4-1 BAB IV
ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN
4.1. Analisis Sosial
4.1.1 Kemiskinan
- Regulasi Daerah tentang Penanggulangan Kemiskinan
Dalam RPJMD Kabupaten Aceh Besar upaya penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas utama. Target penurunan angka kemiskinan pertahun adalah 1-1,5 persen sehingga diharapkan pada tahun 2017 akan terdapat angka kemiskinan sekitar 12-10 persen. Untuk mencapai target tersebut ada beberapa kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dalam penanggulangan kemiskinan. Kebijakan ini dirasakan sangat tepat dan baik karena dapat menekan angka kemiskinan di Kabupaten Aceh Besar. Pelaksanaan program-program pengurangan kemiskinan dikoordinasikan dan dikendalikan oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten Aceh Besar sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Kemiskinan yang selanjutnya diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengatur mekanisme kerja TKPK Daerah. Di Kabupaten Aceh Besar telah dibentuk TKPK Kabupaten Aceh Besar melalui Surat Keputusan Bupati Aceh Besar yang diperbaharui setiap tahun, yang bekerja untuk melaksanakan percepatan pencapaian target pengurangan angka kemiskinan sebagai prioritas nasional dan prioritas yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012-2017. Kelembagaan ini juga merupakan bagian dari strategi penanggulangan kemiskinan yang menggerakan strategi yang lain melalui instrumen koordinasi dan pengendalian agar kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang direncanakan bersifat lintas sektor dan berjalan secara sinergis.
- Program dan Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan
Sesuai dengan paradigma penanggulangan kemiskinan yang dianut dalam konstitusi UUD 1945 serta dokumen strategi nasional penanggulangan kemiskinan, maka pendekatan dalam upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan berbasis pada hak dasar. Hak dasar yang menjadi acuan dalam penanggulangan kemiskinan terdiri dari 10 (sepuluh) hak dasar yang meliputi: (1) hak atas pangan; (2) hak atas layanan kesehatan; (3) hak atas layanan pendidikan; (4) hak atas pekerjaan dan berusaha; (5) hak atas perumahan; (6) hak atas air
4-2 (9) hak atas rasa aman; serta (10) hak untuk berpartisipasi. Pengelompokan program penanggulangan kemiskinan juga didasarkan pada pemenuhan hak-hak dasar tersebut.
Sumber pembiayaan untuk penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Aceh Besar Tahun Anggaran 2014 berasal dari beberapa sumber. Sumber yang paling besar dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang membiayai di bidang pemberdayaan masyarakat atau klaster dua (PNPM-Mandiri Pedesaan, PNPM-Mandiri Perkotaan, PPIP, PUMP dan kegiatan lainnya yang berbasis masyarakat). Untuk pembiayaan di klaster 1 bidang bantuan berbasis individu dan rumah tangga, alokasi dana berasal dari pemerintah pusat yang berupa jamkesmas, raskin, BLSM dan pemerintah daerah yang berupa jaminan kesehatan Aceh. Untuk pembiayaan klaster 3 yaitu pengembangan usaha ekonomi masyarakat juga bersumber dari pemerintah pusat dan daerah yang disalurkan ke kelompok masyarakat yang bersifat pinjaman (dana bergulir).
Pihak lain yang membiayai kegiatan penanggulangan kemiskinan dari sektor non pemerintah adalah UNICEF. Kerjasama pemerintah daerah dengan UNICEF melibatkan 6 (enam) instansi yaitu Bappeda, BPMG, BKSPPPA, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Kegiatan yang dilaksanakan dengan dana
UNICEF adalah program capacity building bagi pemerintah daerah yaitu program data base
yang dilaksanakan di Bappeda, dan capacity building bagi masyarakat yang dilaksanakan
oleh instansi lainnya. Program lain yang dilakukan UNICEF di Aceh Besar pada tahun 2014 adalah Posyandu Plus/Terpadu (integrated posyandu), Sanitasi (WASH), dan Program Kelangsungan Hidup dan Perkembangan Anak-anak di Aceh (Aceh child Survival and Development). Ketiga program dari UNICEF ini dilaksanakan dalam bentuk pelatihan-pelatihan dan pada program WASH telah dibangun jamban sehat dan tempat cuci tangan
(Prilaku Hidup Bersih dan Sehat) anak sekolah.
- Analisis Belanja Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan
4-3 Tabel 4.1
Realisasi Pengeluaran Daerah Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012 - 2014
Jenis Pengeluaran Tahun Anggaran
2012 2013 2014
Belanja Tidak Langsung 543.341.449.886 569.177.875.060 664.760.744.290,00
1. Belanja Pegawai 478.997.638.765 507.296.600.918 589.373.821.565,00
2. Belanja Hibah 26.806.883.299 14.902.276.000 27.694.757.739,00
3. Belanja Bantuan Sosial 428.000.000 4.665.200.000 5.094.200.000,00
Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kabupaten/ Kota dan Pemerintah Desa
- -
Belanja Bantuan Keuangan kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa
36.476.602.122 41.465.616.122
42.385.623.986,00
Belanja Tidak Terduga 632.325.700 848.182.020 212.341.000,00
Belanja Langsung : 216.562.981.686 294.652.515.348 497.069.759.899,00
1. Belanja Pegawai 34.420.777.080 47.176.818.447 57.135.508.375,00
2. Belanja Barang Jasa 108.647.649.935 147.556.222.017 231.612.131.700,00
3. Belanja Modal 73.494.554.671 99.919.474.884 208.322.119.824,00
Total Belanja 759.904.431.572 863.830.390.408 1.161.830.504.189,00
A. Dimensi Prasarana Dasar
Kebijakan utama di bidang infrastruktur dasar adalah bidang sanitasi dan air minum.
