• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN PENCEMARAN INDUSTRI KECIL DI DAERAH ALIRAN SUNGAI TUKAD BADUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN PENCEMARAN INDUSTRI KECIL DI DAERAH ALIRAN SUNGAI TUKAD BADUNG."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PENGENDALIAN PENCEMARAN INDUSTRI KECIL DI DAERAH ALIRAN

SUNGAI TUKAD BADUNG.

I MadeTapa Yasa

JurusanTeknik Sipil, Politeknik Negeri Bali Bukit Jimbaran,P.O.Box 1064 Tuban Badung-Bali

Phone :+62-361-701981,Fax : +62-361-701128

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan alternatif terbaik yang ditawarkan berdasarkan kriteria prioritas yang dipilih, untuk mengendalikan pencemaran industri skala kecil yang terjadi di daerah aliran sungai tukad Badung dan menentukan urutan kriteria prioritas yang digunakan sebagai dasar pertimbangan pemilihan teknologi alternatif pengendalian pencemaran industri skala kecil di daerah aliran sungai tukad Badung serta menganalisa keunggulan teknologi alternatif berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Dari analisis, maka teknologi Produksi Bersih merupakan alternatif yang terbaik untuk industri skala kecil, dibandingkan dengan pembuatan IPAL ( Intalasi Pengelolaan Air Bersih ) ataupun SPAL ( Saluran Pembuangan Air Limbah ). Produksi Bersih merupakan teknologi yang ramah lingkungan dan meminimasi limbah pada sumbernya mulai dari pemilihan bahan baku, proses, bahan bakar sampai pembuangan dan pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan. Teknologi ini dianggap paling murah karena limbah yang dihasilkan akan lebih sedikit dan kualitasnya lebih baik dan pengolahan yang diperlukan juga lebih murah. Penggunaan Teknologi Bersih sesuai untuk industri skala kecil karena salah satu pendekatan implementasi yang dilakukan adalah dengan mengutamakan kemauan atau sukarela pihak industri untuk melaksanakan. Tetapi komitmen ini perlu dipertegas dan dilaksanakan secara konsisten oleh pihak industri sehingga keuntungan tersebut memiliki banyak manfaat dan efisien produksi dapat ditingkatkan.

Kata Kunci : Produksi Bersih, Pencemaran, Pengendalian

INDUSTRIAL POLLUTION CONTROL IN SMALL AREA FLOWING RIVER Tukad BADUNG.

Abstract : This study aims to determine the best alternatives are offered based on the selected priority criteria, for controlling small-scale industrial pollution that occurred in the watershed and determine Tukad Badung order of priority criteria are used as the basis for consideration of alternative pollution control technologies selection of small scale industries in the watershed Tukad Badung and analyze the benefits of alternative technologies based on defined criteria. From the analysis, the Cleaner Production technology is the best alternative for small scale industries, compared with WWTP making (Clean Water Management Installation) or SPAL (Waste Water Treatment). Net production is environmentally friendly technologies and minimize waste at source from choosing raw materials, processes, fuel until disposal and reuse of waste generated. This technology is considered the most expensive because of waste generated will be less and quality is better and necessary processing is also cheaper. Use of Clean Technology is suitable for small scale industries because of one implementation approach taken is to prioritize the will or voluntary parties to implement the industry. But this commitment and it needs to be implemented consistently by the industry so that these gains have many benefits and efficient production can be improved.

Keywords: Cleaner Production, Pollution, Control

PENDAHULUAN

Sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia termasuk untuk menunjang pembangunan perekonomian masyarakat. Peningkatan jumlah dan kesejahtraaan penduduk serta peningkatan kegiatan pembangunan di berbagai bidang disamping menyebabkan peningkatan kebutuhan air bersih, juga menimbulkan potensi meningkatnya beban pencemaran terhadap sungai dan kerusakan lingkungan sungai. Oleh karena itu pencemaran air sungai dan kerusakan lingkungan perlu dikendalikan seiring dengan laju pelaksanaan pembangunan agar fungsi sungai dapat dipertahankan kelestariannya untuk tetap mampu memenuhi hajat hidup orang banyak dan dukungan terhadap pembangunan secara berkelanjutan.

(2)

Daerah aliran sungai ( DAS ) sebagai bagian dari pembangunan wilayah sampai saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait. Permasalahan tersebut antara lain terjadinya erosi, pencemaran air sungai, banjir dan kekeringan, masih belum adanya keterpaduan antar sector, antar instansi dan kesadaran masyarakat yang rendah tentang pemanfaatan daerah aliran sungai. Menurun dan merosotnya kondisi DAS pada umumnya disebabkan oleh beberapa factor, antara lain adanya tekanan penduduk, tekanan pembangunan dan tekanan social ekonomi masyarakat di kawasan Daerah Aliran Sungai ( Soemarwoto 1978 ).

Pencemaran air sungai adalah penambahan suatu bahan ke dalam sungai sehingga menyebabkan kualitas air sungai berubah serta kuantitas dan kualitas hidrobiota juga berubah. Pada dasarnya, secara alamiah sungai mampu menetralisir buangan yang masuk ke dalamnya melalui proses penguraian dan pengenceran, namun karena jumlah buangan yang masuk jauh melebihi batas kesanggupan sungai, akhirnya sungai berubah fungsi ( Odum, 1971 ). Selanjutnya Mason ( 1981 ) menyatakan bahwa limbah yang dibuang ke sungai yang berupa bahan organic secara bertahap akan hilang ( dieliminasi ) oleh aktifitas microorganism atau dengan kata lain mengalami pembersihan sendiri pada perairan sungai. Berkaitan dengan hal tersebut Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang criteria baku mutu air. Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menyatakan bahwa criteria mutu air merupakan suatu dasar baku mutu air yang berfungsi sebagai tolok ukur menentukan telah terjadinya pencemaran atau tidak tercemar. Mutu air atau kualitas air sungai, sangat dipengaruhi oleh adanya pembuangan benda-benda asing ke dalamnya, semakin banyak aktifitas dan padatnya pertumbuhan penduduk yang ada di sepanjang pinggir sungai semakin besar pula diperlukan untuk membersihkan dirinya sendiri.

Tukad Badung merupakan sungai yang berada di tengah-tengah Kota Denpasar, memiliki panjang aliran 22,17 km dimana hulunya terletak di Kabupaten Badung, sedangkan bagian tengah dan hilirnya terletak di Kota Denpasar. Tukad Badung dahulu memiliki kegunaan yang sangat besar bagi masyarakat, yaitu sebagai bahan baku air minum, perikanan, pertanian namun sekarang setelah melewati wilayah perkotaan/pemukiman Tukad Badung telah teridikasi tercemar oleh berbagai bahan buangan, sehingga sungai tersebut kehilangan berbagai fungsi.Perkembangan Tukad Badung selama lima tahun terakhir ini sangat memprihatinkan, di daerah hulu terjadi erosi dan pendangkalan akibat hilangnya daerah resapan dan pembukaan lahan untuk perumahan ( Real estate ), sedangkan di tengah dan hilir khususnya di kawasan kota, sungai mengalami pencemaran akibat urbanisasi, industry pencelupan, limbah domestik dan kegiatan komersil lainnya. Pertumbuhan penduduk di sepanjang sungai ini semakin cepat dan pesat, penduduk disini pada umumnya melakukan kegiatan usaha rumah tangga yang limbahnya secara langsung maupun tidak langsung dibuang ke lingkungan sungai (Anon ,2001).

Pencemaran yang terjadi di Tukad Badung sudah sangat menghawatirkan karena berbagai kegiatan yang terdapat di sepanjang daerah aliran sungai. Kegiatan-kegiatan tersebut seperti industry, perkantoran, bengkel, rumah sakit, pasar domestik dan lain-lain menyebabkan berbagai masalah pencemaran di sungai Badung. Pencemaran berupa limbah cair dan padat yang menyebabkan kualitas air sungai semakin menurun. Kegiatan industry skala kecil disepanjang Tukad Badung yang paling menghawatirkan karena secara umum proses produksinya sangat sederhana dan tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan tidak ada biaya khusus untuk pengolahan limbahnya, terutama limbah sablon/pencelupan, limbah tahu/tempe. Keadaan ini memerlukan upaya teknologi untuk mengatasi pencemaran dari industry skala kecil dan tetap berlangsungnya usaha tersebut.

Beberapa teknologi alternative yang digunakan untuk mengendalikan pencemaran industri skala kecil antara lain adalah membangun instalasi pengolahan air limbah secara terpadu, pembuatan saluran pembuangan air limbah dan penerapan teknologi produksi bersih pada masing-masing industri ( Cleaner Production ). Ketiga alternatif ini mempunyai beberapa kriteria untuk mencapai tujuan pengendalian pencemaran industri skala kecil. Kriteria perioritas digunakan sebagai bahan pertimbangan pemilihan teknologi adalah dengan teknologi diatas dapat meningkatkan kualitas air limbah sehingga sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan dan mengurangi debit air limbah ( kuantitas air limbah ) dan pertimbangan biaya yang dikeluarkan untuk pengolahan limbah berdasarkan pemilihan teknologi yang digunakan. Sehingga dirumuskan beberapa permasalahan yaitu :

a. Apakah teknologi alternatif terbaik yang ditawarkan berdasarkan pertimbangan kriteria perioritas yang dipilih, untuk mengendalikan pencemaran industri skala kecil yang terjadi di Tukad Badung ?

b. Bagaimana urutan kriteria perioritas yang digunakan sebagai dasar pertimbangan pemilihan teknologi alternatif pengendalian pencemaran industri skala kecil di Tukad Badung ?

c. Apa keunggulan teknologi alternatif pengedalian pencemaran industri skala kecil yang terpilih berdasarkan kriteria perioritas yang telah ditetapkan ?

