• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kualitas Kompos Melalui Penambahan Bahan Aditif Alami dan Model Dinamika Pengujinya Pada Tanaman Pangan dan Hortikultura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peningkatan Kualitas Kompos Melalui Penambahan Bahan Aditif Alami dan Model Dinamika Pengujinya Pada Tanaman Pangan dan Hortikultura"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 60

Peningkatan Kualitas Kompos Melalui Penambahan Bahan

Aditif Alami dan Model Dinamika Pengujinya Pada

Tanaman Pangan dan Hortikultura

Anis Sholihah, Siti Asmaniyah Mardiyani, Siti Muslikhah

Abstract

A research of increasing compost quality using natural additives matter and its dinamic testing in crop and horticulture plants was done in a plastic house. Field experiment of Agriculture Faculty, Malang Islamic University, Malang, East Java. The aims of this research were : to utilize agriculture waste as enrichment compost using natural additive matter, so the quality of the compost will increase, to determine optimum dosages of the enrichment compost, applicated in crop and horticulture plants, to know the influence of each enrichmentcompost ti the growth and production of crops and horticulture plants, to know the synchronization of nutrition (N,P,K) release of each compost and the absorbsivity of the plants, to know the residual effect of the enrichment compost in crops and horticulture plants. The result showed that some compost can be used as alternative organic fertilizer to increase N absorbtion.

_______________________________________ Key word : compost, enrichment, quality

A.PENDAHULUAN

Penggunaan pupuk anorganik terus-menerus menjadi penyebab menurunnya kesuburan tanah bila tidak diimbangi oleh penggunaan pupuk organik (kompos) dan pupuk hayati. Selama kurun waktu 20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan penggunaan pupuk kimia hampir 5 kali lipat, sementara produksi pertanian untuk tanaman pangan dimana pupuk tersebut digunakan hanya meningkat 50%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk anorganik sudah sangat tidak efisien dan bahkan kecenderungan yang ada justru terjadi penurunann produktivitas lahankarena menurunnya kandungan bahan organik tanah. Penghapusan subsidi pupuk oleh pemerintah juga berakibat pada mahalnya harga pupuk di pasaran. Akhir-akhir ini pupupk bukan hanya mahal tetapi juga langka.

Penggunaan pupuk organik memiliki beberapa keuntungan dan

kekurangan. Secara garis besar keuntungannya adalah memperbaiki kesuburan tanah baik secara fisik, kimia dan biologi tanah, sedang kekurangannya adalah: a). diperlukan dalam jumlah banyak untuk memenuhi kebutuhan tanaman, b). kandungan hara untuk bahan sejenis variasi c). kualitas pupuk rendah dilihat kandungan haranya dan d). aplikasi dilapangan baik menyangkut pengangkutan dan penggunaannya membutuhkan tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Kekurangan-kekurangan tersebut dapat diatasi dengan jalan meningkatkan kualitas pupuk organik dengan jalan penambahan bahan-bahan aditif yang dapat memperkaya kandungan pupuk organik (kompos).

Penelitian ini mempunyai tujuan khusus antara lain:

1) Memanfaatkan limbah pertanian sebagai kompos yang diperkaya dengan bahan-bahan alami sehingga mempunyai kualitas tinggi.

(2)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 61

2) Menentukan dosis optimum masing-masing kompos pada 2 jenis tanaman 3) Mengetahui pengaruh masing-masing

kompos yang diperkaya pada berbagai dosis terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pangan dan hortikultura

4) Mengetahui singkronisasi pelepasan unsur hara oelh masing-masing kompos dengan serapan oleh tanaman pangan dan hortikultura

5) Mengetahui efek residu dari kompos diperkaya pada pangan dan tanaman hortikultura

B.METODOLOGI

Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Pada tahap pertama pembuatan kompos dari limbah jerami padi, dedak, dan arang sekam yang diperkaya dengan azzola, eceng gondok, dan tepung tulang ayam sengan berbagai perbandingan.

Pada tahap II terdiri dari dua macam percobaan yang dilakukan secara pararel yaitu; (1) percobaan inkubasi tidak tercuci dan (2) percobaan pot dengan tanaman pangan (jagung) dan tanaman hortikultura (sawi). Sebelum pelaksanaan tahap II ini kompos yang sudah dihasilkan pada tahap I dianalisis awal kualitasnya terlebih dahulu. Selain analisis terhadap kompos juga dilakukan analisis dasar terhadap tanah yang akan dipakai dalam percobaan inkubasi dan percobaan pot dengan maksud untuk mengetahui kondisi awal masing-masing bahan sebelum dipakai percobaan.

1) Percobaan Inkubasi tidak tercuci

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui dinamika proses moneralisasi kompos yang dihasilkan dari tahap awal. Percobaan inkubasi ini dilaksanakan di laboratorium dengan suhu rata-rata harian berkisar 25 - 27°C. Percobaan ini memerlukan waktu 6 bulan yang dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, pengambilan sample dan analisis laboratorium.

Disain percobaan Rancangan Acak Kelompok faktorial dimana faktor I jenis kompos (K) terdiri dari 8 level yaitu: K0 = kontrol (pupuk NPK), K1 =

(1/3 Jerami + 1/3 dedak + 1/3 aram sekam) + Azolae perbandingan 1 : 1, K2

= (1/3 Jerami + 1/3 dedak + 1/3 aram sekam) + tepung tulang perbandingan 1 : 1, K3 = (1/3 Jerami + 1/3 dedak + 1/3

aram sekam) + eceng gondok perbandingan 1 : 1, K4 = (1/3 Jerami +

1/3 dedak + 1/3 aram sekam) + (½ Azollae + ½ tepung tulang) perbandingan 1 : 1, K5 = (1/3 Jerami +

1/3 dedak + 1/3 aram sekam) + (½ Azollae + ½ eceng gondok) perbandingan 1 : 1, K6 = (1/3 Jerami +

1/3 dedak + 1/3 aram sekam) + (½ tepung tulang + ½ eceng gondok) perbandingan 1 : 1, K7 = (1/3 Jerami +

1/3 dedak + 1/3 aram sekam) + (1/3 Azolae + 1/3 tepung tulang + 1/3 ecemg gondok perbandingan 1 :1. Faktor II Dosis (D) yang terdiri dari 5 level yakni : D0 = 0 ton/ha, D1 = 5 ton/ha, D2 = 10

ton/ha, D3 = 15 ton/ha dan D4 = 20

ton/ha. Sehingga didapatkan 40 kombinasi.

2) Percobaab pot dengan Tanama Jagung dan Tanaman Sawi

Percobaab ini bertujuan untuk mengetahui besarnya serapan unsure nitrogen, phosphor dan kalium oleh tanaman pangan (jagung) dan tanaman hortikultura (sawi) dan besarnya kandungan unsure nitrogen, phosphor dan kalium yang tersisa di dalam tanah. Percobaan pot dengan menggunakan tanaman jagung dan sawi dilakukan di rumah kaca yang suhu rata-rata hariannya sebesar 27,5°C – 29,5°C dan pararel dengan percobaan inkubasi. Percobaan pot ini sendiri memerlukan waktu 6 bulan mulai dari persiapan, pelaksanaan, pengamatan pertumbuhan dan produksi, analisis laboratorium. Semua perlakuan percobaan pot ini sama dengan saat percobaan inkubasi tetapi dikonversi dalam tanah 10 Kg

(3)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 62

dengan 3 kali ulangan dan ditambah satu faktor yaitu jenis tanaman. Pada percobaan pot ini disain percobaan faktorial yang disusun dengan Rancangan Acak Kelompok. Faktor pertama adalah jenis kompos (K), faktor kedua adalah jenis tanaman (T) yang terdiri dari : T1 = jagung (tanaman

pangan) T2 = sawi (tanaman

hortikultura) dan faktor ketiga adalah Dosis (D) yang terdiri dari 5 level. Pengamatan dilakukan dengan dua cara yaitu destruktif dan non destruktif sebagai berikut:

Pengamatan Non Destruktif

Terdiri dari pengamatan terhadap Tinggi tanaman (cm), jumlah daun per tanaman (helai), luas daun per tanaman (cm2), umur berbunga, dihitung mulai tanam sampai munculnya bunga.

Pengamatan Destruktif

Terdiri dari pengamatan terhadap : Panjang Tongkol jagung, Bobot segar total tanaman (g), Total panjang akar (cm), Bobot kering total tanaman (g), Indeks panen dihitung dengan cara, Bobot buah (g), Berat kering tajuk dan berat kering akar untuk analisis serapan N, P dan K pada masa akhir vegetatif, Recovery N, P, K kompos oleh tanaman jagung dan sawi; Disamping itu dilakukan analisis pada tanah tenpat media tanaman jagung dan sawi tumbuh dangan maksud untuk mengetahui distribusi unsur N, P K yang tersisa dalam tanah.

Data-data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan anova uji F £ = 0,05 untuk variabel-variabel, variabel pertumbuhan tanaman, variabel serapan N, P dan K, variabel produksi tanaman. Untuk menguji kesamaan antara pupuk organic (kompos) dan pupuk NPK dilakukan dengan uji proporsi Z dengan α = 0,05 (Stelle and Torie, 1986) setelah percobaan tahun ke 2. Sedangkan untuk mengetahui perlakuan yang terbaik pada perlakuan yang nyata uji Duncan’s 5%. Penentuan dosis optimum dilakukan dengan analisis regresi korelasi biasa.

C.HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Hasil Analisis kualitas Kompos

Hasil analisis kualitas kompos pada akhir pengomposan parameter pengamatan secara kualitatif terlihat warna kompos berkisar antara coklat, sangat coklat samapi hitam adapun tekstur berkisar antara remah kasar-remah agak kasar sampai remah halus sedang kelarutan dengan NaOH larut sedikit sampai larut sempurna. Hasil uji parameter Kuantitatif Kompos pada berbagai Parameter pengamatan menunjukkan bahwa kandungan unsur N, P dan K dari masing-masing kompos yang dihasilkan bervariasi mulai dari 0.3% yang terendah sampai 1,34% hal tersebut masih termasuk kisaran kelas sedang, jadi dapat disimpulkan masih harus ditingkatkan kandungan N, P dan K dari kompos tersebut. Adapun C/N rasio antara 10 samapi 14 uga termasuk dalam kelas sedang artinya untuk siap dipakai sebagai pupuk masih perlu waktu sedikit untuk direndahkan. Kandungan bahan organik tertinggi terdapat pada jenis kompos K1 dan K5 yaitu sma-sama 29,26% sedang yang terendah pada K2 sebesar 17,05%. Polifenol tertinggi pada K3 yaitu 1,79% terendah K1. Lignin tertinggi pad K1 sebesar 23,78% terendah pada K4 13,54%. Selulose tertinggi pada K2 sebesar 37,06% dan terndah pada K6 sebesar 16,44%.

