• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN HUKUM DALAM PENETAPAN PERBATASAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Perbatasan - Pengelolaan Wilayah Perbatasan Darat Antara Indonesia Dengan Malaysia Pada Lembaga Perbatasan General Border Committee (Gbc) Menurut Perspektif Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGATURAN HUKUM DALAM PENETAPAN PERBATASAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Perbatasan - Pengelolaan Wilayah Perbatasan Darat Antara Indonesia Dengan Malaysia Pada Lembaga Perbatasan General Border Committee (Gbc) Menurut Perspektif Hukum"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN HUKUM DALAM PENETAPAN PERBATASAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

A. Pengertian Perbatasan

Pasal 1 Montevideo Convention on The Right and Duty of The States tahun

1993 menetapkan bahwa sebagai suatu kesatuan negara harus memiliki empat

kualifikasi yaitu memiliki penduduk yang tetap, wilayah dengan batas-batas yang

jelas, pemerintahan yang efektif dan kemampuan untuk mengadakan hubungan

dengan negara lain. Muatan produk hukum tersebut diatas dapat diletakkan pada

perspektif kedaulatan sebuah negara, dimana penegasan batas wilayah negara

merupakan manifestasi dari kedaulatan sebuah negara. Dalam batas-batas tersebut

sebuah negara memiliki complete and exclusive souvereignty (hak berdaulat yang

dilaksanakan secara penuh) dalam upaya mewujudkan visi dan tujuannya. Hal

inilah yang menjadikan suatu perbatasan menjadi sangat penting bagi

masing-masing negara.

Pengertian perbatasan secara umum adalah sebuah garis demarkasi antara

dua negara yang berdaulat26

26Rizal Darmaputra. 2009. Manajemen Perbatasan dan Reformasi Sektor Keamanan. Jakarta: IDSPS Press. Hlm. 3.

. Menurut pakar perbatasan Guo, bahwa kata border

atau perbatasan mengandung pengertian sebagai pembatasan suatu wilayah politik

dan wilayah pergerakan. Sedangkan wilayah perbatasan, mengandung pengertian

sebagai suatu area yang memegang peranan penting dalam kompetisi politik antar

(2)

hanya terbatas pada dua atau lebih negara yang berbeda, namun dapat pula

ditemui dalam suatu negara, seperti kota atau desa yang berada di bawah dua

yurisdiksi yang berbeda. Intinya, wilayah perbatasan merupakan area (baik kota

atau wilayah) yang membatasi antara dua kepentingan yurisdiksi yang berbeda27

Perbatasan secara politik dapat terbentuk dimana saja, baik dalam negeri

manapun dengan negeri lain. Oleh karena itu, wilayah perbatasan dapat

digambarkan sebagai suatu faktor pemisahan karena adanya halangan dua sistem

kekuasaan politik, sehingga pemerintahan di masing-masing wilayah politik yang

berbeda tersebut dapat mengatur dirinya sendiri, seperti terkait dengan ekspor dan

impor, apakah yang digunakan instrumen tarif atau non tarif, serta terkait dengan

penggunaan visa atau izin imigrasi bagi orang yang ingin memasuki suatu wilayah

di perbatasan

.

28

Suatu perbatasan seringkali didefinisikan sebagai garis imajiner di atas

permukaan bumi, yang memisahkan wilayah suatu negara dari negara lain. .

Secara historis, perbatasan sebuah negara atau state’s border, dikenal

dengan bersamaan lahirnya negara. Negara dalam pengertian modern sudah mulai

dikenal sejak abad ke-18 di Eropa. Perbatasan negara merupakan sebuah ruang

geografis yang sejak semula merupakan wilayah perebutan kekuasaan

antarnegara, yang terutama ditandai oleh adanya pertarungan untuk memperluas

batas-batas antarnegara. Sebagai bagian dari sejarah dan eksistensi negara, riwayat

daerah perbatasan tidak mungkin dilepaskan dari sejarah kelahiran dan

berakhirnya sebagai negara.

27J. G. Starke. 2007. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: PT. Sinar Grafika.

(3)

Namun menurut pakar perbatasan lainnya yaitu Jones, bahwa suatu perbatasan

bukan semata-mata sebuah garis pada suatu tanah perbatasan29

Menurut pendapat ahli geografi politik, pengertian perbatasan dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu boundaries dan frontier. Kedua defenisi ini

mempunyai arti dan makna yang berbeda meskipun keduanya saling melengkapi

dan mempunyai nilai yang strategis bagi kedaulatan wilayah negara. Perbatasan

disebut frontier karena posisinya yang terletak di depan (front) atau dibelakang

(hinterland) dari suatu negara. Oleh karena itu, frontier dapat juga disebut dengan

istilah foreland, borderland ataupun march. Sedangkan istilah boundary

digunakan karena fungsinya yang mengikat atau membatasi (bound or limit) suatu

unit politik, dalam hal ini adalah negara. Semua yang terdapat di dalamnya terikat

menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh serta saling terintegrasi satu dengan

yang lain. Boundary paling tepat dipakai apabila suatu negara dipandang sebagai

unit spasial yang berdaulat

.

30

Dalam bahasa Inggris, perbatasan memiliki dua istilah, yaitu boundaries dan

frontier. Dalam bahasa sehari-hari, kedua istilah tersebut tidak ada bedanya. Tetapi, dalam perspektif geografi politik, kedua istilah tersebut mempunyai

perbedaan makna. Menurut A. E. Moodie, boundaries diartikan sebagai

garis-garis yang mendemarkasikan batas-batas terluar dari wilayah suatu negara.

Sementara frontier merupakan zona (jalur) dengan lebar yang berbeda yang

berfungsi sebagai pemisah dua wilayah yang berlainan negaranya .

Beberapa pendapat para ahli geopilitik tentang biundaries dan frontier

antara lain sebagai berikut:

Menurut A. E. Moodie:

31

29J. G. Starke. Op. Cit.

30Suryo Sakti Hadiwijoyo. 2008. Batas Wilayah Negara Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.

Hlm. 37.

31A. E. Moodie. 1963. Geography Behind Politics. London: Chinsoun University Library. Hlm. 72.

