“Good Governance versi Bank Dunia dan UNDP atau Governance versi Manajemen Jaringan?”
(Essai)
Penulis
Nama : Juwanda
NPM : 1216021060
Jurusan : Ilmu Pemerintahan
Judul : Apakah Good Governance Versi Bank Dunia dan UNDP Relevan Untuk Indonesia ?
Dosen Pengampu : Budi Kurniawan, S.IP. M.Pub.Pol Mata Kuliah : Manajemen Jaringan
Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, Bandar Lampung
“Apakah Good Governance versi Bank Dunia dan UNDP Relevan untuk Indonesia?”
Pendahuluan
Isu Governance saat ini mulai memasuki arena perdebatan yang panas dalam hal pembangunan di Indonesia dengan didorong oleh adanya dinamika-dinamika yang menuntut untuk perubahan-perubahan di sisi Pemerintah maupun di sisi Masyarakat. Pemimpin politik dan pemerintah diharapkan efisien dan demokratis dalam hal Penggunaan sumber daya publik, efektif menjalankan fungsi pelayanan publik lebih tanggap serta mampu menyusun kebijakan dan program yang dapat menjamin kesejahteraan dan keadilan masyarakat.
Menurut Peters (2000) menyatakan governance sebagai : "thinking about governance means thinking about how to steer the economy and society and how to reach collective goals ".
menurut peter bahwa dalam hal governance kita berfikir bahwasannya bagaimana mengelola ekonomi dan masyarakat dan bekerjasama untuk mencapai tujuan. Artinya dari pernyataan itu bagaimana tujuan dicapai dengan kerjasama beberapa pihak dalam konteks pembangunan ataupun pelayanan bukan lagi pihak pemerintah akan tetapi masih ada pihak-pihak lain yang harus ikut berperan.
Sebagaimana dijelaskan Muhadjir Governance dalam konteks kebijakan adalah :
"… kebijakan publik tidak harus berarti
kebijakan pemerintah, tetapi kebijakan oleh
siapapun
(pemerintah, semi pemerintah,
perusahaan swasta, LSM, komunitas keluarga) atau
jaringan yang melibatkan seluruhnya tersebut
untuk mengatasi masalah publik yang mereka
rasakan. Kalaupun kebijakan publik diartikan
sebagai apa yang dilakukan pemerintah , kebijakan
tersebut harus diletakkan sebagai bagian dari
network kebijakan yang melibatkan berbagai
komponen masyarakat tersebut.."
.Dengan demikian terminologi kedua ini menekankan, governance dalam konteks pluralisme aktor dalam proses perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan. Beberapa pertanyaan kunci yang penting : seberapa jauh kebijakan yang dilakukan pemerintah merespon tuntutan masyarakat, seberapa jauh masyarakat dilibatkan dalam proses tersebut, seberapa jauh masyarakat dilibatkan dalam proses implementasi, seberapa besar inisiatif dan kreativitas masyarakat tersalurkan, seberapa jauh masyarakat dapat mengakses informasi menyangkut pelaksanaan kebijakan tersebut, seberapa jauh hasil kebijakan tersebut memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Good Governance dipandang sebagai paradigma baru dan menjadi ciri yang perlu ada dalam sistem Administrasi Publik. Tentu banyak sekali teori dan konsep-konsep yang disajikan untuk memenuhi dalam hal kebutuhan pembangunan dan perbaikan suatu negara. Pertanyaan yang ada apakah Good Governance versi Bank Dunia dan UNDP Relevan untuk Indonesia? tesis utama dalam essay ini adalah “Good Governance versi Bank Dunia dan UNDP tidak relevan untuk Indonesia”.
Good Governance : Konsep Bank Dunia dan UNDP
Lembaga internasional yang lebih awal memopulerkan istilah governance adalah Bank Dunia. menurut bank dunia governance ialah :
governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan political framework bagi tumbuhnya aktifitas muda (Mardiasmo,2002).
Bank Dunia merupakan pencetus gagasan yang memperkenalkan good governance sebagai program pengelolaan sektor publik dalam rangka penciptaan ketatapemerintahan yang baik dalam rangka persyaratan bantuan pembangunan (world bank 1983: 46)
Bagi Bank Dunia , Hukum dan implementasinya dilihat sebagai faktor-faktor penting untuk memperkuat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, untuk mendukung pertumbuhan dan sistem pasar bebas, salah satu elemen prinsip good governance adalah ‘ legal framework for development’ ( kerangka perundang-undangan untuk pembangunan) (world bank :1992). Dalam perundangan yang demikian rule of law adalah konsep utama yang secara
instrumental dan substansial penting, karena ia mengkonsentrasikan pada keadilan (justice) , Kejujuran (fairness) dan kebebasan (liberty). Bank dunia menegaskan suatu sistem hukum yang fair yang kondusif untuk menyeimbangkan pembangunan (world bank 1992 : 29-30) . ini sebabnya tidak mengejutkan perspektif bank dunia dalam Good Governance terkait utamanya dengan kebutuhan-kebutuhan perundangan bagi aktor-aktor komersial dalam pasar (LCHR 1993:53)
Kemudian UNDP membuat definisi yang lebih ekspansif, Governance meliputi pemerintah, sektor swasta dan masyarakat madani serta interaksi antar ketiga elemen tersebut. Jadi di dalam konsep governance tidak ada lagi yang menonjol ataupun terpinggirkan, konsep ini membuat element tersebut menjadi sejajar bahkan saling bekerjasama.
UNDP lebih jauh menyebutkan ciri Good Governance yaitu mengikutsertakan semua , bertanggung jawab dan transparan, adil dan efektif, menjamin adanya supremasi hukum, menjamin bahwa prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan pada konsensus masyarakat serta memerhatikan kepentingan mereka yang paling lemah dan miskin dalam proses pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumberdaya pembangunan.
politiknya, tidak hanya sekadar dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, serta untuk kesejahteraan rakyatnya.
UNDP ( United Nation Development Program ) mendefinisikan good governance sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara negara, sektor swasta dan masyarakat. Dari definisi tersebut UNDP mengajukan karakteristik good governance yang saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri yaitu : partisipasi, tata hukum, transparansi, responsif, berorientasi kesepakatan, kesetaraan, efektif dan efisiensi, akuntabilitas dan visi strategi.
Good Governance versi Bank Dunia dan UNDP Tidak elevan untuk
Indonesia
Dalam Konsep Governance ada tiga stakeholder utama yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing, yaitu State (negara atau Pemerintah), Privat Sector (sektor Swasta atau Dunia Usaha) dan Society (masyarakat).
Komitmen untuk menjalankan good governance sangatlah dibutuhkan dari ketiga stakeholder (pemerintah, dunia usaha dan masyarakat) untuk menyukseskan good governance, dilihat dari uraian konsep Good governance dari World Bank dan UNDP sepertinya Good governace merupakan sesuatu yang baik demi kemajuan pembangunan disuatu daerah, namun apakah itu cocok dan baik bagi Indonesia ? meski kita melihat konsep good governance ini adalah konsep yang ”belum final” yang masih butuh perbaikan dan penyempurnaan. Namun kenyataannya bahwa konsep tersebut dapat dikatakan berjalan ditempat karena dengan melihat permasalahan yang timbul dari ketiga Stakeholder good governance itu. mengurai permasalahan yang ada termasuk dalam organisasi pemerintah itu sendiri.
Good governance adalah sebuah gagasan tentang teory tata kelola kepemerintahan dan pembangunan yang didasarkan pada perinsip-perinsip yang terkandung dalam ideologi liberal. Ideologi ini lahir dalam gagasan-gagasan yang lebih “ramah” dari pada neo-liberalisme, namun dalam tujuan yang sama yakni melanjutkan agenda imperialisme ekonomi “barat” terhadap negara-negara berkembang.
kompetitif-individualistik menjadi iklim pasar yang lebih “hangat” dan kental akan unsur-unsur nilai moral dan budaya.
Berikut beberapa permasalahan kondisi saat ini :
A. Pemerintahan :
1. Kelembagaan.
- Rendahnya efisiensi
- Lembaga kurang responsif
2. Prosedur Kerja & Ketatalaksanaan
Rendahnya efisiensi
Belum optimal transparansi
Partisipasi masyarakat belum terwadahi
Belum terlaksananya administratif akuntabilitas
3. Aparatur
Perlakuan sama
Belum tersedia instrumen pengukuran kinerja Lemahnya semangat korps
Kurang komitmen Keperpihakan pada masyarakat B. Masyarakat :
- Terjebak oleh Kemudahan Jalan Pintas
- Pemaksaan Kehendak
- Kecenderungan Mengindari Kewajiban
- Sulit Mengharapkan Partisipasi Masyarakat
A. Keterbatasan Kemampuan yang dimiliki pengusaha-pengusaha indonesia yang belum mampu mengembngkan usahanya.
B. Masih belum berkembangnya mentalitas kewiraushaan
Disamping itu Penulis mengutip dari makalah mahasiswa jurusan Ilmu sosiatri Sekolah tinggi pembangunan masyarakat desa Yogyakarta
“Berikut akan dipaparkan hasil penelitian yang dilakukan di Kota Malang, dikutip dari buku berjudul “Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah (Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem)”, karya Dr. M.R Khairul Muluk, M.Si. .
“Pada dasarnya, pengaruh elit ekonomi lokal kepada pejabat pemerintah daerah dan anggota DPRD dalam penentuan kebijakan daerah disebabkan oleh kemampuan elit ekonomi lokal tersebut untuk menyediakan kebutuhan modal atau finansial dari pejabat pemerintah daerah dan anggota DPRD tersebut. Modal atau finansial ini dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, partai, ataupun daerah. Secara pribadi, banyak kebutuhan finansial diperoleh sebagai penghasilan diluar gaji dan diberikan oleh elit ekonomi lokal dalam beragam bentuk, seperti bonus, bingkisan, tanda terimakasih, dan lain sebagainya. Kebutuhan finansial partai politik dalam memperjuangkan kepentingannya juga sering kali dipenuhi oleh elit ekonomi lokal ini. Kepentingan partai politik untuk kampanye, lobi, dan pemeliharaan konstituen membutuhkan dana besar yang harus dipenuhi untuk mempertahankan eksistensisnya. Elit ekonomi lokal ini juga dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan pembangunan ekonomi daerah. Investasi swasta dibutuhkan untuk meningkatkan pertambahan lapangan kerja, pajak daerah dan perputaran roda perekonomian. (Kahirul Muluk, 2007)
Seorang anggota DPRD mengungkapkan ketakutannya dengan :“yang harus kami pikirkan sebenarnya bukan diri kami sendiri. Mungkin kami bisa menjaga diri, tapi bagaimana dengan anak-anak dan istri kami. Walau bagaimanapun kami tidak dapat menjaga keselamatan mereka terus menerus. Kalau kami lapor polisi atau tentara dan meminta perlindungan kepada mereka jelas tidak mungkin, lha wong mereka justru melindungi dia.”[19](Kahirul Muluk, 2007)
Square (Matos) yang ditentang oleh banyak kalangan terutama masyarakat pendidikan dan LSM. Penentangan dilakukan dengan alasan bahwa Matos berdiri dikawasan pendidikan sehingga dikhwatirkan akan mencemari kondusifitas iklim pendidikan.
Meskipun tidak secara eksplisit mebahas tentang praktik good governance, namun hasil penelitian dalam buku tersebut mengungkap banyak fakta tentang sulitnya membangun relasi yang setara antara sektor privat dan pemerintah. Relasi “politis” yang terjalin antara kedua aktor tersebut justru menempatkan pemerintah daerah (sebagai representasi dari negara) menjadi sub-ordinat dari kepentingan bisnis/pasar. Pada akhirnya yang terjadi adalah “State under controling by privat sector” atau bahkan “State Under Attack”.
Fakta yang terungkap dalam hasil penelitian tersebut menjadi sisi kelemahan dari rumusan-rumusan tentang tata kelola kepemerintahan dalam teori good governance. Meskipun sebagian kalangan berpendapat bahwa masalah yang muncul lebih disebakan oleh ketidak siapan struktural negara-negara dunia ke-tiga dalam menerapkan good governance. Sebaliknya, penulis mencoba melihat persoalan tersebut dari persfektif yang berbeda, negara-negara maju dan kekuatan ekonomi global sepenuhnya telah gagal memperbaiki kesalahan dan menebus dosa yang telah mereka buat sendiri. Persoalan korupsi, ketidakjelasaan hukum, mentalitas birokrasi dan aparat penegak hukum yang kian “bobrok”, lemahnya kekuatan dan posisi tawarpreasure group (masyarakat marginal) dinegara-negara dunia ketiga termasuk Indonesia, harus dapat dilihat secara jeli sebagai beberapa dampak buruk yang terjadi dari hasil penerapan teori developmentalisme yang dulu merupakan teori yang dihembuskan oleh negara-negara maju dan kekuatan ekonomi global.”
Melihat beberapa uraian dan masalah diatas penulis mengajak berfikir kembali apakah konsep Good Governance yang ditawarkan World Bank dan UNDP dapat diterapkan di Indonesia ? Bagaimana mungkin konsep matang Good Governance yang membutuhkan penyokong 3 domain yang sepertinya masih bermasalah saat ini bisa diterapkan di Indonesia. Governance yang baik hanya dapat tercipta apabila terdapat kekuatan saling mendukung antar stakeholder misalnya saja warga yang bertanggung jawab, aktif dan memiliki kesadaran, bersama dengan Pemerintah yang terbuka dan tanggap, mau mendengar dan mau melibatkan.
Dari paparan essay diatas penulis menyimpulkan bahwansannya good governance saat ini belum relevan untuk indonesia melihat kondisi indonesia saat ini, itu dilihat dari permasalahan yang ada. Good governance adalah sebuah gagasan tentang market dalam pelayan publik yang berorientasi pasar. Karakteristik dasar “pasar” yang sepenuhnya kompetitif, individualistik, dan “dingin” tidak akan dapat ditutupi melalui rekayasa kebijakan sosial. Pasar dalam pemahaman sempit kelompok liberal yang diartikan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan pribadi dan akumulasi keuntungan belaka, akan selamanya berwatak eksploitatif, kompetitif dan individualitik, dimana realitas tersebut sama sekali bertentangan dengan apa yang terkandung dalam nila-nilai moral dan kebudayaan masyarakat timur. Mengubah karakteristik (sifat alamiah) “pasar” hanya dapat dilakukan dengan cara “menggeser” (mengubah) secara radikal pemahaman dasar manusia tentang “pasar” (aktivitas ekonomi) itu sendiri. Pasar tidak boleh lagi dipahami semata-mata hanya sebagai sarana pemenuhan kebutuhan peribadi dan sarana melipat-gandakan modal (profit oriented) bagi segelintir pihak saja, namun harus dilihat sebagai sarana pemenuhan kebutuhan kolektif (bersama) dimana individu satu dan individu yang lain terkoneksi dalam relasi yang simbiosis-mutualistik.
Seandainya pun apabila Good governance tetap dipaksakan diterapkan di Indonesia syarat yang harus dipenuhi yaitu adanya Pergeseran pola pikir masyarakat Indonesia yang saat ini masih belum modern menuju pemikiran yang modern selain itu kejujuran dan tanggung jawab harus dimiliki dari setiap stakeholder yang ada sehingga Good governance dapat berjalan dengan baik di Indonesia.
(Wallahualam bisshowab).
Daftar Pustaka
Sedarmayanti.2007.good governance dan good corporate governance: mandar maju.Bandung
Makhya, Syarif. 2004. Ilmu pemerintahan telaahan awal (buku ajar) Universitas Lampung
Ndraha, Taliziduhu.2003. kybernologi 1. Rieneka cipta. Jakarta
http://wuriantos.blogspot.com/2013/03/sederet-konsep-good-governance.html