Hasil Analisis N Mineral Percobaan Inkubasi

Kompos yang dihasilkan dari berbagai campuran bahan organik dan dicampuri dengan tanah setelah diinkubasi selama 14 minggu dalam kondisi inkubasi tidak tercuci didapatkan hasil bahwa analisis ragam jumlah N-mineral kumulatif terjadi interaksi anatara jenis kompos dan dosis pada minggu ke 2, minggu 4, minggu 8 dan minggu 14 sedang pada minggu 1 jenis kompos dan dosis berpengaruh nyata secara sendiri-sendiri.

Hubungan antara N-mineral kumulatif dengan jenis kompos pada

(4)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 63

berbagai dosis terlihat pada Gambar lampiran 1. Pada gambar terlihat bahwa semua perlakuan pemberian pupuk mulai dari K0 (kontro pupuk NPK) sampai pada K7menunjukkan adanya peningkatan jumlah N mineral, dimana peningkatan yang tajam pelepasan N mineral terjadi pada minggu 1 sampai minggu ke 4 artinya mulai minggu pertama sampai satu bulan terjadi peningkatan jumlah N mineral yang tajam dibanding dengan minggu-minggu selanjutnya hal ini terjadi pada semua perlakuan kompos yang diberikan. Selanjutnya setelah 1 bulan setiap perlakuan kompos yang diberikan sampai minggu ke 8 da ke 14 menunjukkan perlakuan yang berbeda-beda. Pada minggu ke 8 semua perlakuan kecuali perlakuan K6 menunjukkan penurunan N mineral selanjutnya terjadi peningkatan pada minggu ke 14. Sedang pada perlakuan K6 terjadi peningkatan N mineral selama pengamatan mulai minggu 1 sampai minggu 8 pada semua dosis yang diberikan. Pada K0 dosis 5 ton/ha (D1) dan 10 ton/ha (D2) terjadi peningkatan terus jumlah N mineral. Pada K1 peningkatan N mineral terus mulai minggu 1 sampai minggu 14 terjadi pada dosis 15 ton/ha (D3), dan 20 ton/ha (D4), sedang pada perlakuan K2 dan K3 peningkatan terus terjadi pada perlakuan 5 ton/ha (D1), 10 ton/ha (D2) dan 15 ton/ha (D3), pada perlakuan K4 peningkatan terjadi hanya sampai pada minggu 4 selanjutnya minggu 8 terjadi penurunan kemudian minggu ke 14 meningkat kembali tren ini terjadi pada semua dosis yang diberikan. Perlakuan K5 peningkatan N mineral terus mulai minggu 1 sampai minggu 14 terjadi pada dosis 10 ton/ha (D2), dosis 15 ton/ha (D3) dan 20 ton/ha (D4). Perlakuan K7 menunjukkan perilaku yang bervariasi dimana dosis 5 ton/ha dan 10 ton/ha jumlah N mineral terus meningkat sedang pada dosis 15 ton/ha (D3) dan 20 ton/ha (D4) dan dosis 0 ton/ha menurun terus jumlah N mineral.

(5)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 64

Gambar 1. Hubungan N-Mineral Kumulatif dilepaskan Kompos Vs Waktu Pengamatan.

Hasil Analisis P Mineral Percobaan Inkubasi

Kompos yang dihasilkan dari berbagai campuran bahan organik dan dicampuri dengan tanah setelah diinkubasi selama 14 minggu dalam kondisi inkubasi tidak tercuci didapatkan bahwa analisis ragam jumlah P-mineral kumulatif terjadi interaksi antara jenis kompos dan dosis pada mulai minggu 1 sampai minngu 14. Hubungan antara P-mineral kumulatif dengan jenis kompos pada berbagai dosis terlihat pada Gambar 11 di bawah ini bahwa semua perlakuaqn pemberian pupuk mulai dari K0 (kontrol pupuk NPK) sampai pada K7 menunjukkan terjadi peningkatan jumlah P mineral mulai minggu 1 sampai minggu ke 14, dimana peningkatan yang tajam pelepasan P mineral terjadi pada minggu 1 sampai minggu ke 4 artinya mulai minggu pertama sampai satu bulan terjadi peningktan jumlah P mineral yang tajam dibanding dengan minggu-minggu selanjutnya hal ini terjadi pada semua perlakuan kompos dan dosis yang diberikan. Semua perlakuan kompos yang diberikan. Pada K0 dan K1 dan K4 dosis 15 ton/ha (D3) menunjukkan jumlah P mineral yang terbanyak dibanding dosis yang lain, sedang pada K2, K3, K5 dan K7 jumlah P mineral yang terbanyak terjadi pada dosis 20 ton/ha (D4), sedang pada K6 jumlah P mineral yang terbanyak terjadi pada dosis 10 ton/ha (D2).

Hasil Analisis K Mineral Percobaan Inkubasi

Kompos yang dihasilkan dari berbagai campuran bahan organik dan dicampur dengan tanah setelah diinkubasi selama 14 minggu dalam kondisi inkubasi tidak tercuci didapatkan hasil bahwa analisis ragam jumlah K-mineral kumulatif terjadi interaksi antara jenis kompos dan dosis pada mulai minggu 1 sampai minggu 14.

Hubungan antara K-mineral kumulatif dengan jenis kompos pada berbagai dosis terlihat pada gambar 12 di bawah ini. Pada

(6)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 65

Gambar 12 terlihat bahwa semua perlakuan pemberian pupuk mulai dari K0 (kontrol pupuk NPK) sampai pada K7 menunjukkan terjadi peningkatan jumlah K mineral mulai minggu 1 sampai minggu ke 14. Pada K0, K2, K3, K5, K6 dan K7 jumlah K mineral terbanyak tarjadi pada dosis 20 ton/ha (D4) sedang pada K1 jumlah K mineral terbanyak terjadi pada dosis 10 ton/ha dimana pada dosis ini terjadi peningkatan yang tajam jumlah K mineral pada minggu ke 2 menuju minggu ke 4 selanjutnya K4 dosis 15 ton/ha (D3) menunjukkan jumlah K mineral yang terbanyak dibanding dosis yang lain.

(7)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 66

Gambar 2. Hubungan P-Mineral Kumulatif dilepaskan Kompos Vs Waktu Pengamatan.

(8)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 67

Gambar 3. Hubungan K-Mineral

Kumulatif dilepaskan Kompos Vs Waktu Pengamatan.

Konstanta Kecepatan Pelepasan Mineral N, P dan K

Hasil penghitungan konstanta kecepatan pelepasan mineral N, P dan K terlihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Konstanta Kecepatan pelepasan Mineral N, P dan K (mg.Kg-1/minggu)

Dari Tabel 26 diatas terlihat bahwa kecepatan pelepasan mineral N tertinggi terjadi pada jenis kompos K6 (2.0249 mg.Kg-1/minggu) demikian juga yang terjadi pada kecepatan pelepasan mineral P dan K dimana K6 menunjukkan kecepatan yang paling tinggi pula masing-masing sebesar 4.2108 mg.Kg-1/minggu dan 1.8423 mg.Kg-1/minggu. Adapun kecepatan pelepasan mineral N terendah ditunjukkan oleh jenis kompos K4 (1.6757 mg.Kg-1/minggu) sedang kecepatan pelepasan mineral P terendah ditunjukkan oleh jenis kompos K7 (4.1462 mg.Kg

-1

/minggu) dan kecepatan pelepasan mineral K terendah terjadi pada jenis kompos K1 (1.7364 mg.Kg-1/minggu).

Parameter Pertumbuhan Produksi Tanaman Jagung

Tinggi Tanaman Jagung

Selama pertumbuhan tanaman jagung kurang lebih umur 6 minggu dilakukan pengamatan terhadap parameter pertumbuhan tinggi tanaman (cm).

Dari hasil pengamatan tinggi tanaman menunjukkan pola yang sama yaitu makin meningkat dengan makin meningkatnya waktu pengamatan dimana dengan semakin bertambahnya periode pengamatan semakin bertambah tinggi pula. Hasil analisis ragam tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan demikian pula yang terjadi pada pengaruh secara terpisah pada umur 1-6 minggu pengamatan.

Tabel 2. Tinggi tanaman Jagung Umur 1 Minggu (cm).

Pada Tabel 2 terlihat bahwa jenis kompos K3, K4 dan K5 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata sedang jenis kompos K1, K2, K6 dan K7 tidak berbeda nyata dengan K0 (pupupk NPK). Pada umur 2 minggu tinggi tanaman berkisar antara 10,83 sampai 18,73 cm Tabel 28). Tabel 3. Tinggi Tanaman Jagung Umur 3 Minggu (cm)

Pada Tabel 29 terlihat bahwa jenis kompos K1 dan K6 menunjukkan tinggi tanaman yang tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan K3 dan K7. Tinggi tanaman

Jenis Konstanta Kecepatan Konstanta Kecepatan

Kompos Pelepasan Mineral N (kN) Pelepasan Mineral K (kK)

(kP) K1 1.8796 4.1737 1.7364 K2 1.9179 4.1991 1.8389 K3 1.9285 4.1751 1.8294 K4 1.6757 4.199 1.8378 K5 1.8973 4.1823 1.8285 K6 2.0249 4.2108 1.8423 K7 1.7527 4.1462 1.8263 Konstanta Kecepatan Pelepasan Mineral P Rata-Rata D0 D1 D2 D3 D4 K0 12.87 12.70 12.63 12,60 13.07 12.77 A K1 12.70 12.57 12.83 14.23 13.60 13.19 A K2 12.07 11.03 14.27 16.03 13.03 13.29 A K3 15.70 19.10 17.67 18.70 15.57 17.35 B K4 18.03 17.10 17.60 17.80 21.27 18.36 B K5 15.50 16.63 15.97 17.50 17.17 16.55 B K6 12.63 12.33 12.00 14.00 10.77 12.35 A K7 11.33 11.37 12.03 10.53 12.57 11.57 A Jenis Kompos Dosis (tom/ha) Rata-Rata D0 D1 D2 D3 D4 K0 62.60 56.40 64.70 65.50 63.97 62.63 A K1 62.87 63.43 77.40 65.17 72.37 68.25 C K2 53.97 54.67 63.70 64.87 67.27 60.89 AB K3 68.87 71.53 71.43 60.03 61.83 66.74 BC K4 59.10 58.37 63.70 63.33 64.93 61.89 AB K5 59.60 55.53 61.40 55.70 49.73 56.39 AB K6 62.40 69.23 73.20 70.93 64.00 67.95 C K7 64.60 71.83 68.90 57.57 65.53 65.69 Jenis Kompos Dosis (tom/ha)

(9)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 68

terendah ditunjukkan oleh pupuk NPK (K0) yang tidak berbeda nyata dengan K2, K4, dan K5.