(3)

BAHAN DAN METODE

Bahan analisis sebagian besar dari data sekender seperti kondisi daerah aliran sungai Tukad Badung pada tulisan ini dipaparkan pengendalian pencemaran industri skala kecil pada aliran Tukad Badung, kemudian data data diolah secara kualitatif atau deskritif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian pencemaran industri skala kecil perlu diperhatikan secara serius karena keberlanjutan industri skala kecil perlu dipertahankan. Salah satu tujuan dari pengendalian pencemaran industri skala kecil adalah agar industri tersebut tidak terkena peraturan lingkungan hidup yang mengharuskan industri tersebut ditutup karena limbahnya tidak diolah dan mencemari lingkungan. Industri skala kecil menyerap banyak tenaga kerja dan merupakan sumber penghasilan bagi masyarakat menengah ke bawah. Sehingga berbagai upaya perlu dilakukan untuk membantu pengelolaan limbah yang dihasilkan industri skala kecil. Pada pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan pencemaran serta pemulihan daya tampung yang diatur dalam peraturan pemerintah. Dalam Hardjasoemantri (2001) dinyatakan bahwa untuk penanggulangan pencemaran, pemerintah dapat membantu golongan ekonomi lemah yang usahanya diperkirakan telah merusak atau mencemari lingkungan. Dari beberapa sentra industry skala kecil menunjukkan kondisi bahwa sebagian belum memiliki prasarana dan sarana pengolahan limbah, sedangkan yang telah memiliki prasarana yang dibangun oleh pengusaha itu sendiri atau bantuan oleh pemerintah, belum seluruhnya melakukan mekanisme pengolahan yang baik. Faktor tersebut antara lain besarnya biaya pengolahan sehingga tidak melakukan mekanisme yang seharusnya dilakukan. Sedangkan untuk Teknologi Bersih merupakan teknologi yang ramah lingkungan dan meminimisasi limbah pada sumbernya mulai dari pemilihan bahan baku, proses, bahan bakar sampai pembuangan dan pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan. Sehingga teknologi ini dianggap paling murah karena limbah yang dihasilkan akan lebih sedikit dan kualitasnya lebih baik sehingga pengolahan yang diperlukan juga lebih murah. Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Penggunaan teknologi produksi bersih sesuai untuk industry skala kecil karena salah satu pendekatan implementasi yang dilakukan adalah dengan mengutamakan kemauan atau sukarela pihak industri untuk melaksanakan. Tetapi komitmen ini perlu dipertegas dan dilaksanakan secara konsisten oleh pihak industri sehingga keuntungan tersebut memiliki banyak manfaat dan efisiensi produksi industri dapat ditingkatkan. Pengelolaan pada Produksi Bersih lebih mengutamakan prinsip minimisasi limbah yang bersifat pencegahan pencemaran. Minimisasi limbah adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses produksi dengan jalan reduksi pada sumbernya dan pemanfaatan limbah. Reduksi pada sumbernya dapat diterapkan dengan mengatur bahan baku dan bahan pembantu, operasi, proses serta produk yang dihasilkan.

Pencegahan pencemaran yang merupakan salah satu prisip produksi bersih sangat bermanfaat karena : a. Mengurangi atau menghindarkan timbulnya polutan

b. Menghindarkan pindahnya polutan dari satu medium ke medium lainnya. c. Meningkatkan pengurangan dan menghilangkan polutan

d. Mengurangi resiko kesehatan

e. Memajukan pengembangan teknologi pengurangan pada sumbernya f. Menggunakan energy, bahan dan sumber lebih efisien

g. Mengurangi kebutuhan akan penegakan hokum yang mahal

h. Membatasi tanggung jawab yang akan dating dengan kepastian yang lebih besar

i. Menghindari pembersihan yang mahal di masa mendatang dan memajukan ekonomi yang lebih kompetitif ( Hardjasoemantri, 2001 )

Limbah yang masih keluar perlu diusahakan pemanfaatannya dengan jalan penggunaan ulang (reuse), daur ulang (recycle) atau perolehan kembali (recovery), baik oleh industri yang bersangkutan atau pihak lain. Daur ulang dapat dilakukan terintegrasi dalam sistem produksi dengan tujuan meningkatkan kinerja proses produksi atau meningkatkan hasil utama dan dapat pula dikerjakan setelah limbah keluar dari sistem proses dengan tujuan memanfaatkan limbah. Pemanfaatan limbah dapat menghemat biaya dan menghasilkan produk baru yang lebih bermanfaat sehingga merupakan sumber penghasilan bagi pihak lain. Menurut Hardjasoemantri (2001) bentuk teknologi proaktif yang akrab lingkungan (teknologi bersih) lebih banyak didasarkan pada konsep penggunaan kembali (reuse), pendaur ulang (recycle), pemanfaatan kembali (recovery) dan pengambilan kembali (recuperation) yaitu konsep 4 R dengan disertai pertimbangan peningkatan efektifitas dan efisiensi proses produksi. Konsep 4R pada dasarnya ditujukan untuk pendaur ulangan guna digunakan kembali, pemisahan ketidak murnian dari limbah sehingga dapat digunakan kembali dan pemanfaatan kembali limbah untuk menghasilkan bahan baku sekender atau

(4)

memanfaatkan limbah yang semula dianggap tidak berharga menjadi produk lain. Berbagai teknologi yang digunakan dalam konsep 4 R antara lain adalah teknologi absorpsi, osmosis terbalik, ion exchange, recovery nutrient dan energy serta bioteknologi.

Menurut Soemantojo, (1996 dalam Soemantojo, 2000) keuntungan melaksanakan produksi bersih antara lain adalah :

1. Penggunaan sumber daya lebih efisien 2. Efisien produksi meningkat

3. Mencegah atau mengurangi terbentuknya limbah dan bahan pencemar pada umumnya 4. Mencegah dan mengurangi berpindahnya pencemar antar media

5. Mengurangi terjadinya resiko kesehatan manusia dan kerusakan lingkungan

6. Mendorong dikembangkan dan dilaksanakan teknologi bersih dan produk akrab lingkungan 7. Mengurangi biaya penataan hokum

8. Mengurangi atau menghindari biaya pembersihan lingkungan

9. Meningkatkan daya saing internasional dan pendekatan pengaturan bersifat fleksibel dan sukarela Produk yang dihasilkan dapat dikatakan sebagai sustainable product yaitu suatu produk yang memenuhi kebutuhan tertentu dengan menggunakan sejumlah bahan dan energy yang paling sedikit dan menghasilkan sejumlah limbah dengan toksisitas serendah mungkin dalam seluruh daur hidupnya ( Tishner, 1998 dalam Soemantojo, 2000). Wupertal Institute

Merumuskan tujuh aturan utama untuk barang yang eko efisien ( seven golden rules for eco-efficient goods ) yaitu :

1. Pendugaan dampak barang harus terintegrasi dalam seluruh daur hidup 2. Intensitas layanan proses dan barang harus ditingkatkan secara drastic 3. Intensitas bahan dari proses dan barang harus direduksi secara drastic 4. Intensitas energy dari proses dan barang harus direduksi

5. Penggunaan bahan selama pemrosesan dan bahan untuk barang harus direduksi 6. Emisi dan penggunaan racun harus dihilangkan/direduksi secara drastic

7. Memaksimalkan penggunaan bahan yang dapat diperbaharui yang memenuhi syarat ekologis

Alternatif pilihan kedua adalah pembangunan SPAL yang dilakukan oleh industry itu sendiri. Pembangunan SPAL dan pengelolaannya membutuhkan biaya tambahan sehingga membebani pihak industry. Selain itu ada kendala lain yaitu penyediaan lahan khusus untuk mendirikan SPAL. Mendirikan SPAL merupakan prioritas kedua yang dapat dilakukan walaupun dalam teknologi produksi bersih juga masih membutuhkan SPAL dalam kapasitas yang lebih kecil, dengan demikian biayanya menjadi lebih murah. SPAL dalam kondisi yang sesuai kapasitas dan efisien akan menghasilkan efluen yang memenuhi syarat. Alternatif ketiga adalah pembangunan IPAL secara terpadu. Pembangunan IPAL membutuhkan biaya yang besar dan lahan yang luas dan khusus. Sehingga mendirikan IPAL merupakan pilihan ketiga. Jika Pemerintah atau investor bisa menyediakan sarana dan prasarana tersebut maka akan sangat baik, karena semua industri yang mengeluarkan limbah dapat diolah secara terpadu dan tentunya dengan kapasitas yang cukup besar. Disamping itu kalau semua industri bisa mengelola limbahnya dalam satu IPAL dan satu lokasi tentunya akan sangat mudah diawasi/dipantau. Dari analisis diatas maka teknologi produksi bersih merupakan alternative yang terbaik untuk industry skala kecil, sehingga pemerintah yang berwenang dalam pengembangan industri skala kecil dan pengendalian pencemaran lingkungan hidup dapat melakukan kerjasama untuk menjamin keberlanjutan industri ini. Penyuluhan-penyuluhan dan sosialisasi serta penerapan pengembangan alternative teknologi produksi bersih perlu ditingkatkan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian menetapkan bahwa Pemerintah wajib memberikan bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri serta Pemerintah wajib melaksanakan atau membantu upaya pencegahan atau penanggulangan pencemaran khusus untuk industri kecil tertentu. Kementrian Lingkungan Hidup telah mempunyai program-prgram untuk implementasi produksi bersih termasuk industri kecil. Berbagai keberhasilan telah dicapai selama kurun waktu beberapa tahun, namun masih memiliki banyak hambatan terutama akibat terjadinya krisis ekonomi, yang pada akhirnya banyak industri yang mengabaikan dan menempatkan prioritas pengolahan limbah pada urutan yang terakhir dan lebih mengutamakan produksi yang sebesar-besarnya. Hambatan implementasi teknologi produksi bersih selain masalah krisis ekonomi tersebut diatas antara lain adalah pandangan pihak industri yang menganggap bahwa implementasi produksi bersih merupakan beban biaya tambahan, selain itu masih kurangnya informasi dan pengetahuan pihak industri sehingga masih diperlukan kerjasama diantara stakeholders. Pihak industri juga belum memiliki prioritas dalam penerapan teknologi produksi bersih dan masih rendahnya komitmen diantara pelaku industri. Implementasi yang diusahakan pemerintah saat ini

