i SKRIPSI
DESKRIPSI PENERIMAAN DIRI PARA REMAJA PUTERA-PUTERI ASRAMA ST. ALOYSIUS TURI YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK
BIMBINGAN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh : Ratnaningtyas NIM : 041114047
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Motto dan Persembahan
Hidup merupakan suatu proses belajar dan perjuangan tanpa batas waktu
Suka dan duka selalu berjalan seiring Mewarnai perjalanan hidup Kesulitan, kejenuhan, tantangan dan
Kemandekan selalu mengiringi Perjuangan.
Namun keyakinan, doa, dan dukungan serta cinta mampu menepis semua untuk mencapai cita-cita dan harapan
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
vii
ABSTRAK
DESKRIPSI PENERIMAAN DIRI PARA REMAJA
PUTERA-PUTERI ASRAMA ST. ALOYSIUS TURI
YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK
BIMBINGAN
Ratnaningtyas
Universitas Sanata Dharma, 2011
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerimaan diri para remaja putera-puteri Asrama St.Aloysius Turi Yogyakarta tahun ajaran 2010/2011. Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius Turi-Yogyakarta tahun ajaran 2010/ 2011? (2) Topik bimbingan apa yang sesuai untuk meningkatkan penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi Yogyakarta tahun ajaran 2010/ 2011?
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survey. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner penerimaan diri yang disusun sendiri oleh penulis. Subjek penelitian ini adalah seluruh remaja putera-puteri yang tinggal di asrama St. Aloysius, Turi Yogyakarta tahun ajaran 2010/ 2011.
viii ABSTRACT
DESCRIPTION OF THE SELF-ACCEPTANCE OF MALE AND FEMALE ADOLESCENTS OF ST. ALOYSIUS DORMITORY, TURI, YOGYAKARTA, SCHOOL YEAR 2010/2011 AND ITS IMPLICATIONS TO THE PROPOSED
GUIDANCE TOPICS
Ratnaningtyas
Universitas Sanata Dharma, 2011
This study is aimed to describe self-acceptance of the male and female adolescents who stayed in St. Aloysius Dormitory, Turi, Yogyakarta, School Year 2010/2011. The problems answered in this study were (1) What was the self-acceptance level of male and female adolescents of St. Aloysius Dormitory, Turi, Yogyakarta, School Year 2010/2011? (2) What were the appropriate guidance topics to develop self-acceptance of the male and female adolescents of St. Aloysius Dormitory, Turi, Yogyakarta, School Year 2010/2011?
This study is a descriptive research with survey method. The data was collected using the self-acceptance questionnaire which arranged by the writer. The subjects of the study were all of the male and female adolescents who stayed in St. Aloysius Dormitory, Turi, Yogyakarta, School Year 2010/2011.
ix
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan penyertaannya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul “Deskripsi Penerimaan Diri Para Remaja Putera-Puteri Asrama St.
Aloysius Turi Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011 dan Implikasinya terhadap
Usulan Topik-topik bimbingan “. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan.
Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini, saya tidak lepas
dari bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Beragam perhatian, bimbingan
dan bantuan, baik material maupun moril telah diberikan oleh berbagai pihak
sehingga saya dapat menyelesaikan studi. Untuk itu saya ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr Gendon Barus, M.Si. selaku kepala Program Bimbingan dan
Konseling yang telah memberikan kesempatan kepada saya utnuk
belajar dan menulis skripsi sebagai mahasiswa bimbingan dan
konseling
2. Ibu A. Setyandari, S.Pd., S.Psi., P.Si, M.A. selaku dosen pimbimbing
yang dengan penuh kesabaran mendampingi saya dalam proses
penulisan skripsi.
3. Bapak dan ibu, Bruder, Suster sebagai dosen Bimbingan dan
Konseling yang selalu memberikan motivasi dan masukan yang berarti
x
kesempatan untuk melakukan penelitian di Asrama St. Aloysius Turi.
5. Ibu Diah Kuartaningrum selaku guru Bimbingan dan Konseling di
SMP St. Aloysius yang berkenan memberikan masukan pada
Kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian
6. Para remaja putera-putri asrama St. Aloysius, Turi yang telah bersedia
menjadi subjek penelitian
7. Teman-teman angkatan 2004
8. Semua pihak yang telah memberikan dukungan yang tidak dapat saya
xi
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... V HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... Vi ABSTRAK ... Vii ABSTRACT ... Viii KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Definisi Operasional ... 3
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Penerimaan Diri ... 6
B. Masa Remaja ... 12
xii
E. Bimbingan Pribadi Sosial ... 25
F. Peranan Bimbingan dalam Meningkatkan Penerimaan Diri ... 27
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 29
B. Subjek Penelitian ... 29
C. Instrumen Penelitian ... 30
D. Prosedur Pengumpulan Data ... 36
E. Teknik Analisis Data ... 38
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 39
B. Pembahasan ... 41
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 49
B. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Jumlah Remaja Putera-Puteri Asrama St.Aloysius...30
Tabel 2 : Kisi-Kisi Kuisioner Penerimaan Diri...31 Tabel 3 : Rincian Item yang Gugur...35
Tabel 4 : Pengkategorian Penerimaan Diri Berdasarkan PAP Tipe 1..38
Tabel 5 : Penerimaan diri Para Remaja Putera- Puteri...39
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kuisioner Penerimaan Diri...53
Lampiran 2 : Tabulasi Data Penelitian...57
Lampiran 3 : Hasil Analisis Uji Validitas Item...59
Lampiran 4 : Hasil Penghitungan Reliabilitas Kuisioner...62
Lampiran 5 : Surat Ijin Penelitian...65
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat lepas dengan
manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul
dengan orang lain. Karena itu hubungan baik dengan orang lain perlu dijalin
dengan baik. Salah satu hal yang bisa dilakukan utuk menjalin hubungan yang
baik adalah dengan berkomunikasi. Komunikasi dengan orang lain akan
tercipta dengan baik bila orang mampu menerima dirinya dengan baik.
Proses penerimaan diri tidak mudah. Pada proses ini masing-masing orang
membutuhkan waktu yang berbeda-beda ada yang membutuhkan waktu yang
lama, ada juga yang membutuhkan waktu tidak terlalu lama. Semuaa itu
tergantung bagaimana orang tersebut memaknai peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam kehidupannya. Sehingga kehidupan yang dialami tidak
dirasakan sebagai suatu beban melainkan merupakan suatu kesempatan untuk
diisi dan dijalani dengan baik.
Pada masa remaja kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
sangat menonjol. Pada masa ini remaja ingin diperhatikan, ingin diberi kasih
sayang baik oleh teman sebayanya maupun oleh orang yang lebih dewasa
darinya. Selain itu masa remaja juga sering disebut sebagai masa yang penuh
dengan gejolak dan permasalahan-permasalahan yang timbul dari dalam diri
remaja atau dari lingkungan hidupnya. Remaja juga menginginkan suatu
mengikat, bebas dari rutinitas kegiatan yang dialami sehari-hari.
Aturan-aturan, rutinitas dalam menjalani kegiatan sehari-hari terjadi dalam kehidupan
di asrama. Mereka yang tinggal di asrama wajib mengikuti semua aturan dan
rutinitas dan melakukan kegiatan yang sudah diatur. Pada umumnya remaja
putera-puteri yang tinggal di asrama St. Aloysius turi menjalankan semua
aturan dan rutinitas bukan dengan suatu kesadaran bahwa aturan dan rutinitas
yang dijalini bertujuan untuk membawa mereka pada suatu keteraturan hidup
yang akan membuat kehidupan lebih baik, selain itu supaya mereka belajar
mengendalikan diri agar gejolak yang timbul dalam diri mereka yang kurang
baik bisa dikendalikan dan diarahkan dengan baik.