Tabel 4. Tinggi Tanaman Jagung Umur 4 Minggu (cm)

Pada Tabel 4 terlihat bahwa jenis kompos K3, K6 dan K7 menunjukkan tingi tanaman yang tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan K0, K1 dan K5 (pupuk NPK). Tinggi tanaman terendah ditunjukkan oleh jenis kompos K2 yang tidak berbeda nyata dengan K4 dan K5. Tabel 5. Tinggi Tanaman Jagung Umur 5 Minggu (cm)

Pada Tabel 5 terlihat bahwa jenis kompos K6 menunjukkan tinggi tanaman yang tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan K0 (pupuk NPK). Tinggi tanaman terendah ditunjukkan oleh jenis kompos K2 yang tidak berbeda nyata dengan K4 dan K5.

Tabel 6. Tinggi Tanaman Jagung Umur 6 Minggu (cm)

Pada Tabel 6 terlihat bahwa jenis kompos K3 menunjukkan tinggi tanaman yang tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan K0 (pupuk NPK), K1 dan K6. Tinggi tanaman terendah ditunjukkan oleh jenis kompos K4 yang tidak berbeda nyata K2 dan K5.

Umur Berbunga Tanaman Jagung

Dari hasil pengamatan selama masa pertumbuhan tanaman jagung dilakukan pengamatan terhadap umur berbunga hasil analisis ragam terhadap umur berbunga menunjukkan tidak ada interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan tetapi secara terpisah perlakuan jenis kompos menunjukkan pengaruh yang nyata. Rata-rata umur berbunga tanaman jagung terlihat pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Umur Berbunga (hari) Tanaman Jagung

Pada Tabel 7 terlihat bahwa jenis kompos K6 menunjukkan umur berbunga tercepat dan tidak berbeda nyata dengan jenis kompos K0, K1, K2, K3 dan K7. Umur berbunga terlama ditunjukkan oleh jenis kompos K0, K3, K4 dan K5.

Bobot Segar Total Panen (gram) Tanaman Jagung

Dari hasil analisis ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi antara jenis kompos dan dosis terhadap bobot segar total jagung (lampiran 7). Secara terpisah perlakuan dosis tidak menunjukkan pengaruh yang nyata sedang jenis jenis kompos menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot segar total jagung. Rata-rata bobot segar total pada saat pengamatan terlihat pada Tabel 41.

Rata-Rata D0 D1 D2 D3 D4 K0 83.50 77.93 88.07 90.70 91.27 86.29 BC K1 85.57 86.87 100.30 82.13 93.53 89.68 BC K2 68.97 73.63 78.47 84.13 86.33 78.31 A K3 88.97 103.30 97.33 81.73 85.30 91.33 C K4 78.90 81.30 82.87 78.87 81.40 80.67 AB K5 82.20 83.27 86.97 82.00 83.03 83.49 ABC K6 88.70 99.93 103.47 98.33 91.10 96.31 C K7 92.20 96.93 93.93 82.07 83.97 89.82 C Jenis Kompos Dosis (tom/ha) Rata-Rata D0 D1 D2 D3 D4 K0 105.67 109.37 106.73 113.70 115.50 109.59 C K1 106.60 108.33 118.33 92.93 109.07 107,05 B K2 82.87 88.77 95.23 102.17 104.93 94.79 A K3 105.77 121.60 115.83 95.47 98.20 107.37 BC K4 92.20 90.27 91.53 92.27 90.43 91.34 A K5 90.63 86.23 96.93 97.27 89.67 92.15 A K6 99.43 116.73 116.20 112.77 101.83 109.39 C K7 103.87 106.13 103.40 93.57 95.83 100.56 B Jenis Kompos Dosis (tom/ha) Rata-Rata D0 D1 D2 D3 D4 K0 114.17 114.00 116.77 125.53 124.67 118.99 BC K1 110.80 116.40 128.03 102.23 112.63 114.02 BC K2 92.77 99.47 104.37 111.70 116.77 105.01 AB K3 138.17 131.50 124.67 105.70 110.43 122.09 C K4 98.37 99.20 105.33 100.40 98.33 100.33 A K5 97.60 95.20 104.40 109.23 103.97 102.08 AB K6 108.77 123.13 122.87 120.93 109.83 117.11 BC K7 116.33 115.53 112.13 104.77 107.53 111.26 B Jenis Kompos Dosis (tom/ha) Rata-Rata D0 D1 D2 D3 D4 K0 66.67 66.33 64.33 66.67 63.67 65.13 ABC K1 65.33 65.00 64.00 66.00 64.00 64.87 AB K2 66.67 66.67 65,67 67.00 66.00 66.40 AB K3 66.67 63.67 65.00 65.67 66.33 65.47 ABC K4 66.00 65.33 65.67 67.67 65.67 66.07 BC K5 65.33 66.33 64.67 65.33 67.00 65.73 BC K6 66.00 64.00 64.00 62.67 65.33 64.40 A K7 64.67 65.00 64.33 65.67 64.67 64.87 AB Jenis Kompos Dosis (tom/ha)

(10)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 69

Tabel 8. Bobot Segar Total Penan (gram) Tanaman Jagung

Dari Tabel 8 terlihat jenis kompos K1 menunjukkan hasil bobot segar total panen tertinggi menyamai pupuk NPK (K0) dan tidak berbeda nyata dengan jenis kompos K3, K5, dan K6. Sedang jenis kompos K2 dan K4 menunjukkan hasil terendah tetapi tidak berbeda nyata dengan jenis kompos K5, K6 dan K7.

Parameter Pertumbuhan Dan produksi Tanaman Sawi

Tinggi Tanaman Sawi

Dari hasil analisis ragam uji F terhadap tinggi tanaman pada tanaman sawi didapatkan hasil adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan pada umur 2 minggu pengamatan, sedang pengamatan 1, 3 dan 4 minggu tidak terjadi interaksi. Hasil analisis tinggi tanaman akibat perlakuan jenis kompos dan dosis pada minggu 2 setelah dilakukan uji duncan’s terlihat pada Tebal 9 di bawah ini.

Tabel 9. Tinggi Tanaman Sawi (cm) Umur 2 Minggu

Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi terbaik tinggi tanaman umur 2 minggu adalah K4D1 yang selanjutnya diikuti oleh perlakuan K6D1 alternatif pilihan yang dapat diambil adalah kompos jenis K4 atau K6 dengan dosis 5 ton/ha mampu menggantikan pemakaian pupuk NPK (K0) dengan dosis D1 (100kg/ha). Perlakuan yang terjelek diyunjukkan oleh kombinasi K4D0, K5D0, K1D4 dan K6D4.

Jumlah Daun Tanaman Sawi

Dari hasil analisis ragam uji F terdapat jumlah daun pada tanaman sawi didapatkan hasil adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan pada umur 2 minggu pengamatan sedang pengamatan 1, 3 dan 4 minggu tidak terjadi interaksi.

Hasil analisis jumlah daun akibat perlakuan jenis kompos dan dosis pada minggu 2 setelah dilakukan uji duncan’s terlihat pada tabel 10 di bawah ini dimana perlakuan kombinasi terbaik adalah K6D4, K5D0 dan K2D0. Perlakuan yang terjelek ditunjukkan oleh kombinasi perlakuan K1 sampai K7 pada dosis D1 dan selanjutnya K0 sampai K6 pada dosis D2, K0, K2, K3, K4, K5 dan K6 pada dosis D3, K0 sampai K3 pada dosis D4 dan terakhir kombinasi K5D4.

Tabel 10. Jumlah Daun Tanaman Sawi (minggu) Umur 2 Minggu

Rata-Rata D0 D1 D2 D3 D4 K0 203.76 201.04 207.07 206.55 228.38 209.40BC K1 229.91 247.11 237.10 168.22 193.77 215.22C K2 140.19 147.81 144.91 200.65 203.97 167.50A K3 181.12 227.31 213.91 184.93 209.58 203.36BC K4 177.52 142.12 195.24 175.10 183.11 175.42A K5 166.52 163.84 218.86 200.58 200.95 190.14ABC K6 144.11 178.80 230.68 208.90 193.03 191.10ABC K7 171.84 193.80 180.01 160.72 189.67 179.20AB Jenis Kompos Dosis (tom/ha) D0 D1 D2 D3 D4 a ab ab ab b K0 14.67 AB 17.03 D 17.57 B 16.00 B 18.07 AB a ab a a a K1 13.71 BC 15.77 BC 17.93 B 17.23 B 14.93 A a ab b a ab K2 15.07 AB 14.97 BC 17.03 AB 12.10 A 15.40 A a ab a a a K3 15.93 ABC 15.83 BC 16.47 AB 15.33 B 16.07 AB a abc ab bc c K4 12.87 A 16.17 CD 13.83 A 16.87 B 19.17 B a a a ab ab K5 17.67 B 13.33 A 14.60 AB 16.07 B 15.73 AB a a a a a K6 16.05 B 16.10 CD 17.63 B 16.00 B 15.63 A a a a a a K7 17.97 B 16.00 C 18.50 B 17.27 B 17.53 AB Perlakuan Dosis D0 D1 D2 D3 D4 a a a a a

K0 4.00BC 4.33B 4.33A 3.67AB 4.00AB

a a a a a

K1 4.33BC 4.00AB 4.67A 4.00B 4.00AB

b ab b a ab

K2 4.33BC 4.00AB 4.33A 3.00A 3.67A

a a a a a

K3 4.33BC 4.00AB 4.33A 4.00B 4.00AB

a a ab ab b

K4 3.00A 3.67AB 4.00A 4.33B 4.67B

b a ab a ab

K5 4.67C 3.33A 4.00A 3.67AB 4.00AB

a a a a b

K6 4.00BC 4.00AB 4.00A 3.33AB 5.00C

a a b ab ab

K7 3.67AB 3.67AB 4.67A 4.00B 4.33AB

(11)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 70 Luas Daun Tanaman Sawi

Dari hasil analisis ragam uji F terhadap luas daun pada tanaman sawi tidak terdapat antara jenis kompos dan dosis yang diberikan pada umur 1 sampai 4 minggu pengamatan (Lampiran 10). Secara terpish pada umur 2 minggu dosis dan jenis kompos berpengaruh nyata. Rata-rata luas daun tanaman sawi.