Kebutuhan Air minum layak merupakan hal yang mendasar bagi masyarakat. Proporsi
rumah tangga dengan air minum di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2014 adalah 16,39
persen, Lebih rendah dari capaian Propinsi Aceh sebesar 26,24 persen dan capaian nasional
sebesar 68,38 persen. Target dalam pencapaian sesuai dengan SPM adalah ≥ 75 persen,
yang berarti capaian Kabupaten Aceh Besar dalam indikator air minum layak masih jauh
4-4 Grafik 4.1
Posisi Relatif Proporsi Rumah Tangga Dengan Air Minum Layak (%) Provinsi Aceh 2014
Perkembangan dari tahun ketahun indikator rumah tangga dengan air minum layak
di Kabupaten Aceh Besar sudah menunjukkan penurunan yang tajam. Pada tahun 2010
proporsi rumah tangga dengan air minum layak 27,13 persen, pada tahun 2011 menurun
menjadi 23,48 persen dan pada tahun 2012 menurun menjadi 19,44 persen dan meningkat
lagi menjadi 20,11 persen pada tahun 2013 dan menurun kembali pada tahun 2014
menjadi 16,39. Trendline dari tahun 2010 sampai tahun 2014 menunjukkan adanya
penurunan, hal ini kemungkinan disebabkan perlu terus ditingkatkan penambahan
4-5 Grafik 4.2
Perkembangan Proporsi Rumah Tangga dengan Air Minum Layak (%) Kab. Aceh Besar Tahun 2010-2015
Sumber; BPS,diolah
Capaian indikator rumah tangga dengan sanitasi layak di Kabupaten Aceh Besar
pada tahun 2014 adalah sebesar 34,57 persen. Capaian ini masih dibawah capaian
nasional dan capaian Propinsi. Target MDG’s untuk sanitasi layak adalah 81,8 persen. Aceh Besar belum mencapai target MDG’s yang diharapkan. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat terhadap sanitasi layak masih rendah.
4-6 Perkembangan antar waktu indikator proporsi rumah tangga dengan sanitasi layak
di Kabupaten Aceh Besar berfluktuatif dari tahun ke tahun. Data dari BPS menunjukkan
pada tahun pada tahun 2009 menjadi 67,18 persen dan menurun pada tahun 2010 menjadi
66,24 persen dan meningkat kembali menjadi 75,64 persen pada tahun 2011 dan kembali
menurun pada tahun 2012 menjadi 73,20 persen dan terus menurun pada tahun 2012
yaitu 66,38 persen dan pada 2014 kembali turun menjadi 34,57 persen. Dilihat berdasarkan
garis trendline menunjukkan perkembangan yang kurang baik. Relevansi indikator ini
dengan Propinsi Aceh masih menunjukkan arah yang sama yaitu mengalami peningkatan
yang searah tetapi dengan tingkat nasional garis trendline agak mendatar, yang berarti
bahwa program-program nasional dibidang sanitasi tidak berjalan dengan efektif.
Grafik 4.4
Perkembangan Proporsi Rumah Tangga Dengan Sanitasi Layak (%) Kab.Aceh Besar Tahun 2010-1014
4.1.2 Pengarustamaan Gender
Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan
adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang
4-7 dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok
peduli setempat.
Tabel 4.2 Pemberdayaan Komunitas Dalam Penanggulanan Kemiskinan
No Kecamatan Kegiatan PNPM Perkotaan
(P2KP)
Kegiatan Pemberdayaan Lainnya
(1) (2) (3) (4)
1 Kecamatan Krueng Barona Jaya Program Pembinaan dan Pengembangan
4.1.3 Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Terhadap Ekonomi Lokal Masyarakat
Tabel 4.3 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Aceh Besar
No. Permasalahan Pengembangan Permukiman
Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi
1 Aspek Teknis :
4-8 terutama di perkotaan seiring dengan perkembangan kota
Lembaga khusus penangan perumahan permukiman di bawah dinas Cipta Karya
3 Aspek Pembiayaan : Skim kredit yang berpihak
4 Aspek Peran serta Masyarakat/ Swasta :
1.Peran REI
2.Partisipasi masyarakat
Meningkatkan peran swasta dan masyarakat dalam penyediaan perumahan
Kampanye dan subsidi
5 Aspek Lingkungan Permukiman 1.Lingkungan sehat perumahan permukiman yang memperhatikan daya dukung lingkungan dan mitigasi bencana
4.1.3.1 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (pengurangan
proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk
pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI,
percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program
pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014.