(5)

ditujukan pada delapan sector skala prioritas yaitu lingkungan hidup, energy dan sumberdaya mineral, industri perdagangan, kehutanan dan perkebunan, pertanian, kesehatan dan social, pariwisata, seni dan budaya serta sector perhubungan ( Hilman, 2003 ). Implementasi yang dilakukan pemerintah melalui demontrasi proyek, publikasi teknis, technical assistance, pelatihan, seminar, buku panduan, proyek percontohan, pengembangan sistim informasi, pengembangan sistim insentif dan membentuk Pusat Nasional Produksi Bersih (National Center for Cleaner Production) serta penghargaan/award atas pelaksanaan produksi bersih di instansi pemerintah, sector industry dan lembaga swadaya masyarakat (Hilman,2003). Pusat Nasional Produksi Bersih berfungsi sebagai tempat untuk melakukan koordinasi kerja, kegiatan dan hal-hal yang terkait dengan penerapan produksi bersih di Indonesia. Tujuannya adalah untuk mempercepat, mendorong, memotifasi serta mendiseminasikan kegiatan produksi bersih dengan menampung integrasi informasi, baik dari dalam atau luar negeri yang selanjutnya akan menjadi wadah dan akses bagi stakeholders untuk melakukan dialog/diskusi secara interatif, pengkajian, penelitian dan informasi penerapan produksi bersih. Usaha pemerintah ini diharapkan mampu mengendalikan pencemaran industri kecil yang memiliki modal sedikit dan pengetahuan yang terbatas dalam pengelolaan lingkungan, dan tujuan untuk mempertahankan keberlanjutan industri skala kecil dan keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan dapat terwujud dengan melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk meningkatkan peran aktif pelaku usaha. Dengan demikian pemulihan kualitas air sungai dan lingkungannya khususnya daerah aliran sungai Tukad Badung dapat dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Penerapan teknologi produksi bersih saat ini masih perlu ditingkatkan dengan kerjasama berbagai pihak dan instansi-instansi yang terkait sehingga akan dicapai pembangunan dan pengembangan industry skala kecil yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pada akhirnya usaha ini akan menyelamatkan kualitas lingkungan daerah aliran sungai Tukad Badung.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Teknologi alternatif yang sesuai dengan keadaan dan permasalahan industri skala kecil di daerah aliran sungai Tukad Badung adalah Teknologi Produksi Bersih.

2. Kriteria prioritas yang digunakan sebagai dasar pemilihan teknologi adalah kualitas air limbah, besarnya debit air limbah dan biaya yang diperlukan untuk pengolahan limbah.

3. Teknologi Produksi Bersih dapat menghasilkan kualitas air limbah yang lebih baik karena dari awal perencanaan penyediaan bahan baku sudah diperhitungkan guna mengurangi limbah. Adanya pemilihan bahan baku dalam proses dapat meminimasi limbah yang dilakukan pada setiap tahapan kegiatan. Meminimasi limbah ini juga akan berpengaruh pada besarnya debit air limbah yang dikeluarkan. Sehingga dengan kualitas limbah yang lebih baik dan debit limbah yang lebih sedikit maka biaya pengolahan limbah yang dikeluarkan juga lebih sedikit.

Saran

1. Informasi tentang Teknologi Produksi Bersih perlu disosialisasikan kepada pengusaha, khususnya industry skala kecil dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan dan pembinaan secara intensif dan berkelanjutan.

2. Setiap pengusaha dapat diberikan informasi tentang pengelolaan lingkungan agar setiap keuntungan yang diperoleh dapat disisihkan untuk perbaikan lingkungan yaitu dengan jalan membuat pengelolaan limbah ataupun dengan teknologi produksi bersih, sehingga limbah yang terbuang ke daerah aliran sungai sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Sehingga kualitas sungai Tukad Badung dapat dimanfaatkan untuk bahan baku air bersih, irigasi dan kegiatan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak.A (1995), Hidrologi dan Pengelolaan Daerah aliran Sungai, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bapedal dan Lembaga Penelitian ITB. 1999. Pengendalian Pencemaran Industri Skala Kecil. Pengkajian Sistim Insentif dan Penggalangan Dana Pencemaran dan Pengembangan Usaha. Proyek Pengolahan dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup Bapedal dan Lembaga Penelitian ITB.

Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah, (2001), Laporan Akhir Perencanaan Pengelolaan Sedimentasi Tukad Badung, PT Purnajasa Bima Pratama, Denpasar.

Hardjasoemantri,K. 2002. Hukum Tata Lingkungan (Cetakan Ketujuh belas Edisi Ketujuh). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(6)

Hilman, M. 2003. Kebijakan Pemerintah dan Hambatan Implementasi Produksi Bersih. Makalah Seminar Nasional Sistem Manajemen Lingkungan 1 januari 2003.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan PPSML UI. 2002. Sosialisasi Sistem Pengelolahan

Limbah Industri Yang Tak Menyentuh Sungai ( Analisis Pengembangan Ekonomi Lingkungan-Kasus DPS Cipinang) Proyek Peningkatan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kantor MenLH dan PPSML-UL Jakarta.

Odum, (1993). Dasar-dasar Ekologi, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

SMIEP-TU dan PT. Sucofindo. 1992. Studi Khusus Mengenai Pengendalian Pencemaran Air Oleh Industri Kecil dan Menengah ( Hasil Survey).Small and Medium Industri Enterprice Project-Technical Assistance Unit dan PT. Sucofindo. Jakarta.

Slamet, J.S. 1996. Kesehatan Lingkungan. UGM Press. Yogyakarta.

Soemantojo, R. W. 2000. Pencegahan dan Pengendalian Pencemaran Dalam Industri. Makalah Pelatihan Manajemen Lingkungan,Kesehatan dan Keselamatan Kerja 28 Pebruari – 17 Maret 2000. Universitas Indonesia. Jakarta.

Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Limbah. Universitas Indonesia (UI- Press), Jakarta.

Sandi,Dkk, (2001), Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar.

(7)

KAJIAN PENGELOLAAN PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI

PINGGIRAN SUNGAI SAMPEAN KECAMATAN PANARUKAN KABUPATEN

SITUBONDO

Jupri Triwidagdo1 dan Sarwoko Mangkoedihardjo2

1

Mahasiswa Program Magister Teknik Prasarana Lingkungan Permukiman, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp. 081-331133 502, email: jupritriwidagdo@yahoo.com

2

DosenJurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp. 081-3311188118, email: sarwoko@enviro.its.ac.id

ABSTRAK

Permasalahan pengelolaan prasarana lingkungan permukiman di pinggiran Sungai Sampean erat kaitannya dengan permasalahan air limbah, dan persampahan. Banyak masyarakat yang melakukan aktivitas seperti mandi, mencuci, membuang air limbah dan sampah langsung ke badan air penerima yaitu Sungai Sampean, dan sebagian masyarakat lainya melakukan aktivitas mandi, mencuci, membuang air limbah dan sampah di saluran irigasi. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi pengelolaan prasarana lingkungan permukiman di pinggiran sungai sampean Kecamatan Panarukan kabupaten situbondo yang difokuskan pada 4 desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Panarukan yaitu Desa Kilensari, Desa Paowan, Desa Wringinanom, dan Desa Sumberkolak.

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk menganalisis beberapa aspek seperti : aspek teknis, aspek kelembagaan, dan aspek peran serta masyarakat. Metode pengambilan data dengan wawancara yang dilakukan terhadap 180 responden yang terdiri dari 60 responden di Desa Kilensari, 30 responden dari Desa Paowan, 55 responden dari Desa Sumberkolak, dan 35 responden dari Desa Wringinanom.

