• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pendahuluan B20 di ruang melati RSUD balung jember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Laporan Pendahuluan B20 di ruang melati RSUD balung jember"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIV DI RUANG RAWAT INAP MELATI RUMAH SAKIT

DAERAH BALUNG

Oleh

Dyan Ayu Pusparini NIM 152310101258

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

DAFTAR ISI...ii

LEMBAR PENGESAHAN ...iii

BAB 1 KONSEP TEORI TENTANG PENYAKIT ...1

1.1 Anatomi Fisiologi ...1

1.2 Definisi Penyakit ...4

1.3 Epidemiologi...4

1.4 Etiologi ...4

1.5 Klasifikasi...5

1.6 Patofisiologis...6

1.7 Manifestasi klinis ...8

1.8 Pemeriksan Penunjang ...9

1.9 Penatalaksanaan ...10

BAB 2 Clinical Pathway...12

BAB 3 PROSES KEPERAWATAN ...13

3.1 Pengkajian ...13

3.2 Rencana Keperawatan ...16

3.3. Intervensi Keperawatan ...16

3.4 Evaluasi Keperawatan ...19

BAB 4 DISCHARGE PLANNING...20

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan yang dibuat oleh:

Nama : Dyan Ayu Pusparini

NIM :152310101258

Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan HIV di Ruang Rawat Inap Melati Rumah Sakit Daerah Balung

Telah diperiksa dan disahkn oleh pembimbing pada:

Hari :

Tanggal :

Jember, Januari 2018 TIM PEMBIMBING

Pembimbing klinik Mahasiswa

____________________ ___________________

NIP……… NIM………

Pembimbing Akademik Kepala Ruangan,

___________________ __________________

(4)

BAB 1 KONSEP TEORI

1.1Anatomi Fisiologi Sistem Imunitas

1.1.1 Definisi Sistem Kekebalan Tubuh/Sistem Imunitas

Sistem kekebalan tubuh adalah sistem pertahanan yang ada pada tubuh manusia yang berfungsi untuk menjaga tubuh manusia dari benda-benda yang dianggap asing bagi tubuh manusia. Imunologi mengacu pada semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi tubuh untuk memerangi ancaman infasi asing. Pada sistem imun dikenal istilah Imunitas. Imunitas adalah sistem ketahanan tubuh atau resistensi tubuh terhadap suatu penyakit. Jadi sistem imun pada tubuh mempunyai imunitas terhadap berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan tubuh. 1.1.2 Fungsi Sistem Imunitas

a. Mempertahankan daya tahan tubuh dari berbagai gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam tubuh (Baratawidjaya, 2002).

b. Homeostasi tubuh

c. Pendeteksi adanya sel abnormal, infeksi dan pathogen yang berbahaya d. Penjaga keseimbangan komponen dan fungsi tubuh.

1.1.3 Klasifikasi Sistem Imunitas

Sistem imun diklasifikasikan sebagai sistem imun bawaan (innate immunity system) atau sering juga disebut respon/sistem nonspesifik serta sistem imun adaptif (adaptive immunity system) atau respon/sistem spesifik, bergantung pada derajat selektivitas mekanisme pertahanan (Sherwood, 2001; Katzung, 2004).

1) Sistem Imun Non-Spesifik/Innate/Non-Adaptif

(5)

Sistem imun non-spesifik mempunyai 4 jenis pertahanan, yaitu: a. Pertahanan Fisik/Mekanis

Pertahanan fisik ini terdapat pada kulit, lapisan mukosa / lendir, silia atau rambut pada saluran nafas, mekanisme batuk dan bersin. Pertahanan fisik ini umumnya melindungi tubuh dari penyakit yang berasal dari lingkungan atau luar tubuh kita. Pertahanan ini merupakan pelindung pertama pada tubuh kita.

b. Pertahanan Biokimia

Pertahanan biokimia ini adalah pertahanan yang berupa zat-zat kimia yang akan menangani mikroba yang lolos dari pertahanan fisik.

Pertahanan ini dapat berupa pH asam yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat, asam lambung yang diproduksi oleh lambung, air susu, dan saliva.

c. Pertahanan Humoral

Pertahanan ini disebut humoral karena melibatkan molekul-molekul yang larut unutk melawan mikroba. Biasanya molekul yang bekerja adalah molekul yang berada di sekitar daerah yang dilalui oleh mikroba. Contoh molekul larut yang bekerja pada pertahanan ini adalah Interferon (IFN), Defensin, Kateisidin, dan Sistem Komplemen. d. Pertahanan Selular

Pertahanan ini melibatkan sel-sel sistem imun dalam melawan mikroba. Sel-sel tersebut ada yang ditemukan pada sirkulasi darah dan ada juga yang di jaringan. Neutrofil, Basofil, Eusinofil, Monosit, dan sel NK adalah sel sistem imun non-spesifik yang biasa ditemukan pada sirkulasi darah. Sedangkan sel yang biasa ditemukan pada jaringan adalah sel Mast, Makrofag dan sel NK.

2) Sistem Imun Spesifik/Adaptif

(6)

sistem imun ini membutuhkan waktu yang agak lama untuk menimbulkan respon. Namun jika sistem imun ini sudah terpajan oleh suatu mikroba atau penyakit, maka perlindungan yang diberikan dapat bertahan lama karena sistem imun ini mempunyai memory terhadap pajanan yang didapat. Sistem imun ini dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Sistem Imun Spesifik Humoral

Paling berperan pada sistem imun spesifik humoral ini ada Sel B atau Limfosit B. Sel B ini berasal dari sumsum tulang dan akan menghasilkan sel Plasma lalu menghasilkan Antibodi. Antibodi inilah yang akan melindungi tubuh kita dari infeksi ekstraselular, virus dan bakteri, serta menetralkan toksinnya.

b. Sistem Imun Spesifik Selular

Pada sistem imun ini, sel T atau Limfosit T yang paling berperan. Sel ini juga berasal dari sumsum tulang, namun dimatangkan di Timus. Fungsi umum sistem imun ini adalah melawan bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan tumor. Sel T nantinya akan menghasilkan berbagai macam sel, yaitu sel CD4+ (Th1, Th2), CD8+, dan Ts (Th3).

1.1.4 Mekanisme Respon Imunitas

(7)

1.2 Definisi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau mengganggu fungsi sistem kekebalan tubuh manusia. Infeksi dengan virus mengakibatkan kemunduran progresif sistem kekebalan tubuh, yang menyebabkan defisiensi imun. Sistem kekebalan tubuh dianggap kurang bila tidak dapat lagi memenuhi perannya melawan infeksi dan penyakit. Infeksi yang terkait dengan imunodefisiensi berat dikenal sebagai "infeksi oportunistik", karena mereka memanfaatkan sistem kekebalan yang lemah.’ Menurut Depkes RI (2003), definisi HIV yaitu virus yang menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia.

Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah merupakan tahap paling lanjut dari infeksi HIV.

1.3 Epidemiologi

Menurut Global Health Observatory (GHO), sejak awal epidemi, lebih dari 70 juta orang terinfeksi virus HIV dan sekitar 35 juta orang meninggal karena HIV. Secara global, 36,7 juta [30,8-42,9 juta] orang hidup dengan HIV pada akhir 2016. Diperkirakan 0,8% [0,7-0,9%] orang dewasa berusia 15-49 tahun di seluruh dunia hidup dengan HIV, walaupun beban epidemi terus bervariasi antara negara dan wilayah. Afrika Sub-Sahara tetap terkena dampak paling parah, dengan hampir 1 dari setiap 25 orang dewasa (4,2%) hidup dengan HIV dan mencakup hampir dua pertiga orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia.

Laporan kasus HIV-AIDS di Indonesia sampai dengan Desember 2016, yang diterima dari Ditjen PP & PL, berdasarkan surat Direktur Jenderal P2PL, dr. H.M. Subuh, MPPM tertanggal 18 Mei 2016.

1.4 Etiologi

(8)

cairan seksual, cairan lain yang mengandung darah, dan air susu ibu. Sebagian besar individu terinfeksi HIV melalui kontak seksual, sebelum kelahiran atau saat melahirkan, saat menyusui, atau saat berbagi jarum suntik dan alat suntik yang terkontaminasi (pengguna narkoba suntikan).

Hubungan seksual adalah cara penularan HIV yang paling umum. Risiko penularan per eksposur rendah; perkiraan berada di urutan 0,1% per kontak untuk transmisi heteroseksual, namun ini sangat bervariasi dan meningkat bersamaan dengan PMS, viral load HIV yang tinggi di rumah sakit, dan kurangnya terapi antiretroviral.

1.5 Klasifikasi

Klasifikasi klinis HIV/AIDS menurut WHO adalah sebagai berikut: a. Gambaran klinis stadium I, ditandai dengan:

1) Asimptomatik

2) Limfadenopati generalisata

3) Skala aktivitas asimptomatik, aktivitas normal b. Gambaran klinis stadium II, ditandai dengan:

1) Berat badan menurun kurang dari 10%

2) Kelainan kulit dan mukosa yang ringan, misalnya: dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis, ulkus oral yang rekuren, khleilitis angularis

3) Herpes zooster dalam 5 tahun terakhir

4) Infeksi saluran nafas atas. misalnya: sinusitis bakterialis 5) Skala aktivitas symptomatik, aktivitas normal

c. Gambaran klinis stadium III, ditandai dengan: 1) Berat badan menurun lebih dari 10% 2) Diare kronis lebih dari satu bulan

3) Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan 4) Kandidisiasis orofaringeal

5) Oral hairy leukoplakia

6) TB paru dalam tahun terakhir

(9)

8) Skala aktivitas pada umumnya lemah, aktivitas di tempat tidur kurang dari 50%

d. Gambaran klinis stadium IV, ditandai dengan:

1) HIV wasting syndrome, yaitu berat badan turun lebih dari 10% ditambah diare kronik lebih dari satu bulan atau demam lebih dari satu bulan yang tidak disebabkan oleh penyakit lain.

2) Pneumonia pneumocytis carinii 3) Toksoplasmosis otak

4) Diare kriptosporidiosis lebih dari satu bulan 5) Kriptokokosis ekstrapulmonal

6) Retinitis virus sitomegalo

7) Herpes simpleks mukokutan lebih dari satu bulan 8) Leukoensefalopati multifocal progresif

9) Mikosis diseminata seperti histoplasmosis

10) Kandidiasis di esofagus, trakea, bronkus, dan paru 11) Mikobakteriosis atipikal diseminata

12) Septisemia salmonelosis non tifoid 13) Tuberkulosis di luar paru

14) Limfoma

15) Sarkoma Kaposi

16) Ensefalopati HIV, yaitu gangguan kognitif dan atau disfungsi motorik yang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan bertambah buruk dalam beberapa minggu atau bulan yang tidak disertai oleh penyakit-penyakit lain selain HIV.

17) Skala aktivitas pada umumnya sangat lemah, aktivitas di tempat tidur lebih dari 50%.

1.6. Patofisiologi

(10)

partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. CD4 berperan dalam menjaga kekebalan tubuh/komando dalam mengatur pertahanan tubuh.

Secara morfologi HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian ini berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitive terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai desinfektan seperti eter, aseton, alcohol, yodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet.

Di dalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang seperti retrovirus dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Virus HIV yang telah masuk ke dalam limfosit T akan melumpuhkan CD4 dan memperbanyak diri sehingga terjadi peningkatan replika/produksi virus. Ketika proses replikasi selesai, maka sel virus HIV baru akan meninggalkan sel dan masuk ke sel CD4 yang lain. Hal ini menyebabkan CD4 rusak dan mati sehingga kekebalan tubuh manusia secara perlahan-lahan semakin melemah untuk dapat melawan bibit penyakit yang masuk menyerang tubuh.

(11)

1.7 Manifestasi Klinis 1) Tahap awal HIV

Sekitar 40% sampai 90% orang memiliki gejala mirip flu dalam 2-4 minggu setelah infeksi HIV. Orang lain tidak merasa sakit sama sekali selama tahap ini, yang juga dikenal sebagai infeksi HIV akut. Infeksi awal didefinisikan sebagai infeksi HIV dalam enam bulan terakhir (baru-baru ini) dan termasuk infeksi akut (sangat baru-baru ini). Gejala mirip flu bisa meliputi:

a. Demam b. Panas dingin c. Ruam

d. Berkeringat di malam hari e. Sakit otot

f. Sakit tenggorokan g. Kelelahan

h. Pembengkakan kelenjar getah bening i. Bisul mulut

2) Tahap Latensi Klinis

Setelah tahap awal infeksi HIV, penyakit ini bergerak ke tahap yang disebut tahap latensi klinis (juga disebut "infeksi HIV kronis"). Selama tahap ini, HIV masih aktif namun bereproduksi pada tingkat yang sangat rendah. Orang dengan infeksi HIV kronis mungkin tidak memiliki gejala terkait HIV atau hanya gejala ringan.

3) Tahap AIDS

Gejala bisa meliputi:

a. Penurunan berat badan yang cepat

(12)

d. Pembengkakan kelenjar getah bening yang berkepanjangan di ketiak, selangkangan, atau leher

e. Diare yang berlangsung lebih dari seminggu f. Luka di mulut, anus, atau alat kelamin g. Pneumonia

h. Bintik merah, coklat, pink, atau ke ungu-unguan pada atau di bawah kulit atau di dalam mulut, hidung, atau kelopak mata

i. Kehilangan memori, depresi, dan gangguan neurologis lainnya 1.8 Pemeriksaan Penunjang

Tes untuk mendiagnosa infeksi HIV, yaitu:

Human Immunodefeciency Virus dapat di isolasi dari cairan-cairan yang berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan cairan serviks atau vagina. Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di laboratoruim dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut.

a. Untuk pemeriksaan pertama biasanya digunakan Rapid tes untuk melakukan uji tapis. Hasil yang positif akan diperiksa ulang dengan menggunakan tes yang memiliki prinsip dasar tes yang berbeda untuk meminimalkan adanya hasil positif palsu yaitu ELISA. Rapid Tes hasilnya bisa dilihat dalam waktu kurang lebih 20 menit.

(13)

c. Western Blot merupakan elektroporesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang ditemukan berarti tes negatif. Sedangkan bila hampir atau semua rantai protein ditemukan berarti western blot positif. Tes ini harus diulangi lagi setelah 2 minggu dengan sampel yang sama. Jika western blot tetap tidak bisa disimpulkan maka tes western blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien dianggap HIV negatif.

d. PCR (Polymerase Chain Reaction) Untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitive dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila tes yang lain tidak jelas. (Nursalam, 2007).

1.9 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

1. Penyakit AIDS belum ditemukan cara penyembuhannya, yang perlu dilakukan adalah pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan:

2. Melakukan hubungan kelamin/seks dengan pasangan yang tidak terinfeksi.

3. Melakukan pemeriksaan 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.

4. Menggunakan alat kontrasepsi atau pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status HIV-nya.

5. Tidak melakukan pertukaran jarum suntik, jarum tato, dan sebagainya. 6. Melakukan pencegahan infeksi ke bayi baru lahir atau janin.

Jika terinfeksi HIV, maka pengendaliannya, yaitu: a. Terapi Infeksi Opurtunistik

(14)

b. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase.

c. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus/memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah: Didanosine, Ribavirin, Diedoxycytidine, Recombinant CD4 dapat larut.

(15)

BAB 2 CLINICAL PATHWAY Ber(-) jumlah sel T+CD4

dan tangunggan fungsi

e Gastrointestinal

(16)

BAB 3 PROSES KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian a. Identitas Klien

Nama klien, umur (semua umur bisa terserang penyakit HIV karena bersifat menular, tetapi dalam kasusnya lebih banyak pada usia produktif 20-45 tahun), jenis kelamin (kasus lebih banyak pada laki-laki), alamat, suku, agama, pekerjaan, No. Registrasi, MRS.

b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama

Keluhan utama yang dirasakan demam, merasa capek, tidak nafsu makan, mudah lelah, letih, lesu, flu, pusing, diare, dll.

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, sulit tidur, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, depresi, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi, diare intermitten, terus-menerus yang disertai/ tanpa kram abdominal, tidak nafsu makan, mual/muntah, rasa sakit/ tidak nyaman pada bagian oral.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga (perlu pengkajian lebih lanjut)

Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan HIV/ AIDS, keluarga pengguna obat- obatan terlarang.

(17)

Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur. Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis

terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung, pernafasan.

2) Sirkulasi

Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat; perdarahan lama pada cedera.

Tanda : takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat atau sianosis; parpanjangan pengisian kapiler.

3) Integritas ego

Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan (keluarga, pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan (menurunya berat badan), mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya,putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan depresi.

Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku marah, menangis, kontak mata yang kurang.

4) Eliminasi

Gejala : diare yang terus menerus, sering atau tanpa disertai kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.

Tanda : feses encer atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal. Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine.

(18)

Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan, mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. penurunan berat badan yang progresif.

Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising usus hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput puih dan perubahan warna, edema.

6) Hygiene

Gejala : tidak dapat menyelesaikan AKS

Tanda : memperlihatkan penampilan yang tidak rapih. Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri.

7) Neurosensori

Gejala : sakit kepala, perubahan status mental, kehilangan ketajaman/ kemampuan diri untuk mengawasi masalah, tidak mampu mrngingat/ konsentrasi menurun, kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan, kebas, kasemutan pada ekstremitas (kaki menunjukkan perubahan paling awal).

Tanda : perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul reflek tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia, tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis. Hemoragi retina dan eksudat.

8) Seksualitas

(19)

terlindung, dan seks anal, menurunnya libido, penggunaan kondom yang tidak konsisten.

Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil. Genetalia (kutil, herpes)

9) Interaksi social

Gejala : kehilangan kerabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/kehilangan pendapatan, isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan yang meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.

Tanda : perubahan pada interaksi keluarga/ orang terdekat, aktivitas yang tak terorganisasi.

3.2 Rencana Keperawatan

1. Nyeri kronis b.d kerusakan jaringan musculoskeletal

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan mengunyah

3. Resiko kekurangan volume cairan b.d diare terus menerus

3.3 Intervensi Keperawatan

(20)

160513

Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam diharapkan pasien dapat berkurang skala nyerinya.

NIC:

Manajemen Nyeri (1400)

O: Observasi adaya petunjuk non verbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif.

N: Lakukan manajemen nyeri akut

- Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri, dan faktor pencetus.

E: Berikan infromasi mengenai nyeri,seperti penyebab nyeri berapa lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi dari ketidaknyamananakibat prosedur.

C: Kolaborasi dengan pasien ,orang yang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurun nyeri nonfarmakologi sesuai kebutuhan

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan mengunyah

NOC :

Nafsu Makan (1014) Indikator

(21)

104005

Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan adanya peningkatan nafsu makan

NIC:

Kesiapan Meningkatkan Nutrisi (1400)

O: Observasi adaya petunjuk non verbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif.

N: Lakukan manajemen nutrisi

- Lakukan pengkajian terkait dengan nutrisi, asupan makanan yang dibutuhkan oleh pasien

E: Berikan infromasi mengenai manajemen nutrisi yang baik dan seimbang untuk menaikkan tingkat nutrisi

C: Kolaborasi dengan pasien ,orang yang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan untuk meningkatkan nutrisi pasien.

3. Risiko kekurangan volume cairan b.d diare terus menerus NOC :

Status nutrisi: asupan makanan dan cairan (1014) Indikator

(22)

100803

Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan adanya peningkatan peningkatan cairan yang masuk ke pasien

Status Nutrisi (1004)

O: Observasi adanya kecenderungan penurunan dan penaikan berat badan pada pasien

N: Lakukan manajemen nutrisi

- Lakukan pengkajian terkait dengan nutrisi, asupan makanan yang dibutuhkan oleh pasien

- Tentukan stastus gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi

E: Berikan infromasi mengenai manajemen nutrisi yang baik dan seimbang untuk menaikkan tingkat nutrisi

C: Kolaborasi dengan pasien ,orang yang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan untuk meningkatkan nutrisi pasien.

3.4 Evaluasi Keperawatan N

O Diagnosa Keperawatan Evaluasi

1 Nyeri kronis b.d kerusakan jaringan musculoskeletal

S: Pasien mengatakan nyeri sudah mulai berkurang

O: Skala nyeri pasien menurun, tanda-tnada vital TD : 140/90 mmHg, pols : 80 x/ menit, RR : 18x/menit, temperatur : 37 C

(23)

P : Lanjutkan intervensi manajemen nyeri 2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan mengunyah

S: Pasien mengatakan frekuensi diare sudah mulai berkurang O: Diare 3 kali sehari,

konsistensi feses berbentuk dan lunak, warna kecoklatan, mukosa bibir lembab, dan konjungtiva normal (kemerahan)

A: Masalah diare teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 3 Resiko kekurangan volume cairan

b.d diare terus menerus

S: Pasien mengatakan sudah bisa bergerak

O: TTV normal

A: Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi

BAB 4 DISCHARGE PLANNING

Hal-hal yang harus diketahui ODHA dan keluarga sebelum pulang antara lain : 1. Pemahaman tentang cara penularan serta kontak social yang tidak

menularkan HIV

2. Cara mencegah penularan, terutama seks aman 3. Nutrisi

4. Cara mencuci pakaian dan alat makan ODHA 5. Cara dekontaminasi cairan tubuh

6. Mengontrol kegiatan sehari-hari ODHA 7. Obat-obat, manfaat serta cara minum obat 8. Cara menghindari infeksi

9. Pertolongan pertama terhadap demam, diare atau batuk

10. Gejala penyakit yang memerlukan pertolongan segera atau harus masuk RS

11. Panas atau demam. Pada keadaan ini ODHA dikompres, berikan obat anti piretik. Jika 2 kali pemakaian tidak barhasil, bawa ke RS

12. Diare. Pada keadaan ini makanan harus diganti, berikan obat anti diare dan jika msih diare bawa ke RS

13. Batuk. Berika obat batuk, sedangkan semua kotoran dibuang ke dalam tempat yang tertutup dan diberi desinfektan

14. Melena

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Anthena Health. 2017. HIV Infection. Diakses online melalui https:// online.epocrates.com/diseases/55524/HIV-infection/Etiology (diakses pada 13 Januari 2018)

Bulechek, M. Gloria., et al. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC). ELSIVIER.

Cortan, Ramzy S., Stanly L. Robbins dan Vinay Kumar. 2007. Buku Ajar Patologi. Volume 1. Jakarta: EGC

Georgia. 2016. Bahaya Komplikasi Penyakit Akibat Hiv Aids. http:// www.georgiatapertliving.com/8-bahaya-komplikasi-penyakit-akibat-hiv-aids/ (diakses 22 Oktober 2017)

Herdman, T.Heather & Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC Herdman, T.Heather & Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda International Inc.

(25)

HIV Gov. 2017. Symptoms of HIV. Diakses online melalui https://www.hiv.gov/ hiv-basics/overview/about-hiv-and-aids/symptoms-of-hivdiakses (diakses pada 13 januari 2018)

Jhoni Iswanto. 2012. Pemeriksaan Laboratorium untuk HIV. Diakses online melalui http://www.sumbarsehat.com/2012/07/pemeriksaan-laboratorium-untuk-hiv.htm l (diakses pada 13 Januari 2018)

Mansjoer, arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ke 3. Jakarta : FK UI

Moorhead, Sue., et al. (2015) Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes. 5th Edition. Missouri: Elsevier

Nurs, M.N & Kurniawati N Dian. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS-Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika

Referensi

Dokumen terkait