Sedangkan di Kabupaten Aceh Besar meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten Aceh
Besar, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut menjadi dasar pada tahapan
4-9 Tabel 4.4 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan Untuk 5 Tahun
No. Uraian Unit 2015 2016 2017 2018 2019 Keterangan
(1) (2) (3) (4)
1 Jumlah Penduduk Jiwa 403.801 416.885 430.406 444.366 458.778 Rata-rata
pertumbuhan penduduk 3,24
%/tahun
Kepadatan Penduduk Jiwa/km2 139.07 143.58 148.24 153.04 158.01 Hasil analisis
Proyeksi Persebaran
Penduduk
Jiwa/km2
171.83 177.40 183.15 189.09 195.22
Hasil analisis
Proyeksi Persebaran
Penduduk Miskin
Jiwa/km2
10.91 11.26 11.62 12.00 12.39
Hasil analisis
2 Sasaran Penurunan
Kawasan Kumuh
Ha
52.125 52.125 52.125 52.125 52.125
Hasil analisis
3 Kebutuhan Rusunawa TB 0 0 0 0 0
4 Kebutuhan RSH Unit 0 0 0 0 0
5 Kebutuhan Pengembangan
Permukiman Baru
4-10 Tabel 4.5 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di
Perkotaan yang Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun
No. Uraian Unit 2015 2016 2017 2018 2019 Keterangan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Jumlah Penduduk Jiwa
403801 416885 430406 444366 458778 Rata-rata pertumbuhan penduduk 3,24
%/tahun
Kepadatan Penduduk Jiwa/km2 139.07 143.58 148.24 153.04 158.01
Hasil analisis Proyeksi Persebaran Penduduk Jiwa/km2 171.83 177.40 183.15 189.09 195.22 Hasil analisis Proyeksi Persebaran Penduduk Miskin Jiwa/km2 10.91 11.26 11.62 12.00 12.39 Hasil analisis
2 Desa Potensial untuk Agropolitan Desa 7 7 7 7 7 rtrw
3 Desa Potensial untuk Minapolitan Desa 11 11 11 11 11 rtrw
4 Kawasan Rawan Bencana Kws 16 16 16 16 16 rtrw
5 Kawasan Perbatasan Kws 1 1 1 1 1 rtrw
6 Kawasan Permukiman Pulau-Pulau Kecil Kws 3 3 3 3 3 rtrw
7 Kawasan dengan Komoditas Unggulan Kws - - - Monopolitan
4-11 Tabel 4.6 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
No AspekPB
I. KegiatanPenataan Lingkungan Permukiman
1 AspekTeknis
1). Kawasan fungsional cepat berkembang
2).Kawasan perkotaan yang cepat berkembang
Tidak didukung oleh infra CK
Pembangunan
2 Aspek Kelembagaan 1)Tidak ada lembaga
pengelola kawasan
Kelembagaan baru
UPT dibawah Dinas CK
3 Aspek Pembiayaan 1) Belum ada anggaran studi Alokasi anggaran Bantek APBN
4
Aspek Peran Serta
Masyarakat/ Swasta
1) Peran serta masyarakat
rendah Pemahaman masyarakat
rendah
4.1.3.2 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kabupaten Aceh Besar
mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No.
8 Tahun 2010.
Pada Permen PU No. 8 tahun 2010, di jabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan
sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan
4-12 - RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan di definisikan sebagai panduan rancang bangun suatu
lingkungan/kawasan yang di maksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang,
penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program
bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi,
ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan
pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan meliputi:
• Program Bangunan dan Lingkungan;
• Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
• Rencana Investasi;
• Ketentuan Pengendalian Rencana;
• Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam
Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran
pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan,
kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang
digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara
pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya
kebakaran.
Penyelenggaraan system roteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran system proteksi kebakaran pada bangunan
4-13 RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem
Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK
memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi
terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan
gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan
penegakan Norma, Standar, Pedomandan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana
tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman
kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional / Bersejarah Pendekatan yang di lakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradision aladalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia,
lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin
kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat,
selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya
pemberdayaan masyarakat.
- Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14 tahun
2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
Khusus untuk sektor PBL,SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang di karenakan
kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan
kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor
PBL sebagaimana terlihat pada tabel 6.19. yang dapat dijadikan acuan bagi
Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan
4-14 Tabel 4.7 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Jenis Pelayanan Dasar Standar Pelayanan Minimal
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi
persyaratan ke andalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan
kemudahan);
2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
4-15 Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah Negara
perlu di lakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu
dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan
adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang
secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat
dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok
4-16 Tabel 4.8 Kebutuhan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No. Uraian Satuan
Kebutuhan Keterangan
2015 2016 2017 2018 2019
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
I.
Kegiatan Penataan Lingkungan
Permukiman
1. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ha 0 2 2 1 0 -
2. Ruang Terbuka M2 - - - -
3. PSD Unit 0 0 4 4 3 -
4. PS Lingkungan Unit - - - - 2 -
5. HSBGN Laporan - - - -
6.
