UJI DAYA KECAMBAH…..(26):194-200
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 194 UJI DAYA KECAMBAH BENIH TANJUNG (Mimusops elengi Linn) DENGAN
BERBAGAI TEKNIK DAN LAMA PENYIMPANAN BENIH
Oleh/By DAMARIS PAYUNG
Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
ABSTRACT
This research aims to know sprout energy, germinate speed and germiantion value of Tanjung seed with various technique and long storage seed which cover umber condition (refrigerator and chamber room), keeping place (plastic and sack) and keeping period (30 and 60 days). The object of research is Tanjung seed which is ripe physiologically while germination media in the form of sterile sand. There is 6 treatment combinations in this research, that is packaging in plastic and sack which is storage in refrigerator and chamber room with 30 and 60 days storage. At the end of storage, sprout seed in steril sand. The result from result was shown if umber, packing and period of keeping influence to sprout energy, germinate speed and germination value. Tanjung seed which is storage in chamber room and packing in plastic bag with 30 days storage is the best treatment because sprout energy resulted 94 % (up to control 69,5 %), germinate speed 10,20 / days and germination value 33,24 % / day.
Keywords : Tanjung, sprout, germination Penulis untuk korespondensi: Hp. +628125119463
PENDAHULUAN
Hijaunya kota tidak hanya menjadikan kota itu indah dan sejuk namun aspek kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumberdaya alam, yang pada gilirannya akan membaktikan jasa-jasa berupa kenyamanan, kesegaran, terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan serta sehat dan cerdasnya warga kota.
Hutan kota akhirnya menjadi perhatian utama untuk dibangun dan dikembangkan di seluruh kota, baik kota besar, kota menegah, kota kecil bahkan sampai tingkat kecamatan. Hutan kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas. Baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
Pohon Tanjung merupakan salah satu jenis pohon peneduh yang dapat di tanaman sebagai pohon penghijauan. Ini dikarenakan bentuk tajuknya yang rimbun dan daunnya selalu hijau. Untuk terus menjamin tersedianya bibit Tanjung maka diperlukan suatu usaha budidaya Tanjung.
Dalam pelaksanaan penanaman, masalah yang sering
dihadapi adalah waktu musim berbuah tidak bersamaan dengan waktu penanaman sehingga untuk menyediakan bibit siap tanam diperlukan perlakuan penyimpanan terhadap benih Tanjung. Untuk kepentingan efesiensi sebaiknya ada upaya untuk menyimpan benih Tanjung sebagai stok.
Berdasarkan literatur yang ada dikemukakan bahwa idealnya penanaman langsung di lapangan atau di persemaian merupakan cara
UJI DAYA KECAMBAH…..(26):194-200
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 195 penanganan benih yang terbaik, tetapi
keadaan ini tidak selamanya dapat dilaksanakan, karena hampir semua jenis tanaman mempunyai waktu pengumpulan benih yang tidak bersamaan dengan penanamannya, sehingga apabila benih-benih langsung ditabur maka anakan yang akan ditanam akan melewati batas maksimum untuk penanaman.
Kondisi ini menyebabkan adanya waktu penyimpanan benih sebelum disemaikan sementara selama waktu penyimpanan bisa terjadi penurunan viabilitas benih yang dipengaruhi oleh faktor internal yaitu genetik dan kadar air dan faktor lingkungan yang berpengaruh utamanya adalah temperatur dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut akan ditentukan oleh beberapa perlakuan penyimpanan yang dibuat seperti lama penyimpanan, kondisi ruang simpan dan wadah simpan.
Masalah yang ingin dipecahkan melalui penelitian ini adalah bagaimana teknik penyimpanan benih Tanjung yang sesuai meliputi berapa lama benih Tanjung dapat disimpan dengan daya kecambah yang masih tinggi, dan kondisi ruang simpan serta wadah simpan yang sesuai bagi benih tersebut.