Hasil evaluasi dalam penelitian ini menunjukkan prasarana air limbah perlu ditingkatkan dengan program MCK umum sebanyak 31 unit dan program WC pribadi sebanyak 7.763 unit, prasarana persampahan dengan pembangunan wadah sampah komunal sebanyak 64 buah. Peran pemerintah dalam pengelolaan prasarana lingkungan permukiman perlu ditingkatkan dari segi sumber daya aparatur, alokasi anggaran, koordinasi antar instansi yang terkait dalam pengelolaan prasarana lingkungan permukiman khususnya bidang air limbah dan sampah, maupun koordinasi antara pemerintah dengan masyarakat. Kesadaran dan peran serta masyarakat perlu ditingkatkan dengan pendekatan botoom-up oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Situbondo dengan melakukan sosialisasi dan penyuluhan yang mudah dimengerti oleh masyarakat, lomba pengelolaan MCK umum dan kebersihan, serta adanya percontohan dalam hal pengelolaan prasarana lingkungan permukiman dalam skala RT, RW dan Desa. Selain itu perlu adanya pelembagaan peran serta masyarakat dengan memberi legitimasi terhadap peran serta masyarakat melalui aturan hukum.

Kata Kunci : prasarana lingkungan permukiman, air limbah, persampahan,

1. PENDAHULUAN

Permasalahan pengelolaan prasarana lingkungan permukiman di pinggiran Sungai Sampean erat kaitannya dengan permasalahan air limbah, dan persampahan. Banyak masyarakat yang melakukan aktivitas seperti mandi, mencuci, membuang air limbah dan sampah langsung ke badan air penerima yaitu Sungai Sampean, dan sebagian masyarakat lainya melakukan aktivitas mandi, mencuci, membuang air limbah dan sampah di saluran irigasi. Fasilitas prasarana lingkungan permukiman, seperti MCK (Mandi Cuci Kakus) telah tersedia, baik yang bersifat milik pribadi maupun komunal. Namun keberadaan fasilitas MCK ini masih belum memadai, karena tidak semua masyarakat memiliki MCK pribadi dan tidak mempunyai akses MCK umum. Sedangkan untuk fasilitas persampahan sebagian besar masyarakat belum memiliki pewadahan sampah, dimana penanganannya dilakukan dengan mengumpulkan sampah pada suatu lahan dan kemudian dibakar, atau ditumpuk begitu saja, selain itu dengan membuang di Sungai Sampean atau saluran irigasi.

(8)

2. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Latar belakang permasalahan

Penelitian ini didasarkan atas kondisi prasarana lingkungan permukiman di pinggiran Sungai Sampean di Kecamatan Panarukan yang kurang memadai, dimana banyak masyarakat yang melakukan aktivitas seperti mandi, mencuci, membuang air limbah dan sampah langsung ke badan air penerima yaitu Sungai Sampean, dan sebagian masyarakat lainya melakukan aktivitas mandi, mencuci, membuang air limbah dan sampah di saluran irigasi

b. Kajian pustaka

Kajian pustaka diperlukan untuk mencari landasan teori sebagai pedoman dalam mencari data ataupun mengadakan evaluasi. Selama proses penelitian, tinjauan terhadap pustaka terus dilakukan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan teori yang ada dan sebagai dasar dalam membuat perbaikan.

c. Teknik pengumpulan data  Data primer

- Pada aspek teknis dilakukan dengan wawancara mengenai kondisi prasarana dan sarana pembuangan air limbah eksisting, ketersediaan lahan untuk pembangunan unit pengolahan limbah, sistem pewadahan sampah eksisting, dan sistem pengumpulan sampah. Pengambilan sampel untuk bidang air limbah meliputi, pengambilan sampel air Sungai Sampean yang diuji di laboratorium dilakukan sebanyak 2 titik, dan Pengambilan sampel air sumur untuk pengukuran kualitas air bersih yang akan diuji di laboratorium di Desa Kilensari, Desa Paowan, Desa Sumberkolak, dan Desa Wringinanom masing-masing sebanyak 2 titik. Pengambilan sampel untuk bidang persampahan dilakukan pada 60 KK di Desa Kilensari, 30 KK di Desa Paowan, 55 KK di Desa Sumberkolak, dan 35 KK di Desa Wringinanom untuk menghitung timbulan sampah.

- Pada aspek kelembagaan dilakukan dengan wawancara tentang dukungan dan hambatan dinas pengelola prasarana lingkungan permukiman dalam pelayanan terhadap masyarakat serta bentuk kerjasama dengan dinas lain yang terkait.

- Pada aspek peran saerta masyarakat dilakukan dengan wawancara terhadap masyarakat yang bermukim di pinggiran Sungai Sampean mengenai persepsi, kepedulian, dan kemauan masyarakat dalam memelihara prasarana lingkungan permukiman untuk air limbah dan persampahan.

 Data sekunder

- Peta Kecamatan Panarukan.

- Data Rencana Detail Tata Ruang Kota, kependudukan, topografi lahan dan hidrologi dari Bappeda Kabupaten Situbondo dan BPS Kabupaten Situbondo.

- Struktur dalam Dinas Cipta Karya dan data pembagian kedudukan, tugas pokok dan fungsi tiap level dalam struktur dalam instansi.

- Perundang-undangan yang terkait air limbah dan persampahan. - SNI tentang sistem persampahan dan air limbah, NSPM, SPM. d. Analisis Data

 Melakukan identifikasi dan analisis terhadap aspek teknis dengan meninjau kondisi eksisting komponen prasarana lingkungan, yaitu, penyaluran air limbah, dan pengelolaan sampah, menghitung kebutuhan di lapangan dan membandingkannya dengan kriteria standar yang ada.  Melakukan evaluasi prasarana lingkungan permukiman berdasarkan perundang-undangan,

peraturan, maupun Pedoman yang dikeluarkan Kementrian Pekerjaan Umum, Kementrian Kimpraswil, Kementrian Kesehatan, dan Kementrian Lingkungan Hidup.

 Melakukan identifikasi dan analisis aspek kelembagaan dengan meninjau, faktor-faktor internal dan eksternal instansi yang terkait dengan pengelolaan prasarana lingkungan permukiman, peran instansi yang terkait dengan pengelolaan prasarana lingkungan permukiman dan kebijakan kerjasama antar instansi yang terkait dengan pengelolaan prasarana lingkungan permukiman berdasarkan peraturan pemerintah yang relevan. Dengan demikian diperoleh gambaran yang sistematis mengenai kondisi internal dan eksternal yang ada.

 Melakukan identifikasi dan analisis aspek peran serta masyarakat dengan meninjau potensi yang ada pada masyarakat di pinggiran Sungai Sampean meliputi kemampuan dan kemauan masyarakat di pinggiran Sungai Sampean untuk berperan aktif, yang dikaitkan dengan tingkat sosial, budaya, pendidikan, dan ekonomi.

(9)

e. Kesimpulan dan saran

Mendapatkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan tujuan yang telah ditentukan dan saran terhadap hal-hal yang belum dilakukan dalam penelitian.

3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Aspek Teknis

Hasil uji laboratorium yang dilakukan terhadap sampel air bersih yang diambil dari sumur di Desa Kilensari, Desa Paowan, Desa Sumberkolak dan Desa Wringinanom dengan masing-masing 2 titik, menunjukkan bahwa rata-rata kualitas air bersih saat ini memenuhi baku mutu yang disyaratkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air

Tabel 1. Hasil Uji Laboratorium Sampel Air Sungai Sampean 1.

No. Parameter Satuan Baku Mutu Hasil Analisa Keterangan

1. BOD mg/L O2 3 4 Tidak memenuhi

Sumber : Hasil Uji Laboratorium Kualitas Lingkungan ITS, 2009 Tabel 2. Hasil Uji Laboratorium Sampel Air Sungai Sampean 2.

No. Parameter Satuan Baku Mutu Hasil Analisa Keterangan

1. BOD mg/L O2 3 5 Tidak memenuhi

Sumber : Hasil Uji Laboratorium Kualitas Lingkungan ITS, 2009

Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap sampel air Sungai Sampean, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi pencemaran pada badan air tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap 180 responden yang terdiri dari 60 responden di Desa Kilensari, 30 responden dari Desa Paowan, 55 responden dari Desa Sumberkolak, dan 35 responden dari Desa Wringinanom, masyarakat di Desa Kilensari melakukan buang air besar (BAB) di jamban rumah pribadi sebanyak 35 %, di MCK umum sebanyak 23 %, di saluran irigasi sebanyak 14 %, di pantai sebanyak 20 %, dan di Sungai sebanyak 8 %. Masyarakat di Desa Paowan melakukan buang air besar (BAB) di jamban rumah pribadi sebanyak 10 %, di MCK umum sebanyak 23 %, di saluran irigasi sebanyak 40 %, dan di Sungai sebanyak 27 %. Masyarakat di Desa Sumberkolak melakukan buang air besar (BAB) di jamban rumah pribadi sebanyak 13 %, di MCK umum sebanyak 27 %, di saluran irigasi sebanyak 35 %, dan di Sungai sebanyak 25 %. Masyarakat di Desa Wringinanom melakukan buang air besar (BAB) di jamban rumah pribadi sebanyak 14 %, di MCK umum sebanyak 23 %, di saluran irigasi sebanyak 29 %, dan di Sungai sebanyak 34 %.

Alternatif yang dapat diterapkan pada permukiman di pinggiran Sungai Sampean untuk bidang air limbah yaitu :

 Sistem individual(Private system) : - Jamban keluarga + septic tank individu. - Jamban keluarga + cubluk.