Pelatihan Teknis Tenaga Pendata
HSBGN Laporan - - - -
7.
Lainnya / Peraturan Penataan
Bangunan,DED 4 6 5 3
II.
Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah
Negara
1. Bangunan Fungsi Hunian Unit - - - -
2. Bangunan Fungsi Keagamaan Unit - - - -
3. Bangunan Fungsi Usaha Unit - - - -
4. Bangunan Fungsi Sosial Budaya Unit - - - - 2 -
5. Bangunan Fungsi Khusus Unit - - - -
6.
Bintek Pembangunan Gedung
Negara Laporan - - - -
4-17
III.
Kegiatan Pemberdayaan Komunitas
dalam Penanggulangan Kemiskinan
No. Uraian Satuan
Kebutuhan Keterangan
2015 2016 2017 2018 2019
(4) (5) (6) (7) (8)
1. P2KP Laporan -
2. Lainnya - - - -
Tabel 4.9 banyak yang kosong isiannya disebabkan karena kebutuhan sektor penataan bangunan dan lingkungan tidak ada datanya,
sehingga tidak bisa dilakukan analisis kebutuhan sektornya.
Tabel 4.9 Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM
No
Aspek Pengelolaan Air Minum
Permasalahan Yang Sudah Tindakan
Di lakukan
Yang Sedang Di lakukan
(1) (2) (3) (4) (5)
A.
1. 2. 3.
Kelembagaan/ Perundangan
Organisasi SPAM
Tata Laksana (SOP, koordinasi, dll)
SDM
Qanun tarif retribusi Air Minum
SDM
Peningkatan kapasitas SDM
4-18
Jaringan Distribusi Sambungan Rumah Meter Pelanggan
Reservoir, jaringan distribusi, sambungan rumah
Penambahan SR Penambahan SR
C.
Modal usaha dan penarikan retribusi
ii. Tantangan Pengembangan SPAM
Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar kedepan, agar dapat di gambarkan, misalnya:
1) Tantangan Internal:
4-19 belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka
prevalensi penyakit yang berkaitan dengan air. Tantangan lainnya dalam
pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi
kualitas air minum sesuai kriteria yang telah di syaratkan.
a) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum di
optimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tariff dengan prinsip full cost
recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.
b) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan
tantangan dalam pengembangan SPAM dimasa depan.
c) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal
sebagaimana disebutkan dalam PP No.16/2005 serta tuntutan kualitas air baku
untuk memenuhi standar yang diperlukan.
d) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum
di berdayakan.
2) Tantangan Eksternal
1) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan
ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
2) Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi
3) Yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.
4) Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals
5) (MDGs) 2015 dan Protocol Kyotodan Habitat, dimana pembangunan
perkotaan harus berimbang dengan pembangunan perdesaan
6) Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal dan
masyarakat, serta peningkatan peran serta dunia usaha,swasta
7) Kondisi keamanan dan hokum nasional yang belum mendukung iklim
4-20 4.1.3.3 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum
Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya gap antara kondisi yang
ada saat ini dengan target yang akan dicapai pada kurun waktu tertentu. Kondisi pelayanan
air minum secara nasional sebesar 47,71%, dilihat dari proporsi penduduk terhadap
sumber air minum terlindungi (akses aman) yang mencakup 49,82% di perkotaan dan
45,72 di perdesaan. Analisis kebutuhan sistem penyediaan air minum di Kabupaten Aceh
Besar sebagai berikut:
A. Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten Aceh Besar
Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Penyediaan Air
Minum, baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan adalah menguraikan faktor-faktor
yang mempengaruhi sistem penyediaan air minum. Melakukan analisis atas dasar besarnya
kebutuhan penyediaan air minum, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic
need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development need). Pada bagian ini sudah harus di uraikan penetapan kawasan/daerah yang memerlukan penanganan dari
komponen penyediaan air minum baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan, serta
diperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah di sepakati.
Analisis kebutuhan Pengembangan SPAM merupakan hasil rangkaian analisis di antaranya
adalah analisis hasil survey kebutuhan nyata (real demand survey), analisis kebutuhan
dasar air minum, analisis kebutuhan program pengembangan, analisis kualitas dan tingkat
pelayanan serta analisis ekonomi.
