• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA), Bioaktivator, dan Biokompos Terhadap Pertumbuhan dan Peningkatan Produksi Tanaman Kedelai (Glycyne max (L) Merr.) di Lahan Kering)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA), Bioaktivator, dan Biokompos Terhadap Pertumbuhan dan Peningkatan Produksi Tanaman Kedelai (Glycyne max (L) Merr.) di Lahan Kering)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

Penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA), Bioaktivator, dan Biokompos

Terhadap Pertumbuhan dan Peningkatan Produksi Tanaman Kedelai (Glycyne max (L) Merr.) di Lahan Kering*)

Siwi Sudhiarti dan **)I Made Sudantha

Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Universitas Mataram

**)Corresponding author: imade_sudantha@yahoo.co.id

ABSTRAK

Fungi Mikoriza Arbuskular merupakan suatu kelompok jamur tanah biotrof obligat yang tidak dapat hidup apabila terpisah dari inangnya. Bioaktivator tanaman adalah bahan yang mengandung mikroorganisme, yang bersifat menguntungkan dan apabila diaplikasikan dalam budidaya tanaman dapat berpengaruh pada perbaikan tanaman tersebut. Biokompos adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoselulolitik yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman dan agensia pengurai bahan organic Penggunaan mikoriza, biokompos serta bioaktivator pada tanaman kedelai secara terpisah dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai yang dapat dilihat dari penambahan jumlah daun, tinggi tanaman, jumlah bintil akar serta berat berangkasan kering tanaman. Peningkatan pertumbuhan dan perkembangan yang baik akan menghasilkan peningkatan produktivitas hasil tanaman kedelai selain itu, pengaplikasian mikoriza pada akar tanaman dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen khususnya patogen tular tanah.

___________________________________________________________

Kata Kunci: Jamur mikoriza, bioaktivator, biokompos, Trichoderma spp., mikoriza, kedelai

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertambahan penduduk selalu mengakibatkan peningkatan pertumbuhan industri

baik dalam skala besar maupun industri rumahan yang menggunakan bahan pokok kedelai

yang tetap meningkat. Namun hal tersebut diiringi oleh peningkatan produksi kedelai tiap

(2)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

Badan Pusat Statistik (2011), produksi kedelai dalam negeri pada tahun 2010, hanya 910,5

ton, sedangkan kebutuhan akan konsumsi kedelai dalam negeri sebesar 1653,6 ton. Dari

jumlah tersebut perlu diadakan kebijakan impor kedelai yang jumlahnya mencapai sekitar

750 ton.

Rendahnya produktivitas pertanaman kedelai, seperti yang dikutip dari Antara news

(2011), yakni berkisar 1-1,5 ton/ha, yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain

60% penanaman kedelai yang ditanam di lahan sawah baik itu sawah tadah hujan, irigasi

semi teknis, maupun sawah yang beririgasi teknis, dan 40% lainnya ditanam pada lahan

40-65% selain gangguan hama dan penyakit tanaman.

Di Nusat Tenggara Barat (NTB) pengembangan pertanian lahan kering merupakan

unggulan dan andalan masa depan karena mengingat sebagian besar wilayah NTB yaitu 84%

dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian yang produktif untuk berbagai komoditi

tanaman pangan terutama tanaman kedelai (Suwardji et al, 2003)

Berbagai cara dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas kedelai baik

peningkatan mutu dari benih kedelai tersebut ataupun dengan melakukan penambahan bahan

organic kedalam tanah seperti penggunaan biokompos serta bioaktivator ataupun

pengaplikasian mikoriza pada tanaman kedelai tersebut.

Tanaman akan memberikan hasil yang baik apabila semua unsur hara yang

dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

Unsur hara tersebut dapat diperoleh baik secara organic maupun anorganik dan salah satunya

dengan pemupukan. Pemberian pupuk organic lebih dianjurkan karena akan meningkatkan

porositas tanah sehingga keseimbangan udara dan kelembaban tanah akan jauh lebih baik

Seperti yang kita ketahui kompos adalah salah satu sumber nutrisi penting yang

dibutuhkan tanaman yang dapat kita gunakan dalam bentuk padat, yang penggunaannya

dicampurkan disekitar mulsa, ataui dalam bentuk cair yang disebut dengan istilah teh kompos

yang akan memberikan nutrisi instan yang bermanfaat bagi tanaman (Subhi, 2016). Menurut

Dr. Elaine Ingham seorang ahli mikroba dalam sebuah blog, mengemukakan beberapa

manfaat dari penggunaan teh kompos pada tanaman antar lain : meningkatkan kesehatan

tanaman, memberikan larutan nutrisi instant yang dapat segera diserap oleh tanaman, serta

(3)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

Pemanfaatan pupuk hayati mikoriza merupakan salah satu alternative untuk

meningkatkan produktivitas lahan. Mikoriza dapat berasosiasi secara simbiotik dengan akar

tanaman yang dapat menyebabkan terbentuknya serapan akar yang luas dan lebih besar

karena jamur mikoriza memiliki hifa yang dapat menembus ruang pori tanah yang berukuran

sangat kecil, yang akan meningkatkan kemampuan tanaman untuk dapat menyerap lebih baik

unsur hara, terutama unsur hara yang relative tidak mobile seperti P, Cu, dan Zn (Pujiyanto,

2001)

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu : seberapa jauh

pemanfaatan Jamur Mikoriza (FMA) dan biokompos serta bioaktivator terhadap kesehatan

pertumbuhan tanaman Kedelai di lahan kering.

1.3. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui pemanfaatan Jamur Mikoriza (FMA) dan biokompos serta

bioaktivator yang tepat terhadap kesehatan pertumbuhan tanaman kedelai di lahan kering.

1.4. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk dapat mengetahui pemanfaataan jamur mikoriza (FMA) dan biokompos

serta bioaktivator yang sesuai untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai

di lahan kering.

2. Untuk dapat mengetahui sejauh mana aplikasi jamur mikoriza (FMA) dan

biokompos serta bioaktivator dapat menekan perkembangan pathogen pada

tanaman kedelai di lahan kering.

3. Sebagai bahan referensi bagi para pelaku usaha komersial, baik pelaku usaha

FMA komersial, pelaku biokompos serta bioaktivator komersial dan atau pelaku

usaha tanaman hortikultura dalam menghasilkan produk yang berkualitas dan

(4)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Kedelai

2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas/Classis : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Famili/Suku : Fabaceae (polong-polongan)

Genus/Marga : Glycine

Spesies : Glycine Max (L.) Merr

2.1.2. Morfologi Tanaman Kedelai 1. Akar

Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar yang

menyamping (horizontal) dengan pertambahan panjang dapat mencapai 40 cm dengan

kedalaman hingga 120 cm. Perkembangan akar dipengaruhi oleh kelembaban tanah, dimana

akar akan jauh lebih masuk ke dalam untuk menyerap unsur hara dan air apabila kelembaban

tanah turun. Pada akar tanaman kedelai terdapat nodul atau bintil akar yang terbentuk dari

koloni bakteri pengikat nitrogen yang bersimbiosis secara mutualisme dengan kedelai.

Dengan adanya simbiosis terrsebut maka, bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen

langsung dari udara dalam bentuk gas N2 (nitrogen) yang akan diosidasi menjadi nitrat

(NO3+).

2. Batang

Batang tanaman kedelai dapat tumbuh dengan tinggi 30-100 cm. selain itu, dapat

membentuk 3-6 cabang,namun tergantung dari kerapatan antar tanaman. Tipe pertumbuhan

batang dapat dibedakan menjadi 3 tipe : 1. Tipe pertumbuhan batang terbatas, dengan ciri

khas berbunga serentak serta mengakhiri pertumbuhan meninggi, 2. Tipe pertumbuhan

(5)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

tumbuhan terus akan tumbuh, 3. Tipe pertumbuhan batang setengah terbatas, yang memiliki

karakteristik antara kedua tipenya

3. Bunga

Kedelai memiliki jenis bunga yang sempurna, dimana setiap bunga memiliki alat

jantan dan betina. Bunga pada kedelai terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau

putih. Namun tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah mengalami

penyerbukan sempurna.

