• Tidak ada hasil yang ditemukan

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 023/PUU-IV/2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RISALAH SIDANG PERKARA NO. 023/PUU-IV/2006"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

irvanag

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NO. 023/PUU-IV/2006

PERIHAL

PENGUJIAN PASAL 12 AYAT (2) UU NO. 49 Prp.

TAHUN 1960 TENTANG PANITIA URUSAN PIUTANG

NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945

ACARA

MENDENGAR KETERANGAN PEMERINTAH (II)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NO. 023/PUU-IV/2006

PERIHAL

Pengujian Pasal 12 ayat (2) UU No. 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945

PEMOHON

Kasdin Simanjuntak, S.H., dkk

(Tim Pembela dan Kedaulatan Advokat)

ACARA

Mendengar Keterangan Pemerintah (II)

Senin, 20 November 2006 Pukul 10.00 WIB

Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 7, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. (Ketua) 2) Prof. Dr. H.M. LAICA MARZUKI, S.H. (Anggota) 3) H. ACHMAD ROESTANDI, S.H. (Anggota) 4) Prof. H.A.S. NATABAYA, S.H., LL.M. (Anggota) 5) I DEWA GEDE PALGUNA, S.H., M.H. (Anggota) 6) Prof. H. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. (Anggota) 7) MARUARAR SIAHAAN, S.H. (Anggota) 8) Dr. HARJONO, S.H., M.C.L (Anggota)

9) SOEDARSONO, S.H. (Anggota)

(3)

HADIR: Pemohon : Kasdin Simanjuntak, S.H. Yan Ricardo, S.H. Darwis Marpaung, S.H. Paustinus Siburian, S.H. Pemerintah :

Qomarudin, S.H., M.H. (Dirt. Litigasi Dept Hukum dan HAM)

Mualimin Abdi, S.H., M.H. (Ka.Bag Litigasi Dept Hukum dan HAM)

Hadianto (Dirt Kekayaan Negara Depkeu)

(4)

SIDANG DIBUKA PUKUL 10.00 WIB

1. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Saudara-saudara sidang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk perkara ini dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.

Assalammu’alaikum wr.wb.

Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Seperti biasa kita mulai dengan perkenalan siapa saja yang hadir dalam sidang ini, saya minta untuk memperkenalkan diri mulai dari Pemohon dan nanti ke kiri.

Silakan Pemohon, silakan.

KETUK PALU 3X

2. PEMOHON : YAN RICARDO, S.H. Terima kasih Ketua Majelis. Assalammu’alaikum wr.wb.

Saya Yan Ricardo pekerjaan advokat dari Tim Pembela Konstitusi dan Kedaulatan Advokat, beralamat Jalan Cibulan Nomor 13A Kebayoran Baru Jakarta Selatan, terima kasih.

3. PEMOHON : KASDIN SIMANJUNTAK, S.H.

Nama saya Kasdin Simanjuntak pekerjaan advokat, terima kasih. 4. PEMOHON :PAUSTINUS SIBURIAN, S.H.

Nama saya Paustinus Siburian, pekerjaan sebagai advokat, terima kasih.

5. PEMOHON :DARWIS MARPAUNG, S.H.

Nama saya Darwis Marpaung, pekerjaan advokat dari Pemohon,, terima kasih.

(5)

6. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Bisa diperkenalkan sedikit Pemohonnya? Pemohon Prinsipalnya? Oh, semua? Bukan kuasa ya? Jadi tim, tim Pemohon? Baik kita teruskan sebelah kiri, saya persilakan Pemerintah.

7. PEMERINTAH : QOMARUDIN, S.H., M.H (DIRT. LITIGASI PERUNDDANG-UNDANGAN, DEPT. HUKUM DAN HAM)

Assalammu’alaikum wr. wb.

Majelis Mahkamah Konstitusi yang terhormat, nama saya Qomaruddin, Ketua Litigasi Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM. Sebelah saya Bapak Mualimin, Kasubdit Pendampingan.

Kami hadir karena sampai saat ini kuasa presiden belum juga turun, maka kami hadir untuk memantau jalannya sidang ini untuk kemungkinan kami laporkan pada Bapak Menteri Hukum dan HAM.

Terima kasih.

8. PEMERINTAH : RAHADIANTO (DIRT. PIUTANG NEGARA, DEPT KEUANGAN)

Assalammualaikum wr.wb.

Bapak Majelis hakim yang saya hormati, kami dari Departemen Keuangan. Nama saya Rahadianto Direktur Piutang Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara didampingi sebelah kami adalah Kasubdit Peraturan Bantuan Hukum di Dirjen Kekayaan Negara dan sebelah kanan kami adalah biro hukum dari Departemen Keuangan. Kami juga sama dengan dari Depkumham bahwa pada hari ini kami belum menerima surat kuasa substitusi, sehingga kehadiran kami pada hari ini untuk memonitor dan terhadap apa-apa yang ada nanti akan kita laporkan ke sidang berikutnya, terima kasih.

9. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Baik saya ucapkan selamat datang pada Saudara- saudara semua. ini adalah Sidang Pleno pertama ya? Sebelumnya adalah Sidang Panel yang melakukan pemeriksaan pendahuluan dan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan diberikan kesempatan sesuai dengan ketentuan undang-undang pada Saudara Pemohon dengan nasihat-nasihat dari Majelis Hakim untuk kelengkapan dan kesempurnaan permohonan dan jangka waktu empat belas hari itu sudah berlangsung, Saudara Pemohon telah mengajukan perbaikan-perbaikan. Nanti tolong dijelaskan apa saja yang diperbaiki itu, sehingga kesempatan untuk perbaikan sidang ini, sesudah sidang ini nanti permohonannya dianggap sudah final tidak bisa lagi diubah itulah nanti yang akan dijadikan dasar

(6)

untuk menilai yang dijadikan dasar oleh pihak-pihak untuk memberikan tanggapan.

