskan jari 90 Hiperekstensi: tekuk
jari-jari tangan ke
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari
Ekstensi: luruskan jari 90 Hiperekstensi: tekuk
jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan
20
s) Derajat kekuatan otot
SKALA PERSENTASE KEKUATAN
NORMAL (%) KARAKTERISTIK
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan
gravitasi gravitasi dan tahanan penuh t) KATZ INDEX
AKTIVITAS KEMANDIRIAN
(1 poin)
TIDAK ADA
pemantauan, perintah ataupun didampingi
KETERGANTUNGAN
(0 poin)
Dengan pemantauan, perintah, pendampingan personal atau perawatan total
MANDI (1 poin)
Sanggup mandi sendiri tanpa bantuan, atau hanya memerlukan bantuan pada bagian tuguh, masuk dan keluar
kamar mandi.
Dimandikan dengan bantuan total
Berpakaian lengkap mandiri. Bisa jadi membutuhkan bantuan unutk memakai sepatu
Membutuhkan bantuan dalam berpakaian, atau dipakaikan baju secara keseluruhan
TOILETING (1 poin)
Mampu ke kamar kecil (toilet), mengganti pakaian, membersihkan genital tanpa bantuan
(0 poin)
Butuh bantuan menuju dan keluar toilet, membersihkan sendiri atau menggunakan telepon
PINDAH POSISI (1 poin)
Masuk dan bangun dari tempat tidur / kursi
Mampu mengontrol secara baik perkemihan dan buang air besar
(0 poin)
Sebagian atau total inkontinensia bowel dan bladder
MAKAN (1 poin)
Mampu memasukkan makanan ke mulut
Membutuhkan bantuan sebagian atau total dalam makan, atau memerlukan makanan parenteral
AKTIVITAS KEMANDIRIAN
(1 poin)
TIDAK ADA
pemantauan, perintah ataupun didampingi
KETERGANTUNGAN
(0 poin)
Dengan pemantauan, perintah, pendampingan personal atau perawatan total
Total Poin :
u) Indeks ADL BARTHEL (BAI)
NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan rangsang pembuangan tinja
0
1
2
Tak terkendali/ tak teratur (perlu 2 Mengendalikan rangsang
berkemih
0 1
2
Tak terkendali atau pakai kateter Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24 (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram) pada beberapa kegiatan tetapi dapat
mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain. Perlu ditolong memotong
Mandiri bantuan untuk bias duduk
Bantuan minimal 1 orang.
Mandiri 7 Berpindah/ berjalan 0
1
Berjalan dengan bantuan 1 orang. Mandiri
Total Skor Skor BAI : 20 : Mandiri
12 - 19 : Ketergantungan ringan 9 - 11 : Ketergantungan sedang 5 - 8 : Ketergantungan berat 0 - 4 : Ketergantungan total
v) Nutrisi, Eliminasi, Aktifitas, Istirahat & tidur, Sexual. w) Psikologis :
1. Persepsi klien 2. Konsep diri 3. Emosi 4. Adaptasi
5. Mekanisme pertahanan diri Tinjauan Sistem x) Keadaan umum
1. Tingkat kesadaran 2. GCS
y) Pemeriksaan fisik
1. Mengkaji skelet tubuh
Primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi. Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
a) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang) b) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada) c) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian
pinggang berlebihan) 3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot dan Mengkaji system kardiovaskuler
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop
5. Mengkaji system respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi
6. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis. cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
7. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
8. Mengkaji Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
9. Mengkaji Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosongan rektum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
10. Mengkaji Faktor-faktor lingkungan
tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidur posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas
z) Status kognitif/Afektif sosial. 1) SPSMQ
Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Skore
No Pertanyaan Jawaban
+ ─
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang? (hari, tanggal, tahun) 3 Apa nama tempat ini
4 Berapa nomer telepon anda
4a Dimana alamat anda? (tanyakan bila lansia tidak punya nomer telepon)
5 Berapa umur anda? 6 Kapan anda lahir?
9 Siapa nama (gadis) anda dulu?
10
Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru, semua secara menurun
Jumlah Kesalahan Total
2) MMSE
Mini Mental State Exam (MMSE)
Nilai
Max Pasien Pertanyaan
Orientasi
5 Tahun, musim, tanggal, hari, bulan apa sekarang?
5 Dimana kita : negara bagian, wilayah, kota, rumah sakit, panti
Registrasi
3
Nama 3 objek : 1 detik untuk mengatakan masing2 kemudian tanyakan klien ketiga objek tersebut, setelah menanyakannya beri 1 poin untuk setiap jawaban yang benar, kemudian ulangi sampai ia mempelajari ketiganya. Jumlahkan percobaan dan catat.