Maksud penelitian adalah agar benih Tanjung dapat disimpan, sehingga pada saat diperlukan untuk kegiatan penanaman, benih dapat tersedia diluar waktu musim berbuah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya kecambah benih Tanjung dengan berbagai teknik dan lama penyimpanan benih dan mengetahui lama penyimpanan benih Tanjung, kondisi ruang simpan serta wadah simpan yang sesuai sehingga dapat diperoleh teknik penyimpanan yang tepat untuk mempertahankan daya kecambah Tanjung.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan selama empat bulan mulai bulan Maret 2006 sampai bulan Juni 2008, bertempat di Laboratorium Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan UNLAM Kalimantan Selatan.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah : Wadah simpan benih Tanjung yaitu kantong plastik, kantong blacu, lemari Es, thermohygrometer, timbangan analitik, oven, bak kecambah, sprayer ,hand Tally counter,label ,alat tulis menulis
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : benih Tanjung berasal dari buah Tanjung yang telah masak fisiologis, media yang digunakan dalam perkecambahan adalah pasir sungai yang telah mengalami proses sterilisasi.
Biji diseleksi dengan cara memilih memisahkan biji yang baik dari biji-biji yang hampa, benih yang telah diseleksi kemudian diukur kadar airnya dengan cara menghancurkan biji
dengan palu kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 103 ºC selama 17 jam,kemudian di timbang.
Benih yang telah diseleksi dibagi berdasarkan perlakuan yang telah ditentukan yaitu : Perlakuan A (Kondisi ruang penyimpanan) yang terdiri dari : A1 (Ruang Kamar), A2 (Lemari Es). Perlakuan B (Wadah simpan) yang terdiri dari : B1 (kantong Blacu),B2 (Kantong Plastik). Dan perlakuan C (Lama penyimpanan) yang terdiri dari C1 (30 hari),C2 (60 hari), jadi ada 8 kombinasi perlakuan yaitu A1B1C1, A1B1C2, A1B2C1, A1B2C2, A2B1C1, A2B1C2, A2B2C1 dan A2B2C2. Setiap perlakuan digunakan 50 (lima puluh) benih sehingga jumlah benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2000 benih dan ditambah dengan 10 gram benih untuk pengukuran kadar air awal benih.Sebagai kontrol 50 benih terdiri dari 4 ulangan langsung dikecambahkan dengan perlakuan
UJI DAYA KECAMBAH…..(26):194-200
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 196 pendahuluan dilakukan perendaman
dalam air dingin selama ± 24 jam.
Perkecambahan benih yang telah disimpan dengan kondisi ruang
simpan, wadah simpan dan lama penyimpanan, sesuai perlakuan dikecambahkan dengan media pasir yang telah disterilisasi.
Parameter Pengamatan
Daya Kecambah. Daya kecambah dihitung dengan satuan persen berdasarkan rumus sebagai berikut (Suhaeti,1988) :
n1 + n2 + ……+ ni DK = x 100 % N Σ ni = x 100 % N
Dimana : ni = Jumlah benih yang berkecambah pada hari ke- i N = Jumlah benih yang diuji
Kecepatan berkecambah. Kecepatan berkecambah dihitung dalam satuan hari dengan rumus sebagai berikut (Suhaeti, 1988; Djam’an, 1996; Bramasto, 1998) :
n1 h1 + n2 h2 + …….+ ni hi KB = x 100 % n1 + n2 + ……..+ ni Σ ni hi = x 100 % Σ ni
Dimana : ni = Jumlah benih yang berkecambah pada hari ke- i (butir)
hi = Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai jumlah kecambah ke ni
Nilai Perkecambahan. Parameter yang mencakup laju dan persentase perkecambahan disebut sebagai nilai perkecambahan.
Nilai perkecambahan = nilai puncak x nilai rata-rata perkecambahan harian. Nilai Puncak (Peak Value)
% Perkecambahan pada T PV =
Hari yang diperlukan untuk mencapainya. Dimana : PV = Nilai puncak perkecambahan
T = Titik dimana laju perkecambahan mulai menurun Nilai rata-rata perkecambahan harian (Mean Daily germination)
% Perkecambahan pada G MDG =
Jumlah hari uji seluruhnya
Jadi nilai Perkecambahan (NP) = PV x MDG Dimana : PV = Nilai Puncak Perkecambahan
MDG = Nilai rata-rata perkecambahan harian
Kadar air. Kadar air benih di hitung dalam satuan persen dengan rumus sebagai berikut :
Berat benih basah – berat benih kering
KA = x 100 % Berat benih basah
UJI DAYA KECAMBAH…..(26):194-200
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 197 Daya Kecambah
Rata-rata daya kecambah pada tiap perlakuan ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 memperlihatkan bahwa benih yang disimpan pada ruang kamar, dengan wadah kantong blacu selama 30 (tiga puluh) hari daya kecambah sebesar 93 % dan selama 60 (enam puluh) hari daya kecambah sebesar 78,5 %, dengan wadah simpan kantong plastik dan disimpan selama 30 (tiga puluh) hari daya kecambah 94 % , dan selama 60 (enam puluh) hari daya kecambah 87,5 %
Benih yang disimpan di lemari es, dengan wadah kantong blacu selama 30 (tiga puluh) hari daya
kecambah 70 %, dan selama 60 (enam puluh) hari dengan daya kecambah 2 %, sedangkan benih dengan wadah simpan kantong plastik selama 30 (tiga puluh) daya kecambah sebesar 88,5 %, dan selama 60 (enam puluh) hari daya kecambah sebesar 63 %. Benih yang tidak dilakukan penyimpanan mempunyai daya kecambah 69,5 %.
Benih setelah disimpan memiliki daya kecambah lebih tinggi daripada benih yang tidak dilakukan penyimpanan, hal ini disebabkan karena benih pada periode simpan mengalami proses pemasakan fisiologis sehingga embrio sudah siap untuk berkecambah.
Tabel 1. Daya Kecambah Benih Tanjung pada Berbagai Perlakuan Penyimpanan Perlakuan
Ruang Kamar Lemari es
Kantong blacu (%) Kantong plastik (%) Kantong blacu (%) Kantong plastik (%) 30 hari 93 94 70 88,5 60 hari 78,5 87,5 2 63,5 Kontrol 69,5
Lemari Es mempunyai sifat dingin basah, dimana temperaturnya rendah dan menghasilkan uap air, sangat berpengaruh terhadap kelembaban. Kondisi wadah simpan blacu yang memiliki pori-pori, memungkinkan masuknya air dan menempel di kulit benih, sehingga air dapat masuk ke benih dan meningkatkan kadar air benih. Kelembaban udara berhubungan dengan kadar air benih pada saat disimpan karena benih mempunyai sifat higroskopis (Schmitd, 2002). Jika udara lembab benih akan menghisap uap air dari udara yang masuk melalui kulit benih, sehingga menghambat penguapan dan akhirnya dapat menaikkan kandungan air di dalam
benih. Kandungan air benih yang tinggi di atas normal maka benih akan melakukan proses respirasi lebih cepat sehingga mengurangi cadangan makanan pada benih. Kantong plastik dapat mempertahankan daya kecambah benih tanjung, hal ini disebabkan sifat kantong plastik yang kedap udara, sehingga mencegah terjadinya penyerapan kelembaban udara oleh benih. Periode simpan selama 30 (tiga puluh) hari lebih baik daripada 60 (enam puluh) hari karena pada rentang waktu tersebut terjadi proses respirasi dan cadangan makanan yang ada pada benih menjadi kurang sehingga benih mengalami penurunan viabilitas dengan perubahan warna kulit benih menjadi kusam. Kecepatan Berkecambah
Rata-rata kecepatan berkecambah pada tiap perlakuan
ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 memperlihatkan bahwa benih dalam
kondisi ruang kamar, dengan wadah kantong blacu selama 30 (tiga puluh) hari kecepatan berkecambah 10,54 hari, dan selama 60 (enam puluh) hari kecepatan berkecambah sebesar 11,19
UJI DAYA KECAMBAH…..(26):194-200
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 198 hari. Penyimpanan dengan wadah
kantong plastik selama 30 (tiga puluh) hari kecepatan berkecambah sebesar 10,20 hari, dan selama 60 (enam puluh) hari kecepatan berkecambah 9,93 hari
Benih yang disimpan di lemari es dengan wadah simpan kantong blacu selama 30 (tiga puluh) hari kecepatan berkecambah sebesar 11,69 hari, dan selama 60 (enam puluh) hari
kecepatan berkecambah sebesar 13,34 hari. Benih yang disimpan dengan wadah kantong plastik selama 30 (tiga puluh) hari kecepatan berkecambah sebesar 11,02 hari dan selama 60 (enam puluh) hari kecepatan berkecambah 11,41 hari. Benih yang tidak dilakukan penyimpanan kecepatan berkecambah sebesar 12,86 hari.