Rata-rataluas daun umur 2 minggu terlihat pada Tabel 53 dimana luas daun tertinggi pada jenis kompos K3 yang tidak berbeda nyata dengan kompos K7, sedang luas daun terendah pada jenis pada jenis kompos K4 yang tidak berbeda nyata dengan K0, K1, K2, K5 dan K6. Pada pengaruh dosis luas daun tertinggi pada dosis D4 yaitu dosis tertinggi 20 ton/ha dan luas daun terendah pada dosis D0 atau 0 tin.ha (tanpa pemupukan baik NPK atau kompos).

Tabel 11. Luas daun Tanaman Sawi (minggu) umur 2 Minggu

Bobot Segar Total Tanaman Sawi

Dari hasil analisis ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi antara jenis kompos dan dosis terhadap bobot segar total sawi (Lampiran 11). Secara terpisah perlakuan dosis tidak menunjukkan pengaruh yang nyata sedang jenis kompos menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot segar total sawi. Rata-rata bobot segar total pada saat pengamatan terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Bobot Segar Total Tanaman Sawi (gram)

Dari Tabel 11 terlihat bahwa dosis 20 ton/ha (D4) men8unjukkan bobot segar total tertinggi dibandingkan dengan dosis yang lain yaitu sebesar 117,64

gram/tanaman.

Serapan N Tanaman Jagung

Dari hasil analisis ragam uji F terhadap serapan N pada tanaman jagung didapatkan hasil adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan. Rata-rata serapan N setelah diuji dengan uji Duncan ditampilkan pada Tabel 12 berikut:

Tabel 12. Rerata Serapan N Akibat Perlakuan Jenis Kompos dan Dosis

Kombinasi terbaik serapan N pada adalah K1D2 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K0D2 hal ini berarti alternatif pilihan yang dapat diambil adalah kompos jenis K2 dengan dosis 20 ton/ha mampu menggantikan pemakaian pupuk NPK (K0) dengan dosis D2 (150kg/ha). Perlakuan terjelek ditunjukkan oleh kombinasi K4D0 dan K0D0, artinya

Rata-Rata D0 D1 D2 D3 D4 K0 130.88 130.88 131.78 86.61 126.22 121.27 AB K1 115.51 116.39 150.83 60.43 131.65 114.96 AB K2 84.53 127.14 142.45 109.31 140.39 120.79 AB K3 144.53 141.92 177.74 130.49 160.42 151.02 C K4 83.64 103.78 140.20 88.02 132.42 109.61 A K5 124.51 99.39 151.60 78.74 127.83 116.41 AB K6 89.44 139.64 124.92 98.90 174.44 125.47 AB K7 107.53 125.91 168.87 119.34 151.25 133.38 BC a c e b e 110.07 369.39 443.39 289.44 429.23 Jenis Kompos Dosis (tom/ha) Rata-rata D0 D1 D2 D3 D4 K0 66.01 109.13 98.47 67.54 124.96 K1 106.86 87.14 117.74 109.51 80.76 K2 75.83 83.09 74.55 55.78 102.95 K3 88.00 101.19 111.10 95.69 122.07 K4 73.82 82.77 90.39 126.32 143.26 K5 97.84 83.21 80.30 112.61 100.07 K6 81.81 109.80 114.38 104.88 135.96 K7 77.82 77.95 129.39 130.18 131.08 a a a a b 83.50 91.78 102.04 100.32 117.64 Jenis Kompos Dosis (tom/ha) Rata-rata D0 D1 D2 D3 D4 a b d b c K0 1.05 A 1.37 A 2.20 D 1.51 A 1.89 A a b d bc c K1 1.12 AB 1.56 A 2.34 D 1.67 AB 1.89 A a bc c ab d K2 1.68 C 2.12 CD 2.21 D 1.90 BC 2.48 B a c a b b K3 1.16 AB 2.00 BC 1.95 BCD 1.97 C 2.01 A a c a b b K4 1.26 A 2.26 D 1.23 A 1.97 C 1.88 A a b b b c K5 1.33 B 1.96 BC 1.93 BC .82 BC 2.54 B a b b b c K6 1.30 B 1.83 B 1.71 B 1.67 A 2.10 A a b b b b K7 1.58 C 2.26 D 2.16 CD 2.01 C 2.12 A Perlakuan Dosis

(12)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 71

perlakuan tanpa pupuk sama sekali baik dari kompos maupun dari pupuk NPK dan K4D2.

Serapan P Tanaman Jagung

Dari hasil analisis ragam uji F terhadap serapan P pada tanaman jagung didapatkan hasil adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan. Rata-rata serapan P setelah diuji dengan uji Duncan ditampilkan pada Tabel 60 berikut dimana perlakuan kombinasi terbai serapan P pada adalah K1D0 dan K3D0 adapun perlakuan yang terjelek ditunjukkan oleh kombinasi K0 pada semua dosis yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K1 pada dosis D1 dan D3, K2 pada dosis D2, D3 dan D4, K5 pada dosis D1 dan D3, K6 pada dosis D1 dan D3 serta K7 pada dosis D1 dan D4.

Tabel 13. Rerata Serapan P Akibat Perlakuan Jenis Kompos dan Dosis.

Serapan K Tanaman Jagung

Dari hasil analisis ragam uji F terhadap serapan K pada tanaman jagung didapatkan hasil adanya interaksi anatara jenis kompos dan dosis yang diberikan. Rata-rata serapan K setelah diuji dengan uji Duncan ditampilkan pada tabel 14 berikut:

Tabel 14. Rerata Serapan K Akibat Perlakuan Jenis Kompos dan Dosis

Kombinasi terbaik serapan K pada adalah K1D2 diikuti oleh K3D3 jadi dapat dikatakan bahwa untuk alternatif penggunaan jenis kompos menggantikan pupuk NPK adalah kombinasi perlakuan K1D2, K3D3 dan K3D4. Adapun perlakuan yang terjelek ditunjukkan oleh kombinasi K6D0 artinya tanpa pemupukan sama sekali.

Serapan N, P dan K Tanaman Sawi

Dari hasil analisis ragam uji F terhadap serapan N pada tanaman sawi didapatkan hasil adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan. Rata-rata serapan N setelah diuji dengan uji Duncan ditampilkan pada Tabel 15 berikut:

Tabel 15. Rerata Serapan N Akibat Perlakuan Jenis kompos dan Dosis

Kombinasi terbaik serapan N pada tanaman sawi adalah K7D3 (pemberian kompos jenis K7 dengan dosis 15 ton/ha)

D0 D1 D2 D3 D4 a a a a a K0 0.10 A 0.13 A 0.14 AB 0.13 AB 0.13 A b a ab a b K1 0.28 F 0.15 AB 0.17 B 0.14 AB 0.20 BC b b a a ab K2 0.17 BC 0.18 B 0.12 A 0.12 A 0.15 A b a a a a K3 0.27 F 0.15 AB 0.17 B 0.17 B 0.17 AB b ab a ab ab K4 0.18 CD 0.17 AB 0.13 A 0.16 AB 0.14 A b ab a a b K5 0.21 DE 0.18 AB 0.17 B 0.15 AB 0.21 C b a b a c K6 0.23 E 0.15 AB 0.22 C 0.14 AB 0.33 C a a a a a K7 0.14 AB 0.18 B 0.18 B 0.17 B 0.16 A Perlakuan Dosis D0 D1 D2 D3 D4 a e D2 c b K0 1.23 B 2.92 E 2.06 E 1.60 A 1.37 A a ab c b b K1 1.17 AB 1.83 CD 2.22 F 1.93 CD 1.84 C a c c b b K2 1.50 CD 1.88 D 1.87 CD 1.72 AB 1.64 B a b c d d K3 1.21 B 1.72 C 1.97 DE 2.13 E 2.19 E c b ab a a K4 2.17 E 1.91 D 1.83 C 1.73 AB 1.70 B a a b b b K5 1.43 C 1.44 B 1.97 DE 1.98 D 2.03 D a b c d d K6 1.06 A 1.27 A 1.47 A 1.60 A 1.71 B a bc ab c bc K7 1.60 D 1.74 C 1.70 B 1.83 BC 1.75 BC Perlakuan Dosis D0 D1 D2 D3 D4 a c c b ab K0 3.16 C 4.22 C 4.22 BC 3.78 A 3.45 A a b c d e K1 2.03 A 2.70 A 3.68 A 4.07 AB 4.67 CD a b b c bc K2 3.43 C 4.66 D 4.69 D 5.09 CD 4.84 C b a bc c bc K3 4.30 D 3.69 B 4.52 CD 4.85 C 4.64 CD a b c c bc K4 2.00 A 3.55 B 3.98 AB 3.97 AB 3.69 AB a b c bc b K5 2.15 A 4.37 CD 4.72 D 4.15 B 3.90 B a b bc c b K6 2.11 A 4.24 C 4.54 CD 4.80 C 4.37 C a c c d d K7 2.61 B 4.45 CD 4.72 D 5.27 D 3.59 AB Perlakuan Dosis

(13)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 72

yang selanjutnya diikuti oleh perlakuan kombinasi K1D4. Perlakuan yang terjelek ditunjukkan oleh kombinasi K4D0, K5D0 dan K6D0, artinya perlakuan tanpa pupuk sama sekali bai dari kompos maupun dari pupuk NPK.

Dari hasil analisis ragam uji F terhadap serapan P pada tanaman sawi didapatkan hasil adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan. Rata-rata serapan P setelah diuji dengan uji Duncan ditampilkan pada Tabel 16 berikut: Tabel 16. Rerata Serapan P Akibat Perlakuan Jenis Kompos dan Dosis

Pada Tabel 16 menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi terbaik serapan P pada tanaman sawi adalah kombinasi perlakuan K2D4 (pemberian kompos jenis K2 dengan dosis 20 ton/ha), K1D1 (pemberian kompos jenis K1 dengan dosis 5 ton/ha) dan K7D1 (pemberian kompos jenis K7 dengan dosis 5 ton/ha) adapun perlakuan yang terjelek ditunjukkan oleh kombinasi K4D0, K6D0, K7D0 yang berarti tanpa pemberian pupuk sama sekali baik pupuk NPK maupun kompos.

Dari hasil analisis ragam uji F terhadap serapak K pada tanaman sawi didapatkan hasil adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan. Rata-rata serapan K setelah setelah diuji dengan uji Duncan ditampilkan pada Tabel 17 berikut:

Tabel 17. Rerata Serapan K Akibat Perlakuan Jenis Kompos dan Dosis.

Kombinasi terbaik serapam K adalah K5D3 kemudian diikuti K4, K5 dan K6 pada dosis D2 (10 ton/ha). Adapun perlakuan yang terjelek terhadap serapan K ditunjukkan oleh kombinasi K1D0, K4D0, K3D1 dan K0D3.

Recovery Mineral N, P dan K Pada Tanaman Jagung

Dari hasil analisis ragam uji F terhadap %-N-Recovery pada tanaman jagung didapatkan hasil adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan. Perlakuan kombinasi terbaik 5-N-Recovery pada adalah K1D2. Perlakuan yang terjelek diyunjukkan oleh kombinasi K0D0, K1D0, K4D1, K6D3, K7D3, K2D2, K2D3, dan K7D4. Dari hasil analisis ragam uji F terhadap %-P-Recovery pada tanaman jagung didapatkan hasil adanya interaksi antara jenis kompos dengan dosis yang diberikan. Dari hasil analisis ragam uji F terhadap %-K-Recovery pada tanaman jagung didapatkan hasil adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan. Perlakuan kombinasi terbaik %-K-Recivery adalah K0D1 diikuti K4D0. Perlakuan yang terjelek terhadap %-K-Recovery ditunjukkan oleh kombinasi perlakuan K6D0 artinya tanpa pupupk sama sekali baik kompos maupun NPK. D0 D1 D2 D3 D4 a b b a a K0 0.28 C 0.37 CD 0.42 C 0.29 B 0.26 BC a c b ab a K1 0.20 B 0.45 F 0.33 B 0.28 B 0.24 B bc ab c a c K2 0.38 D 0.31 B 0.50 D 0.26 B 0.40 F b b b a a K3 0.31 CD 0.33 BC 0.30 A 0.14 A 0.13 A a ab bc cd d K4 0.12 A 0.17 A 0.22 A 0.27 B 0.30 CD a c b c b K5 0.16 AB 039 DE 0.31 B 0.40 C 0.33 DE a c c b b K6 0.10 A 0.44 EF 0.41 C 0.35 C 0.34 DEF a c b b b K7 0.12 A 0.45 F 0.31 B 0.36 C 0.36 EF Perlakuan Dosis D0 D1 D2 D3 D4 bc b d a c K0 4.44 EF 4.19 B 5.35 C 3.40 A 4.66 B a b b b b K1 2.82 A 4.54 B 4.42 A 4.70 C 4.55 AB bc c d a d K2 3.99 DE 5.15 C 5.89 DE 3.55 AB 6.33 E b a c c b K3 4.47 F 3.54 A 4.91 B 5.00 D 4.22 A a b d b c K4 3.02 A 5.39 C 6.11 EF 3.86 B 5.12 C a c d e b K5 3.45 B 5.31 C 6.42 F 7.83 F 4.24 AB a b d e c K6 3.67 CD 4.22 B 6.33 F 6.88 E 5.87 C a D1 c b c K7 3.52 C 7.25 D 5.56 CD 3.93 B 5.18 C Perlakuan Dosis

(14)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 73 Recovery Mineral N, P dan K Pada

Tanaman Sawi

Dari hasil analisis ragam uji F terhadap %-N-recovery pada tanaman sawi didapatkan hasil adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan. Kombinasi terbaik %-N-Recovery adalah K2D1 selanjutnya diikuti oleh perlakuan K2D0 dan K3D0. Perlakuan yang terjelek terhadap %-N-Recoveryditunjukkan oleh kombinasi K1, K5, K6, K7 pada dosis 0 ton/ha. Dari hasil analisis ragam uji F terhadap %-P-Recovery pada tanaman sawi didapatkan hasil adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis kombinasi terbaik %-P-Recovery adalah perlakuan K2D0 yang tidak berbeda nyata dengan K3D0 keduaanya adalah perlakuan tanpa pupuk sama sekali hal ini menunjukkan bahwa adanya tambahan pupuk P jumlah yang ada dalam tanah sudah mencukupi. Perlakuan yang terjelek ditunjukkan oleh kombinasi K6D0 dan K3D4. Dari hasil analisis ragam uji F terhadap %-K-Recovery pada tanaman sawi didapatkan hasil adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan. Kombinasi terbaik %-K-recovery pada adalah K5D3 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K6DE dan K7D2. Perlakuan yang terjelek ditunjukkan oleh kombinasi K3D0, K7D0 dan K1D2.

Efisiensi Penggunaan NPK Kompos Oleh Tanaman Jagung ( 6 minggu)

Kompos yang dihasilkan dari berbagai campuran bahan organik dan dcampur dengan tanah setelah diinkubasi selama 14 minggu dalam kondisi inkubasi tidak tercuci didapatkan hasil bahwa analisis ragam efisiensi penggunaan N, P dan K terjadi interaksi antara jenis kompos dan dosis. Hasil analisis efisiensi penggunaan N akibat perlakuan jenis kompos dan dosis setelah dilakukan uji duncan’s terlihat bahwa perlakuan terbaik ditunjukkan oleh kombinasi perlakuan K0D0 sebesar 19,86% yang tidak berbeda nyata dengan K2D0 sebesar 9,91% dan K7D4 sebesar 11,53% sedang perlakuan

terjelek ditunjukkan oleh kombinasi K1, K5 dan K6 masing-masing pada dosis D0, K3 dan K7 pada dosis D2, dan K1 pada dosis D3 dan D4.

Hasil analisis efisiensi penggunaan P akibat perlakuan jenis kompos dan dosis pada setelah dilakukan uji duncan’s menunjukkan bahwa perlakuan terbaikpada kombinasi K0D0 sebesar 2,32%. Selanjutnya diikuti oleh perlakuan K6 pada dosis D3 dan D4. Perlakuan terjelek diyunjukkan oleh kombinasi K1D4, K2D1, K3 pada dosis D2 dan D3, K4 pada dosis D0 dan D1, K5 pada dosis D0 dan D2 dan K7 pada dosis D1, D2 dan D3. Hasil analisis efisiensi penggunaan K akibat perlakuan jenis kompos dan dosis setelah dilakukan uji duncan’s menunjukkan bahwa perlakuan terbaik pada kombinasi K4D0 sebesar 36,32%. Selanjutnya diikuti oleh perlakuan K1 dan K6 pada dosis D0. Perlakuan terjelek ditunjukkan oleh kombinasi K5D1, K6 pada D2 dan D3.

Kompos yang dihasilkan dari berbagai campuran bahan organik dan dicampuri dengan tanah setelah diinkubasi selama 14 minggu dalam kondisi inkubasi tidak tercuci didapatkan hasil bahwa analisis ragam efisiensi penggunaan P dan K terjadi interksi antara jenis kompos dan dosis. Tidak

Efisiensi Penggunaan N, P, K Oleh Tanaman Sawi (%)

Hasil analisis menunukkan bahwa dosis D1 (0 ton/ha) sampai D4 (20 ton/ha) memberikan hasil yang sama secara ekonomis dosis yang paling rendah merupakan alternatif yang disarankan yaitu dosis D1 atau 5 ton/ha untuk dipakai karena dengan dosis yang semakin tinggi efisiensinya tidak nyata, tetapi apabila dilihat dari hasil yang didapat tertinggi pada dosis D3 yaitu sebesar 5,895. Efisiensi penggunaan N terendah terjadi pada perlakuan tanpa pupuk yaitu dosis D0 atau 0 ton/ha. Hasil analisis efisiensi penggunaan P akibat perlakuan jenis kompos dan dosis dilakukan uji duncan’s menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan

(15)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 74

P tertinggi terdapat pada perlakuan K6D0 sebesar 2,19%. Efisiensi penggunaan terendah terdapat pada perlakuan K0 dan K1 pada dosis D0, K4 pada dosis D1 kemudian D2 dan D3.

Hasil analisis efisiensi penggunaan K akibat perlakuan jenis kompos dan dosis setelah dilakukan uji duncan’s menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah kombinasi K1D0 sebesar 34,10%. Efisiensi terendah ditunjukkan oleh perlakuan K0D3, K1D2, K3D1, K3D4, K4D3, K5D4, K6D0 dan K7D3.

Dosis Optimum Kompos Pada Tanaman Jagung

Hasil analisis regresi korelasi untuk mencari dosis optimum dan jenis kompos yang tepat terhadap serapan N tanaman jagung menunjukkan bahwa koefisien determinasi tertinggi terhadap serapan N pada jenis kompos K3 yaitu R2 sebesar 77,83% dengan persamaan Y3 = -0,004X2 + 0,1214X +1,26 dimana dosis optimum (X maksimum) sebesar 13,80 ton/ha dan hasil serapan N maksimum (Y maksimum) sebesar 2,10%. Hasil analisis regresi korelasi untuk mencari dosis optimum dan jenis kompos yang tepat terhadap serapan P tanaman jagung diperoleh (gambar 15). Dari gambar 8 terlihat bahwa koefisien determinasi terttinggi pada jenis kompos K7 yaitu R2 sebesar 72,32% dengan persamaan Y7 = -0,0003X2 + 0,0075X = 0,1389 dimana dosis optimum (X maksimum sebesar 12,5 ton/ha dan hasil serapan P maksimum (Y maksimum) sebesar 0,19%.

Hasil analisis regresi korelasi untuk mencari dosis optimum dan jenis kompos yang tepat terhadap serapan P tanaman jagung menunjukkan bahwa koefisien determinasi tertinggi pada jenis kompos K6 yaitu R2 sebesar 95,53% dengan persamaan Y6 - -0,000bX2 + 0,048X + 1,0524 dimana dosis optimum (X maksimum) sebesar 30 ton/ha dan hasil serapan P maksimum (Y maksimum) sebesar 1,77%. Dari hasil dosis maksimum kompos jenis K6 menunjukkan dosis

kompos yang sangat tinggi sekali yaitu sebesar 30 ton/ha dengan serapan yang hanya 1,77% maka alternatif yang lebih efisien dapat dipakai untuk menggantikan adalah jenis kompos K3 dimana koefisien determinasi cukup besar pula yaitu R2 sebesar 93,46% dengan persamaan Y3 = -0,0029X2 = 0,1045X = 1,2241 dimana dosis optimum (X maksimum) sebesar 17,71 ton/ha dan hasil serapan P maksimum (Y maksimum) sebesar 2,17%.

Dosis Optimum Kompos Pada Tanaman Sawi

Hasil analisis regresi korelasi untuk mecari dosis optimum dan jenis kompos yang tepat terhadap serapan N tanaman sawi menunjukkan bahwa koefisien determinasi tertinggi pada jenis kompos K1 yairu R2 sebesar 98,83 % dengan persamaan Y1 = -0,0021X2 + 0,1743X + 1,9944 dimana dosis optimum (X maksimum) sebesar 41,5 ton/ha dan hasil serapan P maksimum (Y maksimum) sebesar 12,79 %.

Dari hasil dosis maksimum kompos jenis K1 menunjukkan dosis kompos yang sangat tinggi sekali yaitu sebesar 41,4 ton/ha dengan serapan yang hanya 12,79% maka alternatif yang lebih efisien dapat dipakai untuk menggantikan adalah jenis kompos K4 dimana koefisien determinasi cukup besar pula yairu R2 sebesar 96,66 % dengan persamaan Y4 = -0,0117X2 + 0,3105X + 2,0873 dimana dosis optimum (X maksimum) sebesar 13,27 ton/ha dan hasil serapan N maksimum (Y maksimum) sebersar 8,27 %.

Dosis Optimum dan Jenis Kompos Terhadap Serapan P Pada Tanaman Sawi.

Hasil analisis regresi korelasi untuk mencari dosis optimum jenis kompos yang tepat terhadap serapan P tanaman sawi menunjukkan bahwa koefisien determinasi tertinggi pada jenis kompos K4 yaitu R2 sebesar 98,78 % dengan persamaan Y4 = -0,0001X2 + 0,0115X + 0,1133 dimana dosis optimum (X maksimum) sebesar

(16)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 75

57,5 ton/ha dan hasil serapan P maksimum (Y maksimum) sebesar 0,44 %. Dari hasil dosis maksimum kompos jenis K4 menunjukkan dosis kompos yang sangat tinggi sekali yaitu sebesar 57,5 ton/ha dengan serapan yang hanya 0,44 % maka alternatif yang lebih efisien dapat dipakai untuk menggantikan adalah jenis kompos K3 dimana koefisien determinasi cukup besar pula yaitu R2 sebesar 84,33 % dengan persamaan Y3 = -0,0005X2 – 0,0009X + 0,324 dimana dosis optimum (X maksimum) sebesar 9 ton/ha dan hasil serapan P maksimum (Y maksimum) sebesar 0,28 %.

Hasil analisis regresi korelasi untuk mencari dosis optimum dan jenis kompos yang tepat terhadap serapan K tanaman sawi menunjukkan bahwa koefisien determinasi tertinggi pada jenis kompos K6 yaitu R2 sebesar 84,97 % dengan persamaan Y6 = -0,0134X2 + 0,0409X + 3,313 dimana dosis optimum (X maksimum) sebesar 15,26 ton/ha dan hasil serapan K maksimum (Y maksimum) sebesar 6,43 %.

PEMBAHASAN

Dari hasil analisa kualitas kompos terlihat terdapat variasi dari masing-masing campuran kompos. Dengan adanya penambahan bahan aditif alami diharapkan kualitas dari kompos menjadi lebih baik. Artinya kandungan polifenol, lignin dan selulose yang tinggi dapat menghambat proses mineralisasi yang selanjutnya akan mempengaruhi pula serapan oleh tanaman. Dari hasil analisa kualitas kompos secara umum semua kompos sudah siap diaplikasikan pada tanah tetapi kandungan N, P dan K dengan adanya tambahan bahan aditif nampaknya perlu ditambah lagi dosisnya sehingga kandungan N, P dan K meningkat, hasil dari analisa kandungan unsur N, P dan K dari masing-masing kompos berkisar hanya 0,3 % sampai 1,34 %. Sedang untuk nilai C/N rasio antara 10 sampai 14 juga termasuk dalam kelas sedang artinya sidap dipakai sebagai pupuk. Kandungan bahan organik tertinggi

terdapat pada jenis kompos K1 dan K5 yaitu sama-sama 29,26 % sedang yang terendah pada K2 sebesar 17,05 %. Polifenol tertinggi pada K3 yaitu 1,79 % terendah K1. Lignin tertinggi pada K1 sebesar 23,78 % terendah pada K4 sebesar 13,54 %. Selulose tertinggi pada K2 sebesar 37,06 % dan terendah pada K6 sebesar 16,44 %. Kandungan polifenol, lignin, selulose, kandungan N, C/N rasio sangat berperan dalam mineralisasi dan dekomposisi bahan organik. Pengaruh N lebih banyak pada awal-awal terjadinya dekomposisi, sebagian N tersedia diimobilisasi oleh koloni tertentu selanjutnya kandungan N yang lebih tinggi pada bagian yang lain menunjukkan penurunan N anorganik sehingga terjadi mineralisasi bersih (Bartholomew, 1975).

Dari hasil analisa ragam terhadap mineralisasi kandungan N, P dan K terdapat interaksi jenis kompos dan dosis dan setelah dilakukan uji lanjutan didapatkan bahwa kombinasi yang berpengaruh terhadap % N-mineral kumulatif yang dilepaskan oleh kompos adalah K1D4 artinya jenis kompos K1 dengan dosis yang paling tinggi yaitu D4 (20 ton.ha) hal diduga karena jenis kompos K1 adalah jenis kompos yang ada tambahan azolla kandungan N tinggi bisa mencapai 5 %. Sedang yang terjadi pada P-mineral kumulatif kombinasi yang terbaik ditunjukkan oleh perlakuan K7D4 artinya jenis kompos K7 (bahan aditif azolla, tepung tulang dan eceng gondok dengan perbandingan 1:1:1) dengan dosis 20 ton/ha hal ini diduga kemungkinan kandungan P dari tanah sendiri sudah relatif tinggi sehingga mikroba pelaku dekomposisi tidak kekurangan unsur P dalam proses dekomposisi. Adapun yang terjadi pada K-mineral kumulatif sesuai dengan teori dimana perlakuan yang terbaik adalah K3D4 yaitu perlakuan jenis kompos K3 (penambahan bahan aditif tepung tulang) dengan dosis 20 ton/ha. Tepung tulang mempunyai kandungan K sampai 9 %.

(17)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 76

Dari hasil perhitungan kecepatan dengan menggunakan model eksponensial tunggal bahwa kecepatan pelepasan mineral N, P dan K tertinggi terjadi pada jenis kompos K6 yaitu jenis kompos dengan tambahan bahan aditif tepung tulang dan eceng gondok saja tanpa azolla. Kecepatan mineralisasi pada jenis kompos K6 diduga karena C/N rasio paling kecil dibanding dengan jenis kompos yang lain yaitu sebesar 10 selai itu kandungan selulose K6 paling rendah dibanding dengan jenis kompos yang lain. Besarnya kecepatan pelepasan mineral N (k,N) adalah 2,0249 mg.Kg-1/minggu, kecepatan pelepasan mineral P (k,P) 4,2108 mg.Kg

-1

/minggu dan kecepatan pelepasan mineral K 1.8423 mg.Kg-1/minggu. Artinya setiap minggu jenis kompos K6 akan melepaskan 2,0249 mg.Kg-1 mineral N, kemudian melepaskan 4.2108 mg.Kg-1 mineral P dan 1,8423 mg.Kg-1.

Dari hasil pengamatan terhadap parameter pertumbuhan dan produksi tanaman jagung nampak bahwa parameter tinggi tanaman, luas daun, umur berbunga, bobot segar total panen, indeks panen, panjang total akar semua tidak ada yang yang interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan, hanya terdapat beberapa parameter seperti tinggi, umur berbunga dan total panjang akar tanaman berpengaruh nyata pada jenis kompos saja, sedang pada luas daun secara terpisah tidak ada yang berpengaruh baik jenis kompos atau dosis. Tidak adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis terhadap parameter pertumbuhan dan produksi tanaman jagung diduga karena penyerapan unsur hara terutama N, P dan K kurang maksimal atau dengan kata lain efisiensi penggunaan yang rendah oleh tanaman jangung sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Dugaan yang lain dosis yang diberikan perlu ditambah mengingat hasil analisa dari serapan baik serapan N, P dan K relatif rendah hal ini diperkuat karena jumlah N, P dan K mineral yang dilepaskan juga masih rendah.