Gejolak yang timbul dalam diri penghuni asrama ini dapat
menimbulkan tingkah laku yang kurang baik yang bisa digolongkan sebagai
kenakalan remaja, seperti : merokok, membolos, melanggar aturan yang
sudah ada, kurang bertanggung jawab pada tugas-tugas yang diberikan.
Dengan situasi semacam ini penulis memiliki suatu keprihatinan untuk
membantu remaja putera-puteri yang tinggal di asrama St. Aloysius agar
bagaimana caranya mereka mampu menjalani kehidupan dengan bahagia dan
tanpa suatu beban. Menurut penulis keprihatinan tersebut perlu dicari jawaban
nya dan permasalahan tersebut akan dirumuskan oleh penulis pada bagian
berikut.
Berdasarkan uraian di atas penulis akan melakukan penelitian tentang
penerimaan diri oleh para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi,
B. Rumusan Masalah
Pertanyaan yang dijawab dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St.
Aloysius, Turi, Yogyakarta tahun ajaran 2010/2011 ?
2. Topik bimbingan manakah yang sesuai untuk meningkatkan penerimaan
diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi, Yogyakarta ?
C. Definisi Operasional 1. Penerimaan diri
Kesadaran seseorang untuk memahami dan menerima diri sebagaimana
adanya. Dalam menerima gambaran mengenai kenyataan diri, seseorang
mengenali dimana dan bagaimana dirinya saat ini dan memiliki keinginan
untuk terus mengembangkan dirinya. Dalam penelitian penerimaan diri ini
menggunakan alat kuesioner.
2. Remaja Putera-puteri asrama St. Aloysius, Turi, Yogyakarta
Remaja awal (putera-puteri) yang berusia 12-17 tahun yang sedang
menempuh pendidikan di SMP St. Aloysius tahun ajaran 2010/2011 yang
berjumlah 34 orang, terdiri dari 21 anak laki-laki, dan 13 anak perempuan.
Mereka bersekolah di SMP St. Aloysius dan ada 1 orang bersekolah di
SMA Negeri di daerah Turi dan bertempat tinggal di asrama St. Aloysius
dengan beberapa fasilitas, serta sarana dan prasarana yang mendukung
doa, ruang pembimbing, ruang konseling, dapur, serta kamar mandi, dan
WC, yang terletak di desa Turi, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta.
D. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimna penerimaan diri
para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, turi, Yogyakarta tahun
ajaran 2010/2011.
2. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan usulan topik-topik bimbingan
yang sesuai untuk remaja putera-puteri asrama St. Aloysius, turi,
Yogyakarta, tahun ajaran 2010/2011.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Pengelola Asrama
Memberikan masukan kepada pengelola asrama agar pengelola asrama
bisa memahami dan mengerti kondisi psikologis yang dimiliki oleh para
penghuni asrama, sehingga pengelola asrama bisa memahami
kondisi-kondisi yang ada dan memberikan metode-metode pembelajaran yang
2. Bagi Pendamping Asrama
Memberikan masukan kepada pendamping asrama supaya mengetahui
sejauhmana penerimaan diri para remaja putera-puteri yang tinggal di
asrama, sehingga dapat memberikan pendampingan kepada para remaja
putera-puteri yang tinggal di asrama dengan lebih baik dan terarah.
3. Para Remaja Putera-puteri asrama St. Aloysius, turi, Yogyakarta
Memotivasi diri bahwa tinggal di asrama harus memiliki tujuan untuk
menjadi pribadi yang lebih baik dan mandiri. Selain itu penghuni juga
harus belajar menghargai, membantu, menjadi sahabat yang baik bagi
penghuni yang lain yang kurang bisa menerima dirinya untuk tinggal di
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Peneriman Diri
1. Pengertian Penerimaan Diri
Penerimaan diri dapat diartikan sebagai suatu sikap penerimaan
terhadap gambaran mengenai kenyataan diri. Ratnawati (Kartika Novida
1990; 31) menyatakan bahwa penerimaan diri merupakan suatu sikap yang
merefleksikan perasaan senang sehubungan dengan kenyataan diri sendiri.
Penerimaan diri ini mengandaikan adanya kemampuan diri dalam
psikologis seseorang, yang menunjukkan kualitas diri. Hal ini berarti
bahwa tinjauan tersebut akan diarahkan pada seluruh kemampuan diri
yang mendukung perwujudan diri secara utuh. Hal ini sesuai dengan
pendapat Schultz (1991;32) mengenai penerimaan diri. Dia menyatakan
bahwa penerimaan diri yang dibentuk merupakan hasil dari tinjauan pada
seluruh kemampuan diri.
Suatu tingkat kemampuan individu untuk hidup dengan segala
kekhususan diri ini memang diperoleh melalui pengenalan diri secara utuh.
Kesadaran diri akan segala kelebihan dan kekurangan didi haruslah
seimbang dan diusahakan untuk saling melengkapi satu sama lain,
sehingga dapat menumbuhkan kepribadian yang sehat. Hurlock (1999;26)
menambahkan bila individu hanya melihat dari satu sisi saja maka tidak
mustahil akan timbul kepribadian yang timpang, semakin individu
menyukai dirinya maka ia akan mampu menerima dirinya dan ia akan
semakin diterima oleh orang lain yang mengatakan bahwa individu dengan
penerimaan diri yang baik akan mampu menerima karakter-karakter
alamiah dan tidak mengkritik sesuatu yang tidak bisa diubah lagi.
Hurlock (1999;30) mengatakan bahwa individu yang menerima
dirinya memiliki penilaian yang realistik tentang sumber daya yang
dimilikinya, yang dikombinasikan dengan apresiasi atas dirinya secara
keseluruhan. Artinya, individu itu memiliki kepastian akan standar dan
teguh pada pendirian, serta mempunyai penilaian yang realistik terhadap
keterbatasannya tanpa mencela diri. Jadi, orang yang memiliki penerimaan
diri yang baik tahu asset yang dimiliki dirinya dan bisa mengatasi cara
mengelolanya.
Ahli lain yaitu Chaplin (2004;22) berpendapat bahwa penerimaan
diri adalah sikap yang merupakan rasa puas pada kualitas dan bakat, serta
pengakuan akan keterbatasan diri. Pengakuan akan keterbatasan diri ini
tidak diikuti dengan perasaan malu ataupun bersalah. Individu ini akan
menerima kodrat mereka apa adanya. Dapat dikatakan bahwa pada
dasarnya penerimaan diri merupakan asset pribadi yang sangat berharga.
Calhoun dan Acocella (Izzaty 1996;13) mengatakan penerimaan diri akan
membantu individu dalam menyesuaikan diri sehingga sifat-sifat dalam
dirinya seimbang dan terintegrasi. Pendapat ini senada dengan pernyataan
Maramis 1998 (Kartika Novida, 2007: 33) yang menyebutkan bahwa salah
menerima diri sendiri. Selanjutnya dijelaskan bahwa menerima diri sendiri
artinya mempunyai harga diri, percaya pada kemampuan diri sendiri,
mengenal dan menerima batas-batas kemampuannya, tidak terlalu kaku,
serta mengenal perasaan-perasaan yang ada pada dirinya. Kewajaran dan
spontanitas yang dimiliki oleh individu ini membuat langkahnya menjadi
enak dan pasti. Ada hubungan yang erat dengan kesehatan psikologik
seseorang, penerimaan diri juga berkaitan erat dengan kesehatan fisik.