 Sistem komunal(Communal system) :

-MCK umum + Anaerobic Baffled Reactor (ABR).

Tabel 3. Hasil Analisis Kebutuhan MCK Dengan Menggunakan Anaerobic Baffled Reactor (ABR) Dan WC Pribadi Untuk Permukiman di Pinggiran Sungai Sampean.

No. Lokasi Jumlah KK Yang Tidak Memiliki WC Umum Rata-Rata Jumlah Jiwa/KK Jumlah Jiwa Jumlah MCK Umum Eksisting (Unit) Program MCK Umum (Unit) Program WC Pribadi (Unit) Keterangan 1. Desa Kilensari 2.804 3,56 9.983 3 15 6.383 2. Desa Paowan 260 3,27 851 1 3 51 3. Desa Sumberkolak 300 3,34 1.001 2 3 -4. Desa Wringinanom 1.358 3,04 4.129 4 10 1.329 4.722 15.964 10 31 7.763 1 Unit MCK umum melayani 200 jiwa (SNI 03-2399-2002) Jumlah Total

(10)

Berdasarkan hasil wawancara terhadap 180 responden yang terdiri dari 60 responden di Desa Kilensari, 30 responden dari Desa Paowan, 55 responden dari Desa Sumberkolak, dan 35 responden dari Desa Wringinanom, Masyarakat di Desa Kilensari membuang sampah di bak individual sebanyak 47 %, di pekarangan rumah sebanyak 8 %, di lahan kosong secara komunal sebanyak 5 %, di pantai sebanyak 18 %, di saluran irigasi sebanyak 10 %, dan di Sungai sebanyak 12 %. Masyarakat di Desa Paowan membuang sampah di bak individual sebanyak 17 %, di bak sampah umum/ komunal sebanyak 7 %, di pekarangan rumah sebanyak 13 %, di lahan kosong secara komunal sebanyak 3 %, di saluran irigasi sebanyak 33 %, dan di Sungai sebanyak 27 %. Masyarakat di Desa Sumberkolak membuang sampah di bak individual sebanyak 13 %, di bak sampah umum/ komunal sebanyak 16 %, di pekarangan rumah sebanyak 11 %, di lahan kosong secara komunal sebanyak 5 %, di saluran irigasi sebanyak 31 %, dan di Sungai sebanyak 24 %. Masyarakat di Desa Wringinanom membuang sampah di pekarangan rumah sebanyak 8 %, di lahan kosong secara komunal sebanyak 26 %, di saluran irigasi sebanyak 43 %, dan di Sungai sebanyak 23 %.

Volume total timbulan sampah untuk permukiman di pinggiran Sungai Sampean sebesar 35,49 m3/hari dengan rincian di Desa Kilensari sebesar 16,22 m3/hari, di Desa Paowan sebesar 5,01 m3/hari, di Desa Sumberkolak sebesar 5 m3/hari, dan di Desa Wringinanom sebesar 9,25 m3/hari. Alternatif yang dapat diterapkan pada permukiman di pinggiran Sungai Sampean untuk bidang persampahan yaitu :Wadah komunal. saat ini wadah komunal baru tersedia di Desa Paowan dengan volume 2 m3, dan di Desa Sumberkolak dengan volume 3 m3.

Tabel 4. Hasil Analisis Kebutuhan Wadah Komunal Untuk Permukiman di Pinggiran Sungai Sampean.

Aspek Kelembagaan

Saat ini terdapat 170 pegawai di Dinas Cipta Karya Kabupaten Situbondo, diantaranya 34 orang berpendidikan SMP, 67 orang berpendidikan SMA, 11 orang berpendidikan D3, 56 orang berpendidikan Sarjana (S1), 2 orang berpendidikan Magister (S2). Berdasarkan latar belakang pendidikan pegawai tersebut, sebagian SDM di Bidang Perumahan dan Permukiman serta Bidang Kebersihan dan Pertamanan tidak sesuai dengan bidang dalam mengelola prasarana lingkungan permukiman terutama bidang air limbah dan persampahan. Dalam kaitannya dengan good governance, maka dibutuhkan aparatur pemerintahan yang memiliki kompetensi yang baik. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Situbondo perlu melakukan beberapa langkah, antara lain :

 Peningkatkan keahlian dan pengetahuan sumber daya aparatur, baik melalui pendidikan formal dengan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, maupun lewat pendidikan non formal seperti kursus, diklat, atau pelatihan.

 Perbaikan pada sistem rotasi maupun promosi dalam penempatan posisi dan jabatan pada personil aparatur berdasarkan kompetensi

 Perekrutan calon pegawai baru harus memperhatikan kesesuaian latar belakang pendidikan dengan penempatan kerja, sehingga akan tercipta kualitas sumber daya aparatur yang mampu menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik melalui peningkatan kinerja pelayanan di berbagai sektor publik, khususnya bidang air limbah dan persampahan.

Anggaran belanja Pemerintah Kabupaten Situbondo pada tahun 2008 sebesar Rp. 614.265.825.375,55 dan tahun 2009 sebesar Rp. 677.594.934.208,73 terjadi peningkatan sebesar 10,31 % dari tahun sebelumnya. Adapun alokasi anggaran untuk Dinas Cipta Karya pada tahun 2008 sebesar Rp. 31.154.712.976,70 atau sebesar 5,07% dari total anggaran 2008 dan tahun 2009 sebesar Rp. 37.800.158.910,70 atau sebesar 5,58% dari total anggaran tahun 2009. Anggaran untuk Dinas Cipta Karya tersebut naik sebesar 0,51% dari tahun

1. Desa Kilensari 16,22 - 16,22 33

2. Desa Paowan 5,01 2,00 3,01 7

3. Desa Sumberkolak 5,00 3,00 2,00 5

4. Desa Wringinanom 9,25 - 9,25 19

Volume 1 buah bak komunal = 0,5 m3 No. Lokasi Bak Komunal Yang Dibutuhkan (buah) Keterangan Volume Wadah Komunal Eksisting (m3) Volume Wadah Komunal Yang Diperlukan (m3) Volume Timbulan Sampah (m3/ hari)

(11)

sebelumnya. Berdasarkan alokasi anggaran yang ada untuk bidang air limbah dan persampahan, saat ini Pemerintah Kabupaten Situbondo belum bisa memenuhi semua kebutuhan dan pemenuhan dalam pengelolaan prasarana lingkungan permukiman, khususnya bidang air limbah dan persampahan. Alternatif yang dapat dilakukan apabila kemampuan APBN dan APBD belum mampu untuk membiayai pemenuhan dalam pengelolaan prasarana lingkungan permukiman yaitu dengan melakukan kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Apabila ditinjau dari model koordinasi kelembagaan antar instansi, maka pengelolaan prasarana lingkungan permukiman di Kabupaten Situbondo saat ini lebih dominan berjalan sendiri-sendiri pada masing-masing instansi. Tidak adanya koordinasi mulai saat sosialisasi hingga pelaksanaan program membuat pembangunan menjadi tidak efektif dan efisien, seperti menumpuknya pelaksanaan program dalam satu desa atau satu lokasi. Koordinasi sering kali dibahas dalam setiap rapat tetapi sulit untuk dilaksanakan. Dinas Cipta Karya, Dinas Kesehatan, maupun Kantor Lingkungan Hidup banyak memiliki kegiatan yang sejenis terutama dalam sosialisasi bidang air limbah, namun tidak terkoordinasi dengan baik. Masalah ini juga terjadi dalam hubungan antar unit dalam organisasi. Beberapa unit dalam satu organisasi memiliki kegiatan serupa tanpa bisa dikendalikan oleh pimpinan. Kondisi ini dapat semakin parah apabila tidak dikoordinasikan dalam pelaksanaan program, dari semenjak perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi.

Gambar 1. Model Koordinasi Yang Dapat Diterapkan Bagi Antar Instansi/ SKPD di Kabupaten Situbondo. Aspek Peran Serta Masyarakat

Berdasarkan wawancara terhadap 180 responden yang terdiri dari 60 responden di Desa Kilensari, 30 responden dari Desa Paowan, 55 responden dari Desa Sumberkolak, dan 35 responden dari Desa

Wringinanom, masyarakat di Desa Kilensari yang pernah mendapatkan informasi tentang bahaya yang ditimbulkan oleh buang air kotor/ limbah & sampah sembarangan sebanyak 58 %. Masyarakat di Desa Paowan yang pernah mendapatkan informasi tentang bahaya yang ditimbulkan oleh buang air kotor/ limbah & sampah sembarangan sebanyak 73 %. Masyarakat di Desa Sumberkolak yang pernah mendapatkan informasi tentang bahaya yang ditimbulkan oleh buang air kotor/ limbah & sampah sembarangan sebanyak 85 %. Masyarakat di Desa Wringinanom yang pernah mendapatkan informasi tentang bahaya yang ditimbulkan oleh buang air kotor/ limbah & sampah sembarangan sebanyak 73 %.

Masyarakat di Desa Kilensari yang berpendapat bahwa pihak yang berperan dalam penanganan terhadap prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) adalah pemerintah sebanyak 78 %. Masyarakat di Desa Paowan yang berpendapat bahwa pihak yang berperan dalam penanganan terhadap prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) adalah pemerintah sebanyak 87 %. Masyarakat di Desa Sumberkolak yang berpendapat bahwa pihak yang berperan dalam penanganan terhadap prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) adalah pemerintah sebanyak 78 %. Masyarakat di Desa Wringinanom yang berpendapat bahwa pihak yang berperan dalam penanganan terhadap prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) adalah pemerintah sebanyak 69 %.