Percobaan : ... Perhatian dan Kalkulasi
5 Seri 7”, 1 poin untuk setiap kebenaran. Berhenti setelah jawaban 5 jawaban. Bergantian eja “kata” kebelakang Mengingat
3 Meminta untuk mengulang ketiga objek di atas. Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran
Bahasa
9
Nama pensil dan melihat (2 poin)
Mengulang hal berikut : tak ada jika, dan, atau tetapi (1 poin)
3) Inventaris depresi beck Skore Uraian
A. Kesedihan
3 Saya sangat sedih/ tidak bahagia dimana saya tidak dapat menghadapinya.
2 Saya galau/ sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar darinya. 1 Saya merasa sedih atau galau.
0 Saya tidak merasa sedih. B. Pesimisme
3 Saya merasa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat membaik.
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memendang kedepan. 1 Saya merasa berkecil hati untuk mengenai masa depan.
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan. C. Rasa kegagalan
3 Saya merasa benar-benar gagal sebagai orang tua,(suami/istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat saya lihat adalah kegagalan.
1 Saya merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya. 0 Saya tidak merasa gagal.
D. Ketidakpuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya.
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan apapun. 1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan. 0 Saya tidak merasa puas.
E. Rasa bersalah
3 Saya merasa sangat buruk atau tidak berharga. 2 Saya merasa sangat bersalah.
1 Saya merasa buruk/ tak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik. 0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
F. Tidak menyukai diri sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri.
1 saya tidak suka dengan diri saya sendiri.
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri saya sendiri. G. Membahayakan diri sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai kesempatan.
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri. 1 Saya merasa lebih baik mati.
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan diri sendiri.
H. Menarik diri dari social
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak peduli pada mereka semua.
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan mempunyai sedikit perasaan pada mereka .
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya. 0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain.
I. Keragu-raguan
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali.
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan. 1 Saya berusaha mengambil keputusan.
0 Saya membuat keputusan yang baik. J. Perubahan gambaran diri
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan.
2 Saya merasa bahwa ada perubahan yang permanen dalam penampilan saya dan ini membuat saya tidak menarik.
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak manarik.
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak buruk dari pada sebelumnya. K. Kesulitan kerja
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali.
2 Saya telah mendorong diri saya sendiridengan keras untuk melakukan sesuatu.
1 Saya memerlukan upaya tambahan untuk mulai melakukan sesuatu. 0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya.
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu. 2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu. 1 Saya merasa lelah dari yang biasanya. 0 Saya tidak merasa lebih lelah dari biasanya. M. Anoreksia
3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali. 2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang. 1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya. 0 Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya.
Penilaian
0-4 Depresi tidak ada atau minimal. 5-7 Depresi ringan.
8-15 Depresi sedang. 16+ Depresi berat.
Dari beck AT, beck RW : screening depressed patients in family practice(1972)
2. MASALAH KEPERAWATAN a) Kerusakan mobilitas fisik b) Gangguan rasa nyaman nyeri
c) Resiko terhadap kerusakan integritas kulit d) Gangguan perfusi jaringan perifer
e) Kurang perawatan diri f) Resiko terhadap cidera g) Resiko terjadi infeksi h) Konstipasi
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrom disuse
b) Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang.
