• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL 2012 521 287.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JURNAL 2012 521 287.pdf"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SiLPA), LUAS WILAYAH, DAN JUMLAH PENDUDUK

TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/ KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2014

Rindarsih

STIE Adi Unggul Bhirawa Surakarta Email: ryndarshee@gmail.com

ABSTRACT

The purposes of this research it to identify the effect of economic growth, the financing surplus budget, area and population of the capital expenditures in the District / City in Central Java province in the period 2012-2014.

The data in this research is secondary data. The data collection is done with the literature study and documentation. The data used in this study were 105 drawn from the data 35 District / City of Central Java province in 2012-2014. Analysis used in this research is descriptive statistics test, classic assumption test, multiple linear regression analysis, and hypothesis testing that includes t test, F test, and R2 test.

The research proves that economic growth, the financing surplus budget, and the total population and a significant positive effect on capital spending, and negatively affect the area of capital expenditure. T test results showed economic growth and no significant effect on capital spending. Financing surplus budget, area, and population significant effect on capital spending. F test results showed that simultaneous economic growth, the financing surplus budget, area and population significant effect on capital spending. R2 test results showed that the economic growth, the financing surplus budget, area and population are able to explain the capital expenditure by 59.7%, while the remaining 40.3% is explained by other variables outside the research.

(2)

A. PENDAHULUAN

Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

Proses pelaksanaan desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa potensi pemerintah daerah antara satu dengan daerah yang lain bisa jadi sangat beragam. Pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik. konsekuensinya, pemerintah perlu memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini.

Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi tersebut, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi didukung dengan tingginya pendapatan nasional yang bersumber dari hasil pengelolaan kekayaan sumber daya alam dan potensi masing-masing provinsi di Indonesia.

Besarnya pendapatan nasional dan laju pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang ditetapkan pemerintah.Undang-Undang No 12 tahun 2008 menjelaskan tentang pelimpahan berbagai kewenangan kepada pemerintah daerah dan pengaturan proses-proses politik didaerah dengan memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggaran otonomi daerah daerah.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah, yang dimaksud dengan pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 menjelaskan bahwa SiLPA merupakan selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. Sisa lebih perhitungan anggaran atau SiLPA terjadi hampir di setiap pemerintah daerah yang ada di Indonesia.

UU No 33 Tahun 2004 juga menunjukkan bahwa luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah. Daerah yang memiliki wilayah luas pasti membutuhkan penyediaan sarana dan prasarana serta infrastruktur yang lebih banyak dibandingkan daerah dengan luas wilayah yang kecil.

(3)

penduduk dalam satu wilayah maka semakin banyak prasarana dan sarana yang disediakan Pemerintah Daerah.

Kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana merupakan dasar dalam melakukan alokasi belanja modal. Menurut Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-33/PB/2008 yang dimaksud belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap atau aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Oleh karena itu, upaya dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya.

B. LANDASAN TEORI 1. Teori Yang Terkait

a. Anggaran Sektor Publik

Anggaran sektor publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi pendapatan, belanja, dan aktivitas.

b. Belanja Modal

Belanja modal adalah komponen belanja langsung dalam anggaran pemerintah yang menghasilkan output tertentu berupa asset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya.

c. Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu wilayah selama setahun .PDRB merupakan indikator untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi.

d. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang.

e. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran

SiLPA merupakan salah satu sumber pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit APBD akibat dari usaha peningkatan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat sesuai penjelasan dalam PMK No.45/PMK.02/2006. f. Luas Wilayah

Luas wilayah merupakan salah satu variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan sarana dan prasana daerah sesuai dengan penjelasan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.

g. Jumlah Penduduk

(4)

2. Kerangka Pemikiran

Bagan Kerangka Pemikiran

Sumber : Arif Purnama (2014), Bagus Setya Budi (2013)

3. Hipotesis

H1 : Pertumbuhan Ekonomi Berpengaruh Signifikan Terhadap Belanja Modal H2 : SiLPA Bepengaruh Signifikan Terhadap Belanja Modal

H3 : Luas Wilayah Berpengaruh Signifikan Terhadap Belanja Modal H4 : Jumlah Penduduk Berpengaruh Signifikan Terhadap Belanja Modal

C. METODE PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten / Kota Provinsi Jawa Tengah.

2. Definisi Operasional Variabel a. Belanja Modal

Belanja Modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi satu anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin.

