• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN 4.1. Analisis Sosial 4.1.1 Kemiskinan - DOCRPIJM 413a3228fd BAB IVBAB 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN 4.1. Analisis Sosial 4.1.1 Kemiskinan - DOCRPIJM 413a3228fd BAB IVBAB 4"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

4-1 BAB IV

ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

4.1. Analisis Sosial

4.1.1 Kemiskinan

- Regulasi Daerah tentang Penanggulangan Kemiskinan

Dalam RPJMD Kabupaten Aceh Besar upaya penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas utama. Target penurunan angka kemiskinan pertahun adalah 1-1,5 persen sehingga diharapkan pada tahun 2017 akan terdapat angka kemiskinan sekitar 12-10 persen. Untuk mencapai target tersebut ada beberapa kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dalam penanggulangan kemiskinan. Kebijakan ini dirasakan sangat tepat dan baik karena dapat menekan angka kemiskinan di Kabupaten Aceh Besar. Pelaksanaan program-program pengurangan kemiskinan dikoordinasikan dan dikendalikan oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten Aceh Besar sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Kemiskinan yang selanjutnya diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengatur mekanisme kerja TKPK Daerah. Di Kabupaten Aceh Besar telah dibentuk TKPK Kabupaten Aceh Besar melalui Surat Keputusan Bupati Aceh Besar yang diperbaharui setiap tahun, yang bekerja untuk melaksanakan percepatan pencapaian target pengurangan angka kemiskinan sebagai prioritas nasional dan prioritas yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012-2017. Kelembagaan ini juga merupakan bagian dari strategi penanggulangan kemiskinan yang menggerakan strategi yang lain melalui instrumen koordinasi dan pengendalian agar kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang direncanakan bersifat lintas sektor dan berjalan secara sinergis.

- Program dan Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan

Sesuai dengan paradigma penanggulangan kemiskinan yang dianut dalam konstitusi UUD 1945 serta dokumen strategi nasional penanggulangan kemiskinan, maka pendekatan dalam upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan berbasis pada hak dasar. Hak dasar yang menjadi acuan dalam penanggulangan kemiskinan terdiri dari 10 (sepuluh) hak dasar yang meliputi: (1) hak atas pangan; (2) hak atas layanan kesehatan; (3) hak atas layanan pendidikan; (4) hak atas pekerjaan dan berusaha; (5) hak atas perumahan; (6) hak atas air

(2)

4-2 (9) hak atas rasa aman; serta (10) hak untuk berpartisipasi. Pengelompokan program penanggulangan kemiskinan juga didasarkan pada pemenuhan hak-hak dasar tersebut.

Sumber pembiayaan untuk penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Aceh Besar Tahun Anggaran 2014 berasal dari beberapa sumber. Sumber yang paling besar dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang membiayai di bidang pemberdayaan masyarakat atau klaster dua (PNPM-Mandiri Pedesaan, PNPM-Mandiri Perkotaan, PPIP, PUMP dan kegiatan lainnya yang berbasis masyarakat). Untuk pembiayaan di klaster 1 bidang bantuan berbasis individu dan rumah tangga, alokasi dana berasal dari pemerintah pusat yang berupa jamkesmas, raskin, BLSM dan pemerintah daerah yang berupa jaminan kesehatan Aceh. Untuk pembiayaan klaster 3 yaitu pengembangan usaha ekonomi masyarakat juga bersumber dari pemerintah pusat dan daerah yang disalurkan ke kelompok masyarakat yang bersifat pinjaman (dana bergulir).

Pihak lain yang membiayai kegiatan penanggulangan kemiskinan dari sektor non pemerintah adalah UNICEF. Kerjasama pemerintah daerah dengan UNICEF melibatkan 6 (enam) instansi yaitu Bappeda, BPMG, BKSPPPA, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Kegiatan yang dilaksanakan dengan dana

UNICEF adalah program capacity building bagi pemerintah daerah yaitu program data base

yang dilaksanakan di Bappeda, dan capacity building bagi masyarakat yang dilaksanakan

oleh instansi lainnya. Program lain yang dilakukan UNICEF di Aceh Besar pada tahun 2014 adalah Posyandu Plus/Terpadu (integrated posyandu), Sanitasi (WASH), dan Program Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Anak-anak di Aceh (Aceh child Survival and Development). Ketiga program dari UNICEF ini dilaksanakan dalam bentuk pelatihan-pelatihan dan pada program WASH telah dibangun jamban sehat dan tempat cuci tangan

(Prilaku Hidup Bersih dan Sehat) anak sekolah.

- Analisis Belanja Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan

(3)

4-3 Tabel 4.1

Realisasi Pengeluaran Daerah Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012 - 2014

Jenis Pengeluaran Tahun Anggaran

2012 2013 2014

Belanja Tidak Langsung 543.341.449.886 569.177.875.060 664.760.744.290,00

1. Belanja Pegawai 478.997.638.765 507.296.600.918 589.373.821.565,00

2. Belanja Hibah 26.806.883.299 14.902.276.000 27.694.757.739,00

3. Belanja Bantuan Sosial 428.000.000 4.665.200.000 5.094.200.000,00

Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/ Kota dan Pemerintah Desa

- -

Belanja Bantuan Keuangan kepada

Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa

36.476.602.122 41.465.616.122

42.385.623.986,00

Belanja Tidak Terduga 632.325.700 848.182.020 212.341.000,00

Belanja Langsung : 216.562.981.686 294.652.515.348 497.069.759.899,00

1. Belanja Pegawai 34.420.777.080 47.176.818.447 57.135.508.375,00

2. Belanja Barang Jasa 108.647.649.935 147.556.222.017 231.612.131.700,00

3. Belanja Modal 73.494.554.671 99.919.474.884 208.322.119.824,00

Total Belanja 759.904.431.572 863.830.390.408 1.161.830.504.189,00

A. Dimensi Prasarana Dasar

Kebijakan utama di bidang infrastruktur dasar adalah bidang sanitasi dan air minum.

Kebutuhan Air minum layak merupakan hal yang mendasar bagi masyarakat. Proporsi

rumah tangga dengan air minum di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2014 adalah 16,39

persen, Lebih rendah dari capaian Propinsi Aceh sebesar 26,24 persen dan capaian nasional

sebesar 68,38 persen. Target dalam pencapaian sesuai dengan SPM adalah ≥ 75 persen,

yang berarti capaian Kabupaten Aceh Besar dalam indikator air minum layak masih jauh

(4)

4-4 Grafik 4.1

Posisi Relatif Proporsi Rumah Tangga Dengan Air Minum Layak (%) Provinsi Aceh 2014

Perkembangan dari tahun ketahun indikator rumah tangga dengan air minum layak

di Kabupaten Aceh Besar sudah menunjukkan penurunan yang tajam. Pada tahun 2010

proporsi rumah tangga dengan air minum layak 27,13 persen, pada tahun 2011 menurun

menjadi 23,48 persen dan pada tahun 2012 menurun menjadi 19,44 persen dan meningkat

lagi menjadi 20,11 persen pada tahun 2013 dan menurun kembali pada tahun 2014

menjadi 16,39. Trendline dari tahun 2010 sampai tahun 2014 menunjukkan adanya

penurunan, hal ini kemungkinan disebabkan perlu terus ditingkatkan penambahan

(5)

4-5 Grafik 4.2

Perkembangan Proporsi Rumah Tangga dengan Air Minum Layak (%) Kab. Aceh Besar Tahun 2010-2015

Sumber; BPS,diolah

Capaian indikator rumah tangga dengan sanitasi layak di Kabupaten Aceh Besar

pada tahun 2014 adalah sebesar 34,57 persen. Capaian ini masih dibawah capaian

nasional dan capaian Propinsi. Target MDG’s untuk sanitasi layak adalah 81,8 persen. Aceh Besar belum mencapai target MDG’s yang diharapkan. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat terhadap sanitasi layak masih rendah.

(6)

4-6 Perkembangan antar waktu indikator proporsi rumah tangga dengan sanitasi layak

di Kabupaten Aceh Besar berfluktuatif dari tahun ke tahun. Data dari BPS menunjukkan

pada tahun pada tahun 2009 menjadi 67,18 persen dan menurun pada tahun 2010 menjadi

66,24 persen dan meningkat kembali menjadi 75,64 persen pada tahun 2011 dan kembali

menurun pada tahun 2012 menjadi 73,20 persen dan terus menurun pada tahun 2012

yaitu 66,38 persen dan pada 2014 kembali turun menjadi 34,57 persen. Dilihat berdasarkan

garis trendline menunjukkan perkembangan yang kurang baik. Relevansi indikator ini

dengan Propinsi Aceh masih menunjukkan arah yang sama yaitu mengalami peningkatan

yang searah tetapi dengan tingkat nasional garis trendline agak mendatar, yang berarti

bahwa program-program nasional dibidang sanitasi tidak berjalan dengan efektif.

Grafik 4.4

Perkembangan Proporsi Rumah Tangga Dengan Sanitasi Layak (%) Kab.Aceh Besar Tahun 2010-1014

4.1.2 Pengarustamaan Gender

Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan

adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program

Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang

(7)

4-7 dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok

peduli setempat.

Tabel 4.2 Pemberdayaan Komunitas Dalam Penanggulanan Kemiskinan

No Kecamatan Kegiatan PNPM Perkotaan

(P2KP)

Kegiatan Pemberdayaan Lainnya

(1) (2) (3) (4)

1 Kecamatan Krueng Barona Jaya Program Pembinaan dan Pengembangan

4.1.3 Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Terhadap Ekonomi Lokal Masyarakat

Tabel 4.3 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Aceh Besar

No. Permasalahan Pengembangan Permukiman

Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

1 Aspek Teknis :

(8)

4-8 terutama di perkotaan seiring dengan perkembangan kota

Lembaga khusus penangan perumahan permukiman di bawah dinas Cipta Karya

3 Aspek Pembiayaan : Skim kredit yang berpihak

4 Aspek Peran serta Masyarakat/ Swasta :

1.Peran REI

2.Partisipasi masyarakat

Meningkatkan peran swasta dan masyarakat dalam penyediaan perumahan

Kampanye dan subsidi

5 Aspek Lingkungan Permukiman 1.Lingkungan sehat perumahan permukiman yang memperhatikan daya dukung lingkungan dan mitigasi bencana

4.1.3.1 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (pengurangan

proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk

pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI,

percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program

pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014.

Sedangkan di Kabupaten Aceh Besar meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten Aceh

Besar, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut menjadi dasar pada tahapan

(9)

4-9 Tabel 4.4 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 Tahun

No. Uraian Unit 2015 2016 2017 2018 2019 Keterangan

(1) (2) (3) (4)

1 Jumlah Penduduk Jiwa 403.801 416.885 430.406 444.366 458.778 Rata-rata

pertumbuhan penduduk 3,24

%/tahun

Kepadatan Penduduk Jiwa/km2 139.07 143.58 148.24 153.04 158.01 Hasil analisis

Proyeksi Persebaran

Penduduk

Jiwa/km2

171.83 177.40 183.15 189.09 195.22

Hasil analisis

Proyeksi Persebaran

Penduduk Miskin

Jiwa/km2

10.91 11.26 11.62 12.00 12.39

Hasil analisis

2 Sasaran Penurunan

Kawasan Kumuh

Ha

52.125 52.125 52.125 52.125 52.125

Hasil analisis

3 Kebutuhan Rusunawa TB 0 0 0 0 0

4 Kebutuhan RSH Unit 0 0 0 0 0

5 Kebutuhan Pengembangan

Permukiman Baru

(10)

4-10 Tabel 4.5 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di

Perkotaan yang Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun

No. Uraian Unit 2015 2016 2017 2018 2019 Keterangan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

1 Jumlah Penduduk Jiwa

403801 416885 430406 444366 458778 Rata-rata pertumbuhan penduduk 3,24

%/tahun

Kepadatan Penduduk Jiwa/km2 139.07 143.58 148.24 153.04 158.01

Hasil analisis Proyeksi Persebaran Penduduk Jiwa/km2 171.83 177.40 183.15 189.09 195.22 Hasil analisis Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin Jiwa/km2 10.91 11.26 11.62 12.00 12.39 Hasil analisis

2 Desa Potensial untuk Agropolitan Desa 7 7 7 7 7 rtrw

3 Desa Potensial untuk Minapolitan Desa 11 11 11 11 11 rtrw

4 Kawasan Rawan Bencana Kws 16 16 16 16 16 rtrw

5 Kawasan Perbatasan Kws 1 1 1 1 1 rtrw

6 Kawasan Permukiman Pulau-Pulau Kecil Kws 3 3 3 3 3 rtrw

7 Kawasan dengan Komoditas Unggulan Kws - - - Monopolitan

(11)

4-11 Tabel 4.6 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan

No AspekPB

I. KegiatanPenataan Lingkungan Permukiman

1 AspekTeknis

1). Kawasan fungsional cepat berkembang

2).Kawasan perkotaan yang cepat berkembang

Tidak didukung oleh infra CK

Pembangunan

2 Aspek Kelembagaan 1)Tidak ada lembaga

pengelola kawasan

Kelembagaan baru

UPT dibawah Dinas CK

3 Aspek Pembiayaan 1) Belum ada anggaran studi Alokasi anggaran Bantek APBN

4

Aspek Peran Serta

Masyarakat/ Swasta

1) Peran serta masyarakat

rendah Pemahaman masyarakat

rendah

4.1.3.2 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kabupaten Aceh Besar

mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No.

8 Tahun 2010.

Pada Permen PU No. 8 tahun 2010, di jabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

(RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan

sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan

(12)

4-12 - RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)

RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan di definisikan sebagai panduan rancang bangun suatu

lingkungan/kawasan yang di maksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang,

penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program

bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi,

ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan

pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan meliputi:

• Program Bangunan dan Lingkungan;

• Rencana Umum dan Panduan Rancangan;

• Rencana Investasi;

• Ketentuan Pengendalian Rencana;

• Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam

Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran

pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada

Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan,

kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang

digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara

pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya

kebakaran.

Penyelenggaraan system roteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan

meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan

pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran system proteksi kebakaran pada bangunan

(13)

4-13 RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem

Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK

memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi

terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan

gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan

penegakan Norma, Standar, Pedomandan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana

tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman

kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.

- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional / Bersejarah Pendekatan yang di lakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradision aladalah:

1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;

2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia,

lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;

3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin

kelangsungan kegiatan;

4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat,

selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya

pemberdayaan masyarakat.

- Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14 tahun

2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.

Khusus untuk sektor PBL,SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang di karenakan

kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan

kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor

PBL sebagaimana terlihat pada tabel 6.19. yang dapat dijadikan acuan bagi

Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan

(14)

4-14 Tabel 4.7 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

No Jenis Pelayanan Dasar Standar Pelayanan Minimal

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:

1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi

persyaratan ke andalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan

kemudahan);

2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

(15)

4-15 Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah Negara

perlu di lakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu

dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.

c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan

adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program

Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang

secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat

dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok

(16)

4-16 Tabel 4.8 Kebutuhan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

No. Uraian Satuan

Kebutuhan Keterangan

2015 2016 2017 2018 2019

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

I.

Kegiatan Penataan Lingkungan

Permukiman

1. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ha 0 2 2 1 0 -

2. Ruang Terbuka M2 - - - -

3. PSD Unit 0 0 4 4 3 -

4. PS Lingkungan Unit - - - - 2 -

5. HSBGN Laporan - - - -

6.

Pelatihan Teknis Tenaga Pendata

HSBGN Laporan - - - -

7.

Lainnya / Peraturan Penataan

Bangunan,DED 4 6 5 3

II.

Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah

Negara

1. Bangunan Fungsi Hunian Unit - - - -

2. Bangunan Fungsi Keagamaan Unit - - - -

3. Bangunan Fungsi Usaha Unit - - - -

4. Bangunan Fungsi Sosial Budaya Unit - - - - 2 -

5. Bangunan Fungsi Khusus Unit - - - -

6.

Bintek Pembangunan Gedung

Negara Laporan - - - -

(17)

4-17

III.

Kegiatan Pemberdayaan Komunitas

dalam Penanggulangan Kemiskinan

No. Uraian Satuan

Kebutuhan Keterangan

2015 2016 2017 2018 2019

(4) (5) (6) (7) (8)

1. P2KP Laporan -

2. Lainnya - - - -

Tabel 4.9 banyak yang kosong isiannya disebabkan karena kebutuhan sektor penataan bangunan dan lingkungan tidak ada datanya,

sehingga tidak bisa dilakukan analisis kebutuhan sektornya.

Tabel 4.9 Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM

No

Aspek Pengelolaan Air Minum

Permasalahan Yang Sudah Tindakan

Di lakukan

Yang Sedang Di lakukan

(1) (2) (3) (4) (5)

A.

1. 2. 3.

Kelembagaan/ Perundangan

Organisasi SPAM

Tata Laksana (SOP, koordinasi, dll)

SDM

Qanun tarif retribusi Air Minum

SDM

Peningkatan kapasitas SDM

(18)

4-18

Jaringan Distribusi Sambungan Rumah Meter Pelanggan

Reservoir, jaringan distribusi, sambungan rumah

Penambahan SR Penambahan SR

C.

Modal usaha dan penarikan retribusi

ii. Tantangan Pengembangan SPAM

Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar kedepan, agar dapat di gambarkan, misalnya:

1) Tantangan Internal:

(19)

4-19 belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka

prevalensi penyakit yang berkaitan dengan air. Tantangan lainnya dalam

pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi

kualitas air minum sesuai kriteria yang telah di syaratkan.

a) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum di

optimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tariff dengan prinsip full cost

recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.

b) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan

tantangan dalam pengembangan SPAM dimasa depan.

c) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal

sebagaimana disebutkan dalam PP No.16/2005 serta tuntutan kualitas air baku

untuk memenuhi standar yang diperlukan.

d) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum

di berdayakan.

2) Tantangan Eksternal

1) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan

ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.

2) Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi

3) Yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.

4) Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals

5) (MDGs) 2015 dan Protocol Kyotodan Habitat, dimana pembangunan

perkotaan harus berimbang dengan pembangunan perdesaan

6) Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal dan

masyarakat, serta peningkatan peran serta dunia usaha,swasta

7) Kondisi keamanan dan hokum nasional yang belum mendukung iklim

(20)

4-20 4.1.3.3 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum

Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya gap antara kondisi yang

ada saat ini dengan target yang akan dicapai pada kurun waktu tertentu. Kondisi pelayanan

air minum secara nasional sebesar 47,71%, dilihat dari proporsi penduduk terhadap

sumber air minum terlindungi (akses aman) yang mencakup 49,82% di perkotaan dan

45,72 di perdesaan. Analisis kebutuhan sistem penyediaan air minum di Kabupaten Aceh

Besar sebagai berikut:

A. Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten Aceh Besar

Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Penyediaan Air

Minum, baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan adalah menguraikan faktor-faktor

yang mempengaruhi sistem penyediaan air minum. Melakukan analisis atas dasar besarnya

kebutuhan penyediaan air minum, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic

need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development need). Pada bagian ini sudah harus di uraikan penetapan kawasan/daerah yang memerlukan penanganan dari

komponen penyediaan air minum baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan, serta

diperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah di sepakati.

Analisis kebutuhan Pengembangan SPAM merupakan hasil rangkaian analisis di antaranya

adalah analisis hasil survey kebutuhan nyata (real demand survey), analisis kebutuhan

dasar air minum, analisis kebutuhan program pengembangan, analisis kualitas dan tingkat

pelayanan serta analisis ekonomi.

(21)

4-21 Tabel 4.10 Analisa Kebutuhan

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

1 Jumlah total penduduk Administrativ Jiwa 383.477 394.470 405.782 417.420 429.396 441.718 454.396 Jiwa 335.685 345.294 355.179 365.350 375.813 386.578 397.654

% 87,54% 87,53% 87,53% 87,53% 87,52% 87,52% 87,51%

Jiwa 109.422 123.540 132.771 157.059 185.791 219.780 259.988

% 32,60% 27,69% 37,38% 42,99% 49,44% 56,85% 65,38%

a. Jiwa per Sambungan jiwa 6 6 6 6 6 6 6 b. Konsumsi Pemakaian Air lt/org/hari 150 150 150 150 150 150 150

4 Jumlah Sambungan unit 18.237 20.590 22.129 26.177 30.965 36.630 43.331

5 Kebutuhan Air Domestik lt/det 190 214 231 273 323 382 451

% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5%

lt/det 9 11 12 14 16 19 23

7 Jumlah Kebutuhan air domestik dan non domestik lt/det 199 225 242 286 339 401 474

% 27,85% 27,65% 26,65% 25,65% 24,65% 23,65% 22,65% lt/det 52,91 59,31 61,44 69,95 79,52 90,25 102,25 9 Kebutuhan Air Rata-rata Domestik dan non domestik lt/det 252,38 284,51 303,47 356,25 418,20 490,89 576,18

10 Kebutuhan Maksimum/hari (Max Day = 1.15%) lt/det 290,24 327,19 348,99 409,69 480,93 564,52 662,61 11 Kebutuhan Puncak (1.75%) lt/det 507,92 572,58 610,73 716,96 841,62 987,91 1.159,57 12 Kebutuhan Reservoir (20% dari Max Day) m3 5.015 5.654 6.030 7.079 8.310 9.755 11.450 13 Kapasitas Produksi (Qrata-rata x 15%) lt/det 256 289 308 362 424 498 585 14 Kapasitas Terpasang lt/det 310 350 365 365 415 415 415 13 Sisa Kapasitas lt/det 54 61 57 3 (9) (83) (170)

EKSISTING

8 Kebocoran (Teknis dan Administrasi)

3 Jumlah Penduduk Terlayani

6 Kebutuhan air non domestik

2 Jumlah Total Penduduk Daerah Pelayanan

No SATUAN SATUAN PROYEKSI

B. Kebutuhan Pengembangan SPAM Daerah

Berikut ini adalah kebutuhan Pengembangan SPAM yang mengacu dari Renstra DJCK tahun

2010-2014 khususnya dalam Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan,

Pengembangan Sumber Pembiayaan Dan Pola Investasi, Dan Penyelenggaraan Serta

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

Kebutuhan pengembangan SPAM Kabupaten Aceh Besar dan target pengembangan sistem

(22)

4-22 Tabel 4.11 Analisis Kebutuhan Program Pengembangan SPAM

No. Output Satuan Kebutuhan

2015 2016 2017 2018 2019

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1. Layanan Perkantoran

2. Peraturan Pengembangan Sistem

Air Minum Paket

2015

3. Laporan Pembinaan Pelaksanaan Pengembangan SPAM

5. Percontohan Re-Use dan Daur

Ulang Air Minum

a. Kampanye hemat air Paket 2016

b. Aktivitas reuse & daur ulang

air Paket 2015

6. Penyelenggaraan SPAM

terfasilitasi

a. PDAM yang memperoleh

pembinaan Paket 2015 2016 2017 2018

b. Pengelola air minum non PDAM yang memperoleh

pembinaan Paket 2015 2016 2017 2018 2019

c. Laporan pra-studi kelayakan

KPS Paket

d. PDAM terfasilitasi untuk

mendapatkan pinjaman bank Paket

e. Studi alternatif pembiayaan Paket 7. SPAM Regional Paket

SPAM di Ibu Kota Kecamatan

(IKK) Paket 2016 2017 2018

a. Kawasan pulau terluar,

perbatasan, terpencil Paket 2016 b. Kawasan pemekaran, KAPET Paket

c. Pelabuhan perikanan dan Pro

Rakyat KKP Paket

i. Pelabuhan Perikanan Paket 2018

(23)

4-23 4.1.3.4 Analisis Kebutuhan Air Limbah

A. Analisis Kebutuhan Air Limbah

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Air Limbah adalah

menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan air limbah kota.

Melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penanganan air limbah, baik itu untuk

pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota

(development need).

Menguraikan kebutuhan komponen pengelolaan air limbah secara teknis dan non teknis

baik sistem setempat individual, komunal maupun terpusat skala kota, serta

memperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah di sepakati.

Analisis yang terkait dengan kebutuhan air limbah adalah analisis sistem pengelolaan air

limbah (onsite dan offsite), analisis jaringan perpipaan air limbah untuk system terpusat,

analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis ekonomi.

Tabel 4.12 Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah

No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan

2015 2016 2017 2018 2019

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

A

Peraturan terkait sektor air

limbah

- Ketersediaan Peraturan Bidang Air Limbah (Perda, Pergub, Perwali dst)

Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 20 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus. Sedangkan tentang pengelolaan air limbah dan lain-lainnya belum dikeluarkan.

- - - - -

B Kelembagaan

- Bentuk Organisasi BLHPK Aceh Besar - - - - -

- Ketersediaan tata laksana

(24)

4-24

No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan

2015 2016 2017 2018 2019

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

- Kualitas dan kuantitas SDM

Kualitas dan kuantitas

SDM sudah memadai - - - - -

C Pembiayaan

- Sumber pembiayaan (APBD Prov/Kab/Kota/Swasta/Masy

arakat/dll) APBD dan masyarakat - - - - -

- Tarif Retribusi - - - - - -

- Realisasi penarikan retribusi

(% terhadap target) 50% - - - - - Pengolahan Air Limbah Skala

Kecil/Kawasan/Komunitas Tidak ada - - - - -

4.1.3.5 Identifikasi Permasalahan Persampahan

Menguraikan besaran masalah yang di hadapi di Kabupaten Aceh Besar dengan

membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran yang ingin dicapai, untuk

(25)

4-25 need) yang ditinjau dari aspek teknis, keuangan dan kelembagaan. Selain itu, dilakukan

inventarisasi persoalan setiap masalah yang sudah dirumuskan dengan

mempertimbangkan tipologi serta parameter- parameter teknis yang ada di kawasan

tersebut.

Hasil dari kegiatan inventarisasi tersebut akan di dapatkan data-data permasalahan pada

sub sektor persampahan. Hasil identifikas permasalahan di tuangkan dalam bentuk tabel

seperti yang di contoh kan pada tabel 4.13

Tabel 4.13

Permasalahan Pengelolaan Persampahan Yang Dihadapi

No. Aspek Pengelolaan Persampahan Permasalahan

Tindakan

- Ketersediaan tata laksana (Tupoksi, SOP, dan lain-lain)

- Realisasi penarikan retribusi (% terhadap target)

C Perundangan (Perda, Pergub, Perwali dst)

(26)

4-26 D Peran serta masyarakat dan swasta Rendahnya

partisipasi

1. Dokumen perencanaan (MP, FS, DED) Belum memiliki Masterplan

(27)

4-27

dan

pengendaliaan. 9. Sarana penunjang TPA kurangnya

sarana

penunjang yang terdapat di TPA seperti

escavator, dumptruck serta tangki air.

Belum Ada

4.1.3.6 Analisis Kebutuhan Pengembangan Persampahan

A. Analisis Kebutuhan

Dalam menganalisis kebutuhan Sistem Persampahan adalah uraian faktor-faktor yang

mempengaruhi sistem pengelolaan persampahan kota, baik itu untuk pemenuhan

kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development

need).

Menguraikan kebutuhan komponen pengelolaan persampahan yang meliputi aspek teknis

operasional (sejak dari sumber sampai dengan pengolahan akhir sampah), aspek

kelembagaan, aspek pendanaan, aspek peraturan perundangan dan aspek peran serta

masyarakat, serta memperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang

telah di sepakati. Analisis yang terkait dengan kebutuhan persampahan adalah analisis

sistem pengelolaan persampahan, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis

(28)

4-28 Tabel 4.14 Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah

No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan

2015 2016 2017 2018 2019

Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

- Bentuk Organisasi Penanganan sampah lewat BLHPK Aceh Besar yaitu BLHPK Aceh Besar

(29)

4-29 Besar Besar UPT TPA

- Kualitas dan kuantitas SDM

No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan

2015 2016 2017 2018 2019

- Realisasi penarikan retribusi (% terhadap target)

(30)

4-30

No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan

2015 2016 2017 2018 2019

Sementara (unit, kondisi)

a. bak sampah 18 unit, 10 baik, 8 rusak 40 40 40 40 40

(31)

4-31

c. Lainnya

Pengangkutan (unit, kondisi)

a. Dump Truck 16 unit, baik 3

b. Arm Roll Truck 6 unit, 5 baik, 1 rusak 2

c. Compactor truck 1 unit, rusak 0 0 0 0 0

Pengolahan (unit, kondisi)

a.Sistem 3R 2 unit, baik 2 2 3 4 4

b. Incinerator 2 unit, baik 0 0 0 0 0

TPA

1. Pemprosesan Akhir (unit, kondisi)

a. Alat Berat

(Buldozer, excavator, dll) 0 0 1 0 0

b. Lahan TPA 0 0 0 0 0

2. Fasilitas Umum

(baik, rusak, aspal, tanah,

dll) - - - - -

a. Jalan Masuk Baik - - - - -

b. Air Bersih Baik - - - - -

c. Kantor Baik - - - - -

3. Pengendalian perencanaan di TPA

- - - - -

No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan

2015 2016 2017 2018 2019

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

a. Lapisan kedap air Baik - - - - -

b. Pipa pengumpul lindi Baik - - - - -

c. Instalasi pengolahan

lindi Baik - - - - -

(32)

4-32

e. Pipa gas metan Baik - - - - -

f. Sumur Monitoring Baik - - - - -

g. Drainase air hujan Baik - - - - -

4. Sarana Penunjang - - - - -

a. Jalan operasi Baik - - - - -

b. Pos jaga Baik - - - - -

c. Bengkel, garasi,

tempat cuci kendaraan Baik - - - - -

d. Jembatan timbang Baik - - - - -

e. Tanah penutup Baik - - - - -

4.1.3.7 Identifikasi Permasalahan Drainase Perkotaan

Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran yang

ingin dicapai, untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dan kebutuhan pengembangan (development need) yang ditinjau dari aspek

teknis, keuangan dan kelembagaan. Selain itu di lakukan inventarisasi persoalan setiap masalah yang sudah di rumuskan dengan

mempertimbangkan tipologi serta parameter- parameter teknis yang ada di kawasan tersebut.

Dari kegiatan inventarisasi tersebut akan di dapatkan data-data permasalahan teknis dan non teknis pada sub sektor drainase.

Permasalahan Pembangunan Sektor Drainase di Indonesia secara umum adalah:

- Kapasitas sistem drainase tidak sesuai dengan kondisi saat ini;

- Belum memadainya penyelenggaraan sistem drainase.

i. Tantangan Pengembangan Drainase

Tantangan sesuai karakteristik Pemkab. Aceh Besar terkait pembangunan sektor drainase. Tantangan yang di hadapi secara umum di

(33)

4-33 dan sarana drainase yang sudah terbangun, peningkatan dan pengembangan sistem yang

ada, pembangunan baru secara efektif dan efisien yang menjangkau masyarakat

berpenghasilan rendah dan menunjang terwujudnya lingkungan perumahan dan

permukiman yang bersih dan sehat serta meningkatkan ekonomi masyarakat

berpenghasilan rendah.

Tantangan lainnya adalah adanya Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang

Standar Pelayanan Minimum menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang

menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang di

tetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari

beban dan tanggung jawab kelembagaan yang menangani bidang ke PU an, khususnya

untuk sub bidang Cipta Karya yang di tuangkan di dalam dokumen RPI2-JMCK yang

merupakan tantangan tersendiri bagi pelayanan pengelolaan Drainase. Target pelayanan

dasar bidang Drainase sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010

(34)

4-34 Tabel 4.15 Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan

Permen PU No.14/P RT/M/2010

Jenis Pelayanan Dasar Standart pelayanan Minimal

4.1.3.8 Analisis Kebutuhan Drainase

A. Analisis Kebutuhan

Menguraikan faktor-faktor yang mempengaruh isistem drainase kota. Melakukan analisis

atas dasar besarnya kebutuhan penanganan drainase, baik itu untuk pemenuhan

kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (develop

ment need). Analisis yang terkait dengan kebutuhan drainase adalah analisis Bidang Teknis maupun non teknis yang mencakup kelembagaan, pembiayaan, peraturan dan peran serta

(35)

4-35 Tabel 4.16 Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah Pad a Sekt or Dr ain ase

No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan

2015 2016 2017 2018 2019

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

A Peraturan terkait sektor drainase

- Ketersediaan Peraturan Bidang Persampahan (Perda,

Pergub, Perwali dst) Ada - - - -

B Kelembagaan -

- Bentuk Organisasi Belum Ada - UPTD - - -

- Ketersediaan tata laksana (Tupoksi, SOP, dan

lain-lain) Ada - - - - -

- Kualitas dan kuantitas SDM Kurang - - - - -

C Pembiayaan

- Sumber pembiayaan (APBD

Prov/Kab/Kota/Swasta/Masyarakat/dll) APBD dan Retribusi APBN APBN APBN APBN APBK

D

Peran swasta dan masyarakat (sudah ada/belum

ada/bentuk kontribusi, dll) Belum ada - - - - -

Teknis Operasional PS :

1. Aspek Perencanaan (Master Plan, FS, DED) Ada MP - - APBN - -

2. A. Saluran Ada APBN APBN APBN APBN APBK

- Primer Ada APBK APBK APBK APBK APBK

- Sekunder Ada APBN APBN APBN APBN APBK

- Tersier Ada APBK APBK APBK APBK APBK

B. Turap APBN APBN APBN APBN APBK

C. Bangunan pelengkap (gorong-gorong, pintu air,

pompa, talang, dsb) Masih kurang APBK APBK APBK APBK APBK

D. Waduk, Kolam Retensi, Sumur Resapan

Sumur resapan

(36)

4-36 4.1.4 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan

Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Aspek Sosial

Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya

kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan,maupun pasca

pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur

permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan

isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarus utamaan

gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak

sehingga di perlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian

kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau

pengelolaan perlu di identifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya

tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi

masyarakat sekitarnya.

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek

sosial adalah sebagai berikut:

1.UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan

memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung,

termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal diwilayah terpencil, tertinggal,

dan wilayah bencana Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarus utamaan gender

(37)

4-37 2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi

pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,

negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.

3. Peraturan Presiden No.5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:

Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat di wujudkan melalui sejumlah program

pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja,

termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan

pembangunan infrastruktur dasar.

Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan

partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang di lakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,

pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program main dalam rangka

meningkatkan kegiatan ekonomi.

5. Instruksi Presiden No.9 Tahun 2000 tentang Pengarus utamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarus utamaan gender

guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan

evaluasiatas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif

(38)

4-38 Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:

1. Pemerintah Pusat:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis

nasional atau pun bersifat lintas provinsi.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat

strategis nasional atau pun bersifat lintas provinsi.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program

lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.

d. Melaksanakan pengarus utamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program

pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

2. Pemerintah Provinsi:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional atau

pun bersifat lintas kabupaten/kota.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional

ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program

lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.

d. Melaksanakan pengarus utamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program

pembangunan ditingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang

Cipta Karya.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

(39)

4-39

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro da nkecil, serta program

lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan pengarus utamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program

pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk

bidang Cipta Karya.

- Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya a. Aspek sosial

Pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya di harapkan mampu melengkapi

kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti adalah isu

kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta

arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.

Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga di kategorikan miskin, yaitu:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m 2 per orang.

2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan

3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas

rendah/tembok tanpa diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga

lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung

/sungai /air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar

/arang/minyak tanah.

(40)

4-40

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan

500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau

pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000,-per bulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah /tidak tamat

SD/hanyaSD.

14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal

Rp.500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak,

kapal,motor,atau barang modal lainnya.

Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga di kategorikan sebagai

rumah tangga miskin.

b. Pengarus utamaan Gender

Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan

bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta

Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan,

Neighborhood Upgradingand Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) , Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat

( PAMSIMAS). Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure

Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat

bidang Cipta Karya.

- Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

(41)

4-41 1. Konsultasi masyarakat

Konsultasi masyarakat di perlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,

terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan

bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi

mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam

proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program

bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.

2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan

bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah

yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih

dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang

diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar

kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya

kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bila mana

pemindahan penduduk tidak dapat di hindarkan, rencana pemukiman kembali harus di

laksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut

menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajaratas

kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya

di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi

penduduk yang di mukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.

- Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi

masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan

(42)

4-42 infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang

harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

4.3. Analisis Lingkungan

RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan

sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta

Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan.

Kajianaspek lingkungan dan social meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi

eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaanan tisipasi dan

rekomendasi perlindungan lingkungan dan social yang dibutuhkan.

4.3.1. Aspek Lingkungan

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang

Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten Aceh Besar telah mengakomodasi prinsip

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan

pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:

“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas

antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan

(UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

Hidup (SPPLH)”

2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan

(43)

4-43

3. Peraturan Presiden No.5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional Tahun 2010-2014:

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu

lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam diperkotaan dan pedesaan,

penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya

tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”

4. Permen LH No.9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis:

Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk

menyiapkan alternative penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar

dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak di harapkan dapat di minimalkan

5. Permen LH No.16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen

Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan PengelolaanLingkungan Hidup

atau di sebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau

UKL dan UPL.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Aceh, dan pemerintah

Kabupaten Aceh Besar dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada

UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:

1. Pemerintah Pusat

a. Menetapkan kebijakan nasional.

b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak

(44)

4-44

g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional,

peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

h. Mengembangkan dan menerapkan instrument lingkungan hidup.

i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.

j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

2. Pemerintah Provinsi

a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,

peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

e. Mengembangkan dan menerapkan instrument lingkungan hidup.

f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada

kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.

g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

d. Mengembangkan dan menerapkan instrument lingkungan hidup.

e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

4.3.2. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Menurut UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian

Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya di singkat KLHS, adalah rangkaian analisis

yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip

pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan

(45)

4-43 KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:

1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan

infrastruktur.

2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM

bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan / Rencana / Program. Dalam hal ini,

KLHS menerapkan prinsip-prinsip ke hati-hatian, di mana kebijakan, rencana dan/atau

program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi

mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi di harapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Bagian ini berisi kanquic kassement KLHS RPIJM. Diagram alir pentahapan pelaksanaan

KLHS adalah sebagai berikut:

(46)

4-44 Beberapa identifikasi/kajian yang di lakukan dalam rangka KLHSRPI2-JM dapat mengutip

dokumen KLHS yang disusun dalam perumusan RTRW.

Tahapan Pelaksanaan KLHS

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam

RPIJM persektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2)

kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan

intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran

hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan

alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau

terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7)

peningkatan risiko terhadap kesehatandan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi

kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau

dampak terhadap isu-isu tersebut.

Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, di

laksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:

1. Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi

masyarakat dan pemangku kepentingan adalah: Menentukan secara tepat pihak-pihak

yang akan di libatkan dalam pelaksanaan KLHS;

2. Menjamin di terapkannya azas partisipasi yang di amanatkan UU No.32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

3. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau

program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;

4. Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk

menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan

(47)

4-45 Tabel 4.17 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam

penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

Masyarakat danPemangku

Kepentingan Lembaga

(1) (2)

Pembuat keputusan a.Bupati Aceh Besar

b.DPRK Aceh Besar Penyusun kebijakan, rencana dan/atau

program

Dinas PU-Cipta Karya dan Pengairan Aceh Besar

Instansi a. Dinas PU-Cipta Karya dan Pengairan

b. BPLHPK

Masyarakat yang memiliki informasi

dan/atau keahlian (per

orangan/tokoh/kelompok)

a.Asosiasi profesi

b.Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup

c.Perorangan/tokoh

d. kelompok yang memilik idata dan informasi berkaitan dengan SDA

Masyarakat terkena Dampak a. Lembaga Adat

b.REI/ Gapensi, Gapeknas c.Tokoh masyarakat d.Organisasi masyarakat e.Pawang Uteun, Panglima Laot

1. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:

1) Penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial,

ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;

2) Pembahasan focus terhadap isu signifikan; dan

3) Membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

Tujuan perumusan alternative penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program

untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan KRP dan menjamin

pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan di sepakati bahwa kebijakan,

rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada

pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternative untuk

(48)

4-46 ada. Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP

mempertimbangkan antara lain:

a. Memberikan arahan ataur Rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan,

rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak

lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.

b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau

program.

c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan

kebijakan, rencana, dan/atau program.

d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.

Kabupaten Aceh Besar yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW

Kabupaten Aceh Besar, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan

masukan bagi kajian perlindungan lingkungan dalam RPI2-JM.

KLHS merupakan instrumen lingkungan yang di terapkan pada tataran rencana-program.

Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrument yang lebih tepat di

terapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH.

4.3.3 Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH

Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan

dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana

usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.10

Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan

Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya

Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:

1. Proyek wajib AMDAL

2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL

(49)

4-47 Tabel 4.18 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL

Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis

(KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)

a)Rujukan Peraturan Perundangan

i.UU 32 tahun 2009 tentang

Perlindungandan Pengelolaan Lingkungan Hidup

ii.Permen LH09/2011 tentang Pedoman umum KLHS

i.UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

ii.Permen PPU10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU wajib UKL UPL

iii.Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL

b)Pengertian Umum

Rangkaian analisis yang sistematis,

menyeluruh,

Dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau

kegiatan yang di rencanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.

c)Kewajiban pelaksanaan

Pemerintahdan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang

Masuk kriteria sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta)

d)Keterkaitan studi

lingkungan dengan:

i.Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPJM

ii.Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan

Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan

e)Mekanisme pelaksanaan

i.pengkajian pengaruh kebijakan,rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan

Gambar

Tabel 4.1 Realisasi Pengeluaran Daerah Kabupaten Aceh Besar
Grafik 4.1
Grafik 4.3
Grafik 4.4 Perkembangan Proporsi Rumah Tangga Dengan Sanitasi Layak (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang berbunyi: Ada Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Sikap Sosial

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung variabel penggunaan informasi sistem akuntansi manajemen (SAM) terhadap hubungan antara

Mengingat begitu luasnya permasalahan yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi impulse buying , agar permasalahan yang diteliti lebih terfokus maka dalam

(Kolarik dalam Tjiptono, 2000) meneliti terhadap lebih dari 3.000 konsumen di Amerika Serikat, Jerman Barat, dan Jepang, didapatkan hasil bahwa ada berbagai faktor yang

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rachman (2015) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah,

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa variabel CAR berpengaruh negatif terhadap alokasi pembiayaan bagi hasil karena BSM dalam menggunakan modal lebih berhati-hati dan

Lokal Kitab Fathul Qorib dalam Meningkatkan Pemahaman Mata Pelajaran Fiqih (Studi Kasus di MTs NU Miftahul Falah Cendono Dawe Kudus) ”.

salah satu dari sifat kepribadian yang dimiliki individu. Rasa percaya diri merupakan adanya kepercayaan mengenai. kemapuan diri sehingga sanggup menghadapi tugas dan