Masyarakat di Desa Kilensari yang peduli terhadap kondisi pengelolaan prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) sebanyak 85 %, dan tidak peduli sebanyak 15 %. Masyarakat di Desa Paowan yang peduli terhadap kondisi pengelolaan prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) sebanyak 93 %, dan tidak peduli sebanyak 7 %. Masyarakat di Desa Sumberkolak yang peduli terhadap kondisi pengelolaan prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) sebanyak 93 %, dan tidak peduli sebanyak 7 %. Masyarakat di Desa Wringinanom yang peduli terhadap kondisi pengelolaan prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) sebanyak 89 %, dan tidak peduli sebanyak 11 %.

SKPD SKPD SKPD SKPD Koordinasi : Komunikasi Konsultasi  Pelaksanaan Program Tujuan Pemerintah Daerah

(12)

Masyarakat di Desa Kilensari yang mau terlibat dalam pengelolaan prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) sebanyak 82 %, dan tidak mau terlibat sebanyak 18 %. Masyarakat di Desa Paowan yang mau terlibat dalam pengelolaan prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) sebanyak 90 %, dan tidak mau terlibat sebanyak 10 %. Masyarakat di Desa Sumberkolak yang mau terlibat dalam pengelolaan prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) sebanyak 89 %, dan tidak mau terlibat sebanyak 11 %. Masyarakat di Desa Wringinanom yang mau terlibat dalam pengelolaan prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) sebanyak 83 %, dan tidak mau terlibat sebanyak 17 %.

Masyarakat di Desa Kilensari yang mau berpartisipasi dalam pengelolaan prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) dengan kerja secara fisik secara sukarela sebanyak 24 %, kerja secara fisik dengan dibayar sebanyak 49 %, dan hanya mau membayar saja sebanyak 27 %. Masyarakat di Desa Paowan yang mau berpartisipasi dalam pengelolaan prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) dengan kerja secara fisik secara sukarela sebanyak 67 %, kerja secara fisik dengan dibayar sebanyak 23 %, dan hanya mau membayar saja sebanyak 10 %. Masyarakat di Desa Sumberkolak yang mau berpartisipasi dalam pengelolaan prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) dengan kerja secara fisik secara sukarela sebanyak 55 %, kerja secara fisik dengan dibayar sebanyak 25 %, dan hanya mau membayar saja sebanyak 20 %. Masyarakat di Desa Wringinanom yang mau berpartisipasi dalam pengelolaan prasarana lingkungan (air kotor/limbah & sampah) dengan kerja secara fisik secara sukarela sebanyak 49 %, kerja secara fisik dengan dibayar sebanyak 20 %, dan hanya mau membayar saja sebanyak 31 %.

Upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo untuk meningkatkan kesadaran/peran serta masyarakat dalam pengelolaan prasarana lingkungan permukiman yang terkait dengan air kotor/ limbah dan persampahan adalah :

 Melakukan sosialisasi dan penyuluhan yang mudah dimengerti oleh masyarakat akan pentingnya prasarana air kotor/ limbah dan persampahan yang baik. Penyuluhan dilakukan pada sekolah-sekolah, RT, RW, Desa dan kelompok pengajian (majlis taklim) dengan menggandeng tokoh masyarat, kyai atau ulama.

 Untuk bidang air kotor/ limbah perlu mengusulkan agar dilakukan lomba pengelolaan MCK umum setiap tahunnya dengan hadiah bantuan stimulus. Hal ini dilakukan agar masyarakat tertarik untuk ikut menjaga dan terlibat dalam pengelolaan MCK umum.

 Untuk bidang persampahan perlu mengusulkan agar dilakukan lomba kebersihan baik antar RT, RW, maupun antar Desa setiap tahunnya dengan hadiah bantuan stimulus untuk peningkatan prasarana persampahan. Hal ini dilakukan agar masyarakat yang ada turut merasa bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan di sekitarnya.

 Mengusulkan adanya percontohan dalam hal pengelolaan prasarana lingkungan permukiman dalam skala RT, RW dan Desa.

Pendekatan secara botoom-up oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Situbondo dalam pelayanan terhadap masyarakat perlu segera direalisasikan. Salah satu cara yang konkret yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Situbondo untuk mewujudkan hal tersebut adalah Pelembagaan (institusionalisasi) peran serta masyarakat. Bentuk atau cara yang bisa dilakukan dalam pelembagaan peran tersebut adalah salah satunya, memberi legitimasi terhadap peran serta masyarakat melalui aturan hukum.

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengelolaan prasarana lingkungan permukiman di pinggiran Sungai Sampean untuk prasarana air limbah dan persampahan masih belum memadai, alternatif yang dapat dilakukan yaitu,

 Prasarana pengolahan air limbah untuk permukiman di pinggiran Sungai Sampean yang dapat diterapkan yaitu model jamban keluarga dengan septic tank individu dan model MCK umum.  Prasarana persampahan untuk permukiman di pinggiran Sungai Sampean yang dapat diterapkan

yaitu wadah sampah komunal.

2. Peran pemerintah dalam pengelolaan prasarana lingkungan permukiman belum berjalan dengan baik. Hal tersebut disebabkan oleh sumber daya aparatur yang masih rendah, alokasi anggaran rendah, belum adanya koordinasi antar instansi yang terkait dalam pengelolaan prasarana lingkungan permukiman khususnya bidang air limbah dan sampah, maupun koordinasi antara pemerintah dengan masyarakat. 3. Kesadaran dan peran serta masyarakat belum tercipta dengan baik seperti masih banyak masyarakat

(13)

5. REFERENSI

Aarne P., Vesilind, Morrel W., Reinhart D., (2002), Solid Waste Engineering, Brooks & Cole Publishing Company, New York.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Situbondo (2008), Kecamatan Panarukan Dalam Angka 2008.

Kementerian Kesehatan (1990), Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air, Jakarta.

Kementerian Pekerjaaan Umum (1994), SNI 19-3864-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan.

Kementerian Pekerjaan Umum, Dirjen Cipta Karya (2000), Petunjuk Teknis Spesifikasi Cubluk Kembar, Jakarta

Kementerian Pekerjaan Umum (2002), SNI 03-2398-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan Sistem Resapan.

Kementerian Pekerjaan Umum (2002), SNI 03-2399-2002 Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum

LAN RI, (2007), Model Partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan Publik di Beberapa Negara Terpilih, Hasil Kajian LAN RI.

Nazir, M. (1988), Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Pemerintah Kabupaten Situbondo (2005), Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Situbondo, Bappeda Kabupaten Situbondo, Situbondo

Tchobanoglous, G., (1991), Waste Water Engineering Collection and Pumping Waste Water, Mc.Graw-Hill Book Co., New York

Tchobanoglous G., Theisen H., and Vigil S., (2003), Integrated Solid Waste Management, Mc. Graw Hill Publishing Company, New York.

(14)
(15)

ANALISA TINGKAT KEBISINGAN LALU-LINTAS KENDARAAN DI JALAN

EMBONG MALANG SURABAYA

(Tutug Dhanardono, Aries Purwanto, Heri Justiono,)

Jurusan Teknik Fisika FTI-ITS

ABSTRAK

Lalu-lintas kendaraan bermotor di Jalan Embong Malang Surabaya (JEMS) dapat mengganggu, baik secara psikis maupun fisis, terhadap lingkungan di sekitarnya,. Tingkat Kebisingan lalu lintas kendaraan bermotor ini selalu berfluktuasi dan berulang secara periodik tertentu, sehingga diperlukan pengukuran selama selang waktu periodik tertentu untuk mengevaluasi kebisingan yang berfluktuasi tersebut.

Pada penelitian ini akan dievaluasi tingkat kebisingan akibat lalu lintas kendaraan bermotor di Jalan Embong Malang Surabaya yang mengganggu lingkungan dengan besaran definitif Tingkat Kebisingan Ekuivalen (Leq), Day-night Average Sound Level (DNL), dan Community Noise Equivalent Level (CNEL).

Data primer diperoleh dari pengukuran selama 24 jam, selama satu minggu, dengan pengambilan data setiap 5 menit sekali. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh bahwa nilai Leq adalah 75.46 dBA, DNL

adalah 79.41, dBA, CNEL adalah 79.88 dBA.

Keywords: Bising lingkungan, Leq, DNL,CNEL

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

Bunyi yang diakibatkan oleh bermacam-macam sumber sumber bunyi yang ada pada suatu daerah sehingga meyebabkan komunitas penduduk daerah tersebut terganggu disebut sebagai kebisingan lingkungan. Pada daerah kota besar ataupun kota metropolitan seperti Surabaya, area pemukiman sekitar jalan raya merupakan salah satu area yang terkena kebisingan lingkungan cukup besar, kontinyu dan berlangsung terus-menerus. Banyaknya jalan raya dengan kepadatan lalu-lintas yang tinggi di dalam kota besar menyebabkan daerah yang terkena kebisingan lingkungan dari jalan raya juga cukup luas, sehingga kebisingan lingkungan akibat dari lalu-lintas jalan raya di kota besar merupakan salah satu penyumbang kebisingan lingkungan yang cukup tinggi selain kegiatan lndustri.