Dari hasil pengamatan terhadap parameter pertumbuhan dan produksi tanaman sawi nampak bahwa parameter tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot segar total panen, indeks panen, panjang total akar semua tidak ada yang interaksi antara jenis kompos dan dosis yang diberikan, hanya terdapat parameter seperti tinggi dan jumlah daun pada umur 2 minggu terjadi interaksi, sedang pada luas daun secara terpisah terdapat pengaruh nyata yang baik jenis kompos atau dosis, pada parameter bobot segar total tanaman perlakuan dosis yang berpengaruh nyata sedang jenis kompos tidak. Tidak adanya interaksi antara jenis kompos dan dosis terhadap parameter pertumbuhan dan produksi tanaman sawi secara umum diduga karena penyerapan unsur hara terutama N, P dan K kurang maksimal atau dengan kata lain efisiensi penggunaan yang rendah oleh tanaman sawi sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Dugaan yang lain pertumbuhan sawi masih belum maksimal artinya masih bisa diperpanjang masa panennya kurang lebig satu minggu lagi dimungkinkan pertumbuhan maksimal. Sementara pada saat panen bunga juga belum muncul sehingga serapan belum maksimal, hal tersebut dikarenakan keterbatasan waktu penelitian.

Dari hasil pengamatan terhadap parameter serapan NPK dan recovery NPK pada tanaman jagung terlihat bervariasi antar kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan untuk serapan dan recovery N pada tanaman jagung terbaik pada K1D2 (jenis kompos K2 dengan dosis 10 tin/ha) hal ini sesuai dengan teori bahwa jenis kompos K1 adalah jenis kompos dengan penambahan bahan aditif azolla sebagai sumber N. Pada serapan P perlakukan kombinasi terbaik tarjadi pada K1D0 dan K3D0 artinya perlakuan tanpa pupuk sama sekali baik kompos atau pupuk NPK, diduga hal ini terjadi seperti yang telah disebutkan diatas bahwa tanah yang dipakai kandungan P nya sudah tinggi. Pada recovery P perlakuan terbaik adalah

(18)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 77

K6D4 hal ini diduga karena kompos K6 bahan aditifnya terdapat tepung tulang sebagai sumber P yang tinggi. Pada serapan K perlakuan kombinasi terbaik terjadi pada K1D2 dan recovery K pada perlakuan K0D1 artinya pada perlakuan pupuk NPK dan dosis 50 kg/ha didalam tanah kandungan K masih tinggi.

Dari hasil pengamatan terhadap parameter serapan NPK dan recovery pada tanaman sawi terlihat bervariasi antara kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan untuk serapan N pada tanaman sawi terbaik pada K7D3 (jenis kompos K7 dengan dosis 15 ton/ha) dan recovery N pada kombinasi K2D1. Pada serapan P perlakuan kombinasi terbaik terjadi pada K2D4 sedang pada recovery P perlakuan terbaik adalah K2D0 dan K3D0 artinya perlakuan tanpa pupuk sama sekali baik kompos atau pupuk NPK, diduga hal ini terjadi seperti yang telah disebutkan diatas bahwa tanah yang dipakai kandungan P nya sudah tinggi. Sedang pada serapan K dan recovery K perlakuan kombinasi terbaik terjadi pada K5D3 (jenis kompos K5 dan dosis 15 ton/ha) hal diduga memang jenis kompos K5 adalah jenis kompos dengan tambahan bahan aditif eceng gondok sebagai sumber K sehingga unsur K tercukupi baik yang diserap atau yang masih tertinggal dalam tanah. Bervariasinya nilai serapan dan recovery pada berbagai perlakuan diduga juga pertumbuhan sawi masih dimungkinkan terus berlanjut sehingga pada saat dipanen belum maksimal.

Efisiensi penggunaan unsur NPK didapat dengan jalan membandingkan nilai % NPK recovery dangan % NPK mineral kumulatif yang dilepaskan oleh kompos pada saat serapan NPK maksimum. Hasil analisa didapat bahwa pada tanaman jagung mempunyai pola yang sama yaitu efisiensinya rata-rata rendah baik efisiensi penggunaan N, P dan K. Efisiensi penggunaan N pada tanaman jagung berkisar antara 0,36 % sampai 19,86 %. Efisiensi penggunaan P pada jagung berkisar antara 0,01 % sampai 2,32 %.

Efisiensi penggunaan K berkisar antara 0,26 % sampai 36,32 %. Efisiensi penggunaan N dan P paling tinggi keduanya didapat pada pelakuan K0D0, dari hasil tersebut didapat efisiensi tertinggi pada perlakuan K4D0, dari hasil tersebut didapat efisiensi tertinggi pada perlakuan tanpa pemberian pupuk sama sekali baik NPK maupun kompos yang diberikan, hal ini diduga bahwa pada saat tanaman membutuhkan unsur NPK kompos yang diberika b belum termineralisasi sempurna atau sudah termineralisasi tetapi dijerap (diikat) oleh partikel liat yang ada dalam tanah mengingat media tanam yang dipakai kandungan liatnya cukup tinggi sehingga unsur NPK tidak tersedia oleh tanaman sebagai akibatnya tidak dapat diserap oleh tanaman. Hal tersebut diperkuat dengan serapan dan recovery yang relatif rendah. Jadi dapat dikatakan bahwa sinkronisasi unsur NPK masih rendah pada tanaman jagung, artinya, pada saat tanaman butuh unsur NPK pada saat itu pula unsur NPK tidak tersedia.

Efisiensi penggunaan unsur NPK didapat dengan jalan membandingkan nilai % NPK recovery dengan % NPK mineral kumulatif yang dilepaskan oleh kompos. Hasil analisa didapat bahwa pada tanaman sawi pola sama dengan tanaman jagung yaitu efisiensinya rata-rata rendah baik efisiensi penggunaan N, P dan K. Efisiensi penggunaan N pada tanaman jagung berkisar antara -52,32% sampai 9,53%. Efisiensi penggunaan P pada jagung berkisar antara 0,05% sampai 2,19%. Efisiensi penggunaan K berkisar antara 0,13% sampai 34,10%. Efisiensi penggunaan N terdapat pada perlakuan K0D0 dan efisiensi penggunaan P paling tinggi pada perlakuan K6D0 sedang efisiensi penggunaan K terdapat pada perlakuan K1D0, dari hasil tersebut didapat efisiensi tertinggi terjadi pada perlakuan tanpa pemberian pupuk sama sekali baik pupuk NPK maupun kompos yang diberikan, hal ini diduga bahwa pada saat tanaman membutuhkan unsur NPK

(19)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 78

kompos yang diberikan belum termineralisasi sempurna atau sudah termineralisasi tetapi dijerap (diikat) oleh partikel liat yang ada dalam tanah mengingat media tanah yang dipakai kandungan liatnya cukup tinggi sehingga unsur NPK tidak tersedia oleh tanaman sebagai akibatnya tidak dapat diserapoleh tanaman. Hal tersebut diperkuat dengan serapan dan recovery yang relatif rendah. Jadi dapat dikatakan bahwa singkronisasi unsure NPK masih rendah pada tanaman jagung, artinya pada saat tanaman butuh unsur NPK pada saat itu pula unsur NPK tidak tersedia. Selain alasan diatas diduga juga serapan yang rendah karena sawi masa panenya (saat pengambilan sample serapan NPK) dipercepat sehingga dimungkinkan serapan yang dilakukan tanaman belum maksimal.

Dari hasil analisa regresi korelasi untuk menentukan dosis optimum dan jenis kompos terhadap serapan unsur NPK pada tanaman jagung didapatkan hasil bahwa pada serapan N jenis kompos terbaik adalah K3 dengan dosis optimum 13,8 ton/ha sudah dapat menghasilkan serapan N maksimum sebesar 2,10%. Pada serapan P jenis kompos terbaik adalah K7 dengan dosis optimum 13,8 ton/ha menghasilkan serapan P maksimum sebesar 0,19% sedang serapan K jenis kompos terbaik adalah K3 dengan dosis optimum 17,71 ton/ha menghasilkan serapan K maksimum sebesar 2,17%. Hal tersebut berarti pada tanaman jagung yang dipakai sebagai alternatif adalah jenis kompos K3 apabila untuk meningkatkan serapan N.

Dari hasil analisa regresi korelasi untuk menentukan dosis optimum dan jenis kompos terhadap serapan unsur NPK pada tanaman sawi didapatkan hasil bahwa pada serapan N jenis kompos terbaik adalah K1 dengan dosis optimum 13,27 ton/ha sudah dapat menghasilkan serapan N maksimum sebesar 8,27%. Pada serapan P jenis kompos terbaik adalah K3 dengan dosis optimum 9 ton/ha menghasilkan serapan P maksimum sebesar 0,28% sedang serapan K jenis kompos terbaik adalah K6 dengan

dosis optimum 15,26 ton/ha menghasilkan serapan K maksimum sebesar 6,43%. Hal tersebut berarti pada tanaman sawi lebih bervariasi dalam serapan NPK.

D.KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan bahan organik tertinggi terdapat pada jenis kompos K1 dan K5 (29,26 %), sedang bahan organik terendah terdapat pada K2 (17,05 %). Polifenol tertinggi pada K3 yaitu 1,79 % dan terendah terdapat pada K1. Lignin tertinggi pada K1 (23,78 %) dan terendah pada K4 (13,54 %). Selulose tertinggi pada K2 (37,06 %) dan terendah pada K6 (16,44 %). Kandungan polifenol, lignin, selulose, kandungan N, C/N rasio sangat berperan dalam mineralisasi dan dekomposisi bahan organik.

Dari hasil analisa ragam terdapat mineralisasi kandungan N, P dan K diketahui bahwa terdapat interaksi antara jenis kompos dan dosis. Setelah dilakukan uji lanjutan didapatkan bahwa kombinasi yang berpengaruh terhadap % N-mineral kumulatif yang dilepaskan oleh kompos adalah K1D4. Dari hasil perhitungan kecepatan dengan menggunakan model eksponensial tunggal diketahui bahwa kecepatan pelepasan mineral N, P dan K tertinggi terjadi pada jenis kompos K6 yaitu jenis kompos dengan tambahan bahan aditif tepung tulang dan eceng gondok saja tanpa azolla.

