• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam benak mereka, seperti Who am I?, Apa yang membuat saya berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dalam benak mereka, seperti Who am I?, Apa yang membuat saya berbeda"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Masa remaja menjadi salah satu tahap dalam rentang kehidupan yang harus dilalui individu. Masa remaja merupakan masa dimana seorang anak mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Papalia dkk, 2007). Santrock (2009) menjelaskan masa remaja sebagai masa pencarian identitas seorang remaja, dengan berbagai pertanyaan mengenai identitas diri muncul dalam benak mereka, seperti “Who am I?”, “Apa yang membuat saya berbeda dengan yang lainnya?”, dan lain sebagainya.

Identitas diri mencakup identitas karir, agama, hubungan, pencapaian, seksual, budaya atau etnis, minat, kepribadian, dan identitas fisik, yaitu body image individu (Santrock, 2009). Body image merupakan persepsi, perasaan, dan pikiran seseorang mengenai tubuhnya dan biasanya dikonsepkan sebagai perkiraan ukuran tubuh, evaluasi terhadap daya tarik, dan emosi yang berkaitan dengan bentuk tubuh (Grogan, 1999; Muth & Cash, 1997 dalam Grogan, 2006) Menurut Papalia dkk (2007), body image merupakan keyakinan (belief) yang evaluatif dan deskriptif mengenai penampilan diri sendiri.

Baik remaja perempuan maupun laki-laki mulai memberi perhatian kepada penampilan fisiknya di usia remaja. Remaja akan sering memandangi dirinya di depan kaca dan berusaha menyesuaikan penampilannya dengan norma kelompoknya (APA, 2002). Remaja mulai memperhatikan karakteristik spesifik

(2)

tubuhnya, misalnya wajah, kulit, otot, berat badan, dan bentuk tubuhnya (Wertheim & Paxton, dalam Cash & Smolak, 2011). Penampilan fisik menjadi hal yang tampak dari luar dan hal pertama yang dinilai oleh orang lain dalam berinteraksi sehingga remaja berusaha membentuk identitas fisik yang ideal agar diterima oleh lingkungan sosialnya (Cash & Smolak, 2011).

Selama menjalani masa pubertas, remaja rentan dengan berbagai masalah fisik, mulai dari munculnya jerawat, bertambahnya lemak di bagian tubuh tertentu, dan sebagainya (Wertheim & Paxton, dalam Cash & Smolak, 2011). Selain masalah-masalah tersebut, remaja yang sedang mengalami maturasi tulang juga beresiko mengalami kelainan tulang belakang, salah satunya skoliosis (Mukaromah, 2011). Menurut Shah (2009), skoliosis hampir selalu muncul pada saat sebelum atau selama masa pertumbuhan di usia remaja.

Scolioser. Itulah istilah yang sering digunakan oleh para penderita skoliosis untuk menyebut diri mereka. Situs RS Bina Sehat (2012) dalam artikel berjudul “Solusi Atas Skoliosis” menjelaskan bahwa pada masyarakat Indonesia sendiri, skoliosis masih belum begitu dikenal, baik mengenai jenis kelainannya, penyebab, gejala, dan penanganannya. Secara sederhana, Anderson (2007) menjelaskan skoliosis sebagai kondisi lekukan tulang belakang yang abnormal. Namun, sebenarnya terjadi perubahan yang cukup signifikan pada tulang belakang akibat perubahan bentuk tulang belakang secara 3 (tiga) dimensi.

Menurut data dari American Physical Therapy Association (APTA, 1986), setiap 5-10 orang dari 100 anak yang berusia 9-14 tahun memiliki kemungkinan untuk mengembangkan skoliosis. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh

(3)

National Scoliosis Foundation di situsnya, terdapat 12 juta orang di dunia mengalami skoliosis. Soetedjo (2014) mengungkapkan bahwa angka kasus skoliosis adalah 2% dari jumlah populasi. Skoliosis juga lebih sering terjadi ditemukan pada perempuan daripada laki-laki. Ditambah lagi, skoliosis pada perempuan lebih progresif daripada skoliosis pada laki-laki (Deutchman & Lamantia, 2008).

Deteksi penderita skoliosis oleh dokter biasanya dilakukan dengan melihat riwayat medis, pemeriksaan fisik, hasil X-Ray, dan pengukuran kurva. Riwayat medis akan diperiksa apakah penderita pernah memiliki masalah medis yang berakibat pada lekukan tulang belakang. Lalu pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat bagaimana tinggi rendahnya bahu, posisi kepala apakah tepat berada di tengah, sisi-sisi tubuh dari berbagai sudut pandang, apakah tulang rusuk sama tinggi. Hasil X-Ray pada penderita skoliosis akan menunjukkan bentuk lekukan tulang belakangnya, yang biasanya berbentuk huruf C atau S. Setiap lekukan memiliki derajat kemiringan tergantung dari tingkat keparahannya (National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases US, 2008). Derajat kemiringan skoliosis terbagi 3 (tiga), yaitu ringan (kurva 11o-19o). sedang (kurva 20o-29o) dan parah (kurva di atas 30o). Besarnya kurva ini dapat terus bertambah apabila tidak diberikan treatment (New York Chiropractic College, 2008).

Tidak hanya posisi tubuh yang tidak simetris, Anderson (2007) menambahkan bahwa skoliosis juga bisa menyebabkan tulang belakang berotasi. Satu sisi tubuh penderita skoliosis menjadi terlihat lebih menjorok lebih ke dalam dan satu sisi tubuh lainnya lebih menonjol. Ketika badan membungkuk ke depan,

(4)

bagian punggung penderita skoliosis akan terlihat seperti memiliki sebuah punuk seperti orang bungkuk, namun hanya di satu sisi (yang menonjol).

Skoliosis juga dapat mempengaruhi fungsi kerja organ penderitanya. Dikarenakan bentuk tulang belakang yang membengkok ke satu sisi, ruang paru-paru penderita skoliosis juga menjadi lebih kecil dan jantung yang agak tertekan (Deutchman & Lamantia, 2008). Hal ini biasanya mengakibatkan penderita skoliosis memiliki nafas yang pendek dan rasa sakit pada dada sebelah kiri (posisi jantung). Ketidaknormalan posisi tulang belakang ini juga memberikan rasa nyeri pada punggung bagian bawah atau yang sering disebut low back pain (National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases US, 2008).

Masalah kesehatan pada penderita skoliosis berbeda dengan penderita masalah fisik lainnya. Penderita skoliosis terlahir dengan kondisi tulang belakang yang normal. Perubahan fisik pada penderita skoliosis kebanyakan dimulai dari usia remaja yang tulang belakangnya semakin membengkok seiring dengan berjalannya waktu (Deutchman & Lamantia, 2008). Blog pribadi seorang remaja

scolioser menceritakan pengalamannya semasa SMA ketika dia mulai menyadari

bahwa dirinya mengalami skoliosis. Gejala skoliosis seperti tulang rusuk yang lebih maju sebelah, memang sudah sedikit tampak ketika kelas SD. Namun hal itu diabaikan hingga duduk di bangku SMA, pertumbuhan tulang semakin terlihat jelas, dan ditambah lagi itu merupakan usia seorang anak perempuan mulai memperhatikan penampilannya.

“….Masa SMA. Di masa ini, segala sesuatu mulai berubah. Perubahan fisik saya mulai tampak jelas. Saya mulai memperhatikan penampilan.

(5)

...Saya mulai merasa saya aneh, saya jelek. Orang-orang sering memandangi punggung saya seolah saya monster yang sangat aneh. Saya tidak suka tatapan itu."