Tabel 2. Rata-rata Kecepatan Berkecambah Benih Tanjung pada Berbagai Perlakuan Penyimpanan.
Perlakuan
Ruang Kamar Lemari es
Kantong Blacu (hari) Kantong Plastik (hari) Kantong Blacu (hari) Kantong Plastik (hari) 30 hari 10,54 10,20 11,69 11,02 60 hari 11,19 9,93 13,34 11,41 Kontrol 12,86
Benih yang disimpan di lemari es dengan kantong blacu selama 60 (enam puluh) hari terjadi penurunan kecepatan berkecambah, hal ini disebabkan adanya proses metabolisme benih yang berjalan cepat pada periode waktu simpan 60 (enam puluh) hari, selain itu kondisi dari lemari es yang mempunyai sifat dingin basah dan kantong blacu yang memiliki pori-pori menyebabkan benih memperoleh air dari udara, dimana benih mempunyai sifat higroskopis dan mengakibatkan kandungan air benih meningkat dan jika kandungan air benih terlalu tinggi diatas normal maka benih akan melakukan kegiatan respirasi lebih cepat dan energi untuk berkecambah meningkat, sehingga
dapat menurunkan kecepatan berkecambah dan vigoritas benih menurun.
Kecepatan berkecambah berhubungan dengan ciri vigoritas dari
suatu benih (Suhaeti, 1988; Brasmanto, 1998). Vigoritas benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah pada kondisi lingkungan yang kurang optimal, benih yang cepat berkecambah berarti mempunyai vigor yang tinggi. Kecepatan berkecambah benih tanjung yang masih bisa dipertahankan setelah disimpan selama 60 (enam puluh) hari, hal ini menunjukkan bahwa pada periode penyimpanan tersebut, potensi benih untuk berkembang menjadi tanaman normal masih cukup tinggi.
UJI DAYA KECAMBAH…..(26):194-200
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 199 Nilai Perkecambahan
Rata-rata nilai perkecambahan pada tiap perlakuan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 memperlihatkan bahwa benih yang tidak dilakukan penyimpanan nilai perkecambahan 12,94 %/hari. Benih yang disimpan dalam ruang kamar dengan wadah simpan kantong blacu selama 30 (tiga puluh) hari nilai perkecambahan 22,91 %/hari, sedangkan selama 60 (enam puluh) hari nilai perkecambahan 12,27 %/hari, benih dengan kantong plastik selama 30 (tiga puluh) hari nilai perkecambahan 33,24 %/hari, dan selama 60 (enam puluh) hari n nilai perkecambahan 20,36 %/hari,
Benih yang disimpan di lemari es dengan wadah simpan kantong blacu selama 30 (tiga puluh) hari nilai perkecambahan 12,74 %/hari dan selama 60 (enam puluh) hari nilai
perkecambahan sebesar 0,02 %/hari. Sedangkan benih dengan kantong plastik selama 30 (tiga puluh) hari nilai perkecambahan 18,12 %/hari dan selama 60 (enam puluh) hari nilai perkecambahan 7,54 %/hari.
Nilai perkecambahan benih berhubungan dengan energi perkecambahan yang ditimbulkan. Nilai perkecambahan mempunyai makna persen kecambah yang tumbuh per hari, sehingga mempunyai hubungan dengan kecepatan berkecambah. Jika kecepatan berkecambah hanya menunjukkan jumlah rata-rata hari berkecambah maka nilai perkecambahan menunjukkan jumlah benih yang berkecambah dalam persen per hari sampai akhir pengujian yang merupakan pencerminan dari kekuatan tumbuh pada kondisi yang tidak optimal.