Masalah kebisingan lingkungan yang diakibatkan oleh jalan raya pada umumnya kurang diperhatikan karena pengaruhnya tidak langsung terasa oleh penduduk yang menetap di daerah tersebut, namun kebisingan lingkungan yang kontinyu dan berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan pengaruh-pengaruh yang merugikan peda penduduk yang menetap di daerah tersebut. Kebisingan lingkungan yang kontinyu serta terus – menerus melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan dapat berdampak kerugian fisik maupun phsykis . Dampak kebisingan lingkungan yang berupa kerugian fisik sebagai contoh adalah rusaknya organ-organ pendengaran serta penurunan kemampuan mendengar lebih cepat dari usia ideal seseorang. Dampak phsykis yang diakibatkan kebisingan lingkungan sebagai contoh adalah : emosional yang tinggi serta perubahan perilaku dalam berbicara tanpa disadari.

Jalan Embong Malang ,Surabaya adalah salah satu contoh jalan yang mewakili jalan-jalan lain di kota Surabaya yang mempunyai kharakteristik berupa kepadatan lalulintas yang tinggi serta kontinyu selama 24 jam. Evaluasi kebisingan lingkunga sangat diperlukan di daerah pemukiman di sekitar jalan raya, karena dapat memberikan informasi seberapa besar tingkat kebisingan lingkungan selama 24 jam yang diterima penduduk yang bermukim disekitar jalan raya tersebut. Hasil evaluasi kebisingan lingkungan dapat digunakan untuk menilai apakah fungsi area disekitar jalan raya tersebut sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan ataukah belum, sehingga dalam pembangunan kota dimasa mendatang dapat dipilih fungsi area yang lebih cocok dengan tingkat kebisingan serta kondisi lingkungan di daerah tersebut.

Tingkat kebisingan lingkungan pada daerah di sekitar jalan raya selain kontinyu juga berfluktuasi dari waktu ke waktu selama 24 jam. Untuk menentukan tingkat kebisingan lingkungan yang diterima daerah tersebut selama 24 jam memerlukan pengukuran selama 24 jam pula. Namun dalam perkembanganya, banyak sekali metode pengukuran yang digunakan untuk menghitung tingkat kebisingan lingkungan baik oleh pemerintah melalui surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan maupun lembaga International lainnya, misalnya : EPA di Inggris dan FHWA di Amerika. Metode tersebut dikembangkan sesuai karakter kebisingan lingkungan di masing-masing lokasi. Dengan mengacu pada pengukuran kontinyu yang ideal selama 24 jam, dapat dikembangkan metode pengukuran yang nilai keakuratanya mendekati pengukuran kontinyu yang ideal selama 24 jam namun dengan frekuensi pembacaan pada saat pengukuran yang lebih kecil, sehingga dapat mengefisienkan waktu pengukuran.

(16)

  n 1 i 10 L i eq pi 10 . p log 10 L         

n 1 i 10 Lpi i jam 24 , eq t .10 24 1 log 10 L         

n 1 i 10 Lpi i eq t .10 T 1 log 10 L 1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kebisingan lingkungan pada daerah pemukiman sekitar Jalan Embong Malang Surabaya dengan besaran definitif Leq, Ldn, dan CNEL.

1.3 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian penelitian tentang kebisingan lingkungan yang diakibat lalu-lintas kendaraan di Jalan Embong Malang ini adalah : Bagaimana menentukan nilai parameter kebisingan lingkungan, yaitu Leq

24jam, DNL, dan CNEL di pemukiman sekitar Jalan Embong Malang, Surabaya ?

1.4. Batasan Masalah

 Penentuan nilai kebisingan lingkungan selama 24 jam hanya untuk daerah di luar ruangan/ bangunan.  Daerah penelitian hanya mencakup daerah pemukiman yang terletak dekat sekali dengan jalan raya.  Hari aktif yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis diasumsikan mempunyai pola kebisingan harian yang sama,

sehingga cukup diwakili pada satu titik ukur.

II. DASAR TEORI

Parameter Kebisingan Lingkungan.

Tingkat gangguan kebisingan di kawasan pemukiman, perkantoran, rumah sakit dsb, dinyatakan oleh tidak terpenuhinya paramater yang dipakai untuk menilai kebisingan lingkungan, yaitu besaran-besaran definitif yang direkomendasikan untuk dipakai sebagai acuan. Besaran-besaran tersebut antara lain adalah Tingkat kebisingan ekuivalen, Day-Night Average Sound Level, Community Noise Equivalent Level.

Equivalent Sound Level ( Leq ).

Tingkat tekanan bunyi ekuivalen ( Leq ) adalah tingkat tekanan bunyi yang mewakili tingkat tekanan bunyi yang berubah terhadap waktu dalam selang atau periode waktu tertentu (misal 1 jam, 8 jam, 24 jam, 1 minggu, 1 bulan). Tingkat Tekanan bunyi ekuivalen dinyatakan dalam besaran dBA dan dapat dinyatakan dengan persamaan :

dBA atau

dBA dimana : pi : fraksi waktu.(ti/T)

t

1 : durasi waktu saat terjadi Lp1

Leq : tingkat tekanan bunyi ekuivalen ,dBA.

T : waktu total pengukuran.

Untuk total waktu pengukuran 24 jam maka T = 24, dan Tingkat tekanan bunyi ekuivalen dapat ditulis : dBA

Tingkat Tekanan Bunyi ekuivalen dalam satu minggu dapat dinyatakan dengan persamaan :

7

10

10

10

10

.

4

log

10

L

) libur hr ( xL 1 . 0 ) pekan akhir ( xL 1 . 0 ) pendek hr ( xL 1 . 0 ) aktif hr ( xL 1 . 0 eq eq eq eq eq

dalam satuan dBA

Day Night Average Sound Level (Ldn)

Salah satu parameter yang sering digunakan untuk menilai kebisingan lingkungan adalah Day-Night Sound Level, Ldn, Besaran ini mewakili tingkat kebisingan selama 24 jam, yang dibagi dalam 2 interval waktu yaitu

siang (pukul 0.7.00 – 22.00= 15 jam) dan malam (pukul 22.00 – 07.00 = 9 jam). Day-Night Average Sound Level dinyatakan dengan persamaan :

(17)

        15x100.1xLd 9x100.1x(Ln10) 24 1 log 10 DNL dBA

Dalam waktu satu minggu, Day-Night Average Sound Level dapat ditulis :

7

10

10

10

10

.

4

log

10

DNL

) libur hr ( xL 1 . 0 ) pekan akhir ( xL 1 . 0 ) pendek hr ( xL 1 . 0 ) aktif hr ( xL 1 . 0 ) ggu min 1 ( dn dn dn dn

dalam satuan dBA

Community Noise Equivalent Level (CNEL).

CNEL pertama kali diperkenalkan di California namun juga dipakai di Denmark, dengan tujuan

mengevaluasi serta meberikan aturan standar kebisingan di suatu komunitas orang. CNEL pada dasarnya adalah tingkat kebisingan rata-rata selama 24 jam dalam skala dB(A), setelah menambahkan beban sebesar 5 dB(A) pada interval waktu sore hari ( pukul 19.00 sampai dengan 22.00 ),dan setelah menambahkan beban kebisingan sebesar 10 dB(A) pada interval waktu malam hari ( pukul 22.00 sampai dengan 07.00 ). Nilai CNEL bisa diperoleh dai persamaan :

12

x

10

0.1xLd

3

x

10

0.1x(Le5)

9

x

10

0.1x(Ln10)

24

1

log

10

CNEL

dBA dimana : L

d = tingkat kebisingan ekuivalen siang hari, dBA.

Le = tingkat kebisingan ekuivalen sore hari, dBA L

n = tingkat kebisingan ekuivalen malam hari, dBA.

Dalam waktu satu minggu CNEL dapat ditulis sebagai :

          7 10 10 10 10 . 4 log 10 CNEL ) libur hr ( CNEL ) pekan akhir ( CNEL ) pendek hr ( CNEL ) aktif hr ( CNEL ) ggu min 1 ( dalam satuan dBA

III. METODOLOGI PENELITIAN. 3.1. Penentuan objek penelitian.

Pada penelitian mengenai kebisingan lingkungan akibat lalulintas kendaraan, yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah jalan Embong Malang Surabaya. Jalan Embong Malang Surabaya dijadikan sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut :

 Lokasi jalan Embong Malang Surabaya yang terletak di pusat kota Surabaya, sehingga diperkirakan mempunyai dampak kebisingan yang besar terhadap masyarakat yang bermukim di sekitarnya.

 Arus lalulintas jalan Embong Malang Surabaya tergolong sedang tetapi kontinyu.

 Jarak pemukiman di sekitar Embong Malang Surabaya rata-rata sangat dekat dengan garis tepi jalan.

 Aktivitas penduduk di sekitar jalan Embong Malang Surabaya cukup beragam .

 Banyak sekali aktivitas penduduk yang memakan waktu kerja cukup lama dilakukan di luar area perumahan (out door).

 Tidak ada sumber kebisingan lain yang cukup besar selain dari lalu-lintas kendaraan di lokasi pemukiman sekitar jalan Embong Malang Surabaya.