(Leo, F., kutipan blog pribadi penderita skoliosis, 11 Maret 2013) Tampilan fisik yang berbeda membuat remaja penderita skoliosis merasa berbeda dan terlihat aneh. Apalagi, mengingat persentase penderita skoliosis yang rendah, bentuk fisik pada penderita skoliosis bukan hal yang lazim ditemui di masyarakat. Hal ini akan berdampak pada body-image pada penderita skoliosis itu sendiri.

Salah satu hasil penelitian Agata & Testor (2012) pada remaja penderita skoliosis idiopatik menunjukkan bahwa remaja penderita skoliosis idiopatik memiliki body image yang negatif dan hal ini berdampak pada isu psikososial penderita skoliosis. Penelitian mengenai body image akan relevan pada individu yang memiliki penyakit atau masalah dengan bentuk fisik tubuhnya. Isu utama pada remaja penderita skoliosis idiopatik adalah buruknya body image (Payne dkk, 1997 dalam Agata & Testor, 2012).

Hal tersebut didukung oleh Mukaromah (2011) yang melakukan studi fenomenologi mengenai pengalaman psikososial pada remaja penderita skoliosis di Jawa Tengah. Skoliosis menjadi stressor yang tinggi pada penderita, khususnya terkait dengan body image. Remaja penderita skoliosis mengalami kekhawatiran akan masa depannya. Hal ini dikarenakan ketidakpastian dari keadaan skoliosis yang dialaminya, yaitu kurva yang terus bertambah, ketidakberdayaan, dan gangguan dalam membentuk identitas dirinya.

“...Skoliosis itu nggak akan bisa sembuh kecuali dioperasi. Gue nggak tahu berapa kurva gue, karena gue belum periksa tulang gue ini. Gue

(6)

bengkok kalo nggak diapa-apain. Nanti, makin lama gue dijauhin karena fisik gue gak sempurna.”

(.,S, kutipan blog pribadi penderita skoliosis, 2014) “...bukan mereka yang berbeda. tapi aku. Aku yang skoliosis. Aku anak

yang nggak kuat lari. Aku anak yang payah. Aku yang nggak bisa bertingkah seperti anak yang lain.

…ketakutanku cuma satu. aku takut Allah mengambil nyawaku secepatnya hanya gara gara skoliosis ini. Skoliosis dapat menyebabkan berkurangnya tinggi badan jika tidak diobati. Kurva sebesar lebih dari 80 hingga 90 derajat berkaitan dengan sesak serta risiko gagal jantung dan kematian.”

(.,G, kutipan blog pribadi penderita skoliosis, 20 Juni 2013) Kedua kutipan di atas menunjukkan bagaimana remaja penderita skoliosis merasa tidak berdaya atas keadaannya. Hal ini dapat berdampak pada self-esteem remaja penderita skoliosis. Dikarenakan skoliosisnya, remaja merasa takut akan dijauhi oleh teman-temannya karena tampilan fisiknya yang berbeda dan merasa tidak bisa melakukan apa yang kebanyakan orang lain dapat lakukan. Perubahan fisik yang tidak diinginkan akibat penyakit, kecelakaan, dan bertambahnya usia dapat berpengaruh kepada body image individu. Hal ini kemudian dapat berdampak pada menurunnya kualitas hidup dan self-esteem (Anderson, 2000; Gannon, 2000; Rumsey & Harcourt, 2004; Thomas Mc-Clean, 2000, dalam Grogan, 2006).

Hal ini sejalan dengan pernyataan Santrock (1998) yang mana penampilan fisik merupakan salah satu penyumbang yang besar pada self-esteem seseorang. Coopersmith (1967, dalam Emler 2001) mendefinisikan self-esteem sebagai sejauhmana individu mempercayai bahwa dirinya mampu, penting, berhasil, dan berharga. Dengan adanya self-esteem, maka individu akan merasa lebih percaya diri pada kelebihannya dan merasa lebih berharga. Ketika individu memiliki

(7)

self-esteem yang rendah, maka individu akan merasa inferior, helpless, kehilangan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya Maslow (dalam Schultz & Schultz, 1994).