4-21 Tabel 4.10 Analisa Kebutuhan
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
1 Jumlah total penduduk Administrativ Jiwa 383.477 394.470 405.782 417.420 429.396 441.718 454.396 Jiwa 335.685 345.294 355.179 365.350 375.813 386.578 397.654
% 87,54% 87,53% 87,53% 87,53% 87,52% 87,52% 87,51%
Jiwa 109.422 123.540 132.771 157.059 185.791 219.780 259.988
% 32,60% 27,69% 37,38% 42,99% 49,44% 56,85% 65,38%
a. Jiwa per Sambungan jiwa 6 6 6 6 6 6 6 b. Konsumsi Pemakaian Air lt/org/hari 150 150 150 150 150 150 150
4 Jumlah Sambungan unit 18.237 20.590 22.129 26.177 30.965 36.630 43.331
5 Kebutuhan Air Domestik lt/det 190 214 231 273 323 382 451
% 5% 5% 5% 5% 5% 5% 5%
lt/det 9 11 12 14 16 19 23
7 Jumlah Kebutuhan air domestik dan non domestik lt/det 199 225 242 286 339 401 474
% 27,85% 27,65% 26,65% 25,65% 24,65% 23,65% 22,65% lt/det 52,91 59,31 61,44 69,95 79,52 90,25 102,25 9 Kebutuhan Air Rata-rata Domestik dan non domestik lt/det 252,38 284,51 303,47 356,25 418,20 490,89 576,18
10 Kebutuhan Maksimum/hari (Max Day = 1.15%) lt/det 290,24 327,19 348,99 409,69 480,93 564,52 662,61 11 Kebutuhan Puncak (1.75%) lt/det 507,92 572,58 610,73 716,96 841,62 987,91 1.159,57 12 Kebutuhan Reservoir (20% dari Max Day) m3 5.015 5.654 6.030 7.079 8.310 9.755 11.450 13 Kapasitas Produksi (Qrata-rata x 15%) lt/det 256 289 308 362 424 498 585 14 Kapasitas Terpasang lt/det 310 350 365 365 415 415 415 13 Sisa Kapasitas lt/det 54 61 57 3 (9) (83) (170)
EKSISTING
8 Kebocoran (Teknis dan Administrasi)
3 Jumlah Penduduk Terlayani
6 Kebutuhan air non domestik
2 Jumlah Total Penduduk Daerah Pelayanan
No SATUAN SATUAN PROYEKSI
B. Kebutuhan Pengembangan SPAM Daerah
Berikut ini adalah kebutuhan Pengembangan SPAM yang mengacu dari Renstra DJCK tahun
2010-2014 khususnya dalam Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan,
Pengembangan Sumber Pembiayaan Dan Pola Investasi, Dan Penyelenggaraan Serta
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Kebutuhan pengembangan SPAM Kabupaten Aceh Besar dan target pengembangan sistem
4-22 Tabel 4.11 Analisis Kebutuhan Program Pengembangan SPAM
No. Output Satuan Kebutuhan
2015 2016 2017 2018 2019
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1. Layanan Perkantoran
2. Peraturan Pengembangan Sistem
Air Minum Paket
2015
3. Laporan Pembinaan Pelaksanaan Pengembangan SPAM
5. Percontohan Re-Use dan Daur
Ulang Air Minum
a. Kampanye hemat air Paket 2016
b. Aktivitas reuse & daur ulang
air Paket 2015
6. Penyelenggaraan SPAM
terfasilitasi
a. PDAM yang memperoleh
pembinaan Paket 2015 2016 2017 2018
b. Pengelola air minum non PDAM yang memperoleh
pembinaan Paket 2015 2016 2017 2018 2019
c. Laporan pra-studi kelayakan
KPS Paket
d. PDAM terfasilitasi untuk
mendapatkan pinjaman bank Paket
e. Studi alternatif pembiayaan Paket 7. SPAM Regional Paket
SPAM di Ibu Kota Kecamatan
(IKK) Paket 2016 2017 2018
a. Kawasan pulau terluar,
perbatasan, terpencil Paket 2016 b. Kawasan pemekaran, KAPET Paket
c. Pelabuhan perikanan dan Pro
Rakyat KKP Paket
i. Pelabuhan Perikanan Paket 2018
4-23 4.1.3.4 Analisis Kebutuhan Air Limbah
A. Analisis Kebutuhan Air Limbah
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Air Limbah adalah
menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan air limbah kota.
Melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penanganan air limbah, baik itu untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota
(development need).
Menguraikan kebutuhan komponen pengelolaan air limbah secara teknis dan non teknis
baik sistem setempat individual, komunal maupun terpusat skala kota, serta
memperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah di sepakati.
Analisis yang terkait dengan kebutuhan air limbah adalah analisis sistem pengelolaan air
limbah (onsite dan offsite), analisis jaringan perpipaan air limbah untuk system terpusat,
analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis ekonomi.
Tabel 4.12 Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah
No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan
2015 2016 2017 2018 2019
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
A
Peraturan terkait sektor air
limbah
- Ketersediaan Peraturan Bidang Air Limbah (Perda, Pergub, Perwali dst)
Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 20 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus. Sedangkan tentang pengelolaan air limbah dan lain-lainnya belum dikeluarkan.
- - - - -
B Kelembagaan
- Bentuk Organisasi BLHPK Aceh Besar - - - - -
- Ketersediaan tata laksana
4-24
No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan
2015 2016 2017 2018 2019
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
- Kualitas dan kuantitas SDM
Kualitas dan kuantitas
SDM sudah memadai - - - - -
C Pembiayaan
- Sumber pembiayaan (APBD Prov/Kab/Kota/Swasta/Masy
arakat/dll) APBD dan masyarakat - - - - -
- Tarif Retribusi - - - - - -
- Realisasi penarikan retribusi
(% terhadap target) 50% - - - - - Pengolahan Air Limbah Skala
Kecil/Kawasan/Komunitas Tidak ada - - - - -
4.1.3.5 Identifikasi Permasalahan Persampahan
Menguraikan besaran masalah yang di hadapi di Kabupaten Aceh Besar dengan
membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran yang ingin dicapai, untuk
4-25 need) yang ditinjau dari aspek teknis, keuangan dan kelembagaan. Selain itu, dilakukan
inventarisasi persoalan setiap masalah yang sudah dirumuskan dengan
mempertimbangkan tipologi serta parameter- parameter teknis yang ada di kawasan
tersebut.