Begitu juga dasar bagi hakim untuk menilai permohonan yang diajukan oleh Saudara Pemohon. Nah, untuk jelasnya meskipun permohonan tertulis Saudara sudah dibaca, sudah disampaikan oleh Pemerintah tapi untuk kelancaran persidangan ini saya persilakan Saudara Pemohon mengulangi pokok-pokoknya secara singkat disertai argumentasi atau dalil-dalil mengapa ketentuan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 ini Saudara ajukan pengujiannya ke Mahkamah Konstitusi? Pasal berapa? Khususnya Pasal 12 ayat (2) yang Saudara nilai, Saudara anggap bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945? Tolong dijelaskan apa itu argumentasinya? Biar secara jelas didengar sendiri oleh para pejabat Pemerintah dalam hal ini yang akan memberikan tanggapan pada saatnya.

Saya persilakan dulu Pemohon, silakan. 10. PEMOHON : KASDIN SIMANJUNTAK, S.H.

Terima kasih Yang Mulia atas kesempatan yang diberikan pada kami.

Secara singkat kami bacakan permohonan kami, permohonan ini adalah mengenai pengujian materiil atas Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara terhadap Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

ALASAN PERMOHONAN

1. Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara

a. Dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 disebutkan bahwa:

“Instansi-instansi Pemerintah dan badan-badan negara yang dimaksudkan dalam Pasal 8 peraturan ini diwajibkan menyerahkan piutang-piutangnya yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi penanggung hutangnya tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada Panitia Urusan Piutang Negara.”

Berhubung karena terhadap Pasal 12 ayat (1) ini tidak ada penjelasan lebih lanjut, maka Pemohon berpendapat bahwa pengertian atau maksud dari Pasal 12 ayat (1) di atas adalah bahwa apabila suatu instansi pemerintah atau badan negara mempunyai suatu piutang yang sudah tergolong sebagai piutang macet, maka instansi atau badan dimaksud diwajibkan menyerahkan piutang macet tersebut kepada Panitia Urusan Piutang Negara.

(7)

b. Selanjutnya, dalam Pasal 12 ayat (2) undang-undang tersebut di atas disebutkan bahwa:

“Dalam hal seperti dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini, maka dilarang menyerahkan pengurusan piutang negara kepada pengacara.”

Berhubung karena terhadap Pasal 12 ayat (2) ini tidak ada penjelasan lebih lanjut, maka Pemohon berpendapat bahwa pengertian atau maksud dari Pasal 12 ayat (2) di atas adalah bahwa instansi pemerintah atau badan negara dilarang menyerahkan pengurusan piutang macet kepada Pengacara.

2. Latar Belakang Pasal 12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960

Bahwa Pemohon tidak menemukan apa latar belakang terciptanya Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tersebut, baik dalam Pertimbangannya (konsiderannya) ataupun Penjelasan Umum maupun dalam penjelasan pasal demi pasal. Dalam penjelasan Pasal 12 ayat (2) hanya disebutkan sebagai cukup jelas. Dalam buku-buku sejarah, Pemohon mengetahui bahwa Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno (alm) pada suatu kurun waktu tertentu, mempunyai hubungan yang kurang harmonis dengan para sarjana hukum (jurist) di Indonesia. Hal ini terbukti dengan ucapan beliau yang kurang lebih menyatakan sebagai berikut: “Dengan para sarjana hukum (jurist) kita tidak dapat melakukan revolusi, kecuali dengan para teknokrat (insinyur)”.

Apakah hubungan yang kurang harmonis tadi yang melatarbelakangi terciptanya Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tersebut, Pemohon kurang tahu secara pasti. Yang jelas ketentuan Pasal 12 ayat (2) tersebut, menurut Pemohon sudah merendahkan dan meremehkan profesi advokat karena bersifat diskriminatif, seolah-olah profesi advokat itu merupakan profesi yang sangat berbahaya, tidak perlu atau tidak berguna bagi pembangunan bangsa dan negara.

Selanjutnya diteruskan oleh rekan saya. 11. PEMOHON : PAUSTINUS SIBURIAN, S.H.

3. Tanggapan Pemohon Terhadap Pasal 12 Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960

(8)

Terhadap ketentuan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) di atas, Pemohon memberikan tanggapan sebagai berikut:

a. Adalah merupakan hak dari negara atau pemerintah untuk menunjuk suatu instansi atau badan untuk mengurus piutang negara, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12 ayat (1) tersebut, dimana negara atau pemerintah telah menunjuk Panitia Urusan Piutang Negara untuk mengurus piutang negara. Akan tetapi, ketika negara atau pemerintah juga menentukan bahwa instansi pemerintah atau badan negara dilarang menyerahkan pengurusan piutang negara kepada seseorang atau kelompok profesi tertentu, dalam hal ini pengacara, maka negara atau pemerintah telah bertindak secara diskriminatif terhadap profesi pengacara, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12 ayat (2) tersebut.

b. Lebih jauh, negara atau pemerintah telah membuat suatu peraturan yang sifatnya adalah: merendahkan dan meremehkan harkat atau martabat profesi pengacara; berupa pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung yang didasarkan pada pembedaan kelompok, golongan atau status sosial sebagai pengacara yang berakibat pengurangan atau penghapusan pengakuan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.

c. Setiap orang yang membaca Pasal 12 ayat (2) di atas, dapat dipastikan bahwa pertama-tama ia akan berpikir, “kok ada undang-undang yang memuat suatu ketentuan bahwa instansi pemerintah atau badan negara dilarang menyerahkan pengurusan piutang negara kepada pengacara?”. Kemudian ia akan mengajukan pertanyaan, ”kenapa pengacara dilarang untuk mengurus piutang negara?. Apakah pengacara mempunyai dosa atau kesalahan terhadap negara ini? Apakah pekerjaan pengacara itu merupakan pekerjaan yang tidak benar pada ahlinya?”. Dapat dipastikan bahwa pertanyaan tidak akan habis-habisnya dan pada akhirnya kemungkinan besar ia akan membuat kesimpulan sendiri berupa, ”oh, berarti pengacara itu adalah pekerjaan yang tidak benar”. Pemohon selaku warga negara biasa, sudah barang tentu juga akan mengajukan pertanyaan yang sama dan membuat suatu kesimpulan yang sama juga dengan seseorang yang membaca Pasal 12 ayat (2) tersebut. Akan tetapi, selaku warga negara yang mempunyai profesi sebagai advokat, tentunya Pemohon mempunyai perasaan yang berbeda dengan orang yang bukan advokat bilamana membaca Pasal 12 ayat (2) tadi.