Berdasarkan uraian di atas, terdapat hubungan antara body image dengan self-esteem. Pada penderita skoliosis, khususnya di usia remaja, isu body image menjadi salah satu hal yang esensial. Masalah body image ini akan semakin berkembang dan dapat mempengaruhi kehidupan penderita skoliosis, yang salah satunya adalah bagaimana individu menghargai dirinya sendiri (self-esteem). Oleh sebab itu, peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh body image terhadap self-esteem pada remaja penderita skoliosis.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada pengaruh body image terhadap self-esteem pada remaja penderita skoliosis?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh body image terhadap self-esteem pada remaja penderita skoliosis.

2. Menggambarkan body image dan self-esteem remaja penderita skoliosis ditinjau dari usia, jenis kelamin, derajat kemiringan skoliosis, usia didiagnosa skoliosis, dan treatment skoliosis yang dijalani.

(8)

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan akan diperoleh manfaat antara lain: 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana pengetahuan di bidang psikologi klinis, khususnya mengenai body image dan self-esteem pada remaja penderita skoliosis.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat menjadi wacana bagi penderita skoliosis, masyarakat umum maupun yang memiliki anggota keluarga penderita skoliosis untuk mengetahui aspek psikologis pada penderita skoliosis berkaitan dengan body image dan self-esteem.

b. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi masyarakat untuk lebih sadar dengan kasus skoliosis yang ada di Indonesia.

c. Hasil penelitian ini dapat menjadi saran bagi penelitian selanjutnya mengenai body image, self-esteem, maupun penderita skoliosis.

d. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi konselor ketika berhadapan dengan klien remaja penderita skoliosis terkait dengan body image dan self-esteem.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bab I Pendahuluan

(9)

Pada bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 2. Bab II Landasan Teori

Pada bab ini berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian, antara lain body image, self-esteem, remaja, skoliosis, dan pengaruh body image terhadap self-esteem pada penderita skoliosis.

3. Bab III Metode Penelitian

Pada bab ini berisi penjelasan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional dari masing-masing variabel, populasi dan teknik pengambilan sampel, alat ukur penelitian, uji coba alat ukur, prosedur penelitian, dan metode analisa data.

4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bab ini, akan diuraikan keseluruhan hasil analisa data penelitian, diawali dengan gambaran umum subjek penelitian, hasil uji hipotesa, kemudian pembahasan mengenai hasil penelitian.

5. Bab V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran bagi penelitian selanjutnya berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.

Referensi

Dokumen terkait

ARGA DWI PRATAMA, 2019, 201410050311078, Universitas Muhammadiyah Malang, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Pemerintahan, Peran Badan Keswadayaan

FIFO juga sering digunakan untuk stok barang pada sebuah toko termasuk Toko Makmur juga menggunakan metode ini dikarenakan barang- barang yang diterima akan

Dari hasil penelitian struktur kepemilikan secara positif mempengaruhi struktur modal tetapi tidak signifikan mempengaruhi struktur modal, berarti struktur kepemilikan bertambah

Dari hasil analisis data didapatkan bahwa nilai r = 0,541; p<0,05, yang berarti bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara Dukungan Sosial Rekan Kerja

Penelitian yang dilakukan oleh Van Tendeloo dan Vanstraelen (2005) untuk perusahaan privat (tidak terdaftar), menemukan bahwa perbedaan kualitas audit antara perusahaan audit Big

Based on the analyses of these 28 streamflow time series and 13 artificially generated signals with known dynamics, no direct relationship between the nature of underlying

 Penyusunan Detail Design adalah untuk memberikan pedoman atau panduan secara teknis dalam melaksanakan Pembangunan Fasilitas Pabrikasi Pelumas Percontohan, berdasarkan pada

Komite adalah komite yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris untuk membantu pelaksanaan tugas Dewan Komisaris yang terdiri dari komite audit, komite