• Tidak ada hasil yang ditemukan

M STUDI BI JURUSAN AS KEGUR NIVERSITA YO SKRIPSI DIRI PARA URI YOGY YA TERHA BIMBINGA Memenuhi Gelar Sarja i Bimbingan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "M STUDI BI JURUSAN AS KEGUR NIVERSITA YO SKRIPSI DIRI PARA URI YOGY YA TERHA BIMBINGA Memenuhi Gelar Sarja i Bimbingan"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

  i SKRIPSI

DESKRIPSI PENERIMAAN DIRI PARA REMAJA PUTERA-PUTERI ASRAMA ST. ALOYSIUS TURI YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK

BIMBINGAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh : Ratnaningtyas NIM : 041114047

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

  iv

Motto dan Persembahan

Hidup merupakan suatu proses belajar dan perjuangan tanpa batas waktu

Suka dan duka selalu berjalan seiring Mewarnai perjalanan hidup Kesulitan, kejenuhan, tantangan dan

Kemandekan selalu mengiringi Perjuangan.

Namun keyakinan, doa, dan dukungan serta cinta mampu menepis semua untuk mencapai cita-cita dan harapan

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

(6)
(7)
(8)

vii

 

ABSTRAK

DESKRIPSI PENERIMAAN DIRI PARA REMAJA

PUTERA-PUTERI ASRAMA ST. ALOYSIUS TURI

YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK

BIMBINGAN

Ratnaningtyas

Universitas Sanata Dharma, 2011

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerimaan diri para remaja putera-puteri Asrama St.Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2010/2011. Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius Turi-Yogyakarta tahun ajaran 2010/ 2011? (2) Topik bimbingan apa yang sesuai untuk meningkatkan penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi Yogyakarta tahun ajaran 2010/ 2011?

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survey. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner penerimaan diri yang disusun sendiri oleh penulis. Subjek penelitian ini adalah seluruh remaja putera-puteri yang tinggal di asrama St. Aloysius, Turi Yogyakarta tahun ajaran 2010/ 2011.

(9)

viii ABSTRACT

DESCRIPTION OF THE SELF-ACCEPTANCE OF MALE AND FEMALE ADOLESCENTS OF ST. ALOYSIUS DORMITORY, TURI, YOGYAKARTA, SCHOOL YEAR 2010/2011 AND ITS IMPLICATIONS TO THE PROPOSED

GUIDANCE TOPICS

Ratnaningtyas

Universitas Sanata Dharma, 2011

This study is aimed to describe self-acceptance of the male and female adolescents who stayed in St. Aloysius Dormitory, Turi, Yogyakarta, School Year 2010/2011. The problems answered in this study were (1) What was the self-acceptance level of male and female adolescents of St. Aloysius Dormitory, Turi, Yogyakarta, School Year 2010/2011? (2) What were the appropriate guidance topics to develop self-acceptance of the male and female adolescents of St. Aloysius Dormitory, Turi, Yogyakarta, School Year 2010/2011?

This study is a descriptive research with survey method. The data was collected using the self-acceptance questionnaire which arranged by the writer. The subjects of the study were all of the male and female adolescents who stayed in St. Aloysius Dormitory, Turi, Yogyakarta, School Year 2010/2011.

(10)

ix

 

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat dan penyertaannya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi

yang berjudul “Deskripsi Penerimaan Diri Para Remaja Putera-Puteri Asrama St.

Aloysius Turi Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011 dan Implikasinya terhadap

Usulan Topik-topik bimbingan “. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini, saya tidak lepas

dari bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Beragam perhatian, bimbingan

dan bantuan, baik material maupun moril telah diberikan oleh berbagai pihak

sehingga saya dapat menyelesaikan studi. Untuk itu saya ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr Gendon Barus, M.Si. selaku kepala Program Bimbingan dan

Konseling yang telah memberikan kesempatan kepada saya utnuk

belajar dan menulis skripsi sebagai mahasiswa bimbingan dan

konseling

2. Ibu A. Setyandari, S.Pd., S.Psi., P.Si, M.A. selaku dosen pimbimbing

yang dengan penuh kesabaran mendampingi saya dalam proses

penulisan skripsi.

3. Bapak dan ibu, Bruder, Suster sebagai dosen Bimbingan dan

Konseling yang selalu memberikan motivasi dan masukan yang berarti

(11)

x

 

kesempatan untuk melakukan penelitian di Asrama St. Aloysius Turi.

5. Ibu Diah Kuartaningrum selaku guru Bimbingan dan Konseling di

SMP St. Aloysius yang berkenan memberikan masukan pada

Kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian

6. Para remaja putera-putri asrama St. Aloysius, Turi yang telah bersedia

menjadi subjek penelitian

7. Teman-teman angkatan 2004

8. Semua pihak yang telah memberikan dukungan yang tidak dapat saya

(12)

xi

 

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... V HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... Vi ABSTRAK ... Vii ABSTRACT ... Viii KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Definisi Operasional ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Penerimaan Diri ... 6

B. Masa Remaja ... 12

(13)

xii

 

E. Bimbingan Pribadi Sosial ... 25

F. Peranan Bimbingan dalam Meningkatkan Penerimaan Diri ... 27

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 29

B. Subjek Penelitian ... 29

C. Instrumen Penelitian ... 30

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 36

E. Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 39

B. Pembahasan ... 41

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(14)

xiii

 

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Jumlah Remaja Putera-Puteri Asrama St.Aloysius...30

Tabel 2 : Kisi-Kisi Kuisioner Penerimaan Diri...31 Tabel 3 : Rincian Item yang Gugur...35

Tabel 4 : Pengkategorian Penerimaan Diri Berdasarkan PAP Tipe 1..38

Tabel 5 : Penerimaan diri Para Remaja Putera- Puteri...39

(15)

xiv

 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuisioner Penerimaan Diri...53

Lampiran 2 : Tabulasi Data Penelitian...57

Lampiran 3 : Hasil Analisis Uji Validitas Item...59

Lampiran 4 : Hasil Penghitungan Reliabilitas Kuisioner...62

Lampiran 5 : Surat Ijin Penelitian...65

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat lepas dengan

manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul

dengan orang lain. Karena itu hubungan baik dengan orang lain perlu dijalin

dengan baik. Salah satu hal yang bisa dilakukan utuk menjalin hubungan yang

baik adalah dengan berkomunikasi. Komunikasi dengan orang lain akan

tercipta dengan baik bila orang mampu menerima dirinya dengan baik.

Proses penerimaan diri tidak mudah. Pada proses ini masing-masing orang

membutuhkan waktu yang berbeda-beda ada yang membutuhkan waktu yang

lama, ada juga yang membutuhkan waktu tidak terlalu lama. Semuaa itu

tergantung bagaimana orang tersebut memaknai peristiwa-peristiwa yang

terjadi dalam kehidupannya. Sehingga kehidupan yang dialami tidak

dirasakan sebagai suatu beban melainkan merupakan suatu kesempatan untuk

diisi dan dijalani dengan baik.

Pada masa remaja kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain

sangat menonjol. Pada masa ini remaja ingin diperhatikan, ingin diberi kasih

sayang baik oleh teman sebayanya maupun oleh orang yang lebih dewasa

darinya. Selain itu masa remaja juga sering disebut sebagai masa yang penuh

dengan gejolak dan permasalahan-permasalahan yang timbul dari dalam diri

remaja atau dari lingkungan hidupnya. Remaja juga menginginkan suatu

(17)

mengikat, bebas dari rutinitas kegiatan yang dialami sehari-hari.