Hasil dari kegiatan inventarisasi tersebut akan di dapatkan data-data permasalahan pada
sub sektor persampahan. Hasil identifikas permasalahan di tuangkan dalam bentuk tabel
seperti yang di contoh kan pada tabel 4.13
Tabel 4.13
Permasalahan Pengelolaan Persampahan Yang Dihadapi
No. Aspek Pengelolaan Persampahan Permasalahan
Tindakan
- Ketersediaan tata laksana (Tupoksi, SOP, dan lain-lain)
- Realisasi penarikan retribusi (% terhadap target)
C Perundangan (Perda, Pergub, Perwali dst)
4-26 D Peran serta masyarakat dan swasta Rendahnya
partisipasi
1. Dokumen perencanaan (MP, FS, DED) Belum memiliki Masterplan
4-27
dan
pengendaliaan. 9. Sarana penunjang TPA kurangnya
sarana
penunjang yang terdapat di TPA seperti
escavator, dumptruck serta tangki air.
Belum Ada
4.1.3.6 Analisis Kebutuhan Pengembangan Persampahan
A. Analisis Kebutuhan
Dalam menganalisis kebutuhan Sistem Persampahan adalah uraian faktor-faktor yang
mempengaruhi sistem pengelolaan persampahan kota, baik itu untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development
need).
Menguraikan kebutuhan komponen pengelolaan persampahan yang meliputi aspek teknis
operasional (sejak dari sumber sampai dengan pengolahan akhir sampah), aspek
kelembagaan, aspek pendanaan, aspek peraturan perundangan dan aspek peran serta
masyarakat, serta memperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang
telah di sepakati. Analisis yang terkait dengan kebutuhan persampahan adalah analisis
sistem pengelolaan persampahan, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis
4-28 Tabel 4.14 Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah
No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan
2015 2016 2017 2018 2019
Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
- Bentuk Organisasi Penanganan sampah lewat BLHPK Aceh Besar yaitu BLHPK Aceh Besar
4-29 Besar Besar UPT TPA
- Kualitas dan kuantitas SDM
No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan
2015 2016 2017 2018 2019
- Realisasi penarikan retribusi (% terhadap target)
4-30
No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan
2015 2016 2017 2018 2019
Sementara (unit, kondisi)
a. bak sampah 18 unit, 10 baik, 8 rusak 40 40 40 40 40
4-31
c. Lainnya
Pengangkutan (unit, kondisi)
a. Dump Truck 16 unit, baik 3
b. Arm Roll Truck 6 unit, 5 baik, 1 rusak 2
c. Compactor truck 1 unit, rusak 0 0 0 0 0
Pengolahan (unit, kondisi)
a.Sistem 3R 2 unit, baik 2 2 3 4 4
b. Incinerator 2 unit, baik 0 0 0 0 0
TPA
1. Pemprosesan Akhir (unit, kondisi)
a. Alat Berat
(Buldozer, excavator, dll) 0 0 1 0 0
b. Lahan TPA 0 0 0 0 0
2. Fasilitas Umum
(baik, rusak, aspal, tanah,
dll) - - - - -
a. Jalan Masuk Baik - - - - -
b. Air Bersih Baik - - - - -
c. Kantor Baik - - - - -
3. Pengendalian perencanaan di TPA
- - - - -
No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan
2015 2016 2017 2018 2019
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
a. Lapisan kedap air Baik - - - - -
b. Pipa pengumpul lindi Baik - - - - -
c. Instalasi pengolahan
lindi Baik - - - - -
4-32
e. Pipa gas metan Baik - - - - -
f. Sumur Monitoring Baik - - - - -
g. Drainase air hujan Baik - - - - -
4. Sarana Penunjang - - - - -
a. Jalan operasi Baik - - - - -
b. Pos jaga Baik - - - - -
c. Bengkel, garasi,
tempat cuci kendaraan Baik - - - - -
d. Jembatan timbang Baik - - - - -
e. Tanah penutup Baik - - - - -
4.1.3.7 Identifikasi Permasalahan Drainase Perkotaan
Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan sasaran yang
ingin dicapai, untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) dan kebutuhan pengembangan (development need) yang ditinjau dari aspek
teknis, keuangan dan kelembagaan. Selain itu di lakukan inventarisasi persoalan setiap masalah yang sudah di rumuskan dengan
mempertimbangkan tipologi serta parameter- parameter teknis yang ada di kawasan tersebut.
Dari kegiatan inventarisasi tersebut akan di dapatkan data-data permasalahan teknis dan non teknis pada sub sektor drainase.
Permasalahan Pembangunan Sektor Drainase di Indonesia secara umum adalah:
- Kapasitas sistem drainase tidak sesuai dengan kondisi saat ini;
- Belum memadainya penyelenggaraan sistem drainase.
i. Tantangan Pengembangan Drainase
Tantangan sesuai karakteristik Pemkab. Aceh Besar terkait pembangunan sektor drainase. Tantangan yang di hadapi secara umum di
4-33 dan sarana drainase yang sudah terbangun, peningkatan dan pengembangan sistem yang
ada, pembangunan baru secara efektif dan efisien yang menjangkau masyarakat
berpenghasilan rendah dan menunjang terwujudnya lingkungan perumahan dan
permukiman yang bersih dan sehat serta meningkatkan ekonomi masyarakat
berpenghasilan rendah.
Tantangan lainnya adalah adanya Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang
Standar Pelayanan Minimum menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang
menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang di
tetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari
beban dan tanggung jawab kelembagaan yang menangani bidang ke PU an, khususnya
untuk sub bidang Cipta Karya yang di tuangkan di dalam dokumen RPI2-JMCK yang
merupakan tantangan tersendiri bagi pelayanan pengelolaan Drainase. Target pelayanan
dasar bidang Drainase sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010
4-34 Tabel 4.15 Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya berdasarkan
Permen PU No.14/P RT/M/2010
Jenis Pelayanan Dasar Standart pelayanan Minimal
4.1.3.8 Analisis Kebutuhan Drainase
A. Analisis Kebutuhan
Menguraikan faktor-faktor yang mempengaruh isistem drainase kota. Melakukan analisis
atas dasar besarnya kebutuhan penanganan drainase, baik itu untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (develop
ment need). Analisis yang terkait dengan kebutuhan drainase adalah analisis Bidang Teknis maupun non teknis yang mencakup kelembagaan, pembiayaan, peraturan dan peran serta
4-35 Tabel 4.16 Analisis Kebutuhan dan Target Pencapaian Daerah Pad a Sekt or Dr ain ase
No. Uraian Kondisi Eksisting Kebutuhan
2015 2016 2017 2018 2019
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
A Peraturan terkait sektor drainase
- Ketersediaan Peraturan Bidang Persampahan (Perda,
Pergub, Perwali dst) Ada - - - -
B Kelembagaan -
- Bentuk Organisasi Belum Ada - UPTD - - -
- Ketersediaan tata laksana (Tupoksi, SOP, dan
lain-lain) Ada - - - - -
- Kualitas dan kuantitas SDM Kurang - - - - -
C Pembiayaan
- Sumber pembiayaan (APBD
Prov/Kab/Kota/Swasta/Masyarakat/dll) APBD dan Retribusi APBN APBN APBN APBN APBK
D
Peran swasta dan masyarakat (sudah ada/belum
ada/bentuk kontribusi, dll) Belum ada - - - - -
Teknis Operasional PS :
1. Aspek Perencanaan (Master Plan, FS, DED) Ada MP - - APBN - -
2. A. Saluran Ada APBN APBN APBN APBN APBK
- Primer Ada APBK APBK APBK APBK APBK
- Sekunder Ada APBN APBN APBN APBN APBK
- Tersier Ada APBK APBK APBK APBK APBK
B. Turap APBN APBN APBN APBN APBK
C. Bangunan pelengkap (gorong-gorong, pintu air,
pompa, talang, dsb) Masih kurang APBK APBK APBK APBK APBK
D. Waduk, Kolam Retensi, Sumur Resapan
Sumur resapan
4-36 4.1.4 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan
Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Aspek Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya
kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan,maupun pasca
pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur
permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan
isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarus utamaan
gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak
sehingga di perlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian
kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau
pengelolaan perlu di identifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya
tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi
masyarakat sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek
sosial adalah sebagai berikut:
1.UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan
memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung,
termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal diwilayah terpencil, tertinggal,
dan wilayah bencana Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarus utamaan gender
4-37 2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,
negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No.5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat di wujudkan melalui sejumlah program
pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja,
termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan
pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan
partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang di lakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,
pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program main dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No.9 Tahun 2000 tentang Pengarus utamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarus utamaan gender
guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasiatas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif
4-38 Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis
nasional atau pun bersifat lintas provinsi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat
strategis nasional atau pun bersifat lintas provinsi.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program
lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d. Melaksanakan pengarus utamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
2. Pemerintah Provinsi:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional atau
pun bersifat lintas kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional
ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program
lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
d. Melaksanakan pengarus utamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan ditingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang
Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
4-39
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro da nkecil, serta program
lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pengarus utamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk
bidang Cipta Karya.
- Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya a. Aspek sosial
Pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya di harapkan mampu melengkapi
kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti adalah isu
kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta
arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga di kategorikan miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m 2 per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga
lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung
/sungai /air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar
/arang/minyak tanah.
4-40
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan
500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau
pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000,-per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah /tidak tamat
SD/hanyaSD.
14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal
Rp.500.000,- seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak,
kapal,motor,atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga di kategorikan sebagai
rumah tangga miskin.
b. Pengarus utamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan
bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta
Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan,
Neighborhood Upgradingand Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) , Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat
( PAMSIMAS). Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure
Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat
bidang Cipta Karya.
- Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
4-41 1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat di perlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,
terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi
mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam
proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program
bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan
bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah
yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih
dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang
diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar
kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya
kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bila mana
pemindahan penduduk tidak dapat di hindarkan, rencana pemukiman kembali harus di
laksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut
menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajaratas
kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya
di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi
penduduk yang di mukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
- Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan
4-42 infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang
harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4.3. Analisis Lingkungan
RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan
sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Kajianaspek lingkungan dan social meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi
eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaanan tisipasi dan
rekomendasi perlindungan lingkungan dan social yang dibutuhkan.
4.3.1. Aspek Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang
Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten Aceh Besar telah mengakomodasi prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan
pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas
antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan
(UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Hidup (SPPLH)”
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan
4-43
3. Peraturan Presiden No.5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu
lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam diperkotaan dan pedesaan,
penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya
tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”
4. Permen LH No.9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
menyiapkan alternative penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar
dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak di harapkan dapat di minimalkan
5. Permen LH No.16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen
Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan PengelolaanLingkungan Hidup
atau di sebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau
UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Aceh, dan pemerintah
Kabupaten Aceh Besar dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada
UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak
4-44
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrument lingkungan hidup.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrument lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada
kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Mengembangkan dan menerapkan instrument lingkungan hidup.
e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
4.3.2. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian
Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya di singkat KLHS, adalah rangkaian analisis
yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan
4-43 KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:
1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan
infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM
bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan / Rencana / Program. Dalam hal ini,
KLHS menerapkan prinsip-prinsip ke hati-hatian, di mana kebijakan, rencana dan/atau
program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi
mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi di harapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.
Bagian ini berisi kanquic kassement KLHS RPIJM. Diagram alir pentahapan pelaksanaan
KLHS adalah sebagai berikut:
4-44 Beberapa identifikasi/kajian yang di lakukan dalam rangka KLHSRPI2-JM dapat mengutip
dokumen KLHS yang disusun dalam perumusan RTRW.
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam
RPIJM persektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2)
kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan
intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran
hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan
alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau
terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7)
peningkatan risiko terhadap kesehatandan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi
kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau
dampak terhadap isu-isu tersebut.
Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, di
laksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
1. Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi
masyarakat dan pemangku kepentingan adalah: Menentukan secara tepat pihak-pihak
yang akan di libatkan dalam pelaksanaan KLHS;
2. Menjamin di terapkannya azas partisipasi yang di amanatkan UU No.32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4. Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk
menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan
4-45 Tabel 4.17 Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam
penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat danPemangku
Kepentingan Lembaga
(1) (2)
Pembuat keputusan a.Bupati Aceh Besar
b.DPRK Aceh Besar Penyusun kebijakan, rencana dan/atau
program
Dinas PU-Cipta Karya dan Pengairan Aceh Besar
Instansi a. Dinas PU-Cipta Karya dan Pengairan
b. BPLHPK
Masyarakat yang memiliki informasi
dan/atau keahlian (per
orangan/tokoh/kelompok)
a.Asosiasi profesi
b.Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup
c.Perorangan/tokoh
d. kelompok yang memilik idata dan informasi berkaitan dengan SDA
Masyarakat terkena Dampak a. Lembaga Adat
b.REI/ Gapensi, Gapeknas c.Tokoh masyarakat d.Organisasi masyarakat e.Pawang Uteun, Panglima Laot
1. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1) Penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
2) Pembahasan focus terhadap isu signifikan; dan
3) Membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternative penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program
untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan KRP dan menjamin
pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan di sepakati bahwa kebijakan,
rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada
pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternative untuk
4-46 ada. Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP
mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan ataur Rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan,
rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak
lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau
program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan
kebijakan, rencana, dan/atau program.
d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
Kabupaten Aceh Besar yang telah menyusun dan memiliki dokumen KLHS RTRW
Kabupaten Aceh Besar, maka hasil olahan di dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan
masukan bagi kajian perlindungan lingkungan dalam RPI2-JM.
KLHS merupakan instrumen lingkungan yang di terapkan pada tataran rencana-program.
Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrument yang lebih tepat di
terapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH.
4.3.3 Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana
usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.10
Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan
Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
4-47 Tabel 4.18 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
a)Rujukan Peraturan Perundangan
i.UU 32 tahun 2009 tentang
Perlindungandan Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii.Permen LH09/2011 tentang Pedoman umum KLHS
i.UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii.Permen PPU10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU wajib UKL UPL
iii.Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL
b)Pengertian Umum
Rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh,
Dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang di rencanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.
c)Kewajiban pelaksanaan
Pemerintahdan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang
Masuk kriteria sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta)
d)Keterkaitan studi
lingkungan dengan:
i.Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPJM
ii.Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan
Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan
e)Mekanisme pelaksanaan
i.pengkajian pengaruh kebijakan,rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan