• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDIKSI CUACA MARITIM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Metode Distribusi Normal

Pada langkah berikutnya adalah melakukan pembelajaran menggunakan metode preprocessing

distribusi normal. Sama seperti pada metode sebelumnya, data yang di-scalling adalah data masukan dan keluaran baik untuk pembelajaran maupun untuk validasi. Setelah melakukan pembelajaran, data di scalling

lagi untuk dikembalikan ke range data awal sehingga didapat data yang sebenarnya. Pada langkal awal,dicari nilai rata-rata dan standart deviasinya terlebih dahulu.. Data masukan-keluaran setelah di-scalling

Gambar 12. Grafik kecepatan angin, scalling dengan distribusi normal

Gambar 13.Grafik kelembaban udara, scalling dengan distribusi normal

Gambar 14. Grafik arus laut, scalling dengan distribusi normal

Setelah melakukan pen-scalling-an data baik data masukan maupun keluaran, maka selanjutnya melakukan pelatihan atau pembelajaran untuk mendapatkan bobot baru yang tepat dan memiliki RMSE terendah. Begitu halnya seperti pada metode sebelumnya, data scalling ini dibagi menjadi 2 untuk

pembelajaran sebanyak 500 pasangan data masukan-keluaran dan 229 pasangan data masukan-keluaran digunakan untuk validasi. Pada tahap pembelajaran, pada akhirnya didapat bobot-bobot yang sesuai disetiap strukturnya. Sedangkan struktur yang akan dipembelajaran sudah dipersiapkan beberapa model struktur. Untuk scalling menggunakan metode distribusi normal ini dipersiapkan 202 jenis struktur yang berbeda-beda spesifikasi modelnya baik secara hiddenlayer,hiddennode, dan jenis fungsi aktifasi dilayer keluaran. Jenis aktifasi dilayer keluaran menggunakan purelin dan logsig dimana fungsi aktifasi tersebut dipilih salah satu yang menghasilkan nilai validasi terbaik.

Hasil dari struktur JST ini adalah sebuah prediksi variabel fisis cuaca maritim berupa arus laut, ketinggian gelombang laut dan curah hujan. Sehingga hasil akhir dari rancang model ini adalah 3 buah struktur model JST dengan 3 keluaran variabel yang berbeda seperti yang sudah dibicarakan tadi. Dilakukan

pembelajaran sebanyak 3kali untuk satu buah strukturnya dan dipilih bobot yang terbaik berdasarkan parameter RMSE.

Pada metode ini, sama seperti metode sebelumnya yaitu perlakuan pembelajaran baik untuk variabel arus laut, ketinggian gelombang laut, dan curah hujan dilakukan dengan berbagai macam struktur. Setiap struktur di-pembelajaran sebanyak 3 kali dan dipilih dengan tingkat RMSE yang terbaik. Dan seluruh struktur di-pembelajaran untuk dibandingkan hasil RMSE yang terbaik. RMSE yang terbaiklah yang dipilih sebagai prediktor baik arus laut , ketinggian gelombang laut, maupun curah hujan. Pembelajaran yang dilakukan untuk seluruh struktur yang dimungkinkan dengan perbedaan hidden layer, hidden node, dan fungsi aktifasi di layer keluaran.Proses selanjutnya adalah validasi dimana kedua buah struktur dengan bobot – bobotnya yang sudah tepat dibandingkan nilai RMSE-nya untuk dipilih salah satu yang terbaik. Data validasi menggunakan data yang 299 data. Pembelajaran yang dilakukan dengan JST untuk metode ini dengan variabel keluaran arus laut, tinggi gelombang laut dan curah hujan.

Arus Laut

Berdasarkan pembelajaran untuk variabel arus terlihat struktur yang memiliki nilai RMSE terendah yaitu pada struktur 4-10-16-3-1 untuk fungsi aktifasi pada layer keluaran logsig dan 4-5-1 untuk fungsi aktifasi pada layer keluaran purelin. Pada fungsi aktifasi akhir logsig memiliki RMSE sebesar 0,299 dan VAF 29,67% sedangkan pada fungsi aktifasi akhir purelin memiliki RMSE sebesar 0,205 dan VAF 36,01%. 4-10-16-3-1 maksudnya adalah 5 layer yaitu 4 nodelayer masukan,3 hiddenlayer yang terdiri dari 10 hidden node pada layer 1, 16 hiddennode pada layer 2, 3 hidden node pada layer 3, dan 1 layer keluaran untuk fungsi aktifasi pada layer keluaran logsig. Sedangkan struktur 4-5-1 maksudnya adalah 3 layer yaitu 4 node layer masukan,1 hiddenlayer yang terdiri dari 5 hiddennode dan 1 layer keluaran untuk fungsi aktifasi pada

layer keluaran purelin.

Ketinggian Gelombang Laut

Pembelajaran pada ketinggian gelombang dengan struktur yang memiliki nilai RMSE terkeciladalah 4-5-1 untuk fungsi aktifasi pada layer keluaran logsig dan 4-5-1 untuk fungsi aktifasi pada layer keluaran purelin. Pada fungsi aktifasi akhir logsig memiliki RMSE sebesar 0,193 dan VAF 31,62% sedangkan pada fungsi aktifasi akhir purelin memiliki RMSE sebesar 0,189 dan VAF 34,8%. 4-5-1 artinya adalah 3 layer

yaitu 4 nodelayer masukan,1 hiddenlayer yang terdiri dari 5 hiddennode, dan 1 layer keluaran untuk fungsi aktifasi pada layer keluaran logsig dan purelin.

Curah Hujan

Struktur dengan RMSE terendah pada pembelajaran curah hujan adalah struktur 4-15-1 untuk fungsi aktifasi pada layer keluaran logsig dan 4-20-14-1 untuk fungsi aktifasi pada layer keluaran purelin. Pada fungsi aktifasi akhir logsig memiliki RMSE sebesar 0,174 dan VAF 34,2 % sedangkan pada fungsi aktifasi akhir purelin memiliki RMSE sebesar 0,145 dan VAF 43,2%. struktur 4-15-1 maksudnya adalah 3 layer yaitu 4 nodelayer masukan,1 hiddenlayer yang terdiri dari 15 hiddennode 1 layer keluaran untuk fungsi aktifasi pada layer keluaran logsig. Sedangkan 4-20-14-1 maksudnya adalah 4 layer yaitu 4 node layer masukan,2

hiddenlayer yang terdiri dari 20 hiddennode pada layer 1, 14 hiddennode pada layer 2, dan 1 layer keluaran untuk fungsi aktifasi pada layer keluaran purelin.

4.2.2 Validasi

Validasi bertujuan untuk mengetahui kehandalan dari JST yang telah dibangun, apakah mampu mengidentifikasi masukanyang belum pernah diterima sebelumnya (dalam proses pembelajaran). Data yang digunakan untuk masukan JST yang akan digunakan dalam proses validasi adalah data-data yang belum pernah di-traning-kan sama sekali pada jaringan syaraf tiruan yang telah dibangun.

Pada proses validasi terdapat 229 pasangan data masukan-keluaran yang sudah disiapkan dipakai sebagai data masukan untuk struktur JST yang sudah di pembelajaran dengan bobot-bobot yang sudah sesuai. Hasil keluarannya dibandingkan dengan dengan keluaran dari data 229 pasangan data tadi untuk didapat RMSE dan VAFnya kembali. RMSE dan VAF inilah sebagai parameter akhir penentuan model struktur mana yang akan dipakai dan dipercaya sebagai prediktor gangguan cuaca kemaritiman ini. Dengan menvalidasi setiap struktur-struktur yang sudah terpilih saat pembelajaran maka dibuat tabel untuk membandingkan setiap struktur dengan parameter RMSE dan VAF hasil validasi. Tabel pembandingan sebagai berikut :

Tabel 1. Validasi keluaran JST

Dari tabel diatas maka dapat dibandingkan hasil validasi berupa parameter RMSE dan VAF. RMSE terkecil merupakan pilihan terbaik dan VAF terbesarlah yang terbaik pula. Tabel diatas merupakan perbandingan pada setiap variabel keluaran yaitu arus laut, ketinggian gelombang dan curah hujan. Di setiap variabel keluaran terdapat perbedaan baik dari metode preprocessingnya, fungsi aktifasi di layer keluaran dan struktur yang sudah dipilih saat pembelajaran berdasarkan RMSE saat pembelajaran.