Aturan-aturan, rutinitas dalam menjalani kegiatan sehari-hari terjadi dalam kehidupan

di asrama. Mereka yang tinggal di asrama wajib mengikuti semua aturan dan

rutinitas dan melakukan kegiatan yang sudah diatur. Pada umumnya remaja

putera-puteri yang tinggal di asrama St. Aloysius turi menjalankan semua

aturan dan rutinitas bukan dengan suatu kesadaran bahwa aturan dan rutinitas

yang dijalini bertujuan untuk membawa mereka pada suatu keteraturan hidup

yang akan membuat kehidupan lebih baik, selain itu supaya mereka belajar

mengendalikan diri agar gejolak yang timbul dalam diri mereka yang kurang

baik bisa dikendalikan dan diarahkan dengan baik.

Gejolak yang timbul dalam diri penghuni asrama ini dapat

menimbulkan tingkah laku yang kurang baik yang bisa digolongkan sebagai

kenakalan remaja, seperti : merokok, membolos, melanggar aturan yang

sudah ada, kurang bertanggung jawab pada tugas-tugas yang diberikan.

Dengan situasi semacam ini penulis memiliki suatu keprihatinan untuk

membantu remaja putera-puteri yang tinggal di asrama St. Aloysius agar

bagaimana caranya mereka mampu menjalani kehidupan dengan bahagia dan

tanpa suatu beban. Menurut penulis keprihatinan tersebut perlu dicari jawaban

nya dan permasalahan tersebut akan dirumuskan oleh penulis pada bagian

berikut.

Berdasarkan uraian di atas penulis akan melakukan penelitian tentang

penerimaan diri oleh para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi,

(18)

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan yang dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St.

Aloysius, Turi, Yogyakarta tahun ajaran 2010/2011 ?

2. Topik bimbingan manakah yang sesuai untuk meningkatkan penerimaan

diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi, Yogyakarta ?

C. Definisi Operasional 1. Penerimaan diri

Kesadaran seseorang untuk memahami dan menerima diri sebagaimana

adanya. Dalam menerima gambaran mengenai kenyataan diri, seseorang

mengenali dimana dan bagaimana dirinya saat ini dan memiliki keinginan

untuk terus mengembangkan dirinya. Dalam penelitian penerimaan diri ini

menggunakan alat kuesioner.

2. Remaja Putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi, Yogyakarta

Remaja awal (putera-puteri) yang berusia 12-17 tahun yang sedang

menempuh pendidikan di SMP St. Aloysius tahun ajaran 2010/2011 yang

berjumlah 34 orang, terdiri dari 21 anak laki-laki, dan 13 anak perempuan.

Mereka bersekolah di SMP St. Aloysius dan ada 1 orang bersekolah di

SMA Negeri di daerah Turi dan bertempat tinggal di asrama St. Aloysius

dengan beberapa fasilitas, serta sarana dan prasarana yang mendukung

(19)

doa, ruang pembimbing, ruang konseling, dapur, serta kamar mandi, dan

WC, yang terletak di desa Turi, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman,

Yogyakarta.

D. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimna penerimaan diri

para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, turi, Yogyakarta tahun

ajaran 2010/2011.

2. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan usulan topik-topik bimbingan

yang sesuai untuk remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, turi,

Yogyakarta, tahun ajaran 2010/2011.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Pengelola Asrama

Memberikan masukan kepada pengelola asrama agar pengelola asrama

bisa memahami dan mengerti kondisi psikologis yang dimiliki oleh para

penghuni asrama, sehingga pengelola asrama bisa memahami

kondisi-kondisi yang ada dan memberikan metode-metode pembelajaran yang

(20)

2. Bagi Pendamping Asrama

Memberikan masukan kepada pendamping asrama supaya mengetahui

sejauhmana penerimaan diri para remaja putera-puteri yang tinggal di

asrama, sehingga dapat memberikan pendampingan kepada para remaja

putera-puteri yang tinggal di asrama dengan lebih baik dan terarah.

3. Para Remaja Putera-puteri asrama St. Aloysius, turi, Yogyakarta

Memotivasi diri bahwa tinggal di asrama harus memiliki tujuan untuk

menjadi pribadi yang lebih baik dan mandiri. Selain itu penghuni juga

harus belajar menghargai, membantu, menjadi sahabat yang baik bagi

penghuni yang lain yang kurang bisa menerima dirinya untuk tinggal di

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peneriman Diri

1. Pengertian Penerimaan Diri

Penerimaan diri dapat diartikan sebagai suatu sikap penerimaan

terhadap gambaran mengenai kenyataan diri. Ratnawati (Kartika Novida

1990; 31) menyatakan bahwa penerimaan diri merupakan suatu sikap yang

merefleksikan perasaan senang sehubungan dengan kenyataan diri sendiri.

Penerimaan diri ini mengandaikan adanya kemampuan diri dalam

psikologis seseorang, yang menunjukkan kualitas diri. Hal ini berarti

bahwa tinjauan tersebut akan diarahkan pada seluruh kemampuan diri

yang mendukung perwujudan diri secara utuh. Hal ini sesuai dengan

pendapat Schultz (1991;32) mengenai penerimaan diri. Dia menyatakan

bahwa penerimaan diri yang dibentuk merupakan hasil dari tinjauan pada

seluruh kemampuan diri.

Suatu tingkat kemampuan individu untuk hidup dengan segala

kekhususan diri ini memang diperoleh melalui pengenalan diri secara utuh.

Kesadaran diri akan segala kelebihan dan kekurangan didi haruslah

seimbang dan diusahakan untuk saling melengkapi satu sama lain,

sehingga dapat menumbuhkan kepribadian yang sehat. Hurlock (1999;26)

menambahkan bila individu hanya melihat dari satu sisi saja maka tidak

mustahil akan timbul kepribadian yang timpang, semakin individu

(22)

menyukai dirinya maka ia akan mampu menerima dirinya dan ia akan

semakin diterima oleh orang lain yang mengatakan bahwa individu dengan

penerimaan diri yang baik akan mampu menerima karakter-karakter

alamiah dan tidak mengkritik sesuatu yang tidak bisa diubah lagi.

Hurlock (1999;30) mengatakan bahwa individu yang menerima

dirinya memiliki penilaian yang realistik tentang sumber daya yang

dimilikinya, yang dikombinasikan dengan apresiasi atas dirinya secara

keseluruhan. Artinya, individu itu memiliki kepastian akan standar dan

teguh pada pendirian, serta mempunyai penilaian yang realistik terhadap

keterbatasannya tanpa mencela diri. Jadi, orang yang memiliki penerimaan

diri yang baik tahu asset yang dimiliki dirinya dan bisa mengatasi cara

mengelolanya.

Ahli lain yaitu Chaplin (2004;22) berpendapat bahwa penerimaan

diri adalah sikap yang merupakan rasa puas pada kualitas dan bakat, serta

pengakuan akan keterbatasan diri. Pengakuan akan keterbatasan diri ini

tidak diikuti dengan perasaan malu ataupun bersalah. Individu ini akan

menerima kodrat mereka apa adanya. Dapat dikatakan bahwa pada

dasarnya penerimaan diri merupakan asset pribadi yang sangat berharga.

Calhoun dan Acocella (Izzaty 1996;13) mengatakan penerimaan diri akan

membantu individu dalam menyesuaikan diri sehingga sifat-sifat dalam

dirinya seimbang dan terintegrasi. Pendapat ini senada dengan pernyataan

Maramis 1998 (Kartika Novida, 2007: 33) yang menyebutkan bahwa salah

(23)

menerima diri sendiri. Selanjutnya dijelaskan bahwa menerima diri sendiri

artinya mempunyai harga diri, percaya pada kemampuan diri sendiri,

mengenal dan menerima batas-batas kemampuannya, tidak terlalu kaku,

serta mengenal perasaan-perasaan yang ada pada dirinya. Kewajaran dan

spontanitas yang dimiliki oleh individu ini membuat langkahnya menjadi

enak dan pasti. Ada hubungan yang erat dengan kesehatan psikologik

seseorang, penerimaan diri juga berkaitan erat dengan kesehatan fisik.