 Panjang ruas jalan Embong Malang Surabaya tergolong yang tidak terlalu panjang sehingga memudahkan dalam mengambil jumlah titik pengukuran.

3.2. Pengambilan Data

Penentuan Titik Ukur.

Pada penelitian ini ditentukan 3 titik ukur yang letaknya disebelah kanan Jalan Embong Malang, Surabaya (dari arah Jalan Basuki Rahmat) dengan pertimbangan pada daerah sebelah kanan jalan merupakan daerah pemukiman berupa rumah toko (ruko) serta banyak sekali aktivitas kerja outdoor masyarakat yang memakan waktu cukup lama, sedangkan disebelah kiri berupa gedung-gedung dan pusat perbelanjaan. Dengan melihat pola arus lalu-lintas sepanjang lajur jalan ditentukan 3 buah titik ukur, titik 1 terletak di ruas sebelah timur (dekat Jl. Tunjungan), titik 2 terletak di ruas tengah, dan titik 3 terletak di ruas bagian Barat (dekat Jl. Blauran)

(18)

Hitung Leq, DNL dan CNEL 24 jam pada titik ukur I

Hitung Leq, DNL dan CNEL 24 jam pada titik ukur II

Hitung Leq, DNL dan CNEL 24 jam pada titik ukur III

Hitung Leq, DNL dan CNEL 1 minggu pada titik ukur

I

Hitung Leq, DNL dan CNEL 1 minggu pada titik

ukur II

Hitung Leq, DNL dan CNEL 1minggu pada titik

ukur III

Hitung Leq, DNL dan CNEL

1 minggu rata-rata dari titik ukur I, II, dan III Mulai

Selesai  Penentuan jadwal pengambilan data.

Jadwal pengambilan data disusun dengan pertimbangan pembagian hari dalam 1 minggu. Dari 7 hari dalam 1 minggu bisa dibagi menjadi 4 kategori, yaitu sebagai berikut :

 Hari aktif atau hari kerja yaitu mulai hari Senin sampai Kamis

 Hari pendek yaitu hari Jum’at.

 Akhir pekan yaitu hari Sabtu.

 Hari Libur umum yaitu hari Minggu. Tabel 3.1 : Jadwal pengukuran selama 24 jam

NO HARI TANGGAL WAKTU POSISI TTK UKUR KETERANGAN

1 SELASA 5 APRIL 05 00.00 – 24.00 1 Hari aktif

2 RABU 6 APRIL 05 00.00 – 24.00 2 Hari aktif

3 KAMIS 7 APRIL 05 00.00 – 24.00 3 Hari aktif

4 JUM’AT 8 APRIL 05 00.00 – 24.00 1 Hari pendek

5 SABTU 9 APRIL 05 00.00 – 24.00 1 Akhir pekan

6 MINGGU 10 APRIL 05 00.00 – 24.00 1 Hari libur

7 JUM’AT 15 APRIL 05 00.00 – 24.00 2 Hari pendek

8 SABTU 16 APRIL 05 00.00 – 24.00 2 Akhir pekan

9 MINGGU 17 APRIL 05 00.00 – 24.00 2 Hari libur

10 JUM’AT 29 APRIL 05 00.00 – 24.00 3 Hari pendek

11 SABTU 30APRIL 05 00.00 – 24.00 3 Akhir pekan

12 MINGGU 1 MEI 05 00.00 – 24.00 3 Hari libur

3.3.Pengolahan Data

(19)

IV. HASIL DAN DISKUSI 4.1.Hasil Perhitungan

Tabel 4.1 : Perhitungan Leq24jam, DNL ( Day-Night Average Sound Level )

dan CNEL (Community Noise Equivalent Level) pada Titik I

NO HARI TITIK I

Leq(24 jam) DNL CNEL

1 Selasa, 5 April 2005 76.30 80.06 80.49

2 Jum’t, 8 April 2005 75.59 78.92 79.35

3 Sabtu, 9 April 2005 77.30 81.62 81.96

4 Minggu, 10 April 2005 76.25 81.71 81.96

Tabel 4.2 : Perhitungan Leq24jam, DNL ( Day-Night Average Sound Level )

dan CNEL (Community Noise Equivalent Level) pada Titik II

NO HARI TITIK I

Leq(24 jam) DNL CNEL

1 Selasa, 6 April 2005 77.45 81.04 81.64

2 Jum’t, 15 April 2005 75.69 79.94 80.36

3 Sabtu,16 April 2005 76.51 80.26 80.74

4 Minggu, 17 April 2005 75.05 79.56 79.92

Tabel 4.3 : Perhitungan Leq24jam, DNL ( Day-Night Average Sound Level )

dan CNEL (Community Noise Equivalent Level) pada Titik III

NO HARI TITIK I

Leq(24 jam) DNL CNEL

1 Selasa, 7 April 2005 71.90 75.90 76.45

2 Jum’t, 29 April 2005 71.27 75.31 75.76

3 Sabtu, 30 April 2005 71.01 75.55 75.97

4 Minggu, 1 Meil 2005 70.54 74.43 74.96

Tabel 4.4 : Perhitungan Leq, DNL, dan CNEL dalam 1 minggu pada titik I,II,III NO TITIK UKUR Leq(minggu) DNL(minggu) CNEL(minggu)

1 I 76.36 80.45 80.83

2 II 76.91 80.60 81.14

3 III 71.52 75.58 76.10

Tabel 4.5 : Perhitungan Leq, DNL, dan CNEL pada titik I,II,III 1 minggu rata-rata

NO PARAMETER KEBISINGAN LINGKUNGAN dBA

1 Leq(1 minggu rata-rata) 76.46

2 DNL (1 minggu rata-rata) 79.41

3 CNEL (1 minggu rata-rata) 79.88

4.2. Diskusi

Leq(24jam), DNL dan CNEL Titik I, II, III Pada Jenis Hari Yang Sama.

Kolom Leq(24jam) dari tabel 4.1, 4.2 dan 4.3 menunjukan tingkat kebisingan equivalent selama 24 jam untuk

masing-masing hari dan titik pengukuran. Pada hari aktif nilai Leq(24jam) titik I dan titik II hampir sama yaitu

75 dB(A) walupun dengan hari pengukuran yang berbeda sedangkan untuk titik III adalah yang terendah yaitu 71.9 dB(A). Untuk hari jumat nilai titik I dan II juga hampir sama yaitu sekitar 75 dB(A) sedangkan pada titik III mempunyai nilai yang terendah yaitu 71.27 dB(A). Pada hari Sabtu Leq(24jam) titik I dan II hampir sama yaitu dengan pembulatan menunjukan nilai 77 dB(A) kecuali titik III mempunyai nilai terendah yaitu 71.01 dB(A). untuk hari Minggu seperti halnya hari aktif, hari Jumat dan hari Sabtu titik I dan titik II mempunyai selisih 1.2 dB(A) yaitu 76.25 dB(A) untuk titik I dan 75.05 untuk titik II, namun selisih desibel yang lebih kecil dari 3 dB, bisa dianggap sama. Titik III pada hari Minggu mempunyai nilai Leq(24jam) terendah yaitu 70.54 dB(A).

Gambar

Tabel 3.  Hasil  Analisis  Kebutuhan  MCK  Dengan  Menggunakan  Anaerobic  Baffled  Reactor  (ABR)  Dan    WC Pribadi Untuk Permukiman di Pinggiran Sungai Sampean
Tabel 4. Hasil Analisis Kebutuhan Wadah Komunal Untuk Permukiman di Pinggiran Sungai Sampean
Gambar 1. Model Koordinasi Yang Dapat Diterapkan Bagi Antar Instansi/ SKPD di Kabupaten Situbondo
Gambar 1 : Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan dengan 1 layer Input, 2 layer Hidden, dan 1 layer Output  Berdasarkan  ada  tidaknya  acuan  pada  saat  proses  belajar  berlangsung,  kaidah  belajar  dikelompokkan  menjadi  dua,  yaitu  belajar  dengan  peng
+7

Referensi

Dokumen terkait

Profil penggunaan antibiotik tanpa resep dokter pada masyarakat yang berkunjung ke puskesmas katapang kabupaten bandung.. Association between Perceived Value and

Dengan pertimbangan bahwa pada saat ini dana perbankan kurang tersedia untuk mendukung pembiayaan pembangunan agribisnis karet (tingkat suku bunga terlampau tinggi)

Dari jumlah tersebut 76 % diantaranya adalah penduduk usia kerja (usia 15 – 64 tahun), maka dari segi jumlah usia produktif, sumber daya manusia Kabupaten

Nilai efisiensi yang dihasilkan dari usaha pengolahan ikan asin teri di Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon yaitu 1,02 yang berarti bahwa setiap Rp.1,00 biaya

Dengan melihat kondisi pasar muara karang diperlukan pemecahan masalah berupa penataan ulang pada ruang – ruang didalam bangunan dan menyediakan sirkulasi gerak

Bab I – Pendahuluan, menjelaskan secara ringkas latar belakang, aspek strategis Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, serta struktur organisasi; Bab II – Perencanaan dan

Atas dasar tersebut penulis membuat sistem informasi manajemen masjid berbasis web yang dibuat dengan PHP, farmework CodeIgniter, dan database MySQL dengan tujuan

h) .mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara ilsing itu;. i) tanpa ada kewajiban, turut serta dalam pemilihan sesuatu yang