Validasi Arus Laut

Pada prediksi arus laut, telah dibandingkan hasil keluaran validasi berdasarkan parameter RMSE dan VAF. Struktur yang terbaik berada pada struktur 4-5-1 dimana preprocessing menggunakan metode min-max dan fungsi aktifasi pada layer keluaran adalah logsig. Hasil nilai RMSE setelah proses validasi adalah 0,137 dengan VAF adalah 58,7%.

Validasi Ketinggian Gelombang Laut

Pada prediksi ketinggian gelombang laut struktur yang terbaik berada pada struktur 4-15-1 dimana

preprocessing menggunakan metode min-max dan fungsi aktifasi pada layer keluaran adalah logsig. Hasil nilai RMSE setelah proses validasi adalah 0,132 dengan VAF adalah 18,7%.

Validasi Curah Hujan

Pada prediksi curah hujan, setelah dibandingkan hasil keluaran validasi berdasarkan parameter RMSE dan VAF. Struktur yang terbaik berada pada struktur 4-10-8-5-1 dimana preprocessing menggunakan metode min-max dan fungsi aktifasi pada layer keluaran adalah logsig. Hasil nilai RMSE setelah proses validasi adalah 0,299 dengan VAF adalah 26,1%. Struktur inilah yang digunakan untuk memprediksi rata-rata kecepatan arus laut di hari berikutnya. Pada struktur model JST menggunakan prepocessing data metode distribusi normal tidak bisa dipilih meskipun mempunyai RMSE dan VAF yang lebih baik dikarenakan hasil keluaran setelah dikembalikan pada range data yang sebenarnya sangat rentan bernilai negatif. Hal ini disebabkan rata-rata curah hujan berada di sekitar 0, sehingga distribusi data menjadi dapat bersifat negatif.

Meskipun error curah hujan cukup tinggi tetapi untuk memprediksi besok hujan atau tidak, sistem sudah dapat memprediksi cukup baik. 84% dari 100% data validasi yang diujikan, sistem sudah dapat memprediksi dengan benar apakah hujan atau tidak hujan dikeesokan harinya. Sehingga dari 229 data uji, sistem sudah dapat memprediksi dengan benar apakah besok hujan atau tidak sebanyak 192 data. Sedangkan data yang lain adalah gagal atau salah memprediksi. Analisa logika dalam validasi hujan ini dikatakan berhasil memprediksi jika sistem prediksi yang dibangun dapat menampilkan nilai yang sama seperti kondisi yang sebenarnya. Yaitu bernilai angka curah hujan tertentu jika kondisi sebenarnya adalah hujan dan tidak menampilkan nilai tertentu atau nilai yang dihasilkan cukup kecil (<1mm/day) jika kondisi yang sebenarnya adalah tidak hujan. Dengan analisa logika inilah maka dapat dicari tingkat keberhasilan prediksi apakah terjadi hujan atau tidak dikeesokan hari. Analisa tingkat keberhasilan prediksi ini diproses secara automatis menggunakan software MATLAB.

Pada penilitian sebelumnya menggunakan metode Fuzzy hanya dapat memprediksi dengan ketepatan 69%. Dengan membandingkan pada penelitian sebelumnya, sistem prediksi dengan metode JST ternyata masih lebih unggul dari pada dengan metode Fuzzy logic. Tetapi masih memiliki error yang cukup besar dalam memprediksi curah hujan.

RMSE VAF(%) RMSE VAF(%)

Logsig 4 - 10 - 16 - 3 - 1 0,299 29,670 0,239 48,400 Purelin 4 - 5 - 1 0,205 36,010 0,223 24,689 Logsig 4 - 5 - 1 0,105 49,530 0,137 58,700 Purelin 4 - 5 - 1 0,109 62,800 0,142 52,900 Logsig 4 - 5 - 1 0,193 31,620 0,217 31,200 Purelin 4- 5 - 1 0,189 34,800 0,202 24,900 Logsig 4 - 15 - 1 0,083 76,660 0,132 18,720 Purelin 4 - 40 - 10 - 7 - 1 0,164 51,670 0,229 49,730 Logsig 4 - 15 - 1 0,174 34,200 0,172 42,197 Purelin 4 - 20 - 14 - 1 0,145 43,169 0,666 30,917 Logsig 4 - 10 - 8 - 3 - 1 0,099 26,122 0,299 26,123 Purelin 4 - 40 - 5 - 3 - 1 0,092 32,415 2,213 26,326 Training Validasi

F. Aktivasi Akhir Struktur

Prepocessing Curah Hujan (mm) H. Gelombang (m) Arus (Cm/dtk) Dist. Normal MINMAX Dist. Normal MINMAX Dist. Normal MINMAX

Jika dilihat dari hasil validasi yang dilakukan, jaringan syaraf tiruan sudah mampu mengidentifikasi proses yang belum pernah diterimanya pada saat pembelajaran. Sehingga bobot hasil pembelajaran bisa diterima sebagai model hasil pembelajaran. Dan digunakan sebagai bobot untuk validasi. Dan selanjutnya bobot inilah yang digunakan sebagai prediktor gangguan cuaca maritim menggunakan metode JST dan diimplementasikan ke dalam software yang dibangun menggunakan bahasa pemrograman visual basic.

5. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada perancangan prediktor gangguan cuaca maritim menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

 Struktur model JST yang digunakan adalah seperti berikut :

o Untuk prediksi arus laut model struktur yang dipakai adalah 4-5-1, metode preprocessing data min-max dan fungsi aktifasi layer output adalah logsig.

o Untuk prediksi ketinggian gelombang laut model struktur yang dipakai adalah 4-15-1, metode preprocessing data min-max dan fungsi aktifasi layer output adalah logsig.

o Untuk prediksi curah hujan model struktur yang dipakai adalah 4-10-8-3-1, metode preprocessing data min-max dan fungsi aktifasi layer output adalah logsig.

 Hasil validasi perancangan prediktor gangguan cuaca maritim menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan menghasilkan parameter spesifikasi seperti berikut :

o Untuk prediksi arus laut menghasilkan nilai RMSE = 0,137 dan VAF = 58,7 %.

o Untuk prediksi ketinggian gelombang laut menghasilkan nilai RMSE = 0,132 dan VAF = 18,72 %.

o Untuk prediksi curah hujan menghasilkan nilai RMSE = 0,299 dan VAF = 26,122 % dan dapat memprediksi hujan di keesokan harinya sebesar 84%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Noorgard, ”Nerural Network”, Addison-Wesley Publishing Company, Inc., Reading, 2000 2. Bokosurtanak, “Konsep Dasar Indraja dan Pengolahan Citra”, Bandung 1995.

3. Inggrid, “Iklim Indonesa”, Surabaya 2000. 4. S. Aditya, “Terbentuknya Hujan”, Jogjakarta 1998.

5. R.H.Nielsen., “Neurocomputing”, Addison-Wesley Publishing Company, Inc., Reading, Massachusetts, 1990.

6. Widjiantoro, “Jaringan Syaraf Tiruan”, Bumi Permai, Jakarta, 2000. 7. ..

8. Arifin, Syamsul, dkk, 2009, Prediksi Cuaca Maritim Dengan Adaptif Neuro Fuzzy Inference System

PENENTUAN ALTERNATIF UNIT DAN PEMANFAATAN DALAM

Dokumen terkait