Schlutz 1991 (Kartika Novida, 2007: 32) mengatakan bahwa

penerimaan diri memiliki hubungan yang erat dengan tingkat fisiologik.

Tingkat fisiologik yang dimaksud adalah tingkat kesehatan individu yang

dilihat dari kelancaran kerja organ tubuh dan aktifitas dasar, seperti

makan, minum, istirahat dan kehidupan seksual, yang semuanya

merupakan faktor penunjang utama kesehatan fisik. Individu yang bisa

menerima keadaan dirinya tidak memiliki hambatan dalam hal ini.

Rubin(Rohmah, 1997;32) mengatakan orang yang menerima diri

berarti orang tersebut mengenali dimana dan bagaimana dirinya saat ini

dan memiliki keinginan untuk mengembangkan diri terus menerus.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

penerimaan ini merupakan sikap kesadaran seseorang untuk memahami

dan menerima diri sebagaimana adanya dan orang tersebut mengenali

dimana dan bagaimana dirinya serta memiliki keinginan untuk

(24)

2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri

Cronbach 1963 (Kartika Novida, 2007: 31) menjelaskan lebih

lanjut mengenai karakteristik individu yang dapat menerima dirinya, yaitu:

a. Individu mempunyai keyakinn akan kemampuannya untuk

menghadapi persoalan. Hurlock (1999;20) menambahkan bahwa

artinya individu memiliki percaya diri dan lebih memusatkan

perhatian kepada keberhasilan akan kemampuan dirinya

menyelesaikan masalah.

b. Individu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan

sederajat dengan orang lain. Individu ini mempunyai keyakinan baha

ia dapat berarti atau berguna bagi orang lain dan tidak memiliki rasa

rendah diri karena merasa sama dengan orang lain yang

masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

c. Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada

harapan ditolak orang lain. Ini berarti individu tersebut tidak merasa

sebagai orang yang menyimpang dan berbeda dengan orang lain,

sehingga mampu menyesuaikan dirinya dengan baik dan tidak merasa

bahwa ia akan ditolak oleh orang lain.

d. Individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri.

Artinya, individu ini lebih mempunyai orientasi keluar dirinya

sehingga mampu menuntun langkahnya untuk dapat bersosialisasi dan

menolong sesamanya tanpa melihat atau mengutamakan dirinya

(25)

e. Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.

Berarti individu memiliki keberanian untuk menghadapi dan

menyelesaikan segala resiko yang timbul akibat perilakunya.

f. Individu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif. Sifat ini

tampak dari perilaku individu yang mau menerima pujian, saran dan

kritikan dari orang lain untuk pengembangan kepribadiannya lebih

lanjut.

g. Individu tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya

ataupun mengingkari kelebihannya. Hurlock (1999;33) menambahkan

bahwa individu yang memiliki sifat ini memandang diri mereka apa

adanya dan bukan seperti yang diinginkan. Sikap realistik merupakan

sesuatu yang penting bagi pribadi yang sehat. Individu juga dapat

mengkompensasikan keterbatasannya dengan memperbaiki dan

meningkatkan karakter dirinya yang dianggap kuat, sehingga

pengelolaan potensi dan keterbatasan dirinya dapat berjalan dengan

baik tanpa harus melarikan diri dari kenyataan yang ada.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa individu

harus bisa bersikap menerima diri seadanya walaupun banyak terdapat

kelemahan. Apabila sikap tersebut dapat tercipta serta mencoba untuk

menghargai dan menyayangi diri sendiri, fikiran pun akan menjadi lebih

terbuka untuk menerima semua perubahan yang terjadi. Individu yang

(26)

sendiri maupun orang lain merupakan individu yang memiliki penerimaan

diri yang baik.

3. Faktor-faktor yang mampu mempengaruhi penerimaan diri.

Menurut Hurlock (1978) ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam

penerimaan diri yaitu :

a. Wawasan Diri

Suatu kemampuan dalam menilai diri secara realistis serta mengenal

dan menerima kekuatan dan kelemahan yang ada dalam diri.

b. Aspirasi Realistis

Realistis dengan dirinya dan tidak memiliki ambisi yang tidak sesuai

dengan kemampuan dalam diri.

c. Keberhasilan

Bila tujuan dan cita-cita realistis maka kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan suatu keberhasilan juga trbuka lebar.

d. Konsep Diri yang Stabil

Adanya konsep diri yang jelas dan tidak mudah terpengaruh saat

menghadapi keadaan yang berubah-ubah. Bila konsep diri mudah

terpengaruh atau berubah-ubah, maka akan terjadi suatu kebingungan

dalam diri.

(27)

Kemampuan melihat diri sendiri seperti orang lain melihat dirinya, dan

mampu menyeimbangkan pendapat internal serta pendapat eksternal

tentang dirinya.

B. Masa Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju

masa dewasa yang diikuti dengan berbagai masalah yang ada karena

adanya perubahan fisik, psikis dan sosial. Masa peralihan itu banyak

menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam penyesuaian terhadap dirinya

maupun terhadap lingkungan sosial. Hal ini dikarenakan remaja merasa

bukan kanak-kanak lagi tetapi juga belum dewasa dan remaja ingin

diperlakukan sebagai orang dewasa (Hurlock, 1999; 174).

Menurut Piaget dalam Hurlock (1999; 206) remaja didefinisikan

sebagai usia ketika individu secara psikologis berinteraksi dengan

masyarakat dewasa. Pada masa remaja, anak tidak lagi merasa di bawah

tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada 31 tingkat yang

sama. Antara lain dalam masalah hak dan berintegrasi dalam masyarakat,

termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok dan transformasi

intelektual yang khas. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13

tahun sampai 16 tahun dan akhir remaja bermula dari usia 16 sampai 18

tahun yaitu usia matang secara hukum. Anak remaja sebetulnya tidak

(28)

tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua.

Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu

untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya (Monks, dkk.,

1999;259).

Menurut Santrock (2002:7) remaja merupakan suatu periode

dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat, terutama

pada awal masa remaja. Masa remaja terjadi secara berangsur-angsur tidak

dapat ditentukan secara tepat kapan permulaan dan akhirnya, tidak ada

tanda tunggal yang menandai. Bagi anak laki-laki ditandai tumbuhnya

kumis dan pada perempuan ditandai melebarnya pinggul. Hal ini

dikarenakan pada masa ini hormon-hormon tertentu meningkat secara

drastis. Pada laki-laki hormon tertosteron yaitu suatu hormon yang berkait

dengan perkembangan alat kelamin, pertambahan tinggi dan perubahan

suara. Sedang pada perempuan hormon estradiol yaitu suatu hormon yang

berkait dengan perkembangan buah dada, rahim dan kerangka pada anak

perempuan (Wirawan, 2001:6).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja

merupakan individu yang telah mengalami kematangan secara anatomis

dimana keadaan tubuh pada umumnya sudah memperoleh bentuk yang

(29)

2. Ciri-Ciri Remaja

Rentang kehiduan individu pasti akan menjalani fase-fase

perkembangan secara berurutan, meski dengan kecepatn yang

berbeda-beda, masing-masing fase tersebut ditandai dengan ciri-ciri perilaku atau

perkembangan tertentu, termasuk masa remaja juga mempunyai ciri

tertentu. Ciri-ciri remaja (Hurlock, 1999:207) antara lain :

a. Periode yang penting

Merupakan periode yang penting karena berakibat langsung terhadap

sikap dan perilaku serta berakibat panjang.

b. Periode peralihan

Pada periode ini status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan

peran yang harus dilakukan. Masa ini remaja bukan lagi seorang anak

dan bukan orang dewasa.