4. INTERVENSI
Diagnosa keperawatan; Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrom disuse
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
1. Klien mampertahankan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal dan fleksibilitas sendi-sendi
2. Klien mampu mempertahankan posisi fungsi, dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur.
Intervensi keperawatan Rasional 1. Observasi tanda dan gejala
penurunan mobilitas sendi, dan kehilangan ketahanan 2. Observasi status respirasi
dan fungsi jantung klien
3. Observasi lingkungan terhadap bahaya-bahaya keamanan yang potensial. Ubah lingkungan untuk menurunkan bahaya-bahaya keamanan
4. Ajarkan tentang tujuan dan pentingnya latihan
5. Ajarkan penggunaan alat-alat bantu yang tepat
Memberikan informasi sebagai
dasar dan pengawasan keefektifan intervensi
Memberikan informasi tentang
status respirasi dan fungsi jantung klien
Mencegah risiko cedera pada
lansia
Meningkatkan harga
diri:meningkatkan rasa kontrol dan kemandirian klien
Membantu perawatan diri dan
kemandirian pasien
Diagnosa keperawatan: Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang. Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
a. Klien menyatakan nyeri terkontrol
c. Klien mampu mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi kompensasi tubuh
d. Klien mampu mendemonstrasikan tehnik atau prilaku yang memungkinkan melakukan aktifitas
Interfensi keperawatan Rasional 1. Evaluasi atau lanjutkan pemantauan
tingkat inflamasi atau rasa sakit pada sendi.
2. Bantu dan ajari keluarga klien untuk pertahankan istirahat tirah baring atau duduk jika diperlukan, jadwal aktifitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan
4. Ajari klien dan keluarga ubah posisi dengan sering dengan personel cukup serta demonstrasikan atau bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis: trapeze
5. Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, berjalan.
6. Ajarkan keluarga untuk memberikan lingkungan yang aman, mis: menaikkan kursi atau kloset, menggunakan pegangan tangga pada
1. Tingkat aktifitas atau latihan tergantung dari perkembangan atau resolusi dari proses inflamasi
2. Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan dan mempertahankan kekuatan
3. Mempertahankan atau menigkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan: latihan yang tidak adekuat dapat menyebabkan kekakuan sendi 4. Menghilangkan tekanan pada
jaringan dan meningkatkan sirkulasi, tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit
5. Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas
bak atau pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas atau kursi roda penyelamat.
Diagnosa keperawatan: Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan fraktur, pemasangan traksi pen, imobilitas fisik Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
a) Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang
b) Klien menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit atau memudahkan penyembuhan sesuai indikasi
c) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan lesi terjadi
Intervensi keperawatan Rasional
1. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda
asing, kemerahan , perdarahan, perubahan warna, kelabu, memutih.
2. Ajarkan keluarga lansia agar
mengubah posisi sesering mungkin.
3. Ajarkan keluarga lansia agar sesering
mungkin membersihkan kulit dengan air sabun hangat.
4. Tekuk ujung kawat atau tutup ujung
kawat atau pen dengan karett atau gabus pelindung atau tutup jarum
5. Ajarkan keluarga agar memberikan
bantalan atau pelindung dari kulit domba atau busa.
Memberikan informasi tentang
sirkulasi kulit dan pembentukan edema yang membutuhkan intervensi medik lanjut
Mengurangi tekanan konstan pada area
yang sama dam meminimalkan ressiko kerusakan kulit
Menurunkan kadar kontaminasi kulit
Mencegah cedera pada bagian tubuh
lain
Mencegah tekanan berlebihan pada
kulit, meningkatkan eaporasi kelembapan yang menurunkan resiko ekskoriasi
Evaluasi disusun menggunakan SOAP secara operasional dengan sumatif (dilakukan selama proses asuhan keperawatan) dan formatif (dengan proses dan evaluasi akhir).
Evaluasi dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu: 1) Evaluasi berjalan (sumatif)
Evaluasi jeni ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh keluarga. format yang dipakai adalah format SOAP.
2) Evaluasi akhir (formatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E, Moorhouse, geissler, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 1999
Joseph J. Gallo, William Reichel, Lillian M. Andersen, Buku Saku Gerontologi, Edisi 2, Jakarta, EGC, 1998.
L. Stokckslarger, Jaime, Schaeffer, liz, Buku Saku Keperawatan Gerontik, Edisi 2, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2007.
Nanda, Panduan Diagnosa Keperawatan, Jakarta, Prima Medika, 2005.
R. Boedhi-Darmojo, H. Hadi Martono, Buku Ajar geriatri(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), edisi ke 2, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.