(9)

Pemohon selaku advokat merasa terhina, malu, dan diperlakukan tidak sewajarnya sebagai warga negara yang mempunyai profesi sebagai advokat, yang katanya sebagai profesi yang terhormat (officium nobile).

Sepanjang pengetahuan Pemohon, tidak ada undang-undang di negeri ini yang memuat suatu larangan yang bersifat subjektif yang ditujukan kepada profesi tertentu, kecuali kepada profesi advokat.

d. Berdasarkan tanggapan pada butir a, b, c, dan d di atas, maka Pemohon sangat keberatan terhadap ketentuan Pasal 12 ayat (2) tersebut dan oleh karenanya Pemohon sangat berkepentingan agar Pasal 12 ayat (2) tersebut dinyatakan bertentangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.

4. Pengertian Diskriminasi

Dalam Pasal 28 huruf I ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa:

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”

Diskriminasi merupakan suatu tindakan pembedaan yang dilakukan secara tak adil. Memperlakukan orang dengan keadilan dan kejujuran merupakan bagian dari tanggung jawab kita sebagai manusia yang bermasyarakat. Kita pun dituntut berdiri di depan umum untuk hal yang benar.

Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, definisi diskriminisasi adalah:

“Setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan, politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, dikriminasi adalah:

(10)

“Pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dsb.)”.

Diskrimasi mengenai status sosial adalah pembedaan sikap dan perlakuan terhadap sesama manusia berdasarkan kedudukan sosialnya.

Dalam hal ini, pengujian materiil yang diajukan Pemohon adalah menyangkut diskriminasi tentang status sosial dimana status sosial dari Pemohon adalah pekerjaan sebagai advokat.

12. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Karena ini ada yang tertulis, jadi kalau bisa ringkasannya saja. 13. PEMOHON : PAUSTINUS SIBURIAN, S.H.

Untuk itu saya akan melanjutkan kepada Kesimpulan. Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara tersebut, adalah bersifat diskriminatif dan oleh karenanya bertentangan dengan Pasal 28 huruf I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

II. HAL-HAL YANG DIMOHONKAN

Berdasarkan hal-hal sebagaimana diuraikan di atas, Pemohon memohon agar Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan sebagai berikut:

1. Menerima dan mengabulkan permohonan para Pemohon;

2. Menyatakan bahwa materi muatan dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, bertentangan terhadap Pasal 28 huruf I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

3. Menyatakan materi muatan dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.

Demikian permohonan ini kami sampaikan dan atas perhatian dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami Tim Pembela Konstitusi dan Kedaulatan Advokat. Terima kasih, Pak.

(11)

14. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, terima kasih.

Kalau boleh ditambah penjelasan sedikit ini kaitan antara Saudara ini dengan undang-undang ini, bukan Peradi atas nama organisasi yang mengajukan permohonan, tapi Anda berenam. Ini apa kaitannya dengan materi permohonan ini?

15. PEMOHON : PAUSTINUS SIBURIAN, S.H.

Memang tadi ada yang terlewat, ada baiknya juga kami bacakan mengenai kedudukan hukum kami pada hal ini legal standing pada butir B.

B. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON

Berhubung karena butir 1 selainnya itu sudah dasar karena alasan kami saja yang kami sampaikan, bahwa Pemohon adalah advokat warga negara Indonesia baik sebagai perorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama, yang menganggap hak konstitusionalnya dirugikan oleh ketentuan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 tentang Piutang Negara. Hal mana dapat dilihat dalam uraian di bawah ini.

Ketiga, bahwa Pemohon telah pernah mengajukan proposal penanganan kredit macet kepada salah satu bank milik negara (bank BUMN) dan Pemohon mendapat jawaban berupa penolakan dengan alasan bahwa menurut ketentuan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, disebutkan bahwa pengurusan piutang negara dilarang diserahkan kepada pengacara.

Jadi hubungan kami dengan undang-undang ini jelas bahwa karena kami ditolak dengan alasan pasal tersebut.

Demikian Pak.

16. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Ya, ini mengurangi rejeki ini ya! Oke, jadi sudah jelas dan apakah setelah Sidang Panel diberikan kesempatan perbaikan ada yang diperbaiki di permohonan ini atau tidak ada?

17. PEMOHON : PAUSTINUS SIBURIAN, S.H. Kami kira sudah cukup.

(12)

18. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Baik, dengan demikian memang yang tertera yang disampaikan kepada kami ini tidak berubah lagi dan ini juga yang sudah disampaikan kepada Pemerintah berarti ini bisa dijadikan pegangan untuk pemeriksaan dan penilaian selanjutnya.

Baik Saudara-saudara, karena sekarang Pemerintah memang hadir bukan dengan maksud untuk memberi keterangan resmi, maka tentu sidang yang akan datang kita akan adakan khusus untuk mendengarkan keterangan resmi. Namun sekiranya nanti ada pertanyaan hal-hal yang boleh jadi bisa dijawab yang sifatnya informatif, karena pejabat-pejabat yang terkait hadir di sini juga bisa saja ditanya oleh hakim untuk memberikan keterangan mengenai hal-hal tertentu yang belum resmi merupakan jawaban terhadap materi permohonan.

Saya ingin persilakan barangkali ada yang mau mengajukan pertanyaan. Hakim silakan, Pak Harjono silakan.

19. HAKIM KONSTITUSI : Dr. HARJONO, S.H., M.C.L

Karena saya juga menjadi hakim pada saat Sidang Panel, maka ada dua hal yang bisa saya tanyakan kepada Pemohon dan mungkin pada Pemerintah.

Tadi pada saat diklarifikasi Ketua ini sudah menjadi permohonan final meskipun diberikan kesempatan untuk memperbaiki. Pada saat itu juga saya ingatkan kalau Anda memohonkan Pasal 12 ayat (2), itu ada Pasal 12 ayat (1)-nya. Dengan saya sendiri yang menyatakan itu. Pasal 12 ayat (1)-nya itu bunyinya adalah, “instansi pemerintah atau badan-badan negara yang dimaksud di dalam Pasal 8 peraturan ini diwajibkan”, itu saya garis bawahi setelah kata berikutnya, “menyerahkan piutang yang ada pada...terus “hutangnya tidak sebagaimana yang dimaksud pada Panitia Urusan Piutang Negara”. Jadi tanpa ada Pasal ayat (2), ini pun Anda sudah kena ayat (1)-nya. Itu sudah saya ingatkan waktu itu, ini ada kaitannya, kalau Anda meminta ayat (2)-nya ayat (1)-nya tetap, yang berlaku ayat (1) tetap saja, karena diwajibkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara. Ini tidak saja pada pengacara, tidak saja pada akuntan, tidak saja pada polisi, siapapun juga tidak boleh kecuali ini. Itu sudah saya ingatkan waktu itu, coba nanti Anda perbaiki lagi tulisan di sini, apakah tetap seperti itu.

Kemudian mengenai bukti diingatkan oleh Pak Hakim Palguna pada saat itu, Anda supaya cari berita negaranya, sudah Anda sampaikan yang baru, cuma belum dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 masih PP-nya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undangnya. Padahal yang dimohonkan di sini sudah undang-undang. Berlakunya PP itu karena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961. Ini cari saja lembaran negara itu lagi untuk melengkapi, tidak ada

(13)

persoalan, hanya teknis saja, tapi perbaikan itu sudah diterima, sudah diterima.

Untuk Pemerintah. Karena ketentuan ini adalah tahun 1960. undang-undangnya tahun 1961 berlaku. Sekarang apakah ada, meskipun tidak harus siap sekarang, persiapan-persiapan untuk melakukan perbaikan terhadap undang-undang ini? Karena tahun 1961 itu belum ada BUMN yang go public, belum ada BUMN yang kemudian jual sahamnya, tapi sekarang sudah ada seperti itu. Apakah ini juga ada pikiran untuk mengubah atau apakah justru tetap dipertahankan kalau memang sudah ada perkembangan dari BUMN tahun 1961 dan BUMN sekarang? Ini terutama bank-bank ini juga sudah ada yang go public.

Ini saja yang saya tanyakan. Terima kasih Pak Ketua.

20. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Silakan.

21. PEMOHON : PAUSTINUS SIBURIAN, S.H.

Terima kasih atas pertanyaan Yang Mulia Hakim Konstitusi Harjono.

Kami memberikan jawaban bahwa dalam ayat (1) sebetulnya disebutkan bahwa pengurusan itu diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara. Pengertian panitia dalam pemahaman kami adalah sesuatu yang selalu bersifat ad hoc, sehingga kalau panitia itu dibentuk itu bisa dari bermacam-macam unsur, bisa dari ABRI mungkin, bisa dari pengacara, bisa dari kalangan lain atau profesi lain.

Dalam hal ini dalam hal panitia terbentuk ini dalam pengalaman kami bahwa dilarang pengacara menjadi bagian dari panitia itu, dalam pemahaman kami begitu. Sehingga kalau sesuai dengan pemahaman itu, maka semua alasan kami untuk meminta hanya ayat (2) sangat beralasan, sementara untuk ayat (1) kami tidak mempunyai legal standing untuk meminta supaya pasal tersebut dibatalkan. Kenyataan bahwa sekarang pengurusan piutang negara dibuat di dalam suatu direktorat jenderal, saya pikir itu adalah soal praktik dan itu tidak ada kaitannya dengan ini saya pikir.

Terima kasih Pak.

22. PEMERINTAH : RAHADIANTO (DIRT. PIUTANG NEGARA, DEPT KEUANGAN)

Terima kasih Majelis Hakim yang saya hormati.

Seperti tadi disampaikan oleh Bapak bahwa hal ini belum merupakan jawaban resmi sekedar mohon barangkali ada perkembangan mengenai undang-undang kita yang sudah lama.

(14)

Ini benar Pak Majelis, bahwa dalam pelaksanaan pengurusan piutang negara yang berasal dari penyerahan dari BUMN, baik itu perbankan maupun BUMN non perbankan dalam perkembangannya dengan PP Nomor 33 Tahun 2006 tanggalnya masih baru Pak dari tanggal 6 Oktober 2006. Jadi ada perkembangan yang baru di sini bahwa terhadap piutang perusahaan negara dan perusahaan-perusahaan daerah, perbankan dan non perbankan itu penyelesaiannya tidak lagi diserahkan kepada BUPN, tetapi penyelesaian itu berdasarkan Undang-Undang BUMN dan Undang-Undang PT. Penyelesaiannya diselesaikan secara korporasi, apa ada mekanisme korporasi?

Jadi tidak lagi diserahkan kepada Depkeu atau BUPN dan ini sudah ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87 Tahun 2006 yang intinya menegaskan dengan masalah ini. Jadi dengan demikian selintas kami dalam perkembangan, mudah-mudahan sebagai informasi ini, harapan-harapan yang tadinya dari Pemohon itu ada kecewa terhadap suatu yang tadi ditolak dari BUMN barangkali sekarang mekanismenya itu sudah tidak ada pada kami. Penyerahan pengurusan piutang negara diselesaikan secara korporasi dalam hal ini nanti Bapak-bapak bisa menghubungi dengan BUMN bagaimana korporasi yang terbaik itu.

Terima kasih.

23. HAKIM KONSTITUSI : DR. HARJONO, S.H., M.C.L

Jadi nanti tolong itu sumber-sumber yang disebut itu secara formil disampaikan, di samping juga mekanisme baru dijelaskan juga sumber-sumbernya tadi, PP-nya dan lain sebagainya bisa disertakan.

24. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik kalau begitu.

25. PEMOHON : PAUSTINUS SIBURIAN, S.H.

Begini Pak, saya pikir apa yang dikatakan oleh beliau dari Pemerintah ada benarnya mungkin begitu, itu soal penafsiran saya pikir, karena bukti yang saya dapatkan ini baru tanggal 11 September 2006. Ini surat dari Bank BRI bahwa yang menggunakan rujukan terhadap undang-undang tersebut, sehingga kalaupun misalnya sudah seperti itu yang terjadi, itu penafsiran Pemerintah, tapi ternyata Bank BRI masih berpikir seperti itu. Jadi di sini ada soal penafsiran saya pikir. Nah, di sinilah makanya kami membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi untuk menegaskan penafsiran siapakah yang betul? Jangan-jangan Depkeu keliru, justru Bank BRI yang benar, mungkin begitu. Atau Bank BRI yang mungkin keliru, Depkeu yang benar. Jadi di sini ada soal

(15)

penafsiran saya pikir yang harus diputuskan oleh yang mulia Majelis Mahkamah Konstitusi.

Demikian yang kami sampaikan.

26. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Ya, jadi memang banyak sekali peraturan perundang-undangan kita yang satu dengan yang lain saling tidak harmonis, ada juga sebetulnya penafsirannya yang tidak harmonis, normanya sebetulnya tidak harmonis, hanya waktu diimplementasikan ada persoalan tingkat informasi, informasinya yang tidak sama. A symetrical information di antara jajaran-jajaran pemerintahan sampai ke tingkat ke bawah, jadi timbul masalah. Jadi saya rasa kita lihat nanti ini apa masalahnya di normanya? Apa masalahnya diimplementasinya? Apalagi memang undang-undang ini sudah agak kuno ini tahun 1960, bukan kuno ya! Tahun 1960 belum kuno ya?

Silakan.

27. PEMERINTAH : RAHADIANTO (DIRT. PIUTANG NEGARA, DEPT KEUANGAN)

Barangkali bisa menambah.

Kalau Bapak yang disampaikan tadi oleh Pemohon itu bulan September ya Pak? Kami bulannya Oktober tanggal 6 ini PP-nya itu 6 Oktober. Jadi barangkali apa yang disampaikan pada waktu itu (...) 28. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Belum sampai itu saya rasa.

29. PEMERINTAH : RAHADIANTO (DIRT. PIUTANG NEGARA, DEPT KEUANGAN)

Memang PP-nya

30. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Memang belum lahir barangkali.

31. PEMERINTAH : RAHADIANTO (DIRT. PIUTANG NEGARA, DEPT KEUANGAN)

Barangkali benar, tapi mungkin kalau sekarang tidak seperti itu, karena tanggal 6 Oktober ini (…)

(16)

32. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Baik, kalau begitu ini.

Baik, silakan ada lagi pertanyaan?

33. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H., M.H

Begini Saudara Pemohon, pada waktu itu juga saya sebagai anggota Panel sudah meminta kepada Saudara Pemohon untuk mencoba memeriksa maksud dari Pasal 12 ayat (2) ini, karena ini berkaitan dengan pasal-pasal ini. Kita tidak bisa membaca itu secara tersendiri. Waktu itu saya meminta Saudara untuk menganalisisnya dalam kaitan dengan Pasal 10 khususnya ayat (2) dan ayat (3), lalu Pasal 5 dan Pasal 6. Waktu di Pasal 5 itu dikatakan ”dengan keputusan Menteri Keuangan, Panitia Urusan Piutang Negara dapat ditugaskan untuk bertindak selaku likuidatur dari suatu badan negara yang telah dilikuidasi,” itu misalnya ketentuannya demikian.

Yang kedua, Panitia Urusan Piutang Negara berwenang untuk mengeluarkan surat paksa yang berkepala atas nama keadilan, dan huruf b-nya meminta bantuan jaksa, apabila terbukti ada penyalahgunaan pemakaian kredit oleh pihak penangggung utang untuk mendapatkan pengurusannya.

Kemudian Pasal 10 nya dikatakan di ayat (2), ayat (1) menyatakan pernyataan bersama, pernyataan bersama ini mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti putusan hakim dalam perkara perdata yang berkuatan pasti untuk mana pernyataan bersama ini berkepala atas nama keadilan. Lalu ayat (2)-nya pelaksanaan ini dilaksanakan oleh ketua panitia dengan mengeluarkan surat paksa yang dapat dijalankan secara penyitaan dan pelelangan barang-barang kekayaan penanggung hutang, dan secara penyanderaan terhadap penanggung hutang.

Ketika meminta Saudara untuk menghubungkan dengan pasal-pasal ini, apakah dengan kewenangan Panitia Urusan Piutang Negara yang demikian mungkin itu diserahkan kepada advokat? Itu pertanyaan saya yang tampaknya Saudara, saya tidak mengerti tetapi sudahlah saya menganggap pendirian Saudara adalah seperti yang di permohonan sekarang ini. Di samping itu ada terminologi hukum yang tampaknya juga memang harus memberikan kejelasan. Apakah pengertian Saudara mewakili atau bertindak atas nama klien itu sama artinya dengan pengurusan? Sebab pengurusan itu artinya berbeda kalau dalam terminology, misalnya berkaitan dengan pengurusan soal piutang. Itu misalnya akan berkait dengan, misalnya kalau berkaitan dengan perusahaan yang bangkrut itu tentu lain lagi pengertian pengurusan itu. Ini yang dulu saya nasihatkan supaya Saudara memperhatikan itu, tetapi saya melihat di perbaikan permohonan memang tidak ada kaitan yang menyentuh ke situ tampaknya. Bahkan Saudara memberikan penafsiran sendiri tentang Panitia Urusan Piutang Negara yang konon bisa

(17)

masukkan unsur pengacara suatu hal yang tidak mungkin, karena menurut Pasal 2 ayat (3) di situ telah ditentukan siapa anggotanya Panitia Piutang Negara itu yaitu terdiri dari pejabat dari Departemen Keuangan, pejabat angkatan perang, pejabat pemerintah lain yang dianggap perlu. Jadi tidak mungkin seperti tafsir Saudara ketika menjawab pertanyaan yang berhormat bapak Hakim Harjono tadi, oleh karena itu hal-hal ini yang saya mohon mencermati di dalam permohonan tetapi sampai batas waktu habis ternyata tidak dilakukan perbaikan menyangkut soal-soal itu. Jadi kami harus menerima permohonan ini sebagaimana adanya sekarang, itu dulu yang saya nasihatkan.

Yang kedua saran saya kepada Pemerintah, ini mengingat persidangan yang berkali-kali berlangsung di sini, jadi nanti kalau pemerintah memberikan jawaban mohon agar terkooordinasi, supaya tidak sendiri-sendiri, yang ini jawabannya begini, yang ini jawabannya lain. Walaupun nanti itu keterangan resmi untuk menghindari hal-hal yang sifatnya kontradiktif antar satu keterangan dengan keterangan lain, atau paling tidak bukan kontradiktif mungkin yang secara tata urut logika, berjalan begitu.

Kalau misalnya memang di situ ada masalah yang bertentangan antara satu perundangan dengan perundangan yang lain disampaikan tidak masalah tentu kami yang harus menilai, tapi maksudnya koordinasi itu yang diperlukan apa jawaban pertanyaan pokok dari hal yang diajukan oleh Pemohon ini. Itu yang tadi disampaikan nanti urutannya bagaimana, cara berkoordinasinya itu yang perlu disampaikan. Hal-hal yang sudah kami nasihatkan kepada Pemohon itulah dia, mungkin itu menjadi bahan yang harus dianalisis oleh pemerintah termasuk perkembangan terakhir yang berkaitan dengan persoalan yang dimohonkan sebagaimana tadi dijelaskan oleh Bapak dari Departemen Keuangan ini.

Demikian Bapak Ketua, terima kasih. 34. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

Satu lagi supaya dicatat dulu.

35. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S. NATABAYA, S.H., LLM.

Kepada Pemohon, ini Panitia Urusan Piutang Negara ini, ini badan pemerintah atau apa ini?

36. PEMOHON : KASDIN SIMANJUNTAK, S.H. Badan pemerintah Yang Mulia.

(18)

37. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S. NATABAYA, S.H., LLM.

Ini kan badan pemerintah, dan ini badan administrasi negara yang dibentuk pemerintah. Sama dengan pajak, oleh karena ketentuan-ketentuan mengenai yang mengenai pajak ada kaitannya dengan ini. Jadi dia menugaskan kepada panitia ini untuk menagih piutang negara, oleh karena itu dia membuat sesuatu atas nama keadilan dengan paksa. Jadi tidak ada kaitannya sama sekali menghilangkan itu. Coba baca, sampai berapa keputusan ini, jadi tidak ada kaitannya menghilangkan segala macam panitia itu. Kepada pemerintah tadi apa yang disebutkan oleh pemerintah tadi ?

38. PEMERINTAH : RAHADIANTO (DIRT. PIUTANG NEGARA, DEPT KEUANGAN)

Peraturan pemerintah.

39. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S. NATABAYA, S.H., LLM. Yang kita bicarakan ini undang-undang.

Saya mau bertanya ini dari mulai Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini, tahun 1960 itu, sudah banyak dikeluarkan. Keppres Nomor 21 Tahun 1991, Kepmen Nomor 29 Tahun 1993, Kepmen keluar lagi tahun 1995, Kepmen lagi tahun 2000, semuanya itu menunjukkan ada perkembangan terhadap itu. Kalau Bapak tadi mengatakan tidak ada lagi, itu piutang urusan negara itu adalah bagian Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara. Jadi ada dua badan yang di bawah Departemen Kehakiman itu, pejabat eselon I itu mengurus mengenai urusan piutang negara dan lelang negara dan itu dipisahkan. Sekarang urusan piutang negara itu masih ada atau tidak?

40. PEMERINTAH : RAHADIANTO (DIRT. PIUTANG NEGARA, DEPT KEUANGAN)

Masih ada Pak.

41. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S. NATABAYA, S.H., LLM. Siapa yang mengurusnya?

42. PEMERINTAH : RAHADIANTO (DIRT. PIUTANG NEGARA, DEPT KEUANGAN)

(19)

43. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S. NATABAYA, S.H., LLM. Kami itu siapa?

44. PEMERINTAH : RAHADIANTO (DIRT. PIUTANG NEGARA, DEPT KEUANGAN).

Ada namanya Direktorat Kekayaan Negara. 45. HAKIM : Prof. H.A.S. NATABAYA, S.H. LLM.

Direktorat Kekayaan negara, jadi tetap ada kan? Jadi badan urusan piutang negara itu dihapus? Ah, kantornya masih besar-besar. 46. PEMERINTAH : RAHADIANTO (DIRT. PIUTANG NEGARA, DEPT

KEUANGAN)

Jadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara di dalamnya ada tugas-tugas piutang dan tugas-tugas-tugas-tugas lelang dan ada tugas-tugas-tugas-tugas pengelolaan kekayaan negara.

47. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A. S NATABAYA, S.H., LL.M

Artinya urusan piutang negara itu tetap masih ada, cuma namanya bukan lagi sekarang Panitia Urusan Piutang Negara, yang bagian dari Badan Urusan Piutang Negara.

48. PEMERINTAH : RAHADIANTO (DIRT. PIUTANG NEGARA, DEPT KEUANGAN).

Maaf panitianya masih ada Pak, karena panitia ini interdepartemental, jadi sementara(…)

49. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A. S NATABAYA, S.H., LL.M

Jadi yang hilang itu adalah Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara diganti dengan Direktorat Jenderal Kekayaan piutang Negara. Di dalamnya masih ada Panitia Urusan Piutang Negara, kan? Pasti tetap berinduk kepada undang-undang tadi, kan? Jadi Peraturan Pemerintah itu hanya pengembangan daripada administrasi di dalam deperteman keuangan negara itu. Bahwa negara itu tetap mempunyai piutang, itu pasti. Ini siapa yang mengurusnya? Maka yang mengurus panitia, tidak diserahkan kepada swasta kan? Pengacara itu swasta kan? Cukup.

(20)

50. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Begitu.

51. PEMERINTAH : RAHADIANTO (DIRT. PIUTANG NEGARA, DEPT KEUANGAN))

Menambah sedikit Pak, Peraturan Pemerintah Nomor 33 tadi itu hanya mengenai piutang negara yang berasal dari BUMN, sementara piutang dari instansi pemerintah masih menjadi tugas kami.

Terima kasih.

52. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Ada dipisah ya? Baik ada lagi pertanyaan? 53. HAKIM : MARUARAR SIAHAAN, S.H.

Sama Saudara Pemohon ini, kalau kita andaikan bahwa negara itu atau BUMN-nya juga sebagai legal person seperti orang Saudara, bolehkan negara itu memiliki hak untuk menyelesaikan tugas pengurusan urusan-urusannya bukan kepada pengacara misalnya, bolehkan dia menentukan itu sedemikian rupa seperti Saudara boleh menentukan bahwa yang urusan Saudara itu bukan si A, bukan si B? Itu salah satu pertanyaan saya. Apakah itu termasuk hak-hak dasar yang sama pentingnya dengan apa yang Saudara katakan tadi untuk tidak didiskriminasikan?

Yang kedua, saya melihat judul Saudara itu sebagai Tim Pembela Konstitusi dan Kedaulatan Advokat. Kira-kira apa dasarnya Saudara mengklaim diri sebagai pembela kedaulatan advokat? Karena dari sudut organisasi dan dari sudut jumlah tampaknya tidak ada suatu kesan yang bisa kita ambil bahwa Saudara bisa mengatasnamakan kedaulatan seluruh advokat, itu pertanyaan saya. Tapi kepada Pemerintah begini Pak, saya tadi mengingat bahwa Peraturan Pemerintah itu yang Saudara kutip sudah menyimpangi apa yang dikatakan oleh Pasal 8 itu bahwa ada kewajiban untuk menyerahkan urusan piutang kepada PUPN. Masalahnya sekarang kira-kira konsistensi daripada Peraturan Pemerintah terhadap suatu undang-undang bagaimanakah pemerintah melihatnya? Dan bagaimana Menteri Keuangan juga melihatnya? Dalam pengalaman kita sudah terlalu sering ini undang-undang dilanggar. Pertama ditahun 1980-an saya bertanya begini karena banyak juga bank yang tidak menyerahkan piutangnya kepada PUPN tetapi membawa langsung ke pengadilan.

Karena saya pernah ketua pengadilan, saya kira otentik apa yang saya katakan, dan saya bertanya kepada mereka kenapa disimpangi undang-undang ini? Dia mengatakan begini tapi ini confidential untuk

(21)

Saudara, katanya kalau diserahkan ke PUPN jarang menjadi jelas itu piutang itu katanya, kalau melalui pengadilan lambat tapi jelas. Bisa barangkali nanti diberikan penjelasan apakah termasuk itu suatu jalan pikiran untuk tidak membolehkan ini kepada pihak pengacara.

Yang kedua, keluhan yang kita dengar dari para debitur banyak betul beban yang sesungguhnya tidak harus masuk menjadi bagian dari utang, oleh karena ongkos-ongkos di PUPN itu sehingga menjadi lebih bengkak utangnya apakah benar demikian? Kalau memang itu sekarang bagaimana status Undang-Undang Nomor 49 itu di mata pemerintah. Apakah ini masih suatu undang-undang yang berlaku? Karena berdasarkan Peraturan Pemerintah itu sudah ingin disimpangi atau masih berlaku? Demikian.

Yang kedua tadi pertanyaan saya tidak usah dijawab nanti saja dalam tertulis, karena saya yakin Anda tidak punya data mengenai itu, tapi otentik karena salah seorang pimpinan bank yang menyatakan secara resmi dalam suatu pembicaraan atau seminar antara Mahkamah Agung dengan PUPN, dan pimpinan-pimpinan bank saya ingin klarifikasinya tertulis saja Pak.

54. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H. Silakan.

55. PEMOHON : KASDIN SIMANJUNTAK, S.H.

Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati.

Mengenai pertanyaan Bapak yang nomor satu, perlu kami jelaskan sebagai berikut, bahwa menurut Pemohon sebetulnya Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 ini sudah jelas, bahwa adalah merupakan hak negara atau pemerintah untuk menunjuk suatu badan atau panitia mengurus tentang piutang negara, tapi begitu ada ayat (2)-nya Pasal 12 ayat (2) mengatakan ”bahwa dalam hal seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini maka dilarang menyerahkan kepengurusan piutang negara kepada pengacara.” Bagi kami suatu pasal yang tidak perlu ada, karena dalam ayat satunya sudah jelas sebetulnya disebutkan, Panitia Urusan Piutang Negara itu anggotanya siapa saja sudah jelas, tapi bagi kami yang menjadi masalah karena dalam Pasal 12 ayat (2) disebutkan ada kata-kata “dilarang pengurusan piutang negara kepada pengacara” ini merupakan tanda tanya bagi kami.