(4)

Menurut Hans Weiger dalam bukunya yang berjudul Principles of

Political Geography, yaitu:

Boundaries dapat dibedakan menjadi boundaries zone dan boundaries line. Boundaries line adalah garis yang mendemarkasikan batas terluar, sedangkan boundaries zone mempunyai pengertian yang tidak jauh berbeda dengan frontier. Boundarise zone diwujudkan dalam bentuk kenampakan ruang yang terletak antara dua wilayah. Ruang tersebut menjadi pemisah kedua wilayah negara dan

merupakan wilayah yang bebas. Boundary line diwujudkan dalam bentuk garis,

wooden barrier, a grassy path between field (jalan setapak rumput yang memisahkan dua atau lebih lapangan), jalan setapak di tengah hutan, dan lain-lain32

Frontier mempunyai orientasi keluar, sedangkan boundaries lebih berorientasi ke

dalam. Frontier merupakan sebuah manifestasi dari kekuatan sentrifugal,

sedangkan boundaries merupakan manifestasi kekuatan sentripetal. Perbedaan ini

bersumber pada perbedaan orientasi antara frontier dan boundaries. Frontier

merupakan suatu faktor integrasi antara negara-negara tersebut di satu pihak,

sedangkan boundaries merupakan suatu faktor pemisah. Boundaries berupa suatu

zone transisi antara suasana kehidupan yang berlainan, yang juga mencerminkan kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan dari negara yang saling berbatasan.

Sedangkan frontier masih memungkinkan terjadinya saling interpenetrasi

pengaruh antar dua negara yang berbatasan/bertetangga .

Selanjutnya melengkapi pendapat Weiger dan Moodie, Kristof seorang

ahli geografi politik dalam tulisannya yang berjudul The Nature of Frontiers and

Boundarie (1982) membedakan boundaries dan frontier sebagai berikut:

33

Boundary adalah batas wilayah negara atau perbatasan di mana secara demarkasi letak negara dalam rotasi dunia yang telah ditentukan, dan mengikat secara bersama-sama atas rakyatnya di bawah suatu hukum dan pemerintah yang

berdaulat. Frontier adalah daerah perbatasan dalam suatu negara yang mempunyai

ruang gerak terbatas akan tetapi karena lokasinya berdekatan dengan negara lain, sehingga pengaruh luar dapat masuk ke negara tersebut yang berakibat munculnya masalah pada sektor ekonomi, politik, dan sosial budaya setempat yang kemudian berpengaruh pula terhadap kestabilan dan keamanan serta integritas suatu negara

.

Sedangkan menurut D. Whittersley:

34

32Hans Weiger. 1957. Principlles of Pilitical Geography. New York: Appleton Century.

33Kristof. 1982. The Nature of Frontier and Boundaries.

34D. Whittersley. 1982. Political Geography: a contemporary perspective. New Delhi. Hlm. 101.

(5)

Menurut pendapat Suryo Sakti Hadiwijoyo, perbatasan adalah wilayah

geografis yang berhadapan dengan negara tetangga, yang mana penduduk yang

bermukim di wilayah tersebut disatukan melalui hubungan sosial ekonomi dan

sosial budaya setelah ada kesepakatan antarnegara yang berbatasan35

Pada hakikatnya, perbatasan Indonesia adalah batas berakhirnya

kedaulatan penuh dari Pemerintah Indonesia terhadap wilayahnya berikut segala

isi di atas, permukaan dan di bawahnya. Ini mengandung arti bahwa secara hukum

(nasional dan internasional) kedaulatan penuh Pemerintah Indonesia hanya sampai

di kawasan-kawasan perbatasan NKRI yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam

menjalankan kedaulatannya ini, Pemerintah Indonesia berhak melakukan apa saja

(to govern itself) terhadap isi dan ruang kawasan perbatasannya sesuai dengan cita .

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 43 tahun 2008 tentang

Wilayah Negara mendefenisikan kawasan perbatasan negara adalah bagian dari

wilayah negara yang terletak pada sisi dalam batas wilayah Indonesia dengan

negara lain. Dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada

di kecamatan yang berhadapan langsung dengan negara tetangga.

Berdasarkan pendapat para ahli sebagaimana diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa perbatasan adalah suatu kawasan yang berbatasan dengan

wilayah negara lain sebagaimana sebelumnya telah ditetapkan garis batasnya

melalui sebuah kesepakatan/perjanjian antar dua atau lebih negara yang

bertetangga, dimana kawasan perbatasan tersebut merupakan tanda berakhirnya

kedaulatan suatu negara terhadap wilayah yang dikuasainya.

(6)

dan tujuan negara Indonesia serta arah pembangunan negara Indonesia

sebagaiamana telah digariskan melalui rencana-rencana pembangunan jangka

pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Di samping itu, dalam

melaksanakan kedaulatan penuhnya di kawasan perbatasan, Pemerintah Indonesia

berhak menolak segala campur tangan/intervensi dari pihak atau negara lain.

Demikian juga sebaliknya, Pemerintah Indonesia tidak dapat melakukan

intervensi terhadap kawasan yang bukan dibawah yursdiksi kedaulatannya.

Intervensi terhadap kawasan perbatasan diperbolehkan sepanjang ada kesepakatan

antara Pemerintah Indonesia dengan pihak atau negara lain36

Terdapat beberapa nilai-nilai yang terkandung di kawasan perbatasan

Indonesia yaitu nilai kedaulatan, integritas, kesetaraan, kesepakatan dan

hormat-menghormati, pembangunan negara dan kerjasama, kepastian hukum, ideologi,

politis, ekonomis/kesejahteraan, sosial dan budaya, pertahanan keamanan,

geografis dan spasial serta teknologi. Sedangkan asas/prinsip yang terkandung

dalam kawasan perbatasan Indonesia adalah asas transnasional, persamaan

kedaulatan (principle of the sovereign equality), pengakuan (non-recognition

principle), pertahanan dan keamanan (self defence principle), kerjasama,

keberlanjutan (sustainability principle), desentralisasi, dekonsentrasi,

pembantuan, keadilan, kemanfaatan, kepastian hukum, penggunaan teknologi dan

negara kepulauan

.

37 .

36Mahendra Putra Kurnia. 2011. Hukum Kewilayahan Indonesia. Malang: Universitas

Brawijaya Press. Hlm. 83.

(7)

B. Fungsi Perbatasan

Berdasarkan pengertian perbatasan diatas, bahwasannya dapat

disimpulkan bahwa perbatasan mempunyai beberapa fungsi. Fungsi perbatasan

juga mengalami perkembangan zaman. Pada zaman dahulu fungsi perbatasan

umumnya sebagai berikut:

1. Garis pertahanan

Garis pertahanan digunakan untuk mengetahui batas yurisdiksi setiap

masing-masing negara. Sehingga negara yang satu dengan negara yang lain tidak

mengambil alih atas yurisdiksi suatu wilayah yang bukan merupakan bagian

wilayahnya.

2. Batas wilayah kekuasaan negara

Perbatasan sebagai batas wilayah kekuasaan negara agar suatu pemerintahan

negara mengetahui sampai dimana kedaulatan wilayahnya dan kewenangannya

untuk mengelola wilayahnya.

3. Untuk melindungi industri di dalam wilayah

Hal ini dilakukan agar pemerintah suatu negara dapat mengadakan pajak-pajak

tarif tertentu, seperti tarif lintas batas. Hal yang demikian akan mempengaruhi

pemasaran bagi hasil-hasil produksi industri tersebut. Jadi perbatasan disini

mempunyai fungsi perdagangan.

4. Fungsi legal (hukum)

Perbatasan merupakan batas berlakunya hukum suatu negara. Penduduk yang

tinggal di wilayah perbatasan, hendaknya mematuhi hukum-hukum yang berlaku

(8)

mempunyai adat istiadat yang sama dengan adat-istiadat penduduk di seberang

garis perbatasan negaranya. Akan tetapi dengan timbulnya supranasionalisme

yang didasarkan atas kepentingan ekonomi dan kebudayaan, beberapa negara mau

melepaskan sebagian dari kekuasaannya untuk kepentingan bersama mereka38

1. Fungsi pertahanan dan keamanan

.

Fungsi perbatasan secara umum bagi masing-masing negara yaitu:

Fungsi ini sangat terkait dengan pemahaman perbatasan secara geostrategis yang

diyakini sebagai penjelmaan kedaulatan politik suatu negara. Makna yang terkait

di dalamnya sangat luas, tidak hanya memberikan kepastian hukum atas yurisdiksi

wilayah teritorial Indonesia, akan tetapi juga berkaitan dengan aspek-aspek lain

seperti kewenangan administrasi pemerintahan nasional dan lokal, kebebasan

navigasi, lalu lintas perdagangan, serta eksplorasi dan eksploitasi sumber daya

alam. Sebagai wilayah batas antar negara, perbatasan juga merupakan sabuk

pengaman (security belt) yang berada pada lingkaran prioritas pertama dalam

strategi pertahanan keamanan Indonesia terhadap segala bentuk potensi ancaman

dari luar, baik dalam bentuk idiologi, politik serta sosial budaya dan pertahanan

keamanan.

2. Fungsi kesejahteraan

Sebagai pintu gerbang negara, wilayah perbatasan tentu memiliki keuntungan

lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga.

Dalam konteks ini, wilayah perbatasan dipandang dapat dimanfaatkan sebagai

pintu gerbang aktifitas ekonomi perdagangan. Sehingga perbatasan dapat dilihat

38”Konsep Dasar Perbatasan”. Sebagaimana yang dimuat dalam

Diakses

(9)

sebagai daerah kerja sama antar negara bersebelahan dengan tujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat di daerah perbatasan kedua negara.

Fungsi ini sangat penting mengingat realitas kondisi sosial ekonomi masyarakat di

wilayah perbatasan darat masih terbelakang , dengan kondisi wilayah yang

umumnya terpencil, tingkat pendidikan dan kesehatan rendah dan seringjkali

dijumpai penduduk yang tergolong dalam kategori miskin. Apabila fungsi

kesejahteraan dapat diwujudkan akan berdampak positif terhadap berbagai aspek

kehidupan masyarakat perbatasan. Terciptanya kesejahteraan masyarakat akan

berdampak langsung terhadap daya tangkal terhadap berbagai kegiatan illegal

maupun provokasi pihak lawan yang dapat membahayakan kedaulatan negara.

Dengan kata lain, terlaksananya fungsi kesejahteraan di wilayah perbatasan dapat

secara efektif membantu menciptakan suatu kekuatan pertahanan dan keamanan.

3. Fungsi lingkungan

Fungsi ini terkait dengan karakteristik di wilayah perbatasan sebagai pintu

gerbang negara yang mempunyai keterkaitan saling mempengaruhi dengan

kegiatan di wilayah lainnya yang berbatasan baik dalam lingkup nasional maupun

regional39

1. Fungsi legal

.

Menurut Saru Arifin bahwa fungsi perbatasan ada 3 yaitu:

Yaitu adanya garis batas yang berfungsi untuk menegaskan batas suatu wilayah

dengan suatu standar yurisdiksi dan peraturan negara yang berlaku.

39”Konsep Dasar Perbatasan”. Sebagaimana yang dimuat dalam

(10)

2. Fungsi kontrol

Yaitu setiap pergerakan orang maupun barang yang masuk atau keluar dari suatu

wilayah perbatasan diatur dan menjadi kontrol negara tersebut.

3. Fungsi fiskal

Yaitu merupakan pelengkap dari fungsi kontrol yang memberikan hak kepada

suatu negara untuk menerapkan harga fiskal negara yang dituju40

1. Fungsi militer strategis

.

Selain beberapa fungsi perbatasan diatas yang terus berkembang sesuai

dengan perkembangan zaman, maka fungsi perbatasan menurut hukum

internasional oleh Jean Marc F. Blanchard dalam bukunya Linking Border

Disputes and War: An Instutional Statist Theory menyatakan bahwa perbatasan

memiliki 7 fungsi yaitu:

Dalam konteks ini perbatasan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan militer

strategis suatu negara, terutama pembangunan sistem pertahanan laut, darat dan

udara untuk menjaga diri dari ancaman eksternal.

2. Fungsi Ekonomis

Perbatasan berfungsi sebagai penetapan wilayah tertentu dimana suatu negara

melakukan kontrol terhadap arus modal, perdagangan antarnegara, investasi asing,

pergerakan barang antarnegara. Fungsi ekonomis perbatasan juga memberikan

patokan bagi suatu negara untuk melakukan eksplorasi sumber-sumber alam

secara legal pada wilayah tertentu.

(11)

3. Fungsi Konstitutif

Berdasarkan konsep hukum international modern suatu negara berdaulat wajib

memiliki wilayah perbatasan yang terdefinisikan dengan jelas. Artinya, perbatasan

menetapkan posisi konstitutif negara tertentu di dalam komunitas international.

Suatu negara memiliki kedaulatan penuh atas wilayah yang merupakan

teritorialnya sebagaimana ditetapkan oleh perbatasan yang ada.

4. Fungsi identitas nasional

Sebagai pembawa identitas nasional, perbatasan memiliki fungsi pengikat secara

emosional terhadap komunitas yang ada dalam teritori tertentu. Kesamaan

pengalaman dan sejarah, secara langsung maupun tidak langsung telah mengikat

masyarakat secara emosional untuk mengklaim identitas dan wilayah tertentu.

5. Fungsi persatuan nasional

Melalui pembentukan identitas nasional perbatasan ikut menjaga persatuan

nasional. Untuk menjaga persatuan dan kesatuan nasional, para pemimpin negara

biasanya mengombinasikan simbol dan jargon dengan konsep teritori dan

perbatasan. Konsep-konsep seperti kekuatan maritim dan kekuatan darat biasanya

dipakai untuk mendorong warga agar menjadi persatuan dan kesatuan nasional.

6. Fungsi pembangunan negara bangsa

Perbatasan sangat membantu dalam pembangunan dan pengembangan negara

bangsa karena memberikan kekuatan bagi negara untuk menentukan bagaimana

sejarah bangsa dibentuk, menentukan simbol-simbol apa yang dapat diterima

(12)

7. Fungsi pencapaian kepentingan domestik

Perbatasan berfungsi untuk memberikan batas geografis bagi upaya negara untuk

mencapai kepentingan nasional di bidang politik, sosial, ekonomi, pendidikan,

pembangunan infrastruktur, konservasi energi, dan sebagainya. Perbatasan juga

menetapkan sampai sebatas mana negara dapat melakukan segala upayanya untuk

mencapai kepentingan nasionalnya41

C. Tipe Perbatasan

.

Berkaitan dengan fungsi-fungsi perbatasan tersebut, maka setiap negara

perlu untuk melakukan tindakan yang dapat menjamin keamanan di wilayah

perbatasan. Karena kawasan perbatasan identik dengan kebijakan politik yang

berbeda-beda pada dua atau lebih wilayah yang saling berbatasan tersebut,

sehingga hal ini sangat penting karena kemampuan negara untuk menjaga

keamanan perbatasannya dapat menjamin kelangsungan hidup negara tersebut

untuk kedepannya.

Berdasarkan pengertian dan fungsi perbatasan, maka O. J. Martinez,

mengelompokkan perbatasan kedalam berbagai tipe, yaitu:

1. Alinated borderland

Yaitu suatu wilayah perbatasan yang tidak terjadi aktivitas lintas batas, sebagai

akibat berkecamuknya perang, konflik, dominasi nasionalisme, kebencian

ideologis, permusuhan agama, perbedaan kebudayaan, serta persaingan etnik.

(13)

2. Coexistent borderland

Yaitu suatu wilayah perbatasan dimana konflik lintas batas bisa ditekan sampai ke

tingkat yang bisa dikendalikan meskipun masih muncul persoalan yang

penyelesaiaannya berkaitan dengan masalah kepemilikan sumber daya alam yang

strategis di perbatasan.

3. Interdependent borderland

Yaitu suatu wilayah perbatasan yang kedua sisinya secara simbolik dihubungkan

oleh hubungan internasional yang relatif stabil. Penduduk di kedua bagian daerah

perbatasan, juga di kedua negara terlibat dalam berbagai kegiatan perekonomian

yang saling menguntungkan dan kurang lebih dalam tingkat yang setara, misalnya

salah satu pihak mempunyai fasilitas produksi sementara yang lain memiliki

tenaga kerja yang murah.

4. Integrated borderland

Yaitu suatu wilayah perbatasan yang kegiatan ekonominya merupakan sebuah

kesatuan, nasionalisme jauh menyurut pada kedua negara dan keduanya tergabung

dalam sebuah persekutuan yang erat. Hal ini terjadi di kawasan perbatasan antara

Amerika Serikat dan Kanada42

Mengacu kepada tipologi Martinez diatas, Riwanto Tirtosudarmo

mengkategorikan wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia termasuk di

antara tipe kedua dan ketiga yaitu coexistent dan interdependent borderland.

Panjang garis perbatasan yang dimiliki Indonesia seperti yang terbentang dari .

(14)

Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat dengan Malaysia (Sabah dan Serawak)

adalah sejauh 2.004 kilometer43

Indonesia dan Malaysia adalah dua negara yang bertetangga yang sebelum

diperkenalkannya konsep negara modern tidak mengenal batas-batas fisik maupun

batas-batas kultural. Semenjak era kolonialisme Eropa Barat kedua negara meiliki

konsep sebagai negara modern yaitu Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan

Malaysia pada 31 Agustus 1957. Konsekuensi adalah terciptanya garis demarkasi

antara kedua negara yang kemudian disebut sebagai perbatasan .

44

D. Pengaturan Hukum Penetapan Perbatasan Menurut Hukum Internasional . Berdasarkan hal

ini, maka dalam penetuan titik patok perbatasan secara konseptual menggunakan

koordinat titik-titik batas, yang dilampiri sebuah peta ilustrasi umum dari garis

batas yang disepakati. Karena sifat garis batas yang sangat penting, sebagai

penanda mulai dan berakhirnya hak dan kewajiban suatu negara, maka letak

pastinya di lapangan perlu ditegaskan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara

memasang tanda-tanda batas di sepanjang garis batas yang diperjanjikan.

Penetapan mengenai batas wilayah suatu negara antara masa lalu dengan

perkembangan mutakhir di bidang hukum internasional telah mengalami

perubahan. Pada masa lalu, batas wilayah suatu negara banyak dipengaruhi oleh

kegiatan kolonialisme dengan berbagai variannya, seperti okupasi, preskripsi,

cessi, akresi, penaklukan dan akuisisi.

(15)

Pada zaman ini telah ada pedoman dari hukum internasional yang

ditungkan dalam sumber-sumber hukum internasional. Sumber hukum

internasional adalah kumpulan peraturan dan prinsip-prinsip yang dijadikan

sebagai rujukan oleh ahli atau pakar hukum internasional saat akan

memberlakukan suatu ketentuan hukum internasional. Sumber hukum

internasional sangat mempengaruhi argumentasi hukum yang akan dikemukakan

dalam suatu putusan hukum internasional45

1. Perjanjian Internasional (International Conventions)

.

Sumber Hukum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 ayat (1) Statuta

Mahkamah Internasional terdiri dari :

Perjanjian internasional mengakibatkan pihak-pihak yang mengadakan

perjanjian saling menyetujui, menimbulkan hak dan kewajiban dalam

bidang internasional. Kedudukan perjanjian internasional sebagai sumber

hukum internasional sangat penting mengingat perjanjian internasional

lebih menjamin kepastian hukum karena dibuat secara tertulis.

2. Kebiasaan International (International Custom)

Tidak setiap kebiasaan internasional dapat menjadi sumber hukum, ada

dua syarat untuk dapat dikatakan menjadi sumber hukum, yaitu: harus

terdapat suatu kenbiasaan yang bersifat umum (unsur material) dan

kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum (unsur psikologis)46

45”Sumber Hukum Internasional”. Sebagaimana dimuat dalam .

yang diakses pada tanggal 18 februari 2015 pukul 20.15 WIB.

46Rochimuddin. “Sumber Hukum Internasional”. Sebagaimana dimuat dalam

yang diakses pada

(16)

3. Prinsip-prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui

oleh negara-negara beradab

Adanya prinsip-prinsp hukum umum sebagai sumber hukum primer,

sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional

sebagai sistem hukum positif, karena prinsip-prinsip hukum umum ini

melandasi semua hukum yang ada di dunia, baik hukum internasional

maupun hukum nasional.

4. Keputusan Pengadilan/Yurisprudensi Internasional (judicial decisions)

Keputusan-keputusan peradilan memberikan peranan yang cukup penting

dalam membantu pembentukan norma-norma baru hukum internasional.

Keputusan-keputusan Mahkamah Internasional dapat berupa keputusan

yang bukan atas pelaksanaan hukum positif tetapi atas dasa prinsip-prinsip

keadilan dan kebenaran.

5. Pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya/Doktrin (Theachings of

the most highly qualified publicists)

Pendapat para sarjana terkemuka, mengenai suatu masalah tertentu,

meskipun bukan merupakan hukum positif, seringkali dikutip untuk

memperkuat pendapat tentang adanya atau kebenaran dari suatu norma

hukum. Pendapat para sarjana akan lebih berpengaruh jika dikemukakan

oleh perkumpulan professional47

Dalam perkembangan mutakhir, batas wilayah negara tersebut lebih

ditentukan oleh sumber-sumber dan proses-proses hukum internasional seperti self

.

47Rochimuddin. “Sumber Hukum Internasional”. Sebagaimana dimuat dalam

(17)

determination, asas uti possidetis juris, dan perjanjian batas negara. Ketiga cara

ini telah diakui oleh masyarakat internasional sebagai suatu cara dalam penentuan

wilayah bagi negara yang baru merdeka dari belenggu penjajah maupun yang baru

berdiri melalui pelaksanaan hak menentukan nasib sendiri48

a. Self Determination

.

Self determination merupakan salah satu dari sumber hukum internasional

karena sebagai salah satu prinsip-prinsip hukum umum yang telah diakui oleh

negara beradab yang dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman untuk penentuan

perbatasan suatu negara menurut hukum internasional. Pengertian hak untuk

menentukan nasib sendiri (the rights of self determination) dapat dijelaskan dalam

2 arti. Pertama dapat diartikan sebagai hak dari suatu bangsa dalam sebuah negara

untuk menentukan bentuk pemerintahannya sendiri. Hak demikian sudah diakui

dalam hukum internasional, khususnya dalam deklarasi mengenai hak dan

kewajiban negara-negara yang dibuat oleh panitia hukum internasional pada tahun

1949 dan dimuat dalam pasal 1 yang menyebutkan: “Every state has the right to

independence and hence to exercise freely, without dictation by any other state,

all its legal powers, including the choice of its own form of gevornment”.

Kedua, hak menentukan nasib sendiri dapat berarti sebagai hak dari

sekelompok orang atau bangsa untuk mendirikan sendiri suatu negara yang

(18)

merdeka. Konsep self determination ini menjadi perhatian serius oleh PBB ketika

pada tanggal 26 Juni 1945 Piagam PBB ditandatangani di SanFransisco49

Hak penentuan nasib sendiri (right of self determination) oleh suatu

bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis di

abad ke 18. Hak ini berkembang sejalan dengan perkembangan politik dunia,

permasalahan etnis, dan pemberontakan dari etnis-etnis di Amerika dan Eropa .

50

Pasal 1 ayat (2) Piagam PBB menyatakan: “To develop friendly relations

among nations based on respect for the principle of equal rights and self

determination of peoples, and to take other approppriate measures to strengthen .

Pada faktanya, selama Perang Dunia I, konsep penentuan nasib sendiri menjadi

instrumen penting dalam kelahiran suatu individual nation-state yang saat itu

berjuang memisahkan diri dari Kerajaan Austro-Hungaria dan Kerajaan Utsmani.

Meskipun demikian, hak penentuan nasib sendiri tidak pernah diakui sebagai

suatu hak dalam praktek hukum internasional sampai diadopsinya hak ini dalam

Piagam PBB pasal 1 ayat (2) pada Juni 1945 dimana doktrin dari self

determination dikodifikasi atau diberlakukan sebagai hukum internasional positif.

Meskipun Piagam PBB hanya sedikit memberikan pengaturan tentang

“self determination”, akan tetapi Piagam PBB telah memberikan beberapa doktrin

mengenai hak penentuan nasib sendiri. Prinsip-prinsip mengenai penentuan nasib

sendiri dengan jelas disebutkan adalah pertama kali pada pasal 1 ayat (2) dan

kemudian pasal 55 Piagam PBB.

49Suryokusumo Sumaryo. 1997. Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional. Bandung:

Penerbit Alumni. Hlm. 167.

50G. J. Simpson. 1996. “The Diffusion of Sovereignty: Self Determination in the Post Colonial

(19)

universal peace” bahwa salah satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

hubungan baik antara bangsa-bangsa berdasarkan kehormatan untuk prinsip

kesamaan hak dan penentuan nasib sendiri dari rakyat”. Pasal 55 Piagam PBB

juga menyatakan: “With a view to the creation of conditions of stability and

weel-being which are necessary for peacefull and friendly relations among nations

based on respect for the principle of equal rights and self determination of

peoples” bahwa yang mendorong PBB untuk meningkatkan standar kehidupan

masyarakat dunia, menciptakan kondisi stabilitas dan hubungan damai serta

mencari solusi terhadap masalah kesehatan dan kebudayaan masyarakat dunia,

serta penghormatan universal terhadap prinsip persamaan hak dan penentuan

nasib sendiri oleh rakyat serta Hak Azasi Manusia.

Pengaturan dari penentuan nasib sendiri dalam pasal 1 ayat (2) dan pasal

55 Piagam PBB kemudian dilengkapi oleh Bab XI tentang Deklarasi mengenai

Wilayah-wilayah tidak Berpemerintahan Sendiri dan Bab XII tentang Sistem

Perwalian Internasional. Akan tetapi tidak satupun pasal dalam kedua bab ini

memberikan penjelasan terperinci tentang self determination.

Piagam PBB merupakan dasar dari hak penentuan nasib sendiri. Piagam

PBB yang pertama kali memasukkan ketentuan penentuan nasib sendiri ke dalam

hukum internasional positif. Dengan dimasukkannya prinsip self determination

dalam pasal 1 ayat (2), maka pembentuk Piagam PBB mengidentifikasikan self

(20)

PBB51. Penentuan nasib sendiri dijalankan dalam konteks untuk menciptakan

hubungan baik antar negara-negara dengan mengutamakan kesamaan hak setiap

bangsa di dunia. Piagam PBB dianggap berkontribusi menyumbangkan prinsip

bahwa “kedamaian dunia” adalah tidak mungkin terwujud tanpa self

determination52

b. Asas Uti Possidetis Juris

. Dalam konteks, praktisnya prinsip self determination sebagai

dasar terbentuknya suatu negara dan penguasaan wilayahnya, telah dijadikan

dasar oleh Mahkamah Internasional dalam memutus beberapa kasus di

negara-negara yang memperjuangkan kemerdekaan negara-negaranya dan dalam hal penentuan

batas-batas negaranya.

Uti Possidetis Juris juga merupakan salah satu dari sumber hukum

internasional karena sebagai salah satu prinsip-prinsip hukum umum yang telah

diakui oleh negara beradab yang dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman

untuk penentuan perbatasan suatu negara menurut hukum internasional. Uti

Possidetis Juris secara terminologi merupakan bahasa latin yang berarti “sebagai

milik anda” (as you possess). Terminologi ini secara historis berasal dari hukum

Romawi yang berarti bahwa wilayah dan kekayaan lainnya mengikuti pemilik asal

pada akhir konflik antara negara baru dengan penguasa sebelumnya yang

51Antonio Cassese. 1995. Self Determination of Peoples: A Legal Reappraisal. Cambridge University Press. Hlm. 38.

(21)

disajikan dalam sebuah perjanjian53. Uti Possidetis Juris adalah prinsip dalam

hukum internasional bahwa teritori dan properti lainnya tetap dengan pemiliknya

pada akhir konflik, kecuali disediakan oleh perjanjian, jika perjanjian tersebut

tidak termasuk kondisi tentang kepemilikan properti dan wilayah diambil selama

perang, maka prinsip uti possidetis juris akan menang54

Secara historis, dalam hukum Romawi prinsip ini diterapkan dalam kasus

penaklukan wilayah seperti yang dilakukan oleh penguasa Jerman pada tahun

1871 atas Alsace Lorraine

.

55

. Dalam sistem hukum Romawi prinsip ini digunakan

untuk terminologi hukum perdata. Dalam konteksnya, terdapat dua perbedaan

terminologidari terjemahan Uti Possidetis Juris, secara etimologi antara

possession dan ownership dalam hukum perdata. Possession mengandung arti

kepemilikan melalui prosedur yang baik tanpa melalui kekerasan dan kecurangan.

Hakim Roma menerapkan Uti Possidetis yang terkenal dengan Ita Possidetis yang

dalam bahasa Inggris berarti “as you possess, so you may possess”, sebagai milik

anda maka anda boleh memilikinya. Ketentuan ini tidak diterapkan dalam

pertanyaan owenership di depan pengadilan yang lebih menekankan pada

bukti-bukti formal. Dengan demikian, possession menunjukkan kepada pengertian

kepemilikan yang tidak formal, sebagaimana dalam hukum perdata lebih

bermakna penguasaan faktual56

53Helen Ghebrewebet. 2006. Identifying Units of Statehood and Determining International Boundaries: A Revised Look at the Doctrine of Uti Possidetis and the Principle of Self Determination. Verlag Peter Lang.

.

54”Uti Possidetis”. Sebagaimana dimuat dalam diakses pada 25 januari 2015 pukul 20.04 WIB.

55HelenGhebrewebet, Helen. Loc. Cit.

(22)

Evolusi prinsip Uti Possidetis Juris ini dari hukum perdata ke hukum

internasional dilakukan dengan dua tujuan. Pertama, hal ini dimaksudkan untuk

menegaskan klaim atas properti dalam suatu kedaulatan teritorial. Kedua,

dimaksudkan untuk menyatakan barang milik (possession) yang secara faktual

bersifat sementara dalam hukum perdata menjadi berstatus permanen secara

hukum dari kedaualatan hak milik pada suatu wilayah negara57

Prinsip ini oleh ICJ juga ditegaskan berlaku bagi suatu negara bekas

jajahan di luar kasus Burkina Faso v. Republic of Mali tanpa memperhatikan

status hukum dan politik entitas sisi perbatasan yang bersangkutan. Penggunaan

prinsip ini menurut sebagian ahli hukum internasional seperti Paul R. Hensel

Michael E. Allison, akan lebih menciptakan stabilitas di perbatasan dibandingkan

perbatasan negara-negara yang tidak diwarisi oleh penjajah. Alasannya adalah

bahwa para penguasa kolonial telah meletakkan dasar-dasar batas negara secara

jelas dalam sebuah perjanjian, sehingga negara-negara yang baru merdeka dari .

Pada tahun 1986 prinsip ini oleh International Court of Justice (ICJ)

diterapkan dalam kasus Burkina Faso v. Republic of Mali. Dalam putusannya

tersebut dinyatakan sebagai berikut:

“(Uti Possidetis) is a general principle, which is logically with the

nomenon of obtaining independence, wherever it occurs. Its obvious purpose is to

prevent the independence and stability of new states being endangered by

fratricidal struggles provoked by the changing of frontiers following the

withdrawal of the administering power”.

(23)

penguasa penjajah hanya akan meneruskan saja warisan perbatasan yang telah

ditinggalkan oleh penjajah58

Tujuan utama dari penggunaan prinsip ini adalah untuk mencegah

terjadinya konflik-konflik yang didasarkan pada perebutan perbatasan oleh

negara-negara baru. Pada saat ini prinsip ini telah menjadi bagian dari hukum

kebiasaan internasional .

Dalam sejarahnya, prinsip ini terbagi menjadi dua, yaitu uti possidetis juris

dan uti possidetis de facto. Brazil adalah satu-satunya negara yang tidak mau

menerima prinsip yang pertama, tetapi ia lebih memilih prinsip yang kedua.

Prinsip yang kedua tersebut menegaskan, bahwa kepemilikan suatu wilayah lebih

didasarkan pada okupasi secara fisik daripada mengikuti wilayah penguasa

kolonial. Brazil menggunakan doktrin ini untuk mempertahankan argumentasi

kepemilikan wilayah perbatasan seluas 1810 km di hadapan negara-negara bekas

jajahan Spanyol, seperti Bolivia dan Peru. Meskipun prinsip ini mendasarkan

batas-batas wilayah suatu negara pada batas-batas wilayah dari negara yang dulu

mendudukinya, namun dalam kenyataannya batas-batas wilayah suatu negara

(yang lama atau yang baru) dapat saja berubah. Perubahan tersebut dapat terjadi

karena adanya putusan pengadilan (yurisprudensi internasional) yang

memutuskan sengketa batas wilayah kedua negara atau adanya suatu perjanjian

perbatasan antarkedua negara tersebut.

59

58Saru Arifin. Op. Cit. Hlm. 67.

59Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar. 2006. Hukum Internasional Kontemporer. Bandung: PT. Refika Aditama. Hlm. 183.

. Oleh sebab itu, melalui penerapan prinsip ini maka

tidak dimungkinkan lagi adanya klaim suatu wilayah yang didasarkan pada terra

(24)

Selain itu, pasal 62 ayat (2) Konvensi Wina 1969 mengenai perjanjian

internasional menyatakan klausula rebus sic stantibus atau tidak dapat

diberlakukan terhadap perjanjian internasional yang mengatur mengenai

perbatasan negara. Bunyi pasal 62 ayat (2) Konvensi Wina 1969 adalah sebagai

berikut:

“A fundamental change of circumtances may no be invoked as a ground

for terminating or withdrawing from treaty: (a). If the treaty establishes a

boundary; or (b). If the fundamental change is the result of a breach by the party

invoking it either of an abligation under the treaty or of any the international

obligation owed to any party of the treaty”.

Pernyataan ini dipertegas lagi dalam ketentuan pasal 62 ayat (2) Konvensi

Wina tahun 1986 tentang Hukum Perjanjian Antarnegara-negara dengan

Organisasi Internasional atau Antara Organisasi-organsisasi Internasional. Pasal

62 ayat (2) Konvensi Wina tahun 1986 berbunyi sebagai berikut:

“A fundamental change of circumtances may no be invoked as a ground

for terminating or withdrawing from treaty between two or more states and one or

more international organizations if the treaty establishes a boundary”60.

Sesuai dengan penjelasan diatas maka rezim hukum kebiasaan

internasional umum pun berlaku mengikat secara penuh terhadap Indonesia, maka

dapat dikatakan bahwa keseluruhan wilayah Republik Indonesia adalah meliputi

seluruh wilayah eks-koloni Belanda.

(25)

c. Perjanjian Perbatasan

Perjanjian perbatasan termasuk sebagai perjanjian internasional yang telah

dibuat atau disepakati oleh dua negara atau lebih yang saling berbatasan satu sama

lain yang dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman untuk penentuan perbatasan

suatu negara menurut hukum internasional. Batas-batas negara pada awalnya

terjadi berdasarkan histories yuridis, artinya perbatasan tersebut ditetapkan oleh

para penguasa wilayah-wilayah tersebut pada masa dahulu, baik secara tertulis

maupun cara lainnya yang berlaku pada waktu itu, dan ketetapan tersebut

dilanjutkan oleh pemerintahan atau penguasa kedua wilayah tersebut. Selain itu

terdapat perbatasan negara yng ditetapkan secara bersama oleh suatu

pemerintahan yang ada, karena terdapat bagian-bagian perbatasan negara yang

tidak jelas posisinya atau adanya perkembangan baru di daerah tersebut.

Dalam konteks perjanjian perbatasan, di dalam hukum internasional

dikenal dua macam perjanjian, yaitu personal treaties dan imopersonal/dispositive

treaties. Konsep ini kemudian diterapkan pada pergantian negara dalam hukum

intrenasional klasik, dengan ketentuan bahwa diartikan dengan perjanjian

dispositive adalah perjanjian yang melibatkan tanah atau wilayah. Perjanjian

internasional yang membebani wilayah dengan status hukum, misalnya perjanjian

pangkalan militer, perjanjian perbatasan dan lain-lain. Sedangkan personal

treaties atau juga perjanjian yang bersifat politis dapat berbentuk bilateral atau

multilateral, misalnya perjanjian-perjanjian persektuan, netralitas, dan

penyelesaian perselisihan secara damai61

61Saru Arifin. Op. Cit. Hlm 70.

(26)

Teori ini sudah ditinggalkan, karena tidak sesuai dengan kenyataan dari

praktik negara-negara yang timbul dari bekas wilayah-wilayah jajahan setelah

perang dunia kedua. Mengenai perjanjian dispositive, yakni traktat yang terkait

dengan hak atas wilayah berlaku mengikuti wilayah, run with the land yaitu tidak

mengikuti perubahan kekuasaan atau kedaulatan terhadap wilayahnya.

Secara yuridis dengan adanya ketentuan rebus sic stantibus atau

perubahan yang mendasar dari keadaan yang menguasai perjanjian dapat

membuat perjanjian dispositive tidak berlaku. Dengan timbulnya negara baru dari

wilayah bekas jajahan bisa asaja menganggap bahwa perjanjian mengenai

pangkalan militer asing tidak lagi berlaku, karena situasinya sekarang sudah

secara fundamental berubah.

Namun demikian, telah ada suatu konsensus umum bahwa perjanjian

perbatasan sebagai suatu perjanjian dispositive tetap harus beralih dan diakui oleh

negara pengganti. Bahkan perubahan keadaan yang mendasar tidak diperkenankan

untuk membatalkan perjanjian perbatasan, dan ketentuan ini dirumuskan dalam

pasal 62 ayat (2) Konvensi Wina mengenai perjanjian. Ada dua alternatif teori

yang digunakan untuk menganalisis sikap negara-negara baru terhadap

perjanjian-perjanjian internasional sehubungan dengan pergantian negara, yaitu:

1. Teori negatif, dimana semua perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat

negara yang digantikan tidak mengikat negara pengganti, teori ini juga disebut

(27)

2. Teori universal, dimana semua perjanjian internasional yang dibuat negara yang

digantikan beralih secara langsung mengikat negara pengganti62

Cara lain untuk mengatur perpindahan perjanjian internasional pada

negara-negara baru adalah dengan membuat inheritance agreement atau

devolution agreement. Menurut maknanya dapat diterjemahkan sebagai perjanjian

peralihan. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa dibuatnya perjanjian

peralihan ini, maka perjanjian multilateral yang berisfat law making treaty

langsung mengikat negara baru

.

63

Perjanjian perbatasan antarnegara merupakan salah satu bentuk perjanjian

internasional yang tentu saja dalam pelaksanaannya mengikuti asas-asas dan

kaidah yang lazim dalam hukum internasional. Doktrin hukum internasional

mengajarkan bahwa perjanjian tentang batas negara bersifat final sehingga tidak

dapat diubah, negara pihak tidak dapat menuntut perubahan garis batas setelah

batas tersebut disepakati bersama. Doktrin yang berlaku bagi negara yang baru

merdeka, sesuai dengan hukum internasional adalah clean state dimana negara

baru tidak memiliki keterikatan untuk mempertahankan perjanjian yang dibuat

pemerintah sebelumnya sehingga posisi negara baru vis a vis perjanjian tersebut

sepenuhnya bebas menerima atau menolak eksistensi perjanjian. Berdasarkan

hukum perjanjian internasional hal tersebut wajar karena perjanjian hanya

mengikat pihak yang membuatnya dan tidak berlaku bagi pihak ketiga.

Pengecualian yang ada berkaitan dengan kepemilikan atas wilayah akibat

terbentuknya negara baru ternyata terbentuknya negara baru tersebut tidak .

(28)

berpengaruh terhadap perjanjian perbatasan yang telah dibuat oleh penguasa

terdahulu, hal ini juga ditegaskan dalam konvensi Wina 1978 tentang suksesi

Negara64

Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka penetapan wilayah Indonesia

mengikuti prinsip self determination dalam proklamasi kemerdekaannya, dan Uti

Possidetis dalam penetapan wilayah daratnya, yaitu mencakup seluruh wilayah

bekas jajahan Belanda. Sementara dalam penetapan batas wilayah laut

menggunakan rezim UNCLOS 1982 .

65 .

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai persepsi terhadap keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan intensi perilaku seksual pranikah pada

Kepala Biddang Pengelolaan teknologi Infomasi Seleksi selanjutnya memeriksa/ mempelajari konsep Laporan Pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan teknologi informasi seleksi

Kompetensi pengetahuan atau kognitif lulusan SMK TKBB yang dibutuhkan industri konstruksi di Jawa Timur pada skala kecil dibutuhkan pemahaman mengenai mutu agregat beton dan

Pengembangan pendekatan Website Usability Evaluation (WEBUSE) sebagai standar pengukuran usability, dengan metode evaluasi kuisioner berbasis web yang memungkinkan

Percikan api (Spark) tersebut masuk melalui tingkap sisi (side scuttle) yang terbuka pada sisi kanan lambung kapal antara gading-gading nomor 62-63 dan mengenai

Hasil yang diperoleh tentang hambatan siswa dalam pelaksanaan praktikum PME menunjukkan bahwa untuk kategori cukup terhambat pada sub variabel ketersediaan alat

Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah pertambahan bobot badan harian (g), konsumsi dan konversi wafer pakan untuk ternak domba ekor gemuk.Hasil penelitian menunjukkan

Skor perilaku prososial yang dihasilkan tidak jauh berbeda di dua kelompok eksperimen, hal ini dapat mengacu pada stereotip yang diberikan pada perempuan dan laki-laki,