4. Daun

Daun kedelai berbentuk oval, tipis dan berwarna hijau dengan buku (nodus) pertama

tanaman akan terbentuk daun tunggal, kemudian diikuti pada semua buku diatasnya yang

membentuk daun majemuk selalu dengan tiga helai. Adapun permukaan daun berbulu halus

(trachoma) pada kedua sisi. Pada ketiak daun majemuk akan muncul tunas atau bunga, yang

setelah tua, daun akan menguning dan gugur dimulai dengan daun yang terdapat pada bagian

bawah batang.

5. Buah

Setiap tanaman kedelai mampu menghasilkan polong 100-250 polong yang berwarna

kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang berwarna

hijau akan berubah menjadi kehitaman (Wikipedia, 2017)

2.1.3. Lingkungan Tumbuh Tanaman Kedelai

Perubahan faktor lingkungan tumbuh, khususnya iklim, terutama pola curah hujan

dimana terkait dengan distribusi ketersediaan air, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman kedelai (Suprapto, 2001). Tanaman kedelai memiliki kebutuhan air berkisar

350-450 mm selama periode pertumbuhannya. Kebutuhan air akan meningkat seiring dengan

bertambahnya umur tanaman kedelai. Pada saat periode berbunga dan pengisian polong

merupakan saat dimana membutuhkan air yang paling tinggi (Suprapto, 1991). Apabila

(6)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

pembungaan dan pembentukan polong kedelai, yang dapat mempengaruhi perolehan hasil

panen (Arsyad dan Syam, 1998)

Suhu tanah yang optimum untuk perkecambahan tanaman kedelai ialah 300C, jika

suhu tanah lebih rendah dari 150C, proses perkecambahan akan terhambat, namun apabila

suhu lebih tinggi dari 300C, maka biji akan lebih cepat kering dan mati karena laju penguapan

air yang terlalu cepat (Suprapto, 1991). Untuk suhu lingkungan yang ideal untuk

pembentukan bunga ialah 240-250C, apabila terlalu rendah (< 100C) maka proses

pembungaan dan juga pembentukan polong akan terhambat (Adisarwanto. 2008).

Dengan demikian daerah subtropik akan menghasilkan produksi kedelai yang tinggi

apabila memiliki panjang hari 14-16 jam dan akan berbeda hasilnya apabila ditanam di

daerah tropis yang memiliki panjang hari rata-rata 12 jam. Akibat dari penurunan tersebut

maka, periode berbunga akan jauh lebih singkat menjadi 35-40 hari setelah tanam

dibandingkan dengan daerah subtropis yang masa berbunga 50-60 hari setelah tanam

(Adisarwanto, 2008). Selain itu, faktor topografi pada dataran tinggi (>1000 mdpl) memiliki

masa berbunga yang lambat dibandingkan dengan tanaman kedelai di dataran rendah (<20

mdpl) (Litbang Pertanian, 2009)

2.2 Keberadaan Fungi Mikoriza Vesikular –Arbuskular (MVA) pada tanaman

Fungi Mikoriza Arbuskular merupakan suatu kelompok jamur tanah biotrof obligat

yang tidak dapat hidup apabila terpisah dari inangnya. Fungi mikoriza dicirikan dengan

adanya arbuskular. Manfaat hubungan simbiotik antara FMA dan tanaman telah dikenal sejak

lama, karena kemampuannya yang berasosisasi dengan banyak jenis tanaman, khususnya

dengan tanaman yang tumbuh pada sistem lahan kering (Wangiyana, 2009). Menurut

Aldeman dan Morton (1986) akibat dari infeksi yang dilakukan oleh jamur mikoriza akan

mampu menyerap nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman seperti unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K,

dan Mg yang akan meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut. Bidang serapan akar dari

tanaman akan diperluas dengan adanya hifa eksternal mikoriza yang berasal dari kolonisasi

jamur mikoriza tersebut, dimana hifa tersebut tumbuh dan berkembang melalui buluh akar.

Seperti yang dikemukakan Hayman (1983) dalam Suciatmih (1996) bahwa dengan

(7)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

akar yang terinfeksi mikoriza akan mempunyai metabolisme energi yang lebih besar

sehingga dapat secara aktif untuk menyerap P pada konsentrasi 10-7-10-6 di dalam larutan

tanah hingga menjadi 10-3-10-2 di dalam akar tanaman. Umumnya pada tanah terdapat sekitar

95-99% unsur P dijumpai yang tidak larut sehingga tidak tersedia dan susah diserap oleh

tanaman. Dengan adanya infeksi mikoriza pada akar tanaman maka penyerapan dan

pemanfaatan unsur P dapat dilakukan oleh tanaman.

Asosiasi mikoriza pada beberapa tanaman seperti tanaman cow pea, ketela pohon,

jeruk, jambu biji, dan kedelai pada kondisi tanah mineral asam seperti tanah oxisol dan

ultisol, di duga dapat melakukan perubahan pH rizhosfer menjadi 6,3 sehingga dapat

bertahan atau menjadi toleran pada kondisi tersebut (Suciatmih, 1996)

Linderman dalam Talanca (2005) mengemukakan bahwa terjadi mekanisme

perlindungan tanaman terhadap penyakit tanaman dengan mekanisme sebagai berikut : 1)

Adanya penggunaan karbohidrat yang lebih banyak pada akar sebelum dikeluarkan dalam

bentuk eksudat akar sehingga pathogen tidak dapat berkembang, 2) Adanya penghambatan

pathogen, melalui terbentuknya subtansi yang bersifat antibiotic yang berasal dari sekresi,

3)Meningkatkan perkembangan mikroba saprofit yang berada di sekitar perakaran.

Jamur mikoriza selain dapat bersimbiosis dengan akar tanaman inang, juga

mempunyai pengaruh yang luas terhadap mikroorganisme yang bersifat patogen. Eksudat

yang dikeluarkan oleh akar yang terinfeksi jamur mikoriza berbeda dengan eksudat yang

dikeluarkan oleh akar yang tidak terinfeksi jamur mikoriza. Akibat dari eksudat yang

dihasilkan oleh akar tanaman inang yang terinfeksi oleh jamur mikoriza, ternyata

mempengaruhi perubahan dalam rhizosfer dalam hal peningkatan ketahanan tanaman karena

adanya produksi antibiotic oleh jamur mikoriza (Talanca, 2010).

Pada tanaman kedelai, infeksi jamur mikoriza pada akar tanaman dapat merangsang

terbentuknya senyawa isoflavonoid, yang akan membentuk endomikoriza, yang akan

meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan jamur pathogen dan nematode. Seperti yang

dilaporkan oleh Setiadi (2001), bahwa asosiasi mikoriza dapat menekan perkembangan dan

reproduksi nematode Meloidogyne sp.

Cekaman kekeringan memiliki dampak pada pertumbuhan tanaman terutama apabila

(8)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

alternative untuk mengatasi keterbatasan air (Setiadi, 2001). Dalam bidang pertanian,

penggunaan mikoriza dapat dijadikan sebagai salah satu alat biologis yang dapat

meningkatkan produktivitas serta kualitas tanaman tanpa menurunkan kualitas ekosistem

tanah (Sasli, 2004).

2.3 Penggunaan biokompos serta bioaktifator pada tanaman

Salah satu cara untuk dapat memanipulasi mutu masukan bahan organik dengan

kondisi terkendali sehingga hasil akhirnya dapat berupa bahan organik dengan mutu tertentu

ialah dengan pengomposan (Senesi,1989). Salah satu bentuk masukan organik yang banyak

digunakan ialah dengan jerami padi. Petani di Indonesia mempunyai kecenderungan untuk

membakar jerami padi apabila selepas panen. Hal ini tidak menguntungkan karena jerami

padi memiliki potensi yang menguntungkan. Menurut Ponamperuma (1982), pemberian 5

ton ha-1 jerami padi terdapat pasokan 30kg N, 5 kg P, 2,5 kg S, 75 kg K dan 100 kg Si, selain

itu 2 ton karbon yang dapat dijadikan sumber energi untuk kegiatan jasad renik tanah. Oleh

karena itu perlunya pengembalian jerami padi ke lahan sawah agar dapat mempertahankan

kesuburan tanah dan dapat membenahi sifat-sifat tanah yang bermasalah. Akan tetapi apabila

kita menggunakan masukan organik dalam hal ini misalnya jerami padi yang tidak melalui

proses pengomposan, maka kita umumnya membawa serta pathogen dan telur seranggayang

nantinya akan membawa masalah pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman

(Adiningsih, et al. 1993). Hsieh dan Hiesh (1990) juga melaporkan bahwa adanya

kemungkinan terjadinya immobilisasi hara oleh jasad renik pendekomposisi masukan

organic tersebut. Pertanian menggunakan biokompos merupakan salah satu pertanian

berkelanjutan dimana, pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable

resources) dan sumber daya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses

produksi pertanian diharapkan dapat menekan seminimal mungkin dampak negative yang

timbul akibat proses tersebut. Selain itu pendekatan pertanian yang berkelanjutan dapat

bersifat proaktif, yang berdasarkan pengalaman serta partispatif (Sudantha, 2011).

Biokompos adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba

lignoselulolitik yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati

(9)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

2013). Sudantha (2009) melaporkan bahwa penggunaan biokompos hasil fermentasi

Trichoderma sp. pada bibit vanili dapat meningkatkan ketahanan terinduksi terhadap

penyakit layu Fusarium dan dapat memacu pertumbuhan vegetatif bibit vanili. Peran tersebut

disebabkan karena jamur Trichoderma sp. menghasilkan hormon IAA berupa auxin dan

giberelin (Dani, 2008).

Kompos hasil fermentasi jamur Trichoderma spp. dapat berfungsi untuk: (1) sumber

unsur hara bagi tanaman dan sumber energi bagi organisme tanah, (2) memperbaiki

sifat-sifat tanah, memperbesar daya ikat tanah berpasir, memperbaiki struktur tanah berlempung

sehingga lebih ringan, mempertinggi kemampuan tanah mengikat air, memperbaiki drainase

dan tata udara pada tanah berat sehingga suhu tanah lebih stabil, (3) membantu tanaman

tumbuh dan berkembang lebih baik, (4) substrat untuk meningkatkan aktivitas mikrobia

antagonis, (5) untuk mencegah patogen tular tanah.

Sudantha (2007) menyatakan bahwa biokompos merupakan pupuk kompos yang

diproduksi dengan adanya bantuan mikroorganisme atau mikroba lignoselulolitik sehingga

bisa tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai pengendali penyakit atau agensia

hayati tanaman serta merupakan agensia pengurai bahan organic. Pada percobaan

penggunaan biokompos (hasil fermentasi dari jamur saprofit Trichoderma harzianum isolate

SAPRO-07 serta jamur endofit Trichoderma koningii isolate ENDO-02) dimana disertai

dengan pemberian mikoriza pada tanaman kedelai di lahan kering Desa Akar-Akar

Kabupaten Lombok Utara menunjukkan bahwa peningkatan toleransi terhadap kekeringan

dan juga meningkatkan ketahanan terinduksi terhadap pathogen tular tanah yang akan

berpengaruh terhadap peningkatan hasil tanaman (Sudantha, 2009). Penggunaan pupuk

organik yang difermentasi dengan mikrobia juga telah digunakan pada tanaman Jagung di

lahan kering Desa Sandik Kabupaten Lombok Barat, yang memberikan peningkatan hasil

panen jagung dan berangkasan segar (Aryany, 2011).

Dari beberapa percobaan, salah satunya yang dilakukan oleh Purwaningsih (2013)

seperti yang dikemukakan dalam blog Universitas Gajah Mada, pemberian kompos yang

dilakukan pada beberapa kultivar kedelai ternyata memberikan respon positif dan negative

(10)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

serta produksi tanaman. Walaupun demikian respon kultivar kedelai terhadap inokulasi

Rhizobium japonicum akibat dari pemberian kompos jerami tidak dapat berubah.

Penggunaan bioaktivator pada tanaman sendiri mulai banyak digunakan, selain tentu

saja EM (effective microorganism) yang cukup umum dikenal, bioaktivator lainnya banyak

diperdagangkan. Cara pengaplikasiannya pun bermacam-macam bukan hanya terbatas untuk

dekomposisi bahan organic yang biasanya digunakan untuk pembuatan kompos (bokashi),

namun penggunaannya jauh lebih luas tidak hanya untuk bagian dari tanaman, juga untuk

pada permukaan tanah, yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan

tanaman.

Menurut Sullivan (2001), yang dimaksud dengan bioaktivator tanaman adalah bahan

yang mengandung mikroorganisme, yang bersifat menguntungkan dan apabila diaplikasikan

dalam budidaya tanaman dapat berpengaruh pada perbaikan tanaman tersebut.

Pengaplikasian mikroorganisme tersebut hanya akan efektif apabila diaplikasikan pada

lingkungan yang optimum untuk perkembangannya dan bila kebutuhannya tidak terpenuhi

maka, mikrorganisme itu akan berhenti berkembang dan akan mati. Penambahan

mikroorganisme dalam lingkungan ini bergantung pada kondisi tanah. Apabila tanah berada

dalam kondisi cukup baik maka,penambahan mikroorganisme dalam lingkungan ini tidak

akan berarti karena jumlah yang sudah ada terlalu banyak dibanding yang ditambahkan.

Onggo (2001) meneliti bahwa aplikasi bioaktivator pada tanaman dan pada

permukaan tanah yang dilakukan pada tanaman sayur-sayuran seperti kubis, tomat dan

lettuce tidak memperlihatkan peningkatan pertumbuhan hasil. Pada tanaman kacang merah

(Legum), aplikasi bioaktivator dilakukan pada permukaan tanah menunjukkan peningkatan

hasil tanaman, dimana bioaktivator yang digunakan mengandung berbagai jenis bakteri

antara lain Lactobasillus spp., Rhizobium spp dan bakteri amonifikasi. Pada percobaan

tanaman kacang merah, diduga bakteri Rhizobium yang terkandung dalam bioaktivator

(11)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017 BAB III. GAGASAN

3.1. Peran Fungi Mikoriza Arbuskular dan biokompos serta bioaktivator terhadap pertumbuhan tanaman kedelai

Tanaman yang bermikoriza akan tumbuh lebih baik apabila dibandingkan dengan

tanaman yang hidup tanpa mikoriza. Manfaat dari asosiasi tanaman dengan FMA ialah antara

lain : meningkatkan absorpsi hara dalam tanah, meningkatkan ketahanan hidup tanaman

terhadap kekeringan, lebih tahan terhadapa serangan pathogen akar, meningkatkan produksi

hormone auksin, dan tentu saja akan meningkatkan produksi tanaman (Apriani, 2012)

Beberapa hasil penelitian penggunaan FMA terhadap kedelai menemukan bahwa,

pemberian inokulum FMA pada tanah yang telah disterilisasi akan dapat mempercepat saat

mulai berbunga tanaman kedelai selain itu, kombinasi inokulum jamur saprofit Trichoderma

harzianum dan FMA hanya efektif untuk meningkatkan tinggi tanaman kedelai (Muhtajali,

2009). Sejalan dengan hal tersebut Apriani (2010), menemukan bahwa didalam pupuk hayati

Tecnofert, pemberian inoculum FMA (22 gram per pot) mampu meningkatkan produksi

tanaman kedelai namun hanya untuk varietas tertentu. Dimana pada penelitian tersebut yang

menunjukkan peningkatan hasil hanya pada varietas Wilis. Hal tersebut diperkuat dengan

penelitian yang dilakukan oleh Sukmawati (2011), yang menggunakan FMA dari pupuk

hayati Tecnofert (tanpa mikoriza dan mikoriza dosis 10 g) serta menggunakan varietas Wilis

dan Grobogan di tanah pasiran. Menurut Sukmawati, penggunaan inokulasi mikoriza pada

tanaman kedelai tersebut akan mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman, selain

itu dapat memperbaiki kualitas tanah dan kemampuan serapan hara oleh tanaman, dan juga

pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman kedelai serta FMA itu sendiri.

Tanaman kedelai pada lahan kering yang diinokulasi dengan mikoriza ternyata

memberikan respon yang positif pada pertumbuhan dan perkembangan pada fase vegetative

maupun fase generative (Jannah, 2012). Menurut Mariani (2015) bahwa pengaruh jumlah

dosis aplikasi FMA ternyata berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai.

Mariani (2015) menganalisis secara sederhana menggunakan data hasil penelitian Nursiman

(12)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

Aplikasi inokulan mikoriza mampu secara linear meningkatkan tinggi tanaman dari

54.28 menjadi 64.12. Hal seperti ini juga sudah dibuktikan oleh Sukmawati (2011) pada

percobaanya di rumah plastic bahwa, dengan pemberian FMA dapat meningkatkan tinggi

tanaman sebesar 1,87 cm/hari. Menurut Jannah (2011), inokulasi mikoriza dapat

meningkatkan tinggi tanaman menjadi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tanaman

yang tidak diinokulasi dengan mikoriza. Hal tersebut dikarenakan oleh sistem perakaran pada

tanaman kedelai yang bersimbiosis dengan mikoriza memiliki hifa yang sangat halus dan

panjang disbanding bulu-bulu akar.

Penggunaan inokuan FMA berpengaruh signifikan terhadap jumlah daun yang mana

meningkat dari 25 helai daun menjadi 28-30 helai daun (Mariani, 2015). Sejalan dengan hal

tersebut, Subashini dan Natarajan (1997); Hapsoh 2003, menjelaskan tentang fungi mikoriza

dapat meningkatkan produksi hormon seperti auksin dan sitokinin dimana dapat berfungsi

meningkatkan elastisitas dinding sel juga mencegah dan memperlambat proses penuaan akar

dengan demikian dapat peningkatan serapan unsur hara meningkat sehingga dapat memicu

pertumbuhan jumlah daun tanaman kedelai.

Selain itu, Zulaikha dan Gunawan (2006) juga menambahkan bahwa dengan adanya

infeksi mikoriza, peningkatan penyerapan unsur hara terutama P akan meningkat, sehingga

pertumbuhan dan perkembangan organ seperti daun juga meningkat. Perkembangan daun

akan lebih baik pada tanaman yang diinokulasi dengan mikoriza karena kemampuannya

untuk melakukan fotosintesa akan lebih optimal, karena semakin luas permukaan daun yang

menerima radiasi matahari sebagai energy utama dalam proses fotosintesis. Tanaman yang

memiliki daun yang lebih luas akan mempunyai kandungan klorofil per satuan luas daun total

yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang memiliki daun yang kurang luas.

Disamping berpengaruh dengan tinggi tanaman dan pertumbuhan jumlah daun,

menurut Mariani (2015), aplikasi inokulan FMA juga menunjukkan hasil yang signifikan

terhadap pertumbuhan jumlah bintil akar .

Aplikasi FMA efektif meningkatkan jumlah bintil akar kedelai. FMA berperan

langsung membantu akar dalam meningkatkan penyerapan air melalui pori-pori tanah pada

saat tanaman mengalami kesulitan dalam mengabsorpsi air (Setiadi, 2001). Respon utama

(13)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

meningkatkan panjang akar dan sistem perakaran tanaman tersebut dengan adanya hifa

mikoriza. Perkembangan kehidupan mikoriza berlangsung di dalam jaringan akar tanaman

inang dimana telah lebih dahului dengan proses infeksi pada akar (Prihastuti, 2007).

Ketersediaan P sangat mempengaruhi perkembangan bintil akar dimana bintil akar akan

mensuplai nitrogen bagi tanaman inang yang akan merangsang pertumbuhannya

(Simanjuntak, 2005)

Selanjutnya pengaruh dosis aplikasi FMA terhadap produktivitas kedelai dalam hal

ini menurut Mariani (2015) yang diambil ialah berat biji kedelai serta biomassa kering dari

tanaman kedelai. Berat biji kedelai memberikan pengaruh yang negative dengan dosis

aplikasi inokulan FMA di atas dosis optimum (350 kg/ha). Hal ini menunjukkan bahwa

aplikasi inokulan merk Tecnofert tidak efektif untuk meningkatkan berat biji kedelai. Hal

tersebut dapat saja dikarenakan jumlah populasi FMA yang sangat tinggi sehingga menyerap

karbohidrat yang dihasilkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya sehingga tidak sebanding

dengan laju produktivitas kedelai sehingga hasil berat biji kedelai mengalami penurunan.

Namun hal sebaliknya terjadi peningkatan terhadap hasil biomassa kering pada

tanaman kedelai juga terlihat dengan aplikasi FMA (Mariani, 2015). Hal ini dapat

ditunjukkan oleh hasil biomassa kering. Efektivitas FMA dalam memicu pertumbuhan dan

biomassa kering tanaman kedelai dapat disebabkan oleh kemampuan dari akar tanaman

kedelai untuk memanfaatkan air secara efisien dan hal tersebut terlihat dari pertumbuhan fase

vegetative yang sangat baik dengan peningkatan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah

bintil akar kedelai.

Penggunaan biokompos dengan menggunakan jerami padi dan seresah daun tanaman

hasil fermentasi dari jamur Trichoderma koningii isolat ENDO-02 dan Trichoderma

harzianum isolate SAPRO-07 ternyata dapat meningkatkan jumlah polong isi serta memacu

waktu pembungaan yang lebih cepat pada tanaman kedelai. Hal tersebut diduga adanya

subtansi kimia atau hormon pada jamur saprofit Trichoderma spp dimana subtansi tersebut

didifusikan ke dalam jaringan tanaman kedelai yang dapat memacu pembungaan (Sudantha,

2011). Bertham (2002) melaporkan bahwa penggunaan kompos jerami padi hasil

dekomposisi Gliocladium sp dan pemberian P secara bersamaan dapat meningkatkan bobobt

(14)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

serapan P biji. Penambahan kompos sebagai masukan organic tanah sama halnya dengan

penambahan fraksi fosfor organic yang juga merupakan salah satu fraksi fosfor yang akan

diserap oleh tanaman. Peningkatan kandungan asam humat dan asam fulvat akan dapat

meningkatkan jumlah muatan pada proses pertukaran sehingga memungkinkan pertukaran

hara akan lebih baik, dan akan berpengaruh langsung meningkatan perkembangan akar dan

bahan kering tanaman (Moris, 1984).

2.2. Peran Fungi Mikoriza Arbuskular dan biokompos serta bioaktivator terhadap serangan patogen pada tanaman kedelai

Waktu pengaplikasian mikoriza pada saat pembibitan lebih efektif untuk melindungi

dan menghindari serangan pathogen tular tanah karena pada saat pembibitan mikoriza akan

menginfeksi jaringan akar yang relative muda sehingga bibit yang akan diaklimatisasi ke

lapangan telah terlindungi dan terhindar dari serangan pathogen (Sasli, 2004)

Aplikasi biokompos (hasil fermentasi dari jamur Trichoderma koningii isolat

ENDO-02 dan Trichoderma harzianum isolate SAPRO-07) berpengaruh terhadap masa inkubasi

penyakit layu Fusarium dan intensitas penyakit layu Fusarium pada tanaman kedelai.

Aplikasi biokompos tersebut mampu meningkatkan ketahanan terinduksi terhadap penyakit

layu Fusarium (Sudantha, 2011).

Aplikasi biokompos dari bahan jerami padi dan seresah daun tanaman yang

difermentasi dengan jamur Trichoderma koningii isolate ENDO-02 dan Trichoderma

harzianum isolate SAPRO-07 ternyata dapat mencegah tanaman kedelai terinfeksi oleh

jamur Fusarium, dengan kata lain mampu meningkatkan ketahanan terinduksi terhadap

penyaki layu Fusarium. Menurut Abadi (2003) mengatakan ketahanan terinduksi dapat

terjadi karena tanaman telah terinfeksi mikroorganisme lain sebelumnya, baik dari jenis yang

sama ataupun jenis yang berbeda. Sudantha (2007) melaporkan bahwa uji invitro di

laboratorium dengan menggunakan jamur Trichoderma koningii isolate ENDO-02 dan

Trichoderma harzianum isolate SAPRO-07 dengan cara metode oposisi langsung dan uji uap

biakan, menunjukkan hasil bahwa kedua isolate jamur tersebut menghambat pertumbuhan

Fusarium oxysporum. Hal tersebut dikarenakan adanya kompetisi dalam hal ruang dan

(15)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

Jamur saprofit T. harzianum isolat SAPRO-07 dan jamur T. koningii isolat

SAPRO-02 diformulasi dalam bentuk bioaktivator (Sudantha, 2010) dan telah didaftarkan ke Kantor

Paten Ditjen HKI Kemenkumham RI pada tahun 2013 dengan No. Pendaftaran

P00201100717 dan telah diumumkan di Kantor Paten. Demikian pula telah dikembangkan

penggunaan kedua jamur antagonis ini sebagai pengurai dalam pembuatan biokompos

(Sudantha, 2010). Sudantha dan Abadi (2006) melaporkan bahwa Jamur Endofit

Trichoderma spp. Isolat lokal NTB yang diinokulasikan kedalam biokompos efektif

menekan jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae penyebab penyakit busuk batang pada

bibit vanili. Lebih lanjut Multazam dan Sudantha (2010) mengatakan bahwa kompos yang

diaplikasikan pada tanaman jagung di lahan kering dengan pengairan sistem irigasi sprinkel

big gun dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung. Sudantha dan Abadi (1991)

mengatakan bahwa penggunaan kompos dan jamur antagonis dapat menekan serangan jamur

Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici penyebab penyakit layu dan dapat meningkatkan

pertumbuhan dan hasil tomat. Lebih lanjut Sudantha, Kusnarta dan Sudana (2011)

mengatakan bahwa jamur Trichoderma spp. saprofit yang digunakan dalam pembuatan

kompos dan diaplikasikan pada tanaman pisang dapat menghambat terjadinya penyakit layu

yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f. sp. Cubense. Sudantha dan Abadi (2006)

juga melaporkan bahwa jamur endoffit Trichoderma spp. isolat lokal NTB efektif

mengendalikan jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada tanaman vanili.

Jayadi dan Sudantha (2011) mengatakan bahwa kompos hasil fermentasi jamur

endofit dan saprofit Trichoderma spp. dapat meningkatkan ketahanan terinduksi beberapa

varietas pisang terhadap penyakit layu Fusarium. Multazam dan Sudantha (2010)

mengatakan bahwa kompos yang diaplikasikan pada tanaman jagung di lahan kering dengan

pengairan sistem irigasi sprinkel big gun dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung.

Sudantha dan Abadi (1991) mengatakan bahwa penggunaan kompos dan jamur antagonis

dapat menekan serangan jamur Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici penyebab penyakit

layu dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tomat. Sudantha (2010a) jamur saprofit

dan endofit Trichoderma spp. berpotensi digunakan dikembangkan dalam pertanian organik.

Sudantha (2010) mengatakan bahwa selain digunakan sebagai decomposer jamur

(16)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

(2012} mengatakan bahwa jamur Trichoderma spp. selain untuk pembuatan biokompos

dapat juga digunakan untuk pembuatan bioaktivator dengan teknologi fermentasi. Sudantha

(2014) mengatakann bahwa biokompos, biofungisida dan bioaktivator selain untuk menekan

penyakit pathogen tular tanah dapat juga untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan

hasil tanaman. Sudirman dan Sudantha (2013) mengatakan bahwa jamur Trichoderma

harzianum dapat digunakan untuk fermentasi MOL gula aren dan daun legundi untuk

pengendalian jamur Sclerotium rolfsii dan ulat Spodoptera pada tanaman kedelai.

Sudanthan dan Suwardji (2015) mengatakan bahwa penggunaan biokompos yang

disertai bioaktivator formulasi granula yang difermatasi dengan jamur Trichoderma spp.

dapat memacu pertumbuhan dan meningkatkan hasil kedelai di Lahan Kering. Sudantha dan

Suwardji (2016) menjelaskan bahwa penggunaan biokompos dan bioaktivator yang

difermatasi dengan jamur jamur Trichoderma spp. juga dapat memacu pertumbuhan dan

meningkatkan hasil bawang merah. Sudantha dan Suwardji (20170 mengatakan bahwa

penerapan pupuk organik berupa biokompos hasil fermentasi jamur Trichoderma spp.

bersama petani di Desa Montong Are Kecamatan Kediri Lombok Barat secara nyata dapat

meningkatkan hasil jagung hingga mencapai 8 ton/ha.

Bioaktivator yang merupakan inokulan unggul lokal NTB (jamur saprofit T. harzainum isolat

SAPRO-07 dan jamur endofit T. polysporum isolat ENDO-04) sebagai pemacu pertumbuhan dan

pembungaan berbagai tanaman (Sudantha, 2010a). Sudantha (2010b) melaporkan bahwa percobaan

di rumah kaca aplikasi jamur T. koningii isolat ENDO-02 dan T.polysporum isolat ENDO-04 lebih

memacu pertumbuhan tinggi tanaman kedelai, sedang jamur T. harzianum isolat SAPRO-07 dan T.

hamtum isolat SAPRO-09 lebih memacu keluarnya bungalebih awal, menambah polong isi dan bobot

biji kering kedelai per tanaman. Lebih lanjut penggunaan bioaktivator yang mengandung jamur

saprofit T. harzianum isolat SAPRO-07 dan jamur endofit T. koningii isolat ENDO-02 telah terbukti

efektif mengendalikan penyakit layu Fusarium pada tanaman vanili (Sudantha, 2010), penyakit layu

Fusarium pada tanaman kedelai (Sudantha 2011), penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang

(Sudantha 2009), penyakit layu Fusarium pada tanaman jagung (Sudantha dan Suwardji, 2013),

penyakit layu Fusarium pada tanaman kedelai (Sudantha dan Suwardji, 2014) dan penyakit layu

Fusarium pada tanaman bawang merah (Sudantha, 2015). Sudantha, Suwardji dan Suwardji (2016)

melaporkan bahwa pada percobaan di rumah kaca penggunaan bioaktivator yang mengandung jamur

T. harzianum isolat Sapro-07 dan T. koningii isolat Endo-02 sebanyak 15 g/pot efektif mengendalikan

(17)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

penggunaan bioaktivator sebanyak 10 g/pot mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil

tanaman bawang merah.

Jamur saprofit T. harzainum isolat SAPRO-07 dan jamur endofit T. polysporum isolat

ENDO-04 yang digunakan untuk fermentasi bioaktivator dapat berkolonisasi dengan baik dalam

bioaktivator formulasi granula yang kemudian diberikan ke dalam tanah. Pada penelitian ini

ditemukan populasi jamur Trichoderma spp. dalam bioaktivator adalah 20,0 x 106 propagul/g bahan

dan di daerah perakaaran tanaman kedelai 15,0 x 106 propagul/g tanah. Hal ini berarti bioaktivator

dengan bahan dasar daun kopi dengan tanah liat/clay merupkan host yang baik untuk jamur

Trichoderma spp. Substrat daun kopi dan tanah liat yangdigunakan mengandung bahan organik yang

berperan sebagai stater untuk pembiakan massal kedua jamur ini di dalam tanah. Menurut Sudantha

(2010b) bahwa peran jamur endofit T. polysporum isolat ENDO-04 di dalam jaringan tanaman

kedelai menstimulir etilen dapat memacu pemanjangan sel sehingga bertambahnya tinggi tanaman,

sedangkan jamur saprofit T. harzainum isolat SAPRO-07 di rhizosfer atau daerah perakaran tanaman

kedelai mengeluarkan etilen yang didifusikan ke tubuh tanaman melalui silem yang berperan memacu

pertumbuhan generatif.

Peran jamur endofit dan saprofit Trichoderma spp. dalam memacu pertumbuhan vegetatif

dan generatif tanaman pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti terdahulu. Windham et al. (1986)

melaporkan bahwa jamur T. harzianum dapat meningkatkan perkecambahan benih dan pertumbuhan

tanaman. Tronsmo dan Dennis (1977 dalam Cook dan Baker, 1983) melaporkan bahwa

penyemprotan konidia jamur T. viride dan T. koningii untuk melindungi tanaman strawberi dari

penyakit busuk ternyata dapat memacu pembungaan lebih awal. Salisbury dan Ross (1995)

mengatakan bahwa dari empat macam auxin yaitu geberelin, sitokinin, asam absisat dan etilen, diduga

etilen merupakan hormon yang dihasilkan oleh jamur Trichoderma spp. yang dapat memacu

pembungaan pada tanaman. Lebih lanjut Salisbury dan Ross (1995) mengungkapkan bahwa

beberapa jenis jamur yang hidup di tanah dapat menghasilkan etilen. Diduga etilen yang dilepaskan

oleh jamur tersebut membantu mendorong perkecambahan biji, mengendalikan pertumbuhan

kecambah, memperlambat serangan organisme patogen tular tanah, dan memacu pembentukan

bunga. Pada tumbuhan berbiji semua bagian tumbuhan menghasilkan etilen, baik pada akar, batang,

daun dan bunga. Etilen merupakan hormon yang mudah menguap sehingga mudah berpindah dari

satu organ tanaman ke organ lainnya. Pengaruh etilen dalam jaringan dapat meningkatkan sintesis

enzim, jenis enzimnya bergantung pada jaringan sasaran. Saat etilen memacu gugur daun, sellulase

dan enzim pengurai dinding sel lainnya muncul di lapisan absisi. Jika sel terluka, fenilalanin

(18)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

pemulihan luka. Jika jamur patogenik tertentu menyerang sel, etilen menginduksi tanaman untuk

membentuk dua macam enzim yang menguraikan dinding sel jamur tersebut, yaitu β-(1,3) glucanase

dan chitinase (Boller, 1988 dalam Salisbury dan Ross, 1995).

Sudantha dan Abadi (1991) mengatakan bahwa penggunaan kompos dan jamur antagonis

sebagai biofungisida dan bioaktivator dapat menekan serangan jamur Fusarium oxysporum f. sp.

lycopersici penyebab penyakit layu dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tomat. Sudantha

(1994) mengatakan bahwa jamur Trichoderma spp. dapat digunakan sebagai bahan biofungisida

untuk pengendalian penyakit layu Sclerotium dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil

kedelai. Sudantha (1996) mengatakan bahwa jamur Trichoderma harzianum sebagai fungisida

mikroba dan bioaktivator berperan dalam pengendalian patogen tular tanah pada tanaman kedelai

pada kondisi lapang. Sudantha (1997) mengatakan bahwa jamur Trichoderma harzianum sebagai

biofungisida dapat mengendalikan patogen tular tanah pada tanaman tomat. Sudantha, (1998)

mengatakan bahwa uji multilokasi penggunaan biofungisida “BIOTRIC” (bahan aktif jamur

Trichoderma harzianum) untuk pengendalian Jamur Tular Tanah Pada Tanaman Kedelai di lahan

Sawah dan Lahan Kering Nusa Tenggara Barat. Sudantha (1999) mengungkapkan bahwa jamur

Trichoderma harzianum Sebagai Biofungisida Untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah Pada

Tanaman Kedelai dan Tanaman Semusim Lainnya di NTB.

Sudantha dan Abadi (2011) mengungkapkan bahwa beberapa jenis jamur endofit

Trichoderma spp. isolat lokal NTB sebagai biofingisida dan bioaktivator efektif mengendalikan

jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae penyebab penyakit busuk batang pada bibit vanili dan

memacu pemanjangan sulur. Sudantha dan Abadi (2006) mengatakan bahwa beberapa jenis jamur

endofit Trichoderma spp. isolat lokal NTB terhadap Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae

penyebab penyakit busuk batang pada bibit vanili. Sudantha (2007) menerangkan bahwa jamur

endofit dan saprofit antagonistik Trichoderma spp. sebagai agens pengendali hayati jamur

Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada tanaman vanili di Pulau Lombok NTB. Sudantha,

Hadiastono, Abadi dan Djuhari (2007) menambahkan bahwa jamur Trichoderma spp. dapat saling

bersinergis dalam mengendalikan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae dan meningkatkan ketahanan

terinduksi terhadap penyakit layu. Lebih lanjut Sudantha (2009a) mengatakan bahwa jamur endofit

dan saprofit antagonis Trichoderma spp. dapat sebagai agens pengendali hayati patogen tular tanah

untuk meningkatkan kesehatan dan hasil tanaman.

Sudantha (2009b) mengatakan bahwa jamur Trichoderma spp. (Isolat ENDO-02 dan 04 serta

SAPRO-07 dan 09) dapat digunakan sebagai biofungisida, dekomposer dan bioaktivator untuk

(19)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

lainnya. Lebih lanjut Sudantha (2009c) mengatakan bahwa jamur saprofit Trichoderma spp. efektif

untuk untuk pengendalian jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada tanaman vanili. Sudantha

(2009d) mengatakan bahwa beberapa isolat jamur Trichoderma spp. endofit antagonistik dapat

meningkatkan ketahanan terinduksi beberapa klon vanili terhadap penyakit busuk batang.

Sudantha dan Suwardji (2015a) mengatakan bahwa penggunaan biokompos dan bioaktivator

formulasi granula yang mengandung bahan aktif jamur Trichoderma spp. dapat meningkatkan

pertumbuhan dan hasil kedelai di lahan kering. Lebih lanjut Sudantha dan Suwardji (2015b)

mengungkapkan bahwa pemberian beberapa formulasi bioaktivator dari bahan dasar jamur antagonis

Trichoderma Harzianum isolat Sapro-07 dan Trichoderma Polysporom isolat Endo-04 dapat

memacu pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai. Sudantha dan Suwardji. (2016)

mengatakan bahwa penggunaan biokompos dan bioaktivator yang difermentasi dengan jamur

Trichoderma spp. dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil bawang merah. Selanjutnya Sudantha

dan Suwardji (2017) bahwa aplikasi pupuk organik pada tanaman jagung dapat meningkatkan hasil

di lahan kering.

BAB IV. PENUTUP

KESIMPULAN

Penggunaan Mikoriza, Biokompos serta Bioaktivator pada tanaman kedelai secara

terpisah dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai yang dapat

dilihat dari penambahan jumlah daun, tinggi tanaman, jumlah bintil akar serta berat

berangkasan kering tanaman. Peningkatan pertumbuhan dan perkembangan yang baik akan

menghasilkan peningkatan produktivitas hasil tanaman kedelai selain itu, pengaplikasian

mikoriza pada akar tanaman dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen

khususnya patogen tular tanah.

SARAN

Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang penggunaan Mikoriza, Biokompos serta

Bioaktivator yang diaplikasikan secara bersamaan untuk mengetahui pengaruhnya pada

(20)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017 DAFTAR PUSTAKA

Abadi, A. L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan I Edisi Pertama. Bayumedia Publishing dan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang Jawa Timur-Indonesia. 137 hal.

Adiningsih, J.S., S. Rochayati, D. Setyorini dan M. Sudjadi. 1993. Efisiensi penggunaan pupuk pada lahan sawah. Pages 14-22 in Risalah Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat, Puslitnak, Bogor.

Adisarwanto, T, 2008. Budidaya Kedelai Tropika. Jakarta : Penebar Swadaya

Apriani, A. 2010. Uji Efektivitas Technofert dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Perkembangan Hasil Beberapa Varietas Kedelai. Universitas Mataram. Mataram.

Apriani, A. 2012. Topik Khusus Potensi Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskular pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merril). Program PascaSarjana Universitas mataram, Mataram.

Apzani, W.; I. M. Sudantha; M. T. Fauzi. 2014. Aplikasi Biokompos Stimulator Trichoderma

spp. dan Biochar Tempurung Kelapa Untuk Pertumbuhan dan Hasil Jagung (Zea mays L.) di Lahan Kering. Jurnal Agroteknologi, 2015 - jurnal.unej.ac.id

Aryany, N., 2011. Pengaruh Jenis Pupuk Organik Terhadap Daya Hasil dan Berangkasan Segar Beberapa Varietas Jagung. Tesis Mahasiswa Program Magister Pengelolaan Sumber Daya Lahan Kering Program Pascasarjana Universitas Mataram, Mataram

Arsyad dan Syam, 1998. Kedelai Sumber Pertumbuhan Produksi dan Teknik Budidaya Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 30 hal. Akses 13 Maret 2013

Alderman, J.M., Morton. 1986. Invectivity of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi influence host soil diluents combination on MPN estimates and percentage colonization. Soil Biolchen. 8(1): 77-83

Bertham, Rr. Y.H. 2002. Respon tanaman kedelai (Glycine max L. Merril) terhadap pemupukan fosfor dan kompos jerami pada tanah ultisol. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 4. No. 2, 2002. Hlm 78-83

Hapsoh, 2003. Kompatibilitas MVA dan beberapa Genotipe Kedelai pada berbagai Tingkat Cekaman Kekeringan Tanah Ultisol. Tanggap Morfofisiologi dan hasil (Disertasi). Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(21)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

Hsieh, S.C and C.F Hsieh. 1990. The use organic matter in crop production. Paper presented at seminar on the use of Organic Fertilizer in Crop Production, Suweon, South Korea, 18- 24 Jun 1990.

Jannah, H. 2011. Respon Tanaman Kedelai Terhadap Asosiasi Fungi Mikoriza Arbuskular di lahan kering. Ganec Swara V0. 5 No. 2 September 2011. Hlm 28-31.

Jayadi, I. dan I. M. Sudantha (2011). Potensi Trichoderma spp. Sebagai Bahan Aktif Pembuatan Biofungisida Untuk Pengendalian Jamur F. oxysporum f. sp. cubense

Pada Tanaman Pisang. Topik Khusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram. Mataram. 26 hal.

Litbang Pertanian, 2009. Potensi dan Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Kedelai di Indonesia. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/ Akses 13 Desember 2012

Muhtajali, 2009. Efektivitas jamur Saprofit Trichoderma harzianum dan Fungi Mikoriza Arbuskular dalam Menekan Serangan Jamur Sclerotium rolfsii dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Kedelai (Glycine max L. Merril). Universitas

Moris, N. 1984. The effects of humic subtances and micronutrients on plant growth. Pages 209-219 in Proc. Of the Int. Conf. on Soils and Nutrition of Perenial Crops, Kuala Lumpur 13-15 Aug, 1984. Malaysian Soil Sci. Soc.

Onggo, T.M. 2001. Aplikasi bioaktivator dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil berbagai sayuran. repository.unpad.ac.id.Aplikasi_bioaktivator1.pdf. Accessed April 2017.

Pujiyanto, 2001. Pemanfaatan Jasad Mikoriza dan Bakteri dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan di Indonesia. Tinjauan dari Perspektif Falsafah Sains.

http://www.Hayati.IPB.com/user/rudyet/Indiv2001/Pujiyanto.htm diakses 18

Desember 2004

Ponnamperuna, F.N. 1982. Straw as source of nutrients for wetland rice. Pages 117-136 in Organic Matter and Rice. IRRI. Los Banos, Philippines.

Prihastuti, 2007. Isolasi dan Karakteristik Mikoriza Vesikuler-Arbuskular di Lahan Kering Masam, Lampung Tengah. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (99-106), 2007. Jalan Raya Kendalpayak, kotak Pos 66, Malang.

(22)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

Sanuriza, I I.; I.M. Sudantha; Fauzi, M.T. 2016. Aplikasi Biokompos dengan Beberapa Suplemen dan Biochar Hasil Fermentasi Jamur Trichoderma spp. Untuk Memacu Pertumbuhan Kedelai di Lahan Kering. Biowallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi, 2 (1). PP. 6-12. ISSN: 2442-2622 (http://eprints.unram.ac.id/4533/)

Senesi, N. 1989. Composted materials as organic fertilizer. The Sci. total Environm. 81/82 : 521-542

Setiadi, Y. 2000. Pemanfaatan mikroorganisme dalam kehutanan. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB.

Solihah, Z.; I M. Sudantha; Fauzi, M.T. (2016). Utilization of Biomol and Tea Compost Solution Fermented by The Fungus Trichoderma spp. on The Growth of Soybean (Glycine max (L.) Merr.) in Dry Land. Jurnal simbiosis, IV (2). Pp. 46-49. ISSN 2337-7224 (http://eprints.unram.ac.id/4531/)

Suciatmih, 1996. Bagaimana jamur Mikoriza Vesikular-Arbuskular nmeningkatkan ketersediaan dan pengambilan Fosfor (P). Warta Biotek, tahun X, No 4. Hlm 4-7.

Sudantha, I. M. dan A. L. Abadi. 1991. Penggunaan Kompos dan Jamur Antagonis untuk Menekan Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici (Sacc) Snya Hans penyebab penyakit layu pada tomat. Tesis S2 UGM.

Sudantha, I. M. 1994. Potensi beberapa jamur antagonistik sebagai biofungisida untuk pengendalian penyakit layu Sclerotium pada tanaman kedelai. Laporan Penelitian Didanai Proyek ARMP Deptan. Fakultas Pertanian UNRAM, Mataram, 35 hal.

Sudantha, I. M. 1996. Pemanfaatan jamur Trichoderma harzianum sebagai fungisida mikroba untuk pengendalian patogen tular tanah pada tanaman kedelai di Nusa Tenggara Barat. Laporan Penelitian Hibah Bersaing.

Sudantha, I. M. 1997. Pemanfaatan Jamur Trichoderma harzianum Sebagai Biofungisida Untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah Pada Tanaman Kedelai dan Tanaman Semusim Lainnya di NTB. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Direktorat Pembinaan Penelitian dan pengabdian Pada Masyarakat Dirjen Dikti.

Sudantha, I. M. 1998. Uji Multilokasi Penggunaan Biofungisida “BIOTRIC” (bahan aktif jamur Trichoderma harzianum) Untuk Pengendalian Jamur Tular Tanah Pada Tanaman Kedelai di lahan Sawah dan Lahan Kering Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Universitas Mataram Edisi A (IPA) Vol. I (17): 70 - 80.

(23)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

Sudantha, I. M. 1999. Pemanfaatan Jamur Trichoderma harzianum Sebagai Biofungisida Untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah Pada Tanaman Kedelai dan Tanaman Semusim Lainnya di NTB. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

Sudantha, I. M. 2007. Karakterisasi dan Potensi Jamur Endofit dan Saprofit Antagonistik sebagai Agens Pengendali Hayati Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada Tanaman Vanili di Pulau Lombok NTB. Disertasi Program Doktor Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

Sudantha, I. M. 2009. Aplikasi Jamur Trichoderma spp. (Isolat ENDO-02 dan 04 serta SAPRO-07 dan 09) sebagai Biofungisida, Dekomposer dan Bioaktivator Pertumbuhan dan Pembungaan Tanaman Vanili dan Pengembangannya pada Tanaman Hortikultura dan Pangan lainnya di NTB. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi DP2M Dikti, Mataram.

Sudantha, I. M. 2009. Uji aplikasi beberapa jenis biokompos (hasil fermentasi jamur T. koningii isolate ENDO-02 dan T. harzianum isolate SAPRO-7) pada dua varietas kedelai terhadap penyakit layu Fusarium dan hasil kedelai. Agroteksos Vol. 21 No. I. April 2011. Hlm 39-46

Sudantha, I. M. dan A. L. Abadi. 2006. Biodiversitas Jamur endofit Pada Vanili (Vanilla planifolia Andrews) dan Potensinya Untuk Meningkatkan Ketahanan Vanili Terhadap Penyakit Busuk Batang. Laporan Kemajuan Penelitian Fundamenatal DP3M DIKTI. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram 107 hal.

Sudantha, I. M. 2007. Karakterisasi dan Potensi Jamur Endofit dan Saprofit Antagonistik Sebagai Agens Pengendali Hayati Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae Pada Tanaman Vanili di Pulau Lombok NTB. Disertasi Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. 259 hal.

Sudantha, I. M. dan A. L. Abadi. 2007. Identifikasi Jamur Endofit dan Mekanisme Antagonismenya terhadap Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada Tanaman Vanili. Agroteksos, 17 (1). PP. 23-38. (http://eprints.unram.ac.id/4637/)

Sudantha, I. M.; T. Hadiastono; A. L. Abadi: S. Djuhari. 2007. Uji Sinergisme Jamur Endofit dan Saprofit Antagonistik dalam Meningkatkan Ketahanan Induksi Bibit Vanili terhadap Penyakit Busuk Batang. Jurnal Agrivita Fakultas Pertanian UB. Malang. Vol 29 No. 2. 106-115.

(24)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

Sudantha. I. M. 2009. Aplikasi Jamur Trichoderma spp. (Isolat ENDO-02 dan 04 serta SAPRO-07 dan 09) sebagai Biofungisida, Dekomposer dan Bioaktivator Pertumbuhan dan Pembungaan Tanaman Vanili dan Pengembangannya pada Tanaman Hortikultura dan Pangan Lainnya di NTB. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi DP2M Dikti, Mataram.

Sudantha, I. M. 2009. Karakterisasi Jamur Saprofit dan Potensinya untuk Pengendalian Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada Tanaman Vanili. Agroteksos, 19 (3). PP. 89-100. ISSN 0852-8286 (http://eprints.unram.ac.id/4638/)

Sudantha, I. M. (2009). Uji Efektivitas Beberapa Isolat Jamur Endofit Antagonistik dalam Meningkatkan Ketahanan Terinduksi Beberapa Klon Vanili terhadap Penyakit Busuk

Batang. Agroteksos, 19 (1-2). PP. 18-28. ISSN 0852-8286

(http://eprints.unram.ac.id/4641/

Sudantha, I. M. 2009. Pemanfaatan Jamur Endofit Dan Saprofit Antagonis Sebagai Agens Pengendali Hayati Patogen Tular Tanah Untuk Meningkatkan Kesehatan Dan Hasil Tanaman. Pidato Ilmiah Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Pertanian. Universitas Mataram, Mataram. 46 hal.

Sudantha, I. M. 2010. Makalah Seminar Regional Potensi Pengembangan Pertanian Organik sebagai salah Satu Model Pertanian Berkelanjutan. Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering. Program Pascasarjana Universitas Mataram. Mataram.

Sudantha. I. M. 2010. Buku Teknologi Tepat Guna: Penerapan Biofungisida dan Biokompos pada Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram.

Sudantha, I. M. (2010). Pengujian Beberpa Jenis Jamur Endofit dan Saprofit Trichoderma

spp. terhadap Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Kedelai. Agroteksos, 20 (2-3). Pp. 90-102. Issn 0852-8286 (http://eprints.unram.ac.id/4639/)

Sudantha, I.M. 2011. Makalah Seminar Regional Potensi Pengembangan Pertanian Organik Sebagai Salah Satu Model Pertanian Terpadu Berkelanjutan. Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.

Sudantha, I. M. 2012. Pemanfaatan Jamur Endofit Dan Saprofit Antagonis Untuk Biofungisida, Bioaktivator Dan Biodekomposer Dengan Teknologi Fermentasi.

Working Paper. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Unram, Mataram. 21 hal.

(25)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

Sudantha, I. M. 2015. Kiat Mendapatkan Vanili Bebas Penyakit Busuk Batang Menggunakan Jamur Endofit Antagonis. Percetakan Arga Puji Press. Mataram. ISBN: 978-979-1025-55-3. 128 hal.

Sudantha, I. M. and Suwardji. 2015. The Use of Biocompost and Bioactivator in A Granule Formulation Containing THE USE OF Trichoderma spp. to Enhance Growth and Yield of Soybean in Tropopsamnet of North Lombok. In: International Seminar on the Tropical Natural Resources 2015, 10-13 June 2015, Mataram.

Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2015. Pengaruh Pemberian Beberapa Formulasi Bioaktivator Dari Bahan Dasar Jamur Antagonis Trichoderma Harzianum Isolat Sapro-07 Dan Trichoderma Polysporom Isolat Endo-04 Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Beberapa Varietas Kedelai. In: Seminar Nasional Biologi Wallacea FMIPA UNRAM, 19 Agustus 2015, Mataram. 13 hal.

Sudantha, I. M. and Suwardji. 2016. Growth and Yield of Onion (Allium Cepa Var. Ascalonicum) as CA Result of Addition of Biocompost and Boactivity Fermented with Trichoderma spp. In: The 1st International Conference on Science and Technology (ICST) 2016, 1-2 Desember 2016, Universitas Mataram.

Sudantha, I. M.; M. T. Fauzi; Suwardji. 2016. Uji aplikasi fungi mikoriza arbuskular (fma) dan dosis bioaktivator (mengandung jamur Trichoderma spp.) Dalam mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.). In: Pengembangan Pertanian Berkelanjutan yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim Menuju Ketahanan Pangan dan Energi, 12 November 2016, Universitas Mataram. 700 – 707.

Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2016. Respon pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai terhadap pemberian biochar dan berbagai dosis bioaktivator yang difermentasi dengan jamur trichoderma spp. di lahan kering. Seminar Nasional Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lahan Sub-Optimal Untuk Mendukung Terwujudnya Ketahanan dan Kedaulatan Pangan Nasional Universitas Panca Bhakti Pontianak, 2– 3 Mei 2015. 8 hal.

Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2017. Produksi Pupuk Organik Dan Pemanfaatannya Untuk Peningkatan Hasil Jagung Di Lahan Kering. In: Seminar Nasional Hasil Program PPM Mono Tahun Pelaksanaan 2016 Diselenggarakan oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti RI, 28 Juli 2017, Denpasar Bali. 23 hal.

(26)

*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya

Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Januari 2017

Sukartono and I. M. Sudantha. 2016. Agronomic Response of Soybeans and Soil Fertility Status under Application of Biocompost and Biochar on Entisols Lombok, Eastern Indonesia. IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology (IOSR-JESTFT), 10 (11). pp. 6-11. ISSN e-ISSN: 2319-2402,p- ISSN: 2319-2399 (http://eprints.unram.ac.id/4496/).

Sukmawati, 2011. Respon Tanaman Kedelai terhadap Pemberian Pupuk Organik dan Inokulasi Mikoriza di Tanah Pasiran. Universitas Mataram, Mataram.

Suprapto, I. M. 1991. Bertanam Kedelai. Jakarta: Penebar Swadaya

Suprapto, 2001. Bertanam Kedelai. Jakarta: Penebar Swadaya

Sullivan, P. 2001. Alternative soil amendements. ATTRA-National sustainable agriculture information service. http://www.atrra.org/attra-pub/PDF/altsoil.pdf Accessed April 2001

Talanca, A.H., Soenartiningsih, S. Rahamma, dan W. Wakman. 2001. Penggunaan Jamur mikoriza Vesicular-Arbuscular (MVA) untuk pengendalian penyakit Hawar Upih daun Jagung (Rhizoctonia solani). Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Badan Litbang Pertanian. Vol. 5. Hlm. 47-52

Talanca, A.H., dan A.M. Adnan. 2005. Mikoriza dan manfaatnya pada tanaman. Prosiding Perhimpunan Entomologi dan Fitopatologi Indonesia. Hlm. 311-315

Talanca, A.H. 2010. Status Cendawan Mikoriza Vesikular-Arbuskular (MVA) pada Tanaman. Prosiding Pekan Serealia Nasional. Hlm. 353-357.

Universitas Gadjah Mada, 2013. Kompos jerami padi mampu tingkatkan unsur hara tanaman. https://ugm.ac.id/id/berita/4814-kompos.jerami.padi. mampu.tingkatkan. unsur.hara.tanaman

Yusrinawati, I. M. Sudantha, W. Astiko. 2017. The Effort of Increasing Growth And Harvest of Local Variety Red Onion With Applications of Some Dose of Indigenous Mycorrhizal And Bioactivator Trichoderma Spp. in Dry Land. IOSR Journal of Agriculture and Veterinary Science (IOSR-JAVS). 10 (9). pp. 42-49. ISSN e-ISSN: 2319-2380, p-ISSN: 2319-2372.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa (1) Jenis burung yang ditemukan di Gili Sulat terdiri dari 11 jenis

Kontribusi adiwarman karim terhadap jasa perbankan syariah sangat besar, menurut beliau pengembangan produk perbankan syariah harus memperhatikan ketentuan yang sesuai

Siklon separator dirancang sebagai penyaring partikel kemudianventuri yang dirancang berjenis rectangularthroat atau venturi persegi, karena tipe tersebut mampu mengatasi

Puji dan syukur penelitian panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya dalam memberikan kesempatan, sehingga peneliti dapat membuat dan menyelesaikan

Adanya kecemasan bagi beberapa mahasiswa semester VI enam merupakan persepsi yang mereka buat sendiri karena ada rasa kekhawatiran dan ancaman ketika persiapan mengerjakan skripsi

Penetapan kadar asetosal dengan spektrofotometri UV memberikan kemungkinan hasil pengukuran yang kurang tepat karena asetosal mudah terurai menjadi asam salisilat dan asam

Kegiatan pengelolaan hutan yang lestari hanya akan terwujud jika didukung tiga pilar kelestarian yaitu : kelestarian produksi, kelestarian lingkungan atau ekologi,

Periode rata- rata pengumpulan piutang lebih besar dari pada batas waktu pembayaran yang telah ditetapkan perusahaan, berarti bahwa cara pengumpulan piutang kurang efisien dan