Hasil pengamatan terhadap parameter pertumbuhan dan produksi tanaman jagung diketahui bahwa tidak terdapat interaksi antara jenis dan dosis pupuk terhadap parameter tinggi tanaman, luas daun, umur berbunga, bobot segar total panen, indeks panen, panjang total akar, namun pada beberapa parameter seperti tinggi, umur berbunga dan total panjang akar tanaman, jenis kompos berpengaruh nyata. Hal tersebut diduga terjadi karena penyerapan unsur hara terutama N, P dan K kurang maksimal atau

(20)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 79

dengan kata lain efisiensi penggunaannya rendah.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa serapan dan recovery NPK pada tanaman jagung bervariasi antar kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan untuk serapan dan recovery N pada tanaman jagung terbaik pada K1D2 (jenis kompos K2 dengan dosis 10 ton/ha). Pada serapan P perlakuan kombinasi terbaik terjadi pada K1D0 dan K3D0. Pada recovery P perlakuan terbaik adalah K6D4. Pada serapan K perlakuan kombinasi terjadi pada K1D2 dan recovery K pada perlakuan K0D. kombinasi perlakuan untuk serapan N pada tanaman sawi terbai pada K7D3 (jenis kompos K7 dengan dosis 15 ton/ha) dan recovery N pada kombinasi K2D1. Pada serapan P perlakuan kombinasi terbaik terjadi pada K2D4 sedang pada recovery P perlakuan terbaik adalah K2D0 dan K3D0. Pada serapan K dan recovery K perlakuan kombinasi terbaik terjadi pada K5D3 (jenis kompos K5 dan dosis 15 ton/ha).

Efisiensi penggunaan N pada tanaman jagung berkisar antara -52,32% sampai 9,53%. Efisiensi penggunaan P pada tanaman jagung berkisar antara 0,05% sampai 2,19%. Efisiensi penggunaan K berkisar antara 0,13% sampai 34,10%. Efisiensi penggunaan N terdapat pada perlakuan K0D0 dan efisiensi penggunaan P paling tinggi pada perlakuan K6D0 sedang efisiensi penggunaan K terdapat pada perlakuan K1D0, dari hasil tersebut didapat efisiensi tertinggi terjadi terjadi pada perlakuan tanpa pemberian pupuk sama sekali baik pupuk NPK maupun kompos yang diberikan. Jadi dapat dikatakan bahwa singkronisasi unsure NPK masih rendah pada tanaman jagung, artinya pada saat tanaman butuh unsur NPK pada saat itu pula unsur NPK tidak tersedia. Efisiensi pada tanaman sawi lebih tinggi dibanding dengan tanaman jagung disebabkan karena sawi masa panennya (saat pengambilan sample serapan NPK) dipercepat sehingga

dimungkinkan serapan yang dilakukan tanaman belum maksimal.

Dosis optimum dan jenis kompos terhadap unsur NPK pada tanaman jagung didapat hasil bahwa pada serapan N jenis kompos terbaik adalah K3 dengan dosis optimum 13,8 ton/ha sudah dapat menghasilkan serapan N maksimum sebesar 2,10%. Pada serapan P jenis kompos terbaik adalah K7 dengan dosis optimum 13,8 ton/ha menghasilkan serapan P maksimum sebesar 0,19% sedang serapan K jenis kompos terbaik adalah K3 dengan dosis optimum 17,71 ton/ha menghasilkan serapan K maksimum sebesar 2,17%. Hal tersebut berarti pada tanaman jagung yang bisa dipakai sebagai alternatif adalah jenis kompos K3 apabila untuk meningkatkan serapan N.

Dosis optimum dan jenis kompos terhadap serapan unsur NPK pada tanaman sawi didapatkan hasil bahwa pada serapan N jenis kompos terbaik adalah K1 dengan dosis optimum 13,27 ton/ha sudah dapat menghasilkan serapan N maksimum sebesar 8,27%. Pada serapan P jenis kompos terbaik adalah K3 dengan dosis optimum 9 ton/ha menghasilkan serapan P maksimum sebesar 0,28% sedang serapan K jenis kompos terbai adalah K6 dengan dosis optimum 15,26 ton/ha menghasilkan serapan K maksimum sebesar 6,43%. Hal tersebut berarti pada tanaman sawi lebih bervariasi dalam serapan NPK.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa hal yang perlu untuk disarankan yaitu:

1. Berdasarkan uji kualitas kompos didapatkan hasil yang bervariasi dimana parameter yang berperan adalah kandungan N, C/N, kandungan selulose dan polifenol maka disarankan apabila ingin mendapatkan kompos yang mempunyai kecepatan mineralisasi yang tinggi perlu diperhatiakn parameter-parameter diatas dengan jalan waktu pengomposan diperpanjang lagi.

(21)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 80

2. Berdasarkan parameter pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dan sawi kurang maksimal hal ini dikarenakan serapan NPK yang rendah maka disarankan untuk penelitian yang akan datang dosis kompos ditingkatkan. 3. Secara keseluruhan singkronisasi

unsur NPK pada tanaman jagung dan sawi masih rendah maka untuk yang akan datang selain dosis ditambahkan waktu pemberian kompos dimajukan sebelum tanam.

DAFTAR PUSTAKA

Bartholomew, W. V. 1965. Mineralization And Immobilization Of Nitrogen in The Decomposition Of Plant And Animal Residues. In Soil Nitrogen.Eds. W.V. Bartholomew And F>E> Clark Pp 285-306. American Society

Of Agronomy

.Inc.Madison.Wiconsin.

Biro Pusat Statistik (BPS). 1998. Statistik Indonesia.

Brussaard, L., Huse, S. And Tian G, 1992. Soil Faunal Activity In Relation To The Sustainability Of Agricultural Systems In The Humid Tropic s. In Soil Organic matter Dynamic and Sustainability Of Tropical Agriculture. Eds.K. Mulongoy and R.Maersckx.p 241-256. John Wiley & Sons, Chichester,UK. Blaensdorf, E. And D. Hoornweg. 1997.

The use of compost in indonesia : proposed compost quality standards. Urban development Sector. Unit-East Asia and Pacific Region.

Dalzell, H.W., A.J. Biddelstone, K.R. Gray, K. Thurairajam. 1987. Soil management : Production compost and use in tropical and subtropical environments. FAO Soil Bulleting 56. Rome.

Frankenberger W.T. and H.M. Abdelmegid, 1985. Kinetic Parameter Of Nitrogen

Mineralization rates Of Leguminosae Crops Intercorporated Into soils. Plant and Soils 87.

Goering, H.K. and P.Y. Van Soest. 1970. Forage Fibre Analysis The Hemicelluloses of grasses and Cereals. Adv. Carbohidral. Agricultural research Service. USDA Agricultural HandBook. Woshington DC.

Haynes R.J, 1986. The Decomposition Process : Mineralition, Immbolization, humus Formation and Degradation. In Mineral Nitrogen In Plant-Soil System. Eds.R.J. Haynes p 52-109. Academic Press, Orlando, FL. USA.

Kang, B.T, and Mulongoy, K, 1992. Nitrogen Contribution Of Woody Legume In Alley Croping System. In Biological nitrogen Fixation and Sustainability Of tropical Agriculture. Eds.K.Mulongoy, M.Gueye, and D.S.C.Spenser. John Wiley & Sons, Chichester, UK. USA.

Mole, S and Waterman, P.G. 1987. Tannic Acid And Proteolytic Enzymes. Enzyme Inhibition Or Subtrate Deprivation. Phytochemistry 26, 99-102.

Myers, R.J.K., plam, C.A. Cueves, E. Gunatileke, I.U.N. and Brussard, M, 1994. The Sinkronization Of Nutrient Mineralization and Plant Nutrient Demand. In Biological Management Of Tropical Soil fertility (P.L. Woomer and M.J. Swift, Eds) p 81-116. John Wiley & Sons. Chichester, UK.

Melilio, J.M. Aber, J.M. and Amato, M, 1982. Nitrogen And lignin Control Of Hardwood Leaf Decomposition Dynamics. Ecology 63, 621-626.

(22)

Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang 81

Stevanson, F.J, 1986. Cycles Of Soil C,N,P,S, Micronutrient. John Wiley & Sons. New York. Swift, M.J., 1987. Enhancement Of Soil

Fertility : The Role Of Biological research. In Annual report 1987, Internatiolanl Soil Reference and Information Center (ISRIC), The Netherlands.

Blaensdorf, E. and D. Hoornweg. 1997. The use of compost in Indonesia

: Proposed compost quality standards. Urban development Sector. Unit-East Asia and Pacific Region.

Dalzell, H.W., A.J. Biddelstone, K.R. gray, K. Thurairajan. 1987. Soil management : Production compost and use in tropical and subtropical environments. FAO Soil Bulleting 56. Rome.

Gambar

Gambar  1.  Hubungan  N-Mineral
Tabel  1.  Konstanta  Kecepatan  pelepasan
Tabel  6.  Tinggi  Tanaman  Jagung  Umur  6  Minggu (cm)
Tabel 9. Tinggi Tanaman Sawi (cm) Umur  2 Minggu
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa persepsi kualitas, citra merek, Persepsi harga berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan dengan

Dari tabel 4.2 dilakukan pengambilan data dengan munggunakan charger controller dimana charger controller berfungsi untuk mengatur tegangan yang masuk dari solar

Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pemberian POC bonggol pisang dan ampas tahu tidak menunjukan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter jumlah daun

Dengan beberapa kasus sukses tersebut, masyarakat muslim umumnya menyadari bahwa al-Qur’an, di luar segala aspeknya yang lain, memiliki kekuatan untuk menyembuhkan

1) Diperlukan pengembangan media CAI ( Computer Assisted Instruction ) yang layak sebagai media pembelajaran pada mata pelajaran IPA Biologi materi

Hampir semua pekerjaan saat ini memerlukan informasi yang relevan di atas peta (digital) yang mampu menyajikan analisa database dan dapat di-update dengan

Terdapat pengaruh yang signifikan dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada materi passing bola basket

yang sudah melanggar UU. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Hukum positif adalah suatu ketentuan yang mengatur tentang aturan berbagai kejahatan