Schlutz 1991 (Kartika Novida, 2007: 32) mengatakan bahwa
penerimaan diri memiliki hubungan yang erat dengan tingkat fisiologik.
Tingkat fisiologik yang dimaksud adalah tingkat kesehatan individu yang
dilihat dari kelancaran kerja organ tubuh dan aktifitas dasar, seperti
makan, minum, istirahat dan kehidupan seksual, yang semuanya
merupakan faktor penunjang utama kesehatan fisik. Individu yang bisa
menerima keadaan dirinya tidak memiliki hambatan dalam hal ini.
Rubin(Rohmah, 1997;32) mengatakan orang yang menerima diri
berarti orang tersebut mengenali dimana dan bagaimana dirinya saat ini
dan memiliki keinginan untuk mengembangkan diri terus menerus.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
penerimaan ini merupakan sikap kesadaran seseorang untuk memahami
dan menerima diri sebagaimana adanya dan orang tersebut mengenali
dimana dan bagaimana dirinya serta memiliki keinginan untuk
2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri
Cronbach 1963 (Kartika Novida, 2007: 31) menjelaskan lebih
lanjut mengenai karakteristik individu yang dapat menerima dirinya, yaitu:
a. Individu mempunyai keyakinn akan kemampuannya untuk
menghadapi persoalan. Hurlock (1999;20) menambahkan bahwa
artinya individu memiliki percaya diri dan lebih memusatkan
perhatian kepada keberhasilan akan kemampuan dirinya
menyelesaikan masalah.
b. Individu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan
sederajat dengan orang lain. Individu ini mempunyai keyakinan baha
ia dapat berarti atau berguna bagi orang lain dan tidak memiliki rasa
rendah diri karena merasa sama dengan orang lain yang
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
c. Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada
harapan ditolak orang lain. Ini berarti individu tersebut tidak merasa
sebagai orang yang menyimpang dan berbeda dengan orang lain,
sehingga mampu menyesuaikan dirinya dengan baik dan tidak merasa
bahwa ia akan ditolak oleh orang lain.
d. Individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri.
Artinya, individu ini lebih mempunyai orientasi keluar dirinya
sehingga mampu menuntun langkahnya untuk dapat bersosialisasi dan
menolong sesamanya tanpa melihat atau mengutamakan dirinya
e. Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya.
Berarti individu memiliki keberanian untuk menghadapi dan
menyelesaikan segala resiko yang timbul akibat perilakunya.
f. Individu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif. Sifat ini
tampak dari perilaku individu yang mau menerima pujian, saran dan
kritikan dari orang lain untuk pengembangan kepribadiannya lebih
lanjut.
g. Individu tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya
ataupun mengingkari kelebihannya. Hurlock (1999;33) menambahkan
bahwa individu yang memiliki sifat ini memandang diri mereka apa
adanya dan bukan seperti yang diinginkan. Sikap realistik merupakan
sesuatu yang penting bagi pribadi yang sehat. Individu juga dapat
mengkompensasikan keterbatasannya dengan memperbaiki dan
meningkatkan karakter dirinya yang dianggap kuat, sehingga
pengelolaan potensi dan keterbatasan dirinya dapat berjalan dengan
baik tanpa harus melarikan diri dari kenyataan yang ada.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa individu
harus bisa bersikap menerima diri seadanya walaupun banyak terdapat
kelemahan. Apabila sikap tersebut dapat tercipta serta mencoba untuk
menghargai dan menyayangi diri sendiri, fikiran pun akan menjadi lebih
terbuka untuk menerima semua perubahan yang terjadi. Individu yang
sendiri maupun orang lain merupakan individu yang memiliki penerimaan
diri yang baik.
3. Faktor-faktor yang mampu mempengaruhi penerimaan diri.
Menurut Hurlock (1978) ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam
penerimaan diri yaitu :
a. Wawasan Diri
Suatu kemampuan dalam menilai diri secara realistis serta mengenal
dan menerima kekuatan dan kelemahan yang ada dalam diri.
b. Aspirasi Realistis
Realistis dengan dirinya dan tidak memiliki ambisi yang tidak sesuai
dengan kemampuan dalam diri.
c. Keberhasilan
Bila tujuan dan cita-cita realistis maka kesempatan dan peluang untuk
mendapatkan suatu keberhasilan juga trbuka lebar.
d. Konsep Diri yang Stabil
Adanya konsep diri yang jelas dan tidak mudah terpengaruh saat
menghadapi keadaan yang berubah-ubah. Bila konsep diri mudah
terpengaruh atau berubah-ubah, maka akan terjadi suatu kebingungan
dalam diri.
Kemampuan melihat diri sendiri seperti orang lain melihat dirinya, dan
mampu menyeimbangkan pendapat internal serta pendapat eksternal
tentang dirinya.
B. Masa Remaja
1. Pengertian Remaja
Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa yang diikuti dengan berbagai masalah yang ada karena
adanya perubahan fisik, psikis dan sosial. Masa peralihan itu banyak
menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam penyesuaian terhadap dirinya
maupun terhadap lingkungan sosial. Hal ini dikarenakan remaja merasa
bukan kanak-kanak lagi tetapi juga belum dewasa dan remaja ingin
diperlakukan sebagai orang dewasa (Hurlock, 1999; 174).
Menurut Piaget dalam Hurlock (1999; 206) remaja didefinisikan
sebagai usia ketika individu secara psikologis berinteraksi dengan
masyarakat dewasa. Pada masa remaja, anak tidak lagi merasa di bawah
tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada 31 tingkat yang
sama. Antara lain dalam masalah hak dan berintegrasi dalam masyarakat,
termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok dan transformasi
intelektual yang khas. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13
tahun sampai 16 tahun dan akhir remaja bermula dari usia 16 sampai 18
tahun yaitu usia matang secara hukum. Anak remaja sebetulnya tidak
tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua.
Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu
untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya (Monks, dkk.,
1999;259).
Menurut Santrock (2002:7) remaja merupakan suatu periode
dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat, terutama
pada awal masa remaja. Masa remaja terjadi secara berangsur-angsur tidak
dapat ditentukan secara tepat kapan permulaan dan akhirnya, tidak ada
tanda tunggal yang menandai. Bagi anak laki-laki ditandai tumbuhnya
kumis dan pada perempuan ditandai melebarnya pinggul. Hal ini
dikarenakan pada masa ini hormon-hormon tertentu meningkat secara
drastis. Pada laki-laki hormon tertosteron yaitu suatu hormon yang berkait
dengan perkembangan alat kelamin, pertambahan tinggi dan perubahan
suara. Sedang pada perempuan hormon estradiol yaitu suatu hormon yang
berkait dengan perkembangan buah dada, rahim dan kerangka pada anak
perempuan (Wirawan, 2001:6).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja
merupakan individu yang telah mengalami kematangan secara anatomis
dimana keadaan tubuh pada umumnya sudah memperoleh bentuk yang
2. Ciri-Ciri Remaja
Rentang kehiduan individu pasti akan menjalani fase-fase
perkembangan secara berurutan, meski dengan kecepatn yang
berbeda-beda, masing-masing fase tersebut ditandai dengan ciri-ciri perilaku atau
perkembangan tertentu, termasuk masa remaja juga mempunyai ciri
tertentu. Ciri-ciri remaja (Hurlock, 1999:207) antara lain :
a. Periode yang penting
Merupakan periode yang penting karena berakibat langsung terhadap
sikap dan perilaku serta berakibat panjang.
b. Periode peralihan
Pada periode ini status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan
peran yang harus dilakukan. Masa ini remaja bukan lagi seorang anak
dan bukan orang dewasa.
c. Periode perubahan
Perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan perubahan fisik, jika
perubahan fisik terjadi secara pesat perubahan perilaku dan sikap juga
berlangsung secara pesat.
d. Usia bermasalah
Masalah remaja sering sulit diatasi, hal ini sering disebabkan selama
masa anak-anak sebagian besar masalahnya diselesaikan oleh orang tua,
e. Mencari identitas
Pada awal masa remaja penyesuaian diri dengan kelompok masih
penting, kemudian lambat laun mulai mendambakan identitas diri dan
tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman sebayanya.
f. Usia yang menimbulkan ketakutan
Adanya anggapan remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat
dipercaya dan cenderung berperilaku merusak, membuat orang dewasa
yang harus membimbing dan mengawasi remaja menjadi takut
bertanggungjawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja
yang normal.
g. Masa yang realistis
Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia
inginkan dan bukan bagaimana adanya.
h. Ambang masa dewasa
Remaja mulai bertindak seperti orang dewasa. Seperti halnya
masa-masa perkembangan yang lain, masa-masa remaja juga mempunyai ciri-ciri
tertentu yang harus dimiliki sebagai bekal menuju perkembangan
berikutnya, dengan adanya ciri-ciri tersebut akan dijadikan sinyal oleh
lingkungan supaya remaja diperlakukan sebagaimana mestinya.
3. Permasalahan yang Dihadapi Remaja
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan
jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan
ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk
pengkategorian remaja sebag usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir
usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11
tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang)
mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai
remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap
menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga
bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya
dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola
perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka
menjadi binbung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak
tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
(Lilly H. Setiono, 2009:1).
Menurut Lilly H. Setiono (2009: 1), untuk dapat memahami
remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi
sebagai berikut :
a. Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai
dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan
suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan
yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba
hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon
alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau
hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka
berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti
ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya,
tetapi mereka akan meproses informasi itu serta mengadaptasikannya
dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu
mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk
ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa
depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja
mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
b. Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai
bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan
sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot
Turiel (Lilly H. Setiono, 2009: 1) menyatakan bahwa para remaja
mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi
masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka,
misalnya: polistik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. remaja
tidak lagi menerima hjasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan
absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan.
Remaja mulai mempertanayakan keabsahan pemikiran yang ada dan
remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan
membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan
ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat
adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan
dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat
hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi
lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa
dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa
kanak-kanak. Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam
memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh
putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih
dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih
jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu
memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat
sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban
di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi
berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak
diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua.
Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.
c. Dimensi Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa
Larson (Lilly H. Setiono, 2009:1) menemukan bahwa remaja rata-rata
memelrukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, semantara orang dewasa memerlukan
beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan
rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski
mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.
4. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Setiap rentang kehidupan mempunyai tugas perkembangan
masing-masing termasuk masa remaja mempunyai tugas perkembangan, tugas
perkembangan masa remaja menurut Havighurst dalam Hurlock (1999:10)
adalah :
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman-teman
sebaya baik pria maupun wanita. Akibat adanya kematangan seksual
yang dicapai, para remaja mengadakan hubungan sosial terutama
ditekankan pada hubungan relasi antara dua jenis kelamin. Seorang
remaja haruslah mendapat penerimaan dari kelompok teman sebaya
agar memperoleh rasa dibutuhkan dan dihargai. Dalam kelompok
sejenis, remaja belajar untuk bertingkah laku sebagai orang dewasa,
sedang dalam kelompok jenis kelamin lain remaja belajar menguasai
b. Mencapai peran sosial pria atau wanita. Yaitu mempelajari peran
sosialnya masing-masing sebagai pria atau wanita dan dapat
menjalankan perannya masing-masing sesuai dengan jenis kelamin
masing-masing sesuai dengan norma yang berlaku.
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
Menjadi bangga atau sekurang-kurangnya toleran dengan tubuh sendiri
serta menjaga, melindungi dan menggunakannya secara efektif.
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.
Berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggungjawab dalam
kehidupan bermasyarakat.
e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa
lainnya. Seorang remaja mulai dituntut memiliki kebebasan emosional
karena jika remaja mengalami keterlambatan akan menemui berbagai
kesukaran pada masa dewasa, misalnya tidak dapat menentukan
rencana sendiri dan tidak dapat bertanggung jawab.
f. Mempersiapkan karier ekonomi, yaitu mulai memilih pekerjaan serta
mempersiapkan diri masuk dunia kerja.
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga, yaitu mulai berusaha
memperoleh pengetahuan tentang kehidupan berkeluarga, ada juga
yang sudah tertarik untuk berkeluarga.
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku mengembangkan ideologi, yaitu dapat mengembangkan
bermasyarakat. Jika seorang remaja berhasil mencapai tugas
perkembangannya maka akan menimbulkan rasa bahagia dan
membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas
berikutnya. Dengan telah terpenuhinya tugas perkembangan remaja,
maka akan menjadi modal dalam melakukan penyesuaian diri, karena
remaja lebih merasa percaya diri dalam bertindak.
C. Remaja dan Penerimaan Dirinya
Status remaja pada masa peralihan berada dalam posisi tanggung
karena dalam masa transisi ini remaja tidak diakui sebagai anak-anak lagi
tetapi juga belum dapat dikategorikan dewasa karena belum mampu
melakukan tugas-tugas orang dewasa seutuhnya. Dalam masa tersebut banyak
perubahan yang terjadi diantaranya adalah perubahan fisik, perubahan emosi
dan perubahan sosial (Hurlock, 1980:246).
Perkembangan sosial diawali saat remaja mulai melepaskan diri dari
ketergantungan terhadap orang tua dan menjadi lebih tergantung kepada
teman-teman sebaya, interaksi dengan teman sebaya membuat remaja sadar
akan tekanan sosial dan pentingnya hubungan sosial, sehingga remaja harus
lebih banyak melakukan aktivitas dengan teman sebaya (Hurlock, 1980:174).
Remaja dalam dunia sosial berusaha untuk mencapai kedewasaan, remaja
ingin tenggelam dalam berbagai kegiatan dan berusaha sekuat tenaga untuk
mendapatkan kesayangan orang di sekitar. Kadang-kadang keinginan untuk
sehingg mempengaruhi perkembangan remaja yang bersangkutan. Selain itu
mempelajari tindak sosial terhadap orang lain, merupakan persoalan sosial
terpenting yang harus dihadapi remaja menurut Panuju dan Umami (Hurlock
1999:21).
D. Asrama
Asrama adalah bangunan berpetak-petak untuk tempat tinggal
kelompok orang yang terdiri atas jenis dan sifat. Asrama biasanya dibangun
atas biaya orang yang bersngkutan ataupun atas biaya bersama dari
masyarakat atau suatu pemeluk agama. Asrama berfungsi sebagai tempat
penginapan. Biasanya kebanyakan dari asrama merupakan perumahan yang
dipetak-petak dalam kamar-kamar yang ditempati oleh beberapa penghuni
asrama (http://www.contohmakalah.co.cc.)
Asrama biasanya merupakan sebuah bangunan dengan kamar-kamar
yang dapat ditempati oleh beberapa penghuni di setiap kamarnya. Para
penghuninya menginap di asrama untuk jangka waktu yang lebih lama
daripada di hotel atau losmen. Alasan untuk memilih menghuni sebuah asrama
bisa berupa tempat tinggal asal sang penghuni yang terlalu jauh, maupun
untuk biayanya yang terbilang lebih murah dibandingkan bentuk penginapan
lain, misalnya apartemen. Tujuan lain dari asrama biasanya sebagai tempat
untuk menampung siswa dalam suatu sekolah. Hal ini bertujuan untuk
memberikan kemudahan bagi siswa serta dapat membimbing siswa untuk
Asrama St. Aloysius teletak di desa Turi Kecamatan Pakem Kabupaten
Sleman Yogyakarta. Asrama ini ada karena didirikannya sebuah Sekolah
Menengah Tingkat Atas pada tahun 1969, oleh para pemuka umat di desa Turi
yang kemudian diberi nama SMP St. Aloysius. Pada waktu itu para Bruder
CSA membantu untuk mengelola sekolah tersebut. Asrama ini awalnya belum
bisa disebut sebagai asrama dikarenakan tempat, fasilitas, sarana, dan
prasarana masih sangat sederhana dan belum memadai, sehingga tempt ini
waktu itu berfungsi sebagai tempat istirahat bagi beberapa siswa-siswi yang
bersekolah di SMP St. Aloysius untuk menunggu waktu, guna mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan oleh sekolah. Tujuannya agar
siswa-siswi tersebut tidak terlambat dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
Awalnya hanya beberapa siswa saja yang beristirahat di tempat ini dan mereka
pada umumnya berasal dari daerah lereng gunung merapi. Seiring dengan
perkembangan zaman para Bruder CSA menata dan mempersiapkan tempat
serta memperbaiki fasilitas, sarana prasarana di tempat istirahat tersebut maka
tempat ini bisa disebut sebagai asrama.
Visi asrama adalah terwujudnya suasana asrama yang kondusif untuk
pendidikan putra-putri asrama yang cerdas dan trampil, berhati nurani dan
hidup dalam persaudaraan, kasih dan damai. Misi asrama adalah mendampingi
dan mendidik kaum muda dari usia sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas
1. Membantu siswa-siswi dalam belajar dengan cara menyediakan tempat
yang layak, tenang, dan mendukung belajar agar dapat mencapai hasil
belajar yang lebih baik.
2. Melatih siswa-siswi membiasakan diri hidup teratur, membantu
menghayati iman Kristiani dan mengamalkannya, serta peka terhadap
lingkungan dalam rangka mencapai kepribadian yang utuh.
3. Melatih siswa-siswi hidup mandiri dalam perspektif persiapan masa depan
yang matang.
Sampai saat ini Asrama ini memiliki tempat yang sudah tertata dengan
beberapa fasilitas, serta sarana dan prasarana yang mendukung antara lain :
kamar tidur, kamar makan, ruang belajar, ruang tidur, ruang doa, ruang
pembimbing, ruang konseling, dapur, serta kamar mandi, dan WC. Para
Bruder CSA berharap agar dengan adanya Asrama tersebut mereka mampu
memberikan pendampingan bagi kaum muda supaya kaum muda mampu
hidup lebih baik di masa yang sulit.
Awalnya para remaja puteri-putera yang tinggal di asrama ini hanya
beberapa anak saja dan itupun para perempuan. Kebanyakan kaum muda tidak
berminat untuk tinggal di asrama karena syarat dan aturan-aturan dan
tugas-tugas yang dirasa cukup mengikat bagi mereka. Sampai saat ini para remaja
puteri-putera yang tinggal di Asrama berjumlah 34 orang, terdiri dari 19 anak
laki-laki, dan 15 anak perempuan. Mereka bersekolah di SMP St. Aloysius
dan ada 1 orang bersekolah di SMA Negeri di daerah Turi. Anak-anak yang
merapi saja melainkan ada juga yang berasal dari luar kota. Para remaja
putera-puteri yang tinggal di asrama ini termasuk dalam tahapan usia remaja
awal yang berusia 12-17 tahun.
E. Bimbingan Pribadi-Sosial
1. Pengertian Bmbingan dan Bimbingan Pribadi-Sosial
a. Pengertian Bimbingan
Bimbingan menurut Moegiadi (Winkel, 1997:29)
1) Merupakan suatu usaha melengkapi individu dengan pengetahuan
dan pengalaman dari informasi tentang dirinya sendiri.
2) Merupakan cara pemberian bantuan atau pertolongankepada individu
untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif
segala kesempatan yang di miliki untuk perkembangan pribadinya.
3) Merupakan sejenis pelayanan kepada individu agar dapat
menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun
rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri di
dalam lingkungan di mana individu tersebut tinggal.
4) Merupakan proses pemberian bantuan atau pertolongan terhadap
individu dalam hal: memahami diri, menentukan dan menyusun
rencana sesuai dengan konsep dirinya sendiri dan tuntutan
dari lingkungan.
Jones (Juhana, 1988:20) berpendapat bahwa bimbingan adalah
dalam menentukan pilihan-pilihannya, penyesuaian-penyesuaiannya,
untuk memecahkan masalah dengan harapan individu yang di bantu
dapat berkembang secara bebas dan akhirnya dapat memikul
tanggungjawab. Prayitno (2004;89) mengemukakan bahwa bimbingan
merupakan proses pemberian bantuan yang di lakukan oleh orang yang
ahli kepada seseorang atau beberapa orang baik anak-anak, remaja,
maupun dewasa agar orang yang di bimbing dapat mengembangkan
kemampuan dirinya dengan memanfaatkan kekuatan dan sarana yang
ada dan dapat dikembangkan menurut norma-norma yang berlaku.
Dari beberapa pendapat mengenai bimbingan dapat di simpulkan
bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan
oleh seorang ahli kepada individu agar individu yang mendapat bantuan
dapat memahami dirinya secara realistis, menyesuaikan diri dengan
lingkungan dapat mengambil keputusan dengan tepat dan pada akhirnya
individu tersebut mampu memiul tanggungjawab.
b. Bimbingan Pribadi-Sosial
Bimbingan Pribadi menurut Winkel (1997) adalah bimbingan
yang diberikan kepada seseorang untuk membantu orang tersebut
menghadapi keadaan batin dan pergumulan dalam diri. Pergumulan
batin yang dihadapi oleh seseorang dalam hal ini remaja putera-puteri
Asrama St. Aloysius apabila tidak terselesaikan dengan baik akan
Bimbingan Sosial merpakan bimbingan kepada seseorang dalam
membantu hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai
lingkungan (pergaulan sosial). Dalam hal ini para remaja putera-puteri
Asrama St. Aloysius berusaha untuk bersosialisasi dengan cara
membina hubungan baik dengan teman dan di haapkan dengan
hubungan ini mereka mampu meningkatkan penerimaan dirinya.
2. Tujuan Bimbingan
Bimbingan dalam arti umum brtujuan membantu individu dalam
usaha untuk (1) kebahagiaan pribadi, (2) kehidupan yang efktif dan
produktif dalam masyarakat, (3) hidup bersama individu lain, (4)
keserasian antara cita-cita dan kemampuan yang dimiliki individu.
(Prayitno, 2004:89). Sedangkan menurut Winkel (1997:32) tujuan
bimbingan adalah supaya orang yang dilayani menjadi mampu mengatur
kehidupannya sendiri, memiliki pandangannya sendiri dan tidak hanya
sekedar meniru pendapat orang lain, beani mengambil sikap sendiri dan
berani menanggung konsekuensi atas tindakan yang di lakukan.
F. Peranan Bimbingan dalam Meningkatkan Penerimaan diri
Berdasarkan pengertian bimbingan dan juga tujuan bimbingan yang telah
diungkapkan oleh para ahli di atas, bimbingan memiliki peran yang sangat
besar dalam membantu meningkatkan penerimaan diri karena melalui
gambaran dan pengetahuan tentang siapa diri mereka, apa tujuan mereka, dan
bagaiana mereka mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan kekuatan
serta kemmampuan yang mereka miliki sehingga para remaja putera-puteri ini
mampu melihat dirinya secara objectif dan menetapkan tujuan yang sesuai
dengan kemampuan yang di miliki.
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti termasuk dalam jenis penelitian
deskriptif dengan metode survey. Penelitian deskriptif merupakan gambaran
situasi dan kondisi yang akan dipaparkan oleh penulis dalam kurun waktu tertentu
sesuai dengan waktu penelitian berlangsung.
Penelitian deskriptif ini merupakan sarana untuk mendapatkan informasi suatu
gejala pada saat penelitian dilakukan. Dari penelitian ini adalah untuk menetapkan
sifat suatu situasi pada saat penelitian (Furchan, 1982 : 415).
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana penerimaan diri
remaja putra - puteri Asrama St. Aloysius, Turi Tahun Ajaran 2010/2011, serta
memberikan masukan tentang topik-topik, bimbingan untuk meningkatkan
penerimaan diri remaja putera-puteri Asrama St. Aloysius, Turi Tahun Ajaran
2010/2011.
B. Subjek Penelitian
Subjek Penelitian ini adalah para remaja putera-puteri Asrama St.
Aloysius, Turi kelas VII, VIII dan IX Tahun Ajaran 2010/2011. Seluruh data
yang diperoleh adalah data tahun 2010 / 2011. Data populasi disajikan dengan
Tabel 1.
Rincian Remaja Putera-Puteri Asrama St. Aloysius Tahun Ajaran 2010-2011
No Kelas
Jumlah
1. Kelas
VII
14
2. Kelas
VIII
10
3. Kelas
IX
10
N
Jumlah
34
Subjek yang digunakan adalah 34 remaja, namun saat pengambilan data
2 orang remaja sedang berada di rumah, 5 remaja yang lain sudah tidak tinggal di
asrama lagi. Oleh karena itu tidak diikut sertakan dalam penelitian.
C. Instrumen Penelitian
1.
Jenis Alat Ukur
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuisioner, untuk mengukur penerimaan diri Remaja Putera - Puteri Asrama St.
Aloysius, Turi Tahun Ajaran 2010 / 2011. kuisioner ini menggunakan rating
scale (skala bertingkat) yang mengikuti skala likert, yaitu suatu ukuran
subjektif yang memuat sejumlah pernyataan. Masing-masing pernyataan di
lengkapi dengan pilihan jawaban yang menunjukkan tingkatan, yaitu mulai
dari sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan sangat tidak setuju.
Dalam penelitian ini kuisioner penerimaan diri terdiri dari dua bagian.
Bagian pertama mencakup bagian pengantar, identitas responden dan petunjuk
pengisian. Bagian kedua adalah pernyataan yang mengungkap aspek-aspek
penerimaan diri dan indicator item. Kuesioner penerimaan diri di susun
Tabel 2
Kisi-Kisi Kuesioner Penerimaan Diri
Aspek-Aspek
Penerimaan Diri
Indikator No.
Item
Jumlah
a.
Individu memiliki
keyakinan untuk
menghadapi persoalan
Optimis
Fa vorable : 3, 5
Unfavorable : 22
8
Berdaya juang
Favorable ; 21,55
Unfavorable : 14
Kreatif
Favorable : 43
Unfavorable : 4
b.
Individu menganggap
dirinya berharga dan
sederajat dengan
orang lain.
Merasa diterima
Fa vorable : 26,48
Unfavorable : 29,51
12
Penilaian terhadap diri
Favorable : 58
Unfavorable : 12,60
Percaya diri
Favorable : 31,53
Unfavorable : 2,54
c.
Individu mampu
menyesuaikan diri
dengan baik
Merasa nyaman dan
aman
Fa vorable : 1,57
Unfavorable : 24
7
Mampu beradaptasi
Favorable : 13,35
Unfavorable : 16,44
d.
Individu memiliki
orientasi keluar diri
Membangun relasi
dengan sesama
Fa vorable : 9,37
Unfavorable : 32,56
8
Memiliki rasa empati
Favorable : 17,47
Unfavorable : 34,50
e.
Individu berani
memikul
tanggungjawab
Berani
Fa vorable : 11,59
Unfavorable : 20,38
11
Jujur
Favorable : 23,41
Unfavorable : 6,52
Konsekuen
Favorable : 33
Unfavorable : 8,42
f.
Individu mampu
menerima pujian dan
celaan secara objektif
Mampu mendengarkan
orang lain
Fa vorable : 15,45
Unfavorable : 30,10
7
Mampu
memahami
pandangan orang lain
Favorable : 19,40
Unfavorable : 28,36
g.
Individu mampu
memandang diri apa
adanya.
Menyadari diri
Fa vorable : 25,39
Unfavorable : 18
7
2.
Format Pernyataan
Item-item yang terdapat pada kuisioner penerimaan diri dalam
penelitian ini berbentuk pernyataan yang favorable dan unfavorable dan
kuisioner ini bersifat tertutup. Kuisioner tertutup adalah kuisioner yang
memiliki arti bahwa kuisioner tersebut berupa pernyataan yang disertai
dengan pilihan jawaban yang telah disediakan dengan empat alternatif. Pilihan
jawaban untuk setiap itemnya adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang
Setuju (KS), Sangat Tidak Setuju (STS).
3.
Penetapan Skor / Skoring
Penetapan skoring pada setiap jawabban adalah sebagai berikut :
a.
Pada item yang positif (Favorable), skor yang digunakan pada pilihan
jawabban Sanggat Setuju (SS) Skor 4, Setuju (S) Skor 3, Kurang Setuju
(KS) Skor 2, Sangat Tidak Setuju (STS) Skor 1.
b. Pada item yang negatif (Unfavorable) Skor yang digunakan pada pilihan
jawabban adalah Sanggat Setuju (SS) Skor 1, Setuju (S) Skor 2, Kurang
Setuju (KS) Skor 3, Sangat Tidak setuju (STS) Skor 4.
Subjek dimita untuk memilih salah satu alternatif pilihan dari
jawabban dengan cara memberi tanda centang (V) pada kolom alternatif
jawabban yang telah tersedia. Pilihan dari alternatif jawabban tersebut akan
diakumulasikan untuk mengungkap bagaimana penerimaan diri para remaja
putera-puteri Asrama St. Aloysius, Turi Tahun Ajaran 2010/2011. Semakin
Aloysius akan semakin tinggi, tetapi sebaliknya semakin rendah skor, maka
semakin rendah pula penerimaan diri para remaja putera-puteri Asrama St.
Aloysius, Turi.
4.
Validitas dan Reliabilitas
Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen, maka perlu
dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen. Selengkapnya dijelaskan
sebagai berikut:
a.
Uji Validitas Instrumen
Validitas adalah ukuran tingkat kesahihan suatu instrumen. Menurut
Suharsini Arikunto (1998: 160), suatu instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang diukur dan dapat mengungkap data variabel
yang akan diteliti secara tepat. Validitas menggunakan validitas konstruk,
yaitu validitas yang didasarkan pada konsep teoritik yang ada pada kajian
teori. Penilaian mengenai hal ini dilakukan oleh penilai profesional
(
professional judgement
), yaitu:
1.
Br. Yulius Suratno, Pembimbing Asrama St. Aloysius.
2.
Ibu Diah Kuartaningrum, Guru BK SMP St. Aloysius.
Adapun analisis validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor
butir dengan jumlah skor total. Rumus yang digunakan dalam analisa
validitas menurut Sutrisno Hadi (1991: 22) sebagai berikut:
Keterangan :
r
xy: koefisien korelasi item instrumen yang dicari
N
: jumlah responden
X
: jumlah skor item
Y
: jumlah skor total
∑
xy : jumlah skor item dikalikan skor total
Untuk menguji validitas instrumen dicari dengan menganalisis
setiap butir. Dengan diperolehnya indeks validitas setiap butir dapat
diketahui dengan pasti butir-butir manakah yang memenuhi syarat dan
yang tidak memenuhi syarat. Menurut Azwar (1999: 65) koefisien
validitas dapat dianggap memuaskan bila koefisien r
xy≥
0,3.
Proses penghitungan validitas instrumen menggunakan bantuan
program SPSS 15.0. Hasil analisis menghasilkan adanya 6 butir yang
gugur yaitu nomor butir 10, 16, 33, 44, 46, dan 58. Selanjutnya dalam
pengambilan data sesungguhnya enam item tersebut tidak dipakai,
sehingga dari 60 item, ada 54 soal dapat digunakan untuk mengambil data
Tabel 3
Rincian Item-Item Yang Gugur
No
Aspek-aspek
Penerimaan Diri
No Item
yang Gugur
Pernyataan
1 Individu
mampu
menerima pujian dan
celaan secara objektif.
10
Saya merasa sulit
menerima nasihat dari
orang lain
kelemahan yang ada
dalam diri saya
3 Individu
mampu
menyesuaikan diri
dengan baik.
44
Saya merasa
teman-teman saya kurang
bias menerima saya
4
Individu berani memikul
tanggungjawab.
33
Saya bisa memahami
mengapa teman saya
memiliki pendapat
begitu
5 Individu
mampu
memandang diri apa
adanya.
46
Saya merasa kesulitan
untuk bergaul dengan
teman-teman
6 Individu
menganggap
dirinya berharga dan
sederajat dengan orang
lain.
58 Saya
tidak
memiliki
teman akrab di asrama
b.
Reliabilitas atau Keandalan Instrumen
Syarat dari suatu instrumen yang baik adalah menuntut keajegan
atau stabilitas hasil pengamatan dengan instrumen (pengukuran).
Penghitungan reliabilitas pada penelitian ini menggunakan Alpha
Cronbach (Sutrisno Hadi, 1991: 56) yaitu:
Keterangan:
rtt = Reliabilitas yang dicari
Vt = Varians total (faktor)
Vx = Varians butir
M = Jumlah butir pernyataan
Dalam proses penghitungan reliabilitas, penulis menggunakan bantuan
SPSS 15.0. Hasil analisis menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar
0,952. Menurut Sugiono (2010: 231) untuk menyatakan reliabilitas
instrumen, digunakan interpretasi terhadap koefisien korelasi sebagai
berikut:
1)
0,800 s.d. 1,00
: Sangat Tinggi
2)
0,600 s.d. 0,799
: Tinggi
3)
0,400 s.d. 0,599
: Sedang
4)
0,200 s.d. 0,399
: Rendah
5)
0,000 s.d. 0,199
: Sangat Rendah
Berdasarkan intepretasi di atas, maka koefisien reliabilitas berada pada
rentang 0,800 s.d. 1,00. Jadi instrumen memiliki keandalan yang sangat
tinggi dan siap digunakan untuk mengambil data.
D. Prosedur Pengumpulan Data
1. Tahap Persiapan
a.
Penyiapan Kuesioner
Penyiapan kuesioner dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu:
1)
Mengindentifikasi aspek-aspek yang berkenaan dengna penerimaan diri
menurut para ahli.
2)
Merumuskan item-item pertanyaan yang menyusun peerimaan diri.
3)
Melakukan konsultasi dengan ahli
4)
Melakukan prosedur perizinan pada lembaga yang terkait.
b.
Pengambilan data
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 9 Mei 2011. Pengambilan
dilakukan dalam waktu satu hari. Seluruh remaja dalam Asrama St.
Aloysius berjumlah 34 orang digunakan dalam peneltian. Pada saat
pengambilan data 2 orang tidak dapat mengikuti karena sedang berada di
rumah, 5 orang sudah tidak tinggal di asrama lagi. Oleh karena itu jumlah
keseluruhan responden adalah 27 orang. Langkah-langkah dalam
pelaksanaan penelitian adalah:
1)
Peneliti menyiapkan segala sesuatu sebelum pelaksanaan sekitar 15
menit.
2)
Responden dikumpulkan dan diberi penjelasan tentang maksud dan tujuan
penelitian.
3)
Peneliti membagikan kuesioner dan diikuti dengan pemberian penjelasan
4)
Peneliti memberi keseempatan untuk bertanya pada tiap item yang belum
dipahami oleh responden.
5)
Peneliti memeriksa kembali kuesioner yang dikembalikan oleh
responden.
E. Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
memberikan gambaran realitas yang ada tentang penerimaan diri. Teknik analisis
data pada penelitian ini menggunakan teknik statistik deskriptif. Selanjutnya data
disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan kemudian dilakukan pengkategorian
serta menyajikannya dalam bentuk histogram. Pengkategorian disusun dengan 5
kategori yaitu menggunakan teknik kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup,
rendah, dan sangat rendah (Masidjo, 1995: 153). Rumus yang digunakan dalam
menyusun kategori adalah sebagai berikut:
Tabel 4
Kategori Penerimaan Diri Remaja Berdasarkan PAP Tipe I
No.
Norma kategori
Tingkat
Penerimaan Diri
Rentang
Skor
Kualifikasi
1
90 % – 100 % 90% X 216 = 194 194 – 216
Sangat Tinggi
2
80% - 89%
80% X 216 = 173 173 – 193
Tinggi
3
65% - 79%
65% X 216 = 140 140 – 172
Cukup
4
55% - 64%
55% X 216 = 119 119 – 139
Rendah
39 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius
dideskripsikan berdasarkan jawaban responden atas kuesioner yang telah
teruji validitas dan reliabilitasnya. Pengkategorian jawaban berdasarkan PAP
tipe I yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan secara umum tingkat
penerimaan diri remaja. Penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St.
Aloysius diukur dengan kuesioner yang berjumlah 54 butir. Dari hasil analisis
data diperoleh rerata sebesar = 161,30 dan standart deviasi = 25,041.
Distribusi frekuensi berdasarkan pengkategorian dapat dilihat berikut ini.
Tabel 5
Penerimaan Diri Para Remaja Putera-puteri asrama St. Aloysius
No Interval skor Frekuensi Persentase Kualifikasi 1 194 - 216 3 11,1 Sangat Tinggi
2 173 – 193 7 26,3 Tinggi
3 140 – 172 10 37 Cukup
4 119 – 139 5 18,5 Rendah
5 0 – 118 2 7,4 Sangat Rendah
Total 27 100
Berdasarkan analisis diperoleh 3 remaja (11,1%) yang mempunyai
penerimaan diri yang sangat tinggi, 7 remaja (26,3%) masuk kategori tinggi,
Rendah, dan 2 remaja (7,4%) dalam kategori sangat rendah. Apabila dilihat
dari frekuensi yang sering muncul, disimpulkan bahwa penerimaan diri para
remaja putera-puteri asrama St. Aloysius adalah Cukup.
Secara visual, penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St.
Aloysius adalah sebagai berikut:
Gambar 8. Diagram batang Penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama ST. Aloysius
Penerimaan diri disebut “Sangat Tinggi” apabila memenuhi rentang
skor 194-216, termasuk kategori “Tinggi“ apabila skornya antara 173-193,
penerimaan diri masuk pada kategori “Cukup” apabila skornya antara 140-
172, sedangkan penerimaan diri termasuk pada kategori “Rendah” apabila
skornya 119-139, dan penerimaan diri termasuk pada kategori “Sanggat
Rendah” apabila skornya 0-118.
tinggi cukup rendah sangat
B. Pembahasan
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa penerimaan diri para remaja
putera-puteri asrama St. Aloysius turi Yogyakarta yang memiliki peneriman
diri sanggat tinggi sebanyak 3 remaja (11,1%) sedangkan remaja yang
memiliki penerimaan diri tinggi sebanyak 7 remaja (26,3%) remaja yang
memiliki penerimaan diri pada kategori cukup 10 remaja (37%) remaja yang
memiliki penerimaan diri rendah 5 remaja (18,5%) sedangkan remaja yang
memiliki penerimaan diri sangat rendah sebanyak 2 remaja (7,4%).
Remaja yang memiliki penerimaan diri pada kategori sanggat tinggi
dan tinggi berarti mereka sudah memiliki beberapa aspek yang mendukung
penerimaan diri yaitu : kepercayaan diri, menganggap diri berharga dan
sederajat dengan orang lain, tanggung jawab, mampu menyesuaikan diri,
adanya orientasi keluar diri, menerima massukan dengan objektif, serta
realistis (apa adanya) dalam memandang diri sendiri.
Kepercayaan diri muncul karena adanya kemampuan yang dimiliki.
Selanjutnya dengan kemampuan yang dimiliki, para remaja mampu mengatasi
persoalan yang muncul. Meskipun demikian, kepercayaan diri remaja masih
perlu ditingkatkan agar optimal, yaitu berada pada kategori sangat tinggi.
Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan
keterampilan-keterampilan terutama skill serta motivasi psikologis.
Penerimaan diri para remaja putera-puteri asrama St. Aloysius dari
aspek menganggap dirinya berharga dan sederajat dengan orang laintimbul
hakikatnya pada tiap individu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang
lain. Artinya dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki tiap individu,
maka tiap individu dengan individu yang lain adalah sederajat.
Remaja pada umumnya berasal dari daerah yang berbeda-beda. Oleh
karena itu, kebiasaan dan pemahaman mereka terhadap norma pun
bermacam-macam. Namun sejalan dengan lamanya mereka tinggal serta adanya proses
saling interaksi, maka satu dengan yang lain saling memahami dan menerima.
Selain itu lingkungan asrama tidak menuntut remaja untuk berinteraksi
dengan bebas dengan masyarakat sekitar. Oleh karena itu remaja tidak terlalu
dituntut untuk mengikuti norma masyarakat. Bahkan ruang lingkup remaja
lebih dominan berada di dalam asrama.
Salah satu aspek penerimaan diri adalah adanya orientasi keluar diri,
maksudnya adalah remaja tidak memiliki anggapan bahwa dirinya aneh dan
abnormal. Perilaku yang menyimpang dan berbeda dengan orang lain akan
mengakibatkan timbulnya penolakan dari orang lain. Apalagi perilaku
tersebut menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kondisi ini tidak ditemui
pada remaja yang tinggal di asrama. Oleh karena itu proses penyesuaian diri
pun berjalan dengna baik.
Aspek berani memikul tanggung jawab yang dimiliki para remaja
putera-puteri asrama st. aloysius muncul akibat keberanian diri dalam
menanggung resiko. Hal ini muncul salah satunya dikarenakan tuntutan
kondisi, yaitu sebagian besar remaja jauh dari keluarga dan harus mampu
Interaksi antar remaja pasti melahirkan sebuah persepsi dari satu
remaja terhadap remaja yang lain. Salah satunya adalah anggapan positif dan
negatif yang muncul dari orang lain. Remaja yang tidak objektif dapat merasa
rendah diri saat menerima celaan. Sebaliknya remaja yang objektif akan
mampu menerima dengan dewasa dan bersikap objektif saat menilai orang
lain.
Tiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan yang ada dalam diri
mereka. Orang yang objektif akan memahami diri mereka dengan baik,
sehingga menerima kondisi dengan lapang dada. Orang tersebut mampu
mengukur kemampuan saat melakukan pekerjaan atau aktivitasnya.
Kegagalan atau pun keberhasilan yang menyertai pekerjaannya mampu
diterima dengan baik. Kondisi inilah yang membuat para remaja mampu
menerima diri mereka apa adanya.
Remaja yang memiliki penerimaan diri pada kategori cukup sebanyak
10 remaja. Jumlah ini cukup besar karena hampir setenggah dari remaja di
asrama St. Aloysius memiliki penerimaan diri cukup. Remaja yang memiliki
penerimaan diri pada kategori cukup dapat isebabkan oleh beberapa hal
antara lain, adanya harapan yang tidak realistik dari diri remaja yang sedang
mengalami proses pencarian jati diri dimana remaja berusaha mencari siapa
dirinya dan apa peranya di dalam masyarakat. Dalam proses ini remaja
mengalami kesulitan karena perubahan dan perkembangan menuju
kedewasaan baik dari segi mental, emosional, fisik dan sosial (Hurlock
Remaja yang memiliki kategori penerimaan diri yang rendah sebanyak
5 remaja dan yang memiliki penerimaan diri sangat rendah 2 remaja. Jumlah
ini memang tidak banyak bisa dikatakan sedikit tetapi cukup mmprihatinkan
karena masih ada remaja yang rendah dan sanggat rendah penerimaan dirinya.
Rendah dan sangat rendahnya penerimaan diri dapat dipengaruhi oleh
berbagai hal antara lain, hubungan remaja dengan orang tua, orang tua
bersikap over possessive kepada anaknya. Segala sesuatu yang dikerjakan oleh remaja harus sesuai dengan kemauan dan aturan orang tua dengan
demikian remaja akan berada dalam suatu tekanan yang membuat dirinya
tidak bisa berkembang sesuai dengan taraf perkembangan pada masa usianya.
Remaja yang hidup dalam suasana demikian akan memiliki sikap sensitif
(perasa). Jika remaja memiliki sikap hidup yang demikian maka mereka akan
mengalami kesulitan dalammelihat kelebihan dan kekurangan yang dimiliki
dan remaja tersebut juga akan cenderung bersikap pasif dalam pergaulan.
Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan persoalan dan
sering disebut sebagai masa yang kritis maka pada masa ini sangat diperlukan
perhatian dan bimbingan yang lebih dari orang tua, pendamping, dan orang
dewasa lainnya. Untuk meningkatkan penerimaan diri para remaja
putera-puteri asrama St. Aloysius yang masih termasuk pada kategori sangat rendah
dan rendah penulis mengusulkan beberapa usulan topik-topik bimbingan yang
sesuai.
Usulan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk meningkatkan
penerimaan diri yang terendah sampai pada kategori cukup. Dalam hal ini
peneliti hanya menggusulkan 5 topik bimbingan saja dan dari kelima topik
bimbingan tersebut diharapkan mampu mewakili ke tujuh aspek-aspek
penerimaan diri serta dapat membantu dalam meningkatkan penerimaan diri.
46
bimbingan
Metode Sumber
Topik Sub
topik
Konsep Diri Pengertian
penyesuaian diri
Konsep diri dan
pengembangannya
,
Yogyakarta :
Handout mata
kuliah, IKIP Sanata
Dharma, 1991
1995.
Komunikasi
Antarpribadi :
Tinjauan Psikologis.
47
karier
. Jakarta:
Depdikbud
Komisi Kepemudaan
KWI. 1991.
Berkembang
Bersama orang