Tabel 3. Rata-rata Nilai Perkecambahan Benih Tanjung pada Berbagai Perlakuan Penyimpanan
Perlakuan
Ruang Kamar Lemari es
Kantong Blacu (%/hari) Kantong Plastik (%/hari) Kantong Blacu (%/hari) Kantong Plastik (%/hari) 30 hari 22,91 33,24 12,74 18,12 60 hari 12,27 20,36 0,02 7,54 Kontrol 12,94
Berdasarkan ketiga parameter yang diamati maka diketahui hubungan antara teknik dan lamanya penyimpanan benih, dimana kondisi dari lemari es yang mempunyai sifat basah dingin dan menghasilkan uap air, mempengaruhi kelembaban udara yang akan berpengaruh terhadap kandungan/kadar air benih. Apabila kadar air benih tinggi diatas normal maka benih akan melakukan proses respirasi lebih cepat sehingga menurunkan cadangan makanan benih untuk berkecambah nantinya (Schmitd, 2002).
Jenis wadah yang digunakan untuk menyimpan benih yaitu kantong blacu dan kantong plastik mempunyai perbedaan dalam hal kekedapan terhadap kelembaban, kantong plastik akan kedap terhadap kelembaban dan udara sedangkan kantong blacu yang mempunyai pori-pori tidak sepenuhnya kedap kelembaban dan udara yang memungkinkan air dapat masuk dan memungkinkan terjadinya pertukaran udara untuk memperoleh oksigen yang diperlukan dalam respirasi benih.
UJI DAYA KECAMBAH…..(26):194-200
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 26, Edisi Juni 2009 200 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan : Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan (1) Daya kecambah paling tinggi diperoleh pada perlakuan yang disimpan di ruang kamar dengan wadah simpan kantong plastik selama 30 (tiga puluh) hari sebesar 94 % dan paling rendah pada perlakuan yang disimpan di lemari es dalam wadah simpan kantong blacu selama 60 (enam puluh) hari sebesar 2 %. (2) Kecepatan berkecambah paling tinggi pada perlakuan yang disimpan di ruang kamar dengan wadah simpan kantong plastik selama 60 (enam puluh) hari sebesar 9,93 hari dan paling rendah pada perlakuan yang disimpan di lemari es dalam wadah simpan kantong blacu selama 60 (enam puluh) hari sebesar 13,34 hari. (3) Nilai perkecambahan
paling tinggi pada perlakuan yang disimpan di ruang kamar dengan wadah simpan kantong plastik selama 30 (tiga puluh) hari sebesar 33,24 %/hari dan paling rendah pada perlakuan yang disimpan di lemari es dalam wadah simpan kantong blacu selama 60 (enam puluh) hari sebesar
0,02 %/hari. (4) Penyimpanan yang
dilakukan di ruang kamar merupakan penyimpanan yang memberikan hasil lebih baik daripada penyimpanan yang dilakukan di lemari es untuk semua parameter yang diamati.
Saran Penyimpanan benih tanjung sebaiknya dilakukan degan cara mengemasnya di dalam wadah kantong plastik di simpan di ruang kamar selama 30 (tiga puluh) hari.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, E.N. 1992. Hutan Kota Untuk
Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan. IPB-APHI, Bogor.
Dwijoseputro, D. 1980. Pengantar
Fisiologi Tumbuhan. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, 200 p. 187-194.
Djama’an D.F. 1996. Pengaruh Tingkat
kematangan Polong dan Skarifikasi Benih Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum) Terhadap
Perkecambahannya. Buletin Teknologi Perbenihan. Badan Litbang Kehutanan, BTP Bogor. Vol. 3 No. 3 : 58-69.
Kamil, J. 1982. Teknologi Benih I.
Penerbit Angkasa Bandung.
Sadjad, S. 1980. Panduan Pembinaan
Mutu benih Tanaman
Kehutanan di Indonesia. Direktorat Reboisasi dan rehabilitasi. Dirjen Kehutanan dan Lembaga Afliliasi IPB. Departemen Pertanian, Bogor.
Schmidt, L.2002. Pedoman Penangan
Benih Tanamanan Hutan Tropis dan Sub Tropis 2000.
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan, Jakarta.
Suhaeti, T. 1988. Metode Pengujian
dan Perawatan Mutu Benih. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Proyek Pendidikan dan Latihan Dalam Rangka Peng-Indonesiaan Tenaga Kerja Pengusahaan Hutan, Bogor, pp. 32