Belanja modal dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

b. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi diproksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung dengan rumus:

Belanja Modal = Belanja Tanah + Belanja Peralatan dan Mesin + Belanja Gedung dan Bangunan + Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan + Belanja Asset Lainnya Pertumbuhan Ekonomi

(X1)

SiLPA

(X2) Belanja Modal

(Y)

Jumlah Penduduk (X4) Luas Wilayah

(5)

Keterangan :

G : Laju Pertumbuhan Ekonomi;

PDRBt : Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t; dan PDRBt-1 : Produk Domestik Regional Bruto pada tahun sebelumnya. c. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran

Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010, SiLPA merupakan selisih yang dapat ddihitung dengan membandingkan realisasi pendapatan LRA dan belanja, serta penerimaaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/ APBD selama satu periode anggaran. Indikator untuk mengukur SiLPA adalah:

d. Luas Wilayah

Luas wilayah dalam penelitian ini merupakan ukuran besarnya daerah wewenang suatu pemerintahan yang dapat diukur dengan satuan angka.

e. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk jumlah manusia yang bertempat tinggal atau berdomisili pada suatu wilayah atau daerah dan memiliki mata pencaharian tetap di daerah itu serta tercatat secara sah berdasarkan peraturan yang berlaku di daerah tersebut. 3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah 35 Kabupaten /Kota Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan sampel yang digunakan adalah penelitian ini adalah seluruh populasi yaitu 35 Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Tengah. Sehingga teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sensus sampling.

4. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series.

Data Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Belanja Modal diperoleh dari APBD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012-2014. Sedangkan, data Pertumbuhan Ekonomi, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diproksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun 2000.

5. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Studi kepustakaan

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku, litelatur, catatan – catatan dan laporan mengenai obyek penelitian.

SiLPA = Surplus/ Defisit Realisasi Anggaran + Pembiayaan Netto G : (PDRBt-PDBRt-1) X 100%

(6)

b. Studi dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan mengkaji data sekunder.

6. Metode Analisis Data a. Uji Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang berkenaan dengan bagaiman cara mendeskripsikan, menggambarkan,atau menguraikan data sehingga mudah dipahami. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi, sisa lebih pembiayaan anggaran, luas wilayah dan jumlah penduduk dan belanja modal.

b. Uji Asumsi Klasik 1) Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel telah menyebar secara normal. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis grafik dengan cara melihat grafik

Normal probability plot. Dasar pengambilan keputusan uji normalitas dengan grafik normal probability plot apabila data (titik) menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka data normal.

2) Uji mutikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara variabel bebas (independen) pada model regresi. Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi multikolinearitas. Kriteria tidak adanya masalah multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan VIF, dimana nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10,0.

3) Uji heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain atau untuk melihat penyebaran data. Dalam menguji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat grafik

scatterplot. Apabila tidak terdapat pola tertentu dan titik-titik menyebar, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

4) Uji autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah pada suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode satu dengan periode sebelumya (Ghozali, 2005:92). Untuk mendeteksi masalah autokorelasi dalam penelitian ini dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW). Apabila nilai D-W di antara -2 sampai +2, maka tidak ada autokorelasi.

c. Uji Regresi Linear Berganda

(7)

lebih pembiayaan anggaran,luas wilayah dan jumlah penduduk terhadap belanja modal. Persamaan hipotesis yang akan digunakan adalah:

Y= α + β1X1 + β2X2 + β3X4 + β4 X4 + e Keterangan:

Y = Belanja Modal (BM) α = Konstansta

β = Koefisien Regresi X1 = Pertumbuhan Ekonomi

X2 = Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran X3 = Luas Wilayah

X4 = Jumlah Penduduk

e = Error

d. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan regresi linear berganda. Uji hipotesis dalam penelitian ini meilputi:

1) Uji t

Uji statistik t merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan dengan taraf signifikansi 0,05 atau 5%, dengan ketentuan apabila nilai koef < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya secara parsial variabel indepneden berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

2) Uji F

Uji statistik F (uji simultan) digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Dalam uji ini digunakan hipotesis dengan taraf signifikansi 0,05 atau 5%, dengan ketentuan apabila nilai koef < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya secara simultan seluruh variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

3) Uji R2

Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model menerangkan variabel variabel independen.

Menurut Gozhali (2006), dalam mencari nilai koefisien determinasi rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

KD = Nilai koefisien penentu

Adjusted R2 = Nilai koefisien korelasi

(8)

D. ANALISA DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Obyek Penelitian

Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah adalah 35 daerah yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota. Provinsi Jawa Tengah merupakan Provinsi yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Data pada penelitian ini (N) sebanyak 105, data didapatkan dari laporan realisasi APBD Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah tahun 2012-2014 yang seluruhnya menyampaikan laporan kepada situs Dirjen Perimbangan Keuangan dan data Product Domestic Regional Bruto (PDRB), Luas Wilayah dan Jumlah penduduk dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah tahun 2012-2014.

2. Deskripsi Data

Hasil Uji Statistik Deskriptif

N Minimum Maksimum Mean Std. Dev

Pert. Ekonomi 105 2,08 6,89 5,3436 0,81037

SiLPA 105 0,00 432324715 90085821,1 74111522,65

Luas Wilayah 105 18,12 7777,64 1144,9944 1269,85193

Jml. Penduduk 105 119935,00 1773379,00 952924,848 405546,57448

Belanja Modal 105 86187971 804093758 233198951 106271258,0

Sumber : Data Diolah, 2015

Penjelasan mengenai hasil uji deskriptif pada tabel diatas, sebagai berikut: a. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi memperoleh nilai minimum besar 2,08 yang terdapat di Kabupaten Cilacap pada tahun 2012. Nilai maksimum diperoleh sebesar 6,89 terdapat di Kabupaten Banyumas tahun 2013. Sedangkan, nilai mean yang diperoleh dalam sebesar 5,3436 dan standar deviasi sebesar 0,81037.

b. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) memperoleh nilai minimum sebesar Rp 0 (tidak ada sisa pembiayaan) diperoleh Kabupaten Sragen pada tahun 2013. Nilai maksimum SiLPA sebesar Rp 432.324.715 diperoleh Kota Semarang pada tahun 2014. Sedangkan, nilai mean yang diperoleh sebesar 90.085.821,1 dan standar deviasi sebesar 74.111.522,65.

c. Luas Wilayah

Luas Wilayah memperoleh nilai minimum sebesar 18,12 km2 terdapat di Kota Magelang. Nilai maksimum luas wilayah yang diperoleh sebesar 7777,65 km2 terdapat didaerah Kabupaten Purbalingga. Sedangkan, nilai mean sebesar 1144,9944 dan nilai standar deviasi sebesar 1269,85193.

d. Jumlah Penduduk

(9)

sebanyak 1.773.379 penduduk yang diperoleh Kabupaten Brebes tahun 2014. Sedangkan, nilai mean diperoleh sebesar 952924,848 dan nilai standar deviasi sebesar 405546,57448.

e. Belanja Modal

Belanja Modal memperoleh nilai minimum sebesar Rp 86.187.971 yang diperoleh Kota Tegal pada tahun 2012. Nilai maksimum diperoleh Kota Semarang pada tahun 2014 sebesar Rp 804.093.757. Sedangkan, nilai mean diperoleh sebesar 233198951 dengan standar deviasi sebesar 106271258,0.

3. Analisis Data dan Pembahasan a. Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas

Hasil Uji Normalitas Dengan Normal P-Plot

Sumber: Data Diolah, 2015

Berdasarkan grafik normal p-plot diatas, terlihat bahwa titik-titik menyebar dan berhimpit disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi normalitas.

2) Uji Multikolinearitas

Hasil Uji Multikolinearitas

Model Tolerance VIF Keputusan

(10)

Berdasarkan hasil output SPSS uji multikolinearitas pada tabel diatas menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki korelasi antar variabel (multikolinearitas).

Hasil ini bisa dibuktikan pada setiap variabel independen memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF lebih kecil dari 10,0. Maka, dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi multikolinearitas.

3) Uji Heterokedastisitas

Hasil Uji Heterokedastisitas Dengan Scatterplot

Sumber: Data Diolah, 2015

Berdasarkan gambar diatas menunjukkan tidak terjadi masalah heterokedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini. Hasil ini dibuktikan dengan titik-titik yang menyebar dan tidak membentuk pola tertentu. Maka, dapat disimpulkan bahwa bahwa model regresi dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi heterokedastisitas.

4) Uji Autokorelasi

Hasil Uji Autokorelasi

Model Std. Error of the Estimate Durbin-Watson

1 764478729,0 0,901

Sumber : Data Diolah, 2015

Berdasarkan tabel diatas dapat menunjukkan bahwa tidak terdapat autokorelasi, hal ini dibuktikan dari nilai Durbin Watson berada diantara -2 dan +2 yaitu -2 < 0,901 < +2. Maka, dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi autokorelasi.

(11)

b. Uji Regresi Linear Berganda

Hasil Uji Regresi Linear Berganda

Model Koef. regresi thitung Signifikansi Kontansta

Berdasarkan tabel diatas, maka diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

Y = 58.836.262,4 + 2.087.980,16X1 + 0,634X2 – 13.736,818X3 + 127,875X4

Berdasarkan persamaan regresi linear berganda tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

α = 58.836.262,4, artinya apabila semua variabel independen (pertumbuhan ekonomi, SiLPA, luas wilayah dan jumlah penduduk) dianggap konstan maka belanja modal tiap daerah sebesar Rp 58.836.262,4.

β1 = 2.087.980,16, menunjukkan bahwa variabel Perumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Belanja Modal, artinya apabila Pertumbuhan Ekonomi mengalami kenaikan 1% maka belanja modal akan meningkat sebesar Rp 2.087.980,16. Dengan menganggap variabel lainnya konstan. β2 = 0,634, menunjukkan bahwa variabel Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran

(SiLPA) berpengaruh positif terhadap Belannja Modal, artinya apabila Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) mengalami kenaikan sebesar Rp 1, maka Belanja Modal akan meningkat sebesar Rp 0,634. Dengan menganggap variabel lainnya konstan.

β3 = -13.736,818, menunjukkan bahwa variabel Luas Wilayah berpengaruh negatif terhadap Belanja Modal, artinya apabila Luas Wilayah mengalami kenaikan sebesar 1 km2 maka Belanja Modal akan turun sebesar Rp 13.736,818. Dengan menganggap variabel lainnya konstan. Daerah Otonom yang memiliki wilayah yang luas cenderung timbul masalah ketimpangan atau kesenjangan dalam pemerataan pembangunan, hal ini dikarenakan ada daerah-daerah yang tidak dapat dijangkau oleh pemerintah daerah otonom, sehingga sulit bagi pemerintah daerah otonom untuk menentukan besarnya alokasi belanja modal dalam rangka pemerataan pembangunan di daerah yang menjadi kewenangannya.

(12)

c. Uji Hipotesis Sumber : Data Diolah, 2015.

Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel IV.7, maka dapat disimpulkan masing-masing pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian ini sebagai berikut:

a) Pertumbuhan Ekonomi memperoleh nilai signifikansi (sig.) lebih besar dari taraf signifikansi 5%, yaitu 0,802 > 0,05, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Maka, dapat disimpulkan bahwa, pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

b) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) memperoleh nilai signifikansi (sig.) lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, yaitu 0,000 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan H2 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

c) Luas wilayah memiliki nilai t negatif namun memperoleh nilai signifikansi (sig.) lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, yaitu 0,013 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan H3 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa luas wilayah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. d) Jumlah Penduduk memperoleh nilai signifikansi (sig.) lebih kecil dari

taraf signifikansi 5%, yaitu 0,000 < 0,05, sehingga H0 ditolak dan H4 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

2) Uji F

Hasil Uji Simultan F

Model df F Sig. Keputusan

1. Regression 100 39,470 0,000 H0 Ditolak Sumber : Data Diolah, 2015

(13)

3) Uji R2

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error Of the Estimate

1. Regression 0,782 0,612 0,597 67487729,0 Sumber : Data Diolah, 2015

Berdasarkan hasil uji R2 pada tabel diatas diperoleh nilai adjusted R square sebesar 0,597, sehingga diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 59,7% (0,597 x 100%). Maka, dapat disimpulkan bahwa kemampuan variabel pertumbuhan ekonomi, SiLPA, luas wilayah dan jumlah penduduk dalam menjelaskan variabel belanja modal sebesar 59,7%. Dan sisanya 40,3% dijelaskan oleh variabel independen lain diluar dari penelitian ini seperti pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus.

E. PENUTUP 1. Kesimpulan

a. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Belanja Modal;

b. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal;

c. Luas Wilayah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Belanja Modal; d. Jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal; dan e. Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan (SiLPA), Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

2. Keterbatasan Penelitian

a. Sampel dalam penelitian ini terbatas pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah sehingga tidak dapat melihat kecenderungan diluar Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Tengah;

b. Penelitian ini hanya mengambil empat variabel independen sehingga hasil penelitian ini belum dapat menjelaskan semua variabel yang mempengaruhi belanja modal; dan

c. Penelitian ini hanya dilakukan untuk selama periode tiga tahun, yaitu 2012-2014. Hal ini disebabkan karena kertebatasan akses perolehan data.

3. Saran

a. Bagi Pemerintah Daerah

1) Pertumbuhan ekonomi di Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah sebaiknya lebih ditingkatkan lagi agar alokasi anggaran belanja modal lebih besar sehingga dapat memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana serta pemerataan pembangunan.

(14)

pengeluaran-pengeluarannya sehingga pada akhirnya ketergantungan pada Pemerintah Pusat bisa dikurangi.

b. Bagi Penelitian Selanjutnya

1) Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak sensus yang digunakan agar hasilnya lebih representatif terhadap populasi yang dipilih, dan mengambil sampel selain Kabupaten/Kota Provinsi Tengah.

2) Variabel yang akan digunakan dalam penelitian mendatang, diharapkan lebih lengkap dan bervariasi dengan menambah variabel ukuran atau jenis - jenis penerimaan pemerintah daerah lainya, maupun variabel variabel non keuangan seperti kebijakan pemerintah dan kondisi makro ekonomi.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2013. Defisit/Surplus dan SiLPA Dalam Anggaran Daerah.

Adisasmita. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta

Adiwiyana, Priya. 2011. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Ardhini.2011. Pengaruh Rasio Keuangan Daerah terhadap Belanja Modal untuk Pelayanan Publik Dalam Prespektif Teori Keagenan (Studi pada Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah).Skripsi U niversitas. Semarang.

Arsyad. 1999. Ekonomi Pembangunan. STIE YKPN. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). Luas Wilayah Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Tengah 2012-2014. Bagus Setya Budi, 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belanja

Modal.Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.Yogyakarta.

Balitbang Provinsi NTT. 2008. Analisis Tentang Tingkat Efisiensi Dan Efektivitas Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pembangunan Daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Litbang NTT. IV-03.

Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta. (1999:2)

Darwanto, Yulia Yustikasari. 2007. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Pertumbuhan Ekonom Terhadap Belanja Modal.

Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat. Jakarta.

Ida, Mentayani Rusmanto. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Terhadap Belanja Modal Pada Kota Dan Kabupaten Di Pulau Kalimantan. Jurnal Investasi Vol. 9 No. 2 Desember 2013.

Jayirah, Ainun. 2014. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal.

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta

Purnama, Arif. 2014. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih

Pembiayaan Anggaran, dan Luas Wilayah Terhadap Belanja Modal. Universtas

Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Joulfaian, D & R. Mookerjee. 1990. The Interporal Relationship Between State and Local

Government Revenues and Expenditures.Evidence from OECD countries.

Keefer, Philip & Stuti Kemani. 2003. The Political Economy of Publick Expenditure. Background paper for WDR 2004: Making Service Work For Poor People.The World Bank.

Kusnandar, Dodik Siswantoro. 2012. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah terhadap Belanja Modal.

Universitas Indonesia. Jakarta.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen keuangan daerah. Penerbit Andi. Yogyakarta. Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penerapan IFRS, kendala yang dihadapi pada saat penerapan IFRS dan perbedaan antara laporan keuangan versi

Machin (2014) mengemukakan tujuan pendekatan saintifik dalam pembelajaran antara lain: 1) untuk meningkatkan kemampuan berpikirkhususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi; 2)

Kondisi inilah yang mendorong untuk mencoba menggunakan model FFNN dengan pelatihan AG untuk prediksi data harga saham, namun yang menjadi masalah adalah

10 Dari pernyataan diatas terdapat kesan bahwa umat Kristen dapat tetap memegang ide tentang eksklusivitas keselamatan sementara berdialog dengan umat beragama

Serta semua pihak yang telah membantu selama proses Projek Akhir Arsitektur / PAA 68. Didalam LTP ini masih banyak terdapat kekurangan, dan perlu dikaji untuk

Untuk menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja, pengalaman kerja, dan kapasitas produksi terhadap nilai produksi pengrajin perak di Desa Celuk Kecamatan

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kirmizi (2011: 400) untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan asuransi menggunakan variabel pertumbuhan asset dan modal

Masalah yang kami kaji dalam penelitian ini adalah melakukan perbaikan prototipe protesa yang dilakukan pada penelitian sebelumnya baik dari segi desain dan