c. Periode perubahan

Perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan perubahan fisik, jika

perubahan fisik terjadi secara pesat perubahan perilaku dan sikap juga

berlangsung secara pesat.

d. Usia bermasalah

Masalah remaja sering sulit diatasi, hal ini sering disebabkan selama

masa anak-anak sebagian besar masalahnya diselesaikan oleh orang tua,

(30)

e. Mencari identitas

Pada awal masa remaja penyesuaian diri dengan kelompok masih

penting, kemudian lambat laun mulai mendambakan identitas diri dan

tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman sebayanya.

f. Usia yang menimbulkan ketakutan

Adanya anggapan remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat

dipercaya dan cenderung berperilaku merusak, membuat orang dewasa

yang harus membimbing dan mengawasi remaja menjadi takut

bertanggungjawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja

yang normal.

g. Masa yang realistis

Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia

inginkan dan bukan bagaimana adanya.

h. Ambang masa dewasa

Remaja mulai bertindak seperti orang dewasa. Seperti halnya

masa-masa perkembangan yang lain, masa-masa remaja juga mempunyai ciri-ciri

tertentu yang harus dimiliki sebagai bekal menuju perkembangan

berikutnya, dengan adanya ciri-ciri tersebut akan dijadikan sinyal oleh

lingkungan supaya remaja diperlakukan sebagaimana mestinya.

3. Permasalahan yang Dihadapi Remaja

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan

(31)

jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan

ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk

pengkategorian remaja sebag usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir

usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11

tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang)

mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai

remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap

menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga

bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya

dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola

perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka

menjadi binbung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak

tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.

(Lilly H. Setiono, 2009:1).

Menurut Lilly H. Setiono (2009: 1), untuk dapat memahami

remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi

sebagai berikut :

a. Dimensi Biologis

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai

dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan

suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan

yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba

(32)

hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon

alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau

hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka

berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti

ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya,

tetapi mereka akan meproses informasi itu serta mengadaptasikannya

dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu

mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk

ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa

depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja

mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.

b. Dimensi Moral

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai

bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan

sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot

Turiel (Lilly H. Setiono, 2009: 1) menyatakan bahwa para remaja

mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi

masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka,

misalnya: polistik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. remaja

tidak lagi menerima hjasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan

absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan.

Remaja mulai mempertanayakan keabsahan pemikiran yang ada dan

(33)

remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan

membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan

ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat

adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan

dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat

hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi

lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa

dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa

kanak-kanak. Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam

memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh

putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih

dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih

jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu

memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat

sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban

di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi

berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak

diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua.

Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.

c. Dimensi Psikologis

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa

(34)

Larson (Lilly H. Setiono, 2009:1) menemukan bahwa remaja rata-rata

memelrukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, semantara orang dewasa memerlukan

beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan

rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski

mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.

4. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Setiap rentang kehidupan mempunyai tugas perkembangan

masing-masing termasuk masa remaja mempunyai tugas perkembangan, tugas

perkembangan masa remaja menurut Havighurst dalam Hurlock (1999:10)

adalah :

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman-teman

sebaya baik pria maupun wanita. Akibat adanya kematangan seksual

yang dicapai, para remaja mengadakan hubungan sosial terutama

ditekankan pada hubungan relasi antara dua jenis kelamin. Seorang

remaja haruslah mendapat penerimaan dari kelompok teman sebaya

agar memperoleh rasa dibutuhkan dan dihargai. Dalam kelompok

sejenis, remaja belajar untuk bertingkah laku sebagai orang dewasa,

sedang dalam kelompok jenis kelamin lain remaja belajar menguasai

(35)

b. Mencapai peran sosial pria atau wanita. Yaitu mempelajari peran

sosialnya masing-masing sebagai pria atau wanita dan dapat

menjalankan perannya masing-masing sesuai dengan jenis kelamin

masing-masing sesuai dengan norma yang berlaku.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

Menjadi bangga atau sekurang-kurangnya toleran dengan tubuh sendiri

serta menjaga, melindungi dan menggunakannya secara efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.

Berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggungjawab dalam

kehidupan bermasyarakat.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa

lainnya. Seorang remaja mulai dituntut memiliki kebebasan emosional

karena jika remaja mengalami keterlambatan akan menemui berbagai

kesukaran pada masa dewasa, misalnya tidak dapat menentukan

rencana sendiri dan tidak dapat bertanggung jawab.

f. Mempersiapkan karier ekonomi, yaitu mulai memilih pekerjaan serta

mempersiapkan diri masuk dunia kerja.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga, yaitu mulai berusaha

memperoleh pengetahuan tentang kehidupan berkeluarga, ada juga

yang sudah tertarik untuk berkeluarga.

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku mengembangkan ideologi, yaitu dapat mengembangkan

(36)

bermasyarakat. Jika seorang remaja berhasil mencapai tugas

perkembangannya maka akan menimbulkan rasa bahagia dan

membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas

berikutnya. Dengan telah terpenuhinya tugas perkembangan remaja,

maka akan menjadi modal dalam melakukan penyesuaian diri, karena

remaja lebih merasa percaya diri dalam bertindak.

C. Remaja dan Penerimaan Dirinya

Status remaja pada masa peralihan berada dalam posisi tanggung

karena dalam masa transisi ini remaja tidak diakui sebagai anak-anak lagi

tetapi juga belum dapat dikategorikan dewasa karena belum mampu

melakukan tugas-tugas orang dewasa seutuhnya. Dalam masa tersebut banyak

perubahan yang terjadi diantaranya adalah perubahan fisik, perubahan emosi

dan perubahan sosial (Hurlock, 1980:246).

Perkembangan sosial diawali saat remaja mulai melepaskan diri dari

ketergantungan terhadap orang tua dan menjadi lebih tergantung kepada

teman-teman sebaya, interaksi dengan teman sebaya membuat remaja sadar

akan tekanan sosial dan pentingnya hubungan sosial, sehingga remaja harus

lebih banyak melakukan aktivitas dengan teman sebaya (Hurlock, 1980:174).

Remaja dalam dunia sosial berusaha untuk mencapai kedewasaan, remaja

ingin tenggelam dalam berbagai kegiatan dan berusaha sekuat tenaga untuk

mendapatkan kesayangan orang di sekitar. Kadang-kadang keinginan untuk

(37)

sehingg mempengaruhi perkembangan remaja yang bersangkutan. Selain itu

mempelajari tindak sosial terhadap orang lain, merupakan persoalan sosial

terpenting yang harus dihadapi remaja menurut Panuju dan Umami (Hurlock

1999:21).

D. Asrama

Asrama adalah bangunan berpetak-petak untuk tempat tinggal

kelompok orang yang terdiri atas jenis dan sifat. Asrama biasanya dibangun

atas biaya orang yang bersngkutan ataupun atas biaya bersama dari

masyarakat atau suatu pemeluk agama. Asrama berfungsi sebagai tempat

penginapan. Biasanya kebanyakan dari asrama merupakan perumahan yang

dipetak-petak dalam kamar-kamar yang ditempati oleh beberapa penghuni

asrama (http://www.contohmakalah.co.cc.)

Asrama biasanya merupakan sebuah bangunan dengan kamar-kamar

yang dapat ditempati oleh beberapa penghuni di setiap kamarnya. Para

penghuninya menginap di asrama untuk jangka waktu yang lebih lama

daripada di hotel atau losmen. Alasan untuk memilih menghuni sebuah asrama

bisa berupa tempat tinggal asal sang penghuni yang terlalu jauh, maupun

untuk biayanya yang terbilang lebih murah dibandingkan bentuk penginapan

lain, misalnya apartemen. Tujuan lain dari asrama biasanya sebagai tempat

untuk menampung siswa dalam suatu sekolah. Hal ini bertujuan untuk

memberikan kemudahan bagi siswa serta dapat membimbing siswa untuk

(38)

Asrama St. Aloysius teletak di desa Turi Kecamatan Pakem Kabupaten

Sleman Yogyakarta. Asrama ini ada karena didirikannya sebuah Sekolah

Menengah Tingkat Atas pada tahun 1969, oleh para pemuka umat di desa Turi

yang kemudian diberi nama SMP St. Aloysius. Pada waktu itu para Bruder

CSA membantu untuk mengelola sekolah tersebut. Asrama ini awalnya belum

bisa disebut sebagai asrama dikarenakan tempat, fasilitas, sarana, dan

prasarana masih sangat sederhana dan belum memadai, sehingga tempt ini

waktu itu berfungsi sebagai tempat istirahat bagi beberapa siswa-siswi yang

bersekolah di SMP St. Aloysius untuk menunggu waktu, guna mengikuti

kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan oleh sekolah. Tujuannya agar

siswa-siswi tersebut tidak terlambat dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

Awalnya hanya beberapa siswa saja yang beristirahat di tempat ini dan mereka

pada umumnya berasal dari daerah lereng gunung merapi. Seiring dengan

perkembangan zaman para Bruder CSA menata dan mempersiapkan tempat

serta memperbaiki fasilitas, sarana prasarana di tempat istirahat tersebut maka

tempat ini bisa disebut sebagai asrama.

Visi asrama adalah terwujudnya suasana asrama yang kondusif untuk

pendidikan putra-putri asrama yang cerdas dan trampil, berhati nurani dan

hidup dalam persaudaraan, kasih dan damai. Misi asrama adalah mendampingi

dan mendidik kaum muda dari usia sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas

(39)

1. Membantu siswa-siswi dalam belajar dengan cara menyediakan tempat

yang layak, tenang, dan mendukung belajar agar dapat mencapai hasil

belajar yang lebih baik.

2. Melatih siswa-siswi membiasakan diri hidup teratur, membantu

menghayati iman Kristiani dan mengamalkannya, serta peka terhadap

lingkungan dalam rangka mencapai kepribadian yang utuh.

3. Melatih siswa-siswi hidup mandiri dalam perspektif persiapan masa depan

yang matang.

Sampai saat ini Asrama ini memiliki tempat yang sudah tertata dengan

beberapa fasilitas, serta sarana dan prasarana yang mendukung antara lain :

kamar tidur, kamar makan, ruang belajar, ruang tidur, ruang doa, ruang

pembimbing, ruang konseling, dapur, serta kamar mandi, dan WC. Para

Bruder CSA berharap agar dengan adanya Asrama tersebut mereka mampu

memberikan pendampingan bagi kaum muda supaya kaum muda mampu

hidup lebih baik di masa yang sulit.

Awalnya para remaja puteri-putera yang tinggal di asrama ini hanya

beberapa anak saja dan itupun para perempuan. Kebanyakan kaum muda tidak

berminat untuk tinggal di asrama karena syarat dan aturan-aturan dan

tugas-tugas yang dirasa cukup mengikat bagi mereka. Sampai saat ini para remaja

puteri-putera yang tinggal di Asrama berjumlah 34 orang, terdiri dari 19 anak

laki-laki, dan 15 anak perempuan. Mereka bersekolah di SMP St. Aloysius

dan ada 1 orang bersekolah di SMA Negeri di daerah Turi. Anak-anak yang

(40)

merapi saja melainkan ada juga yang berasal dari luar kota. Para remaja

putera-puteri yang tinggal di asrama ini termasuk dalam tahapan usia remaja

awal yang berusia 12-17 tahun.

E. Bimbingan Pribadi-Sosial

1. Pengertian Bmbingan dan Bimbingan Pribadi-Sosial

a. Pengertian Bimbingan

Bimbingan menurut Moegiadi (Winkel, 1997:29)

1) Merupakan suatu usaha melengkapi individu dengan pengetahuan

dan pengalaman dari informasi tentang dirinya sendiri.

2) Merupakan cara pemberian bantuan atau pertolongankepada individu

untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif

segala kesempatan yang di miliki untuk perkembangan pribadinya.

3) Merupakan sejenis pelayanan kepada individu agar dapat

menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun

rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri di

dalam lingkungan di mana individu tersebut tinggal.

4) Merupakan proses pemberian bantuan atau pertolongan terhadap

individu dalam hal: memahami diri, menentukan dan menyusun

rencana sesuai dengan konsep dirinya sendiri dan tuntutan

dari lingkungan.

Jones (Juhana, 1988:20) berpendapat bahwa bimbingan adalah

(41)

dalam menentukan pilihan-pilihannya, penyesuaian-penyesuaiannya,

untuk memecahkan masalah dengan harapan individu yang di bantu

dapat berkembang secara bebas dan akhirnya dapat memikul

tanggungjawab. Prayitno (2004;89) mengemukakan bahwa bimbingan

merupakan proses pemberian bantuan yang di lakukan oleh orang yang

ahli kepada seseorang atau beberapa orang baik anak-anak, remaja,

maupun dewasa agar orang yang di bimbing dapat mengembangkan

kemampuan dirinya dengan memanfaatkan kekuatan dan sarana yang

ada dan dapat dikembangkan menurut norma-norma yang berlaku.

Dari beberapa pendapat mengenai bimbingan dapat di simpulkan

bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan

oleh seorang ahli kepada individu agar individu yang mendapat bantuan

dapat memahami dirinya secara realistis, menyesuaikan diri dengan

lingkungan dapat mengambil keputusan dengan tepat dan pada akhirnya

individu tersebut mampu memiul tanggungjawab.

b. Bimbingan Pribadi-Sosial

Bimbingan Pribadi menurut Winkel (1997) adalah bimbingan

yang diberikan kepada seseorang untuk membantu orang tersebut

menghadapi keadaan batin dan pergumulan dalam diri. Pergumulan

batin yang dihadapi oleh seseorang dalam hal ini remaja putera-puteri

Asrama St. Aloysius apabila tidak terselesaikan dengan baik akan

(42)

Bimbingan Sosial merpakan bimbingan kepada seseorang dalam

membantu hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai

lingkungan (pergaulan sosial). Dalam hal ini para remaja putera-puteri

Asrama St. Aloysius berusaha untuk bersosialisasi dengan cara

membina hubungan baik dengan teman dan di haapkan dengan

hubungan ini mereka mampu meningkatkan penerimaan dirinya.

2. Tujuan Bimbingan

Bimbingan dalam arti umum brtujuan membantu individu dalam

usaha untuk (1) kebahagiaan pribadi, (2) kehidupan yang efktif dan

produktif dalam masyarakat, (3) hidup bersama individu lain, (4)

keserasian antara cita-cita dan kemampuan yang dimiliki individu.

(Prayitno, 2004:89). Sedangkan menurut Winkel (1997:32) tujuan

bimbingan adalah supaya orang yang dilayani menjadi mampu mengatur

kehidupannya sendiri, memiliki pandangannya sendiri dan tidak hanya

sekedar meniru pendapat orang lain, beani mengambil sikap sendiri dan

berani menanggung konsekuensi atas tindakan yang di lakukan.

F. Peranan Bimbingan dalam Meningkatkan Penerimaan diri

Berdasarkan pengertian bimbingan dan juga tujuan bimbingan yang telah

diungkapkan oleh para ahli di atas, bimbingan memiliki peran yang sangat

besar dalam membantu meningkatkan penerimaan diri karena melalui

(43)

gambaran dan pengetahuan tentang siapa diri mereka, apa tujuan mereka, dan

bagaiana mereka mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan kekuatan

serta kemmampuan yang mereka miliki sehingga para remaja putera-puteri ini

mampu melihat dirinya secara objectif dan menetapkan tujuan yang sesuai

dengan kemampuan yang di miliki.

(44)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti termasuk dalam jenis penelitian

deskriptif dengan metode survey. Penelitian deskriptif merupakan gambaran

situasi dan kondisi yang akan dipaparkan oleh penulis dalam kurun waktu tertentu

sesuai dengan waktu penelitian berlangsung.

Penelitian deskriptif ini merupakan sarana untuk mendapatkan informasi suatu

gejala pada saat penelitian dilakukan. Dari penelitian ini adalah untuk menetapkan

sifat suatu situasi pada saat penelitian (Furchan, 1982 : 415).

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana penerimaan diri

remaja putra - puteri Asrama St. Aloysius, Turi Tahun Ajaran 2010/2011, serta

memberikan masukan tentang topik-topik, bimbingan untuk meningkatkan

penerimaan diri remaja putera-puteri Asrama St. Aloysius, Turi Tahun Ajaran

2010/2011.

B. Subjek Penelitian

Subjek Penelitian ini adalah para remaja putera-puteri Asrama St.

Aloysius, Turi kelas VII, VIII dan IX Tahun Ajaran 2010/2011. Seluruh data

yang diperoleh adalah data tahun 2010 / 2011. Data populasi disajikan dengan

(45)

Tabel 1.

Rincian Remaja Putera-Puteri Asrama St. Aloysius Tahun Ajaran 2010-2011

No Kelas

Jumlah

1. Kelas

VII

14

2. Kelas

VIII

10

3. Kelas

IX

10

N

Jumlah

34

Subjek yang digunakan adalah 34 remaja, namun saat pengambilan data

2 orang remaja sedang berada di rumah, 5 remaja yang lain sudah tidak tinggal di

asrama lagi. Oleh karena itu tidak diikut sertakan dalam penelitian.

C. Instrumen Penelitian

1.

Jenis Alat Ukur

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuisioner, untuk mengukur penerimaan diri Remaja Putera - Puteri Asrama St.

Aloysius, Turi Tahun Ajaran 2010 / 2011. kuisioner ini menggunakan rating

scale (skala bertingkat) yang mengikuti skala likert, yaitu suatu ukuran

subjektif yang memuat sejumlah pernyataan. Masing-masing pernyataan di

lengkapi dengan pilihan jawaban yang menunjukkan tingkatan, yaitu mulai

dari sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan sangat tidak setuju.

Dalam penelitian ini kuisioner penerimaan diri terdiri dari dua bagian.

Bagian pertama mencakup bagian pengantar, identitas responden dan petunjuk

pengisian. Bagian kedua adalah pernyataan yang mengungkap aspek-aspek

penerimaan diri dan indicator item. Kuesioner penerimaan diri di susun

(46)

Tabel 2

Kisi-Kisi Kuesioner Penerimaan Diri

Aspek-Aspek

Penerimaan Diri

Indikator No.

Item

Jumlah

a.

Individu memiliki

keyakinan untuk

menghadapi persoalan

Optimis

Fa vorable : 3, 5

Unfavorable : 22

8

Berdaya juang

Favorable ; 21,55

Unfavorable : 14

Kreatif

Favorable : 43

Unfavorable : 4

b.

Individu menganggap

dirinya berharga dan

sederajat dengan

orang lain.

Merasa diterima

Fa vorable : 26,48

Unfavorable : 29,51

12

Penilaian terhadap diri

Favorable : 58

Unfavorable : 12,60

Percaya diri

Favorable : 31,53

Unfavorable : 2,54

c.

Individu mampu

menyesuaikan diri

dengan baik

Merasa nyaman dan

aman

Fa vorable : 1,57

Unfavorable : 24

7

Mampu beradaptasi

Favorable : 13,35

Unfavorable : 16,44

d.

Individu memiliki

orientasi keluar diri

Membangun relasi

dengan sesama

Fa vorable : 9,37

Unfavorable : 32,56

8

Memiliki rasa empati

Favorable : 17,47

Unfavorable : 34,50

e.

Individu berani

memikul

tanggungjawab

Berani

Fa vorable : 11,59

Unfavorable : 20,38

11

Jujur

Favorable : 23,41

Unfavorable : 6,52

Konsekuen

Favorable : 33

Unfavorable : 8,42

f.

Individu mampu

menerima pujian dan

celaan secara objektif

Mampu mendengarkan

orang lain

Fa vorable : 15,45

Unfavorable : 30,10

7

Mampu

memahami

pandangan orang lain

Favorable : 19,40

Unfavorable : 28,36

g.

Individu mampu

memandang diri apa

adanya.

Menyadari diri

Fa vorable : 25,39

Unfavorable : 18

7

(47)

2.

Format Pernyataan

Item-item yang terdapat pada kuisioner penerimaan diri dalam

penelitian ini berbentuk pernyataan yang favorable dan unfavorable dan

kuisioner ini bersifat tertutup. Kuisioner tertutup adalah kuisioner yang

memiliki arti bahwa kuisioner tersebut berupa pernyataan yang disertai

dengan pilihan jawaban yang telah disediakan dengan empat alternatif. Pilihan

jawaban untuk setiap itemnya adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang

Setuju (KS), Sangat Tidak Setuju (STS).

3.

Penetapan Skor / Skoring

Penetapan skoring pada setiap jawabban adalah sebagai berikut :

a.

Pada item yang positif (Favorable), skor yang digunakan pada pilihan

jawabban Sanggat Setuju (SS) Skor 4, Setuju (S) Skor 3, Kurang Setuju

(KS) Skor 2, Sangat Tidak Setuju (STS) Skor 1.

b. Pada item yang negatif (Unfavorable) Skor yang digunakan pada pilihan

jawabban adalah Sanggat Setuju (SS) Skor 1, Setuju (S) Skor 2, Kurang

Setuju (KS) Skor 3, Sangat Tidak setuju (STS) Skor 4.

Subjek dimita untuk memilih salah satu alternatif pilihan dari

jawabban dengan cara memberi tanda centang (V) pada kolom alternatif

jawabban yang telah tersedia. Pilihan dari alternatif jawabban tersebut akan

diakumulasikan untuk mengungkap bagaimana penerimaan diri para remaja

putera-puteri Asrama St. Aloysius, Turi Tahun Ajaran 2010/2011. Semakin

(48)

Aloysius akan semakin tinggi, tetapi sebaliknya semakin rendah skor, maka

semakin rendah pula penerimaan diri para remaja putera-puteri Asrama St.

Aloysius, Turi.

4.

Validitas dan Reliabilitas

Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen, maka perlu

dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen. Selengkapnya dijelaskan

sebagai berikut:

a.

Uji Validitas Instrumen

Validitas adalah ukuran tingkat kesahihan suatu instrumen. Menurut

Suharsini Arikunto (1998: 160), suatu instrumen dikatakan valid apabila

mampu mengukur apa yang diukur dan dapat mengungkap data variabel

yang akan diteliti secara tepat. Validitas menggunakan validitas konstruk,

yaitu validitas yang didasarkan pada konsep teoritik yang ada pada kajian

teori. Penilaian mengenai hal ini dilakukan oleh penilai profesional

(

professional judgement

), yaitu:

1.

Br. Yulius Suratno, Pembimbing Asrama St. Aloysius.

2.

Ibu Diah Kuartaningrum, Guru BK SMP St. Aloysius.

(49)

Adapun analisis validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor

butir dengan jumlah skor total. Rumus yang digunakan dalam analisa

validitas menurut Sutrisno Hadi (1991: 22) sebagai berikut:

Keterangan :

r

xy

: koefisien korelasi item instrumen yang dicari

N

: jumlah responden

X

: jumlah skor item

Y

: jumlah skor total

xy : jumlah skor item dikalikan skor total

Untuk menguji validitas instrumen dicari dengan menganalisis

setiap butir. Dengan diperolehnya indeks validitas setiap butir dapat

diketahui dengan pasti butir-butir manakah yang memenuhi syarat dan

yang tidak memenuhi syarat. Menurut Azwar (1999: 65) koefisien

validitas dapat dianggap memuaskan bila koefisien r

xy

0,3.

Proses penghitungan validitas instrumen menggunakan bantuan

program SPSS 15.0. Hasil analisis menghasilkan adanya 6 butir yang

gugur yaitu nomor butir 10, 16, 33, 44, 46, dan 58. Selanjutnya dalam

pengambilan data sesungguhnya enam item tersebut tidak dipakai,

sehingga dari 60 item, ada 54 soal dapat digunakan untuk mengambil data

(50)

Tabel 3

Rincian Item-Item Yang Gugur

No

Aspek-aspek

Penerimaan Diri

No Item

yang Gugur

Pernyataan

1 Individu

mampu

menerima pujian dan

celaan secara objektif.

10

Saya merasa sulit

menerima nasihat dari

orang lain

kelemahan yang ada

dalam diri saya

3 Individu

mampu

menyesuaikan diri

dengan baik.

44

Saya merasa

teman-teman saya kurang

bias menerima saya

4

Individu berani memikul

tanggungjawab.

33

Saya bisa memahami

mengapa teman saya

memiliki pendapat

begitu

5 Individu

mampu

memandang diri apa

adanya.

46

Saya merasa kesulitan

untuk bergaul dengan

teman-teman

6 Individu

menganggap

dirinya berharga dan

sederajat dengan orang

lain.

58 Saya

tidak

memiliki

teman akrab di asrama

b.

Reliabilitas atau Keandalan Instrumen

Syarat dari suatu instrumen yang baik adalah menuntut keajegan

atau stabilitas hasil pengamatan dengan instrumen (pengukuran).

Penghitungan reliabilitas pada penelitian ini menggunakan Alpha

Cronbach (Sutrisno Hadi, 1991: 56) yaitu:

(51)

Keterangan:

rtt = Reliabilitas yang dicari

Vt = Varians total (faktor)

Vx = Varians butir

M = Jumlah butir pernyataan

Dalam proses penghitungan reliabilitas, penulis menggunakan bantuan

SPSS 15.0. Hasil analisis menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar

0,952. Menurut Sugiono (2010: 231) untuk menyatakan reliabilitas

instrumen, digunakan interpretasi terhadap koefisien korelasi sebagai

berikut:

1)

0,800 s.d. 1,00

: Sangat Tinggi

2)

0,600 s.d. 0,799

: Tinggi

3)

0,400 s.d. 0,599

: Sedang

4)

0,200 s.d. 0,399

: Rendah

5)

0,000 s.d. 0,199

: Sangat Rendah

Berdasarkan intepretasi di atas, maka koefisien reliabilitas berada pada

rentang 0,800 s.d. 1,00. Jadi instrumen memiliki keandalan yang sangat

tinggi dan siap digunakan untuk mengambil data.

D. Prosedur Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

(52)

a.

Penyiapan Kuesioner

Penyiapan kuesioner dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu:

1)

Mengindentifikasi aspek-aspek yang berkenaan dengna penerimaan diri

menurut para ahli.

2)

Merumuskan item-item pertanyaan yang menyusun peerimaan diri.

3)

Melakukan konsultasi dengan ahli

4)

Melakukan prosedur perizinan pada lembaga yang terkait.

b.

Pengambilan data

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 9 Mei 2011. Pengambilan

dilakukan dalam waktu satu hari. Seluruh remaja dalam Asrama St.

Aloysius berjumlah 34 orang digunakan dalam peneltian. Pada saat

pengambilan data 2 orang tidak dapat mengikuti karena sedang berada di

rumah, 5 orang sudah tidak tinggal di asrama lagi. Oleh karena itu jumlah

keseluruhan responden adalah 27 orang. Langkah-langkah dalam

pelaksanaan penelitian adalah:

1)

Peneliti menyiapkan segala sesuatu sebelum pelaksanaan sekitar 15

menit.

2)

Responden dikumpulkan dan diberi penjelasan tentang maksud dan tujuan

penelitian.

3)

Peneliti membagikan kuesioner dan diikuti dengan pemberian penjelasan

(53)

4)

Peneliti memberi keseempatan untuk bertanya pada tiap item yang belum

dipahami oleh responden.

5)

Peneliti memeriksa kembali kuesioner yang dikembalikan oleh

responden.

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

memberikan gambaran realitas yang ada tentang penerimaan diri. Teknik analisis

data pada penelitian ini menggunakan teknik statistik deskriptif. Selanjutnya data

disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan kemudian dilakukan pengkategorian

serta menyajikannya dalam bentuk histogram. Pengkategorian disusun dengan 5

kategori yaitu menggunakan teknik kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup,

rendah, dan sangat rendah (Masidjo, 1995: 153). Rumus yang digunakan dalam

menyusun kategori adalah sebagai berikut:

Tabel 4

Kategori Penerimaan Diri Remaja Berdasarkan PAP Tipe I

No.

Norma kategori

Tingkat

Penerimaan Diri

Rentang

Skor

Kualifikasi

1

90 % – 100 % 90% X 216 = 194 194 – 216

Sangat Tinggi

2

80% - 89%

80% X 216 = 173 173 – 193

Tinggi

3

65% - 79%

65% X 216 = 140 140 – 172

Cukup

4

55% - 64%

55% X 216 = 119 119 – 139

Rendah

(54)

39 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius

dideskripsikan berdasarkan jawaban responden atas kuesioner yang telah

teruji validitas dan reliabilitasnya. Pengkategorian jawaban berdasarkan PAP

tipe I yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan secara umum tingkat

penerimaan diri remaja. Penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St.

Aloysius diukur dengan kuesioner yang berjumlah 54 butir. Dari hasil analisis

data diperoleh rerata sebesar = 161,30 dan standart deviasi = 25,041.

Distribusi frekuensi berdasarkan pengkategorian dapat dilihat berikut ini.

Tabel 5

Penerimaan Diri Para Remaja Putera-puteri asrama St. Aloysius

No Interval skor Frekuensi Persentase Kualifikasi 1 194 - 216 3 11,1 Sangat Tinggi

2 173 – 193 7 26,3 Tinggi

3 140 – 172 10 37 Cukup

4 119 – 139 5 18,5 Rendah

5 0 – 118 2 7,4 Sangat Rendah

Total 27 100

Berdasarkan analisis diperoleh 3 remaja (11,1%) yang mempunyai

penerimaan diri yang sangat tinggi, 7 remaja (26,3%) masuk kategori tinggi,

(55)

Rendah, dan 2 remaja (7,4%) dalam kategori sangat rendah. Apabila dilihat

dari frekuensi yang sering muncul, disimpulkan bahwa penerimaan diri para

remaja putera-puteri asrama St. Aloysius adalah Cukup.

Secara visual, penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St.

Aloysius adalah sebagai berikut:

Gambar 8. Diagram batang Penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama ST. Aloysius

Penerimaan diri disebut “Sangat Tinggi” apabila memenuhi rentang

skor 194-216, termasuk kategori “Tinggi“ apabila skornya antara 173-193,

penerimaan diri masuk pada kategori “Cukup” apabila skornya antara 140-

172, sedangkan penerimaan diri termasuk pada kategori “Rendah” apabila

skornya 119-139, dan penerimaan diri termasuk pada kategori “Sanggat

Rendah” apabila skornya 0-118.

tinggi cukup rendah sangat 

(56)

B. Pembahasan

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa penerimaan diri para remaja

putera-puteri asrama St. Aloysius turi Yogyakarta yang memiliki peneriman

diri sanggat tinggi sebanyak 3 remaja (11,1%) sedangkan remaja yang

memiliki penerimaan diri tinggi sebanyak 7 remaja (26,3%) remaja yang

memiliki penerimaan diri pada kategori cukup 10 remaja (37%) remaja yang

memiliki penerimaan diri rendah 5 remaja (18,5%) sedangkan remaja yang

memiliki penerimaan diri sangat rendah sebanyak 2 remaja (7,4%).

Remaja yang memiliki penerimaan diri pada kategori sanggat tinggi

dan tinggi berarti mereka sudah memiliki beberapa aspek yang mendukung

penerimaan diri yaitu : kepercayaan diri, menganggap diri berharga dan

sederajat dengan orang lain, tanggung jawab, mampu menyesuaikan diri,

adanya orientasi keluar diri, menerima massukan dengan objektif, serta

realistis (apa adanya) dalam memandang diri sendiri.

Kepercayaan diri muncul karena adanya kemampuan yang dimiliki.

Selanjutnya dengan kemampuan yang dimiliki, para remaja mampu mengatasi

persoalan yang muncul. Meskipun demikian, kepercayaan diri remaja masih

perlu ditingkatkan agar optimal, yaitu berada pada kategori sangat tinggi.

Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan

keterampilan-keterampilan terutama skill serta motivasi psikologis.

Penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius dari

aspek menganggap dirinya berharga dan sederajat dengan orang laintimbul

(57)

hakikatnya pada tiap individu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang

lain. Artinya dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki tiap individu,

maka tiap individu dengan individu yang lain adalah sederajat.

Remaja pada umumnya berasal dari daerah yang berbeda-beda. Oleh

karena itu, kebiasaan dan pemahaman mereka terhadap norma pun

bermacam-macam. Namun sejalan dengan lamanya mereka tinggal serta adanya proses

saling interaksi, maka satu dengan yang lain saling memahami dan menerima.

Selain itu lingkungan asrama tidak menuntut remaja untuk berinteraksi

dengan bebas dengan masyarakat sekitar. Oleh karena itu remaja tidak terlalu

dituntut untuk mengikuti norma masyarakat. Bahkan ruang lingkup remaja

lebih dominan berada di dalam asrama.

Salah satu aspek penerimaan diri adalah adanya orientasi keluar diri,

maksudnya adalah remaja tidak memiliki anggapan bahwa dirinya aneh dan

abnormal. Perilaku yang menyimpang dan berbeda dengan orang lain akan

mengakibatkan timbulnya penolakan dari orang lain. Apalagi perilaku

tersebut menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kondisi ini tidak ditemui

pada remaja yang tinggal di asrama. Oleh karena itu proses penyesuaian diri

pun berjalan dengna baik.

Aspek berani memikul tanggung jawab yang dimiliki para remaja

putera-puteri asrama st. aloysius muncul akibat keberanian diri dalam

menanggung resiko. Hal ini muncul salah satunya dikarenakan tuntutan

kondisi, yaitu sebagian besar remaja jauh dari keluarga dan harus mampu

(58)

Interaksi antar remaja pasti melahirkan sebuah persepsi dari satu

remaja terhadap remaja yang lain. Salah satunya adalah anggapan positif dan

negatif yang muncul dari orang lain. Remaja yang tidak objektif dapat merasa

rendah diri saat menerima celaan. Sebaliknya remaja yang objektif akan

mampu menerima dengan dewasa dan bersikap objektif saat menilai orang

lain.

Tiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan yang ada dalam diri

mereka. Orang yang objektif akan memahami diri mereka dengan baik,

sehingga menerima kondisi dengan lapang dada. Orang tersebut mampu

mengukur kemampuan saat melakukan pekerjaan atau aktivitasnya.

Kegagalan atau pun keberhasilan yang menyertai pekerjaannya mampu

diterima dengan baik. Kondisi inilah yang membuat para remaja mampu

menerima diri mereka apa adanya.

Remaja yang memiliki penerimaan diri pada kategori cukup sebanyak

10 remaja. Jumlah ini cukup besar karena hampir setenggah dari remaja di

asrama St. Aloysius memiliki penerimaan diri cukup. Remaja yang memiliki

penerimaan diri pada kategori cukup dapat isebabkan oleh beberapa hal

antara lain, adanya harapan yang tidak realistik dari diri remaja yang sedang

mengalami proses pencarian jati diri dimana remaja berusaha mencari siapa

dirinya dan apa peranya di dalam masyarakat. Dalam proses ini remaja

mengalami kesulitan karena perubahan dan perkembangan menuju

kedewasaan baik dari segi mental, emosional, fisik dan sosial (Hurlock

(59)

Remaja yang memiliki kategori penerimaan diri yang rendah sebanyak

5 remaja dan yang memiliki penerimaan diri sangat rendah 2 remaja. Jumlah

ini memang tidak banyak bisa dikatakan sedikit tetapi cukup mmprihatinkan

karena masih ada remaja yang rendah dan sanggat rendah penerimaan dirinya.

Rendah dan sangat rendahnya penerimaan diri dapat dipengaruhi oleh

berbagai hal antara lain, hubungan remaja dengan orang tua, orang tua

bersikap over possessive kepada anaknya. Segala sesuatu yang dikerjakan oleh remaja harus sesuai dengan kemauan dan aturan orang tua dengan

demikian remaja akan berada dalam suatu tekanan yang membuat dirinya

tidak bisa berkembang sesuai dengan taraf perkembangan pada masa usianya.

Remaja yang hidup dalam suasana demikian akan memiliki sikap sensitif

(perasa). Jika remaja memiliki sikap hidup yang demikian maka mereka akan

mengalami kesulitan dalammelihat kelebihan dan kekurangan yang dimiliki

dan remaja tersebut juga akan cenderung bersikap pasif dalam pergaulan.

Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan persoalan dan

sering disebut sebagai masa yang kritis maka pada masa ini sangat diperlukan

perhatian dan bimbingan yang lebih dari orang tua, pendamping, dan orang

dewasa lainnya. Untuk meningkatkan penerimaan diri para remaja

putera-puteri asrama St. Aloysius yang masih termasuk pada kategori sangat rendah

dan rendah penulis mengusulkan beberapa usulan topik-topik bimbingan yang

sesuai.

Usulan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk meningkatkan

(60)

penerimaan diri yang terendah sampai pada kategori cukup. Dalam hal ini

peneliti hanya menggusulkan 5 topik bimbingan saja dan dari kelima topik

bimbingan tersebut diharapkan mampu mewakili ke tujuh aspek-aspek

penerimaan diri serta dapat membantu dalam meningkatkan penerimaan diri.

(61)

 

46

bimbingan

Metode Sumber

Topik Sub

topik

Konsep Diri Pengertian

penyesuaian diri

Konsep diri dan

pengembangannya

,

Yogyakarta :

Handout mata

kuliah, IKIP Sanata

Dharma, 1991

1995.

Komunikasi

Antarpribadi :

Tinjauan Psikologis.

(62)

 

47

karier

. Jakarta:

Depdikbud

Komisi Kepemudaan

KWI. 1991.

Berkembang

Bersama orang

(63)

 

48

26 dan 51

Yogyakarta :

Handout mata

kuliah, IKIP Sanata

Dharma, 1991

Pergaulan

Pengertian

pergaulan

Handoyo, B. (1990).

Etika Pergaulan.

Yogyakarta:

Kanisius

Widarso W. (1997).

Kiat Sukses

Bergaul.

Gambar

Tabel 1 : Jumlah Remaja Putera-Puteri Asrama St.Aloysius...............30
tabel 1.
Tabel 1.
Tabel 2 Kisi-Kisi Kuesioner Penerimaan Diri
+6

Referensi

Dokumen terkait