Itu saja Majelis Hakim yang mulia. Terima kasih.

56. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.

(22)

57. PEMERINTAH : RAHADIANTO (DIRT. PIUTANG NEGARA, DEPT KEUANGAN)

Terima kasih Pak.

Bapak Majelis Hakim yang kami hormati.

Mengenai PP tadi, sebenarnya Peraturan Pemerintah ini mendasarkan kepada undang-undang keberapa. Jadi dimana di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, itu pengertian piutang negara itu tidak termasuk piutang BUMN yang dipisahkan atau kekayaan negara yang dipisahkan. Jadi hanya piutang negara yang berkaitan dengan yang bersumber dari dana APBN, oleh karena itu piutang-piutang dari bank BUMN atau kekayaan negara yang dipisahkan itu tidak termasuk pengertian piutang negara seperti yang dimaksud dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004. Dan berdasarkan Undang-Undang BUMN dan Perseroan terbatas penyelesaian piutang BUMN itu diselesaikan bagian korporasi. Jadi Peraturan Pemerintah-nya berdasarkan Undang-Undang Perbendaharaan Negara.

Terima kasih.

58. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDDIQIOE, S.H.,

Baik, barangkali sudah cukup ini untuk sidang pertama ini, dan kita akan kita akan lanjutkan ke sidang berikutnya, dan diharapkan karena perkara ini tidak sulit ini, jadi mudah-mudahan bisa cukup satu kali sidang saja untuk pembuktian.

Di dalam sidang berikut itu Saudara Pemohon kalau mau mengajukan bukti-bukti melalui misalnya ahli, tolong disiapkan, diajukan siapa ahlinya. Sementara itu pemerintah juga bisa kalau mau begitu mencari ahli juga. Dan di samping tentu saja keterangan resmi dari pemerintah perlu disampaikan dalam sidang yang akan datang itu.

Biasanya keterangan pemerintah maupun DPR umumnya itu kan sangat formalistis, biasanya itu. Kami ingin mengingatkan bahwa karena posisi pemerintah itu informatif, sumber informasi, maka sebagusnya informasi sebanyak mungkin untuk melengkapi, karena ini menyangkut undang-undang yang sudah sangat lama dan perkembangannya sudah sangat banyak. Jadi kalau bisa yang diperlukan itu adalah informasi. Belum tentu posisi pemerintah itu berbeda dengan posisi Pemohon, bisa saja sama, begitu kan? Apalagi ini bukan menyalahkan siapa-siapa,ini undang-undang buatan zaman dulu tahun 1960 iya kan? Banyak anggota DPR kita belum lahir itu, yang membuat sekarang ini tahun 1960. Jadi memang dalam pengujian undang-undang posisi pemerintah dan DPR dalam hal ini sumber informasi, pemberi keterangan, bukan pihak yang berperkara seperti dalam perkara perdata atau perkara pidana.

Jadi Saudara Pemohon pun tidak usah marah-marah kepada Pemerintah, iya kan? Nanti Saudara marah-marahnya kepada

(23)

undang-undangnya, dan kalau memang undang-undangnya bisa dibuktikan bersalah, kita hukum undang-undangnya, cara menghukumnya dicabut pasalnya. Jadi kita harapkan mudah-mudahan nanti keterangan Pemerintah itu orientasinya memberi sebanyak mungkin informasi komprehensif mengenai perkara ini. Siapa tahu kepentingan Anda sama. Jadi ketentuan mengenai piutang negara, ketentuan mengenai uang negara, sudah berubah. Apa lagi sudah ada Undang-Undang tentang Keuangan Negara, Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara boleh jadi sudah memang sudah ketinggalan ini. Nah, cuma di dalam praktik, karena undang-undang itu masih berlaku mengikat, dia menimbulkan kebingungan aparat pelaksana di bawah. Sehingga ada saja kemungkinan dalam penerapannya itu menimbulkan masalah. Ini yang dialami oleh Saudara Pemohon ini, tapi itu pun masih harus kita buktikan, apa betul? Boleh jadi karena kekeliruan saja atau belum sampai tadi informasi mengenai perubahan kebijakan baru yang baru bulan Oktober tadi. Jadi dengan kata lain sidang ini akan kita tutup, kita lanjutkan sidang berikutnya, Anda harus siapkan, mau menyampaikan Ahli? Atau apa atau Saksi? Ahli saya rasa yang paling relevan dalam hal ini. Pemerintah juga demikian. Saya silakan apa mau mengajukan ahli. Atau sudah Ahli sendiri, bagaimana?.

59. PEMOHON : PAUSTINUS SIBURIAN, S.H.

Mengajukan keterangan tambahan saja Pak sehubungan dengan pertanyaan Hakim Palguna. Tadi Bapak Palguna kami pikir mestinya kami memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai (…)

60. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H.

Kenapa tidak menggunakan kesempatan? Itu hak Anda itu untuk pembuktian. Ada Ahli, kalau tidak, tidak apa-apa.

61. PEMOHON : PAUSTINUS SIBURIAN, S.H.

Karena ahli pada masa lalu sudah tidak ada lagi Pak, Ahli sekarang kan sudah (…)

62. KETUA : Prof. Dr. JIMLY ASSHIDIQIE, S.H.

Banyak, jangan melecehkan bangsa Anda sendiri, banyak sekali. Anda tidak ahli, menganggap Indonesia tidak punya, banyak sekali.

Baik ya, jadi kalau misalnya nanti saya beri kesempatan satu minggu ini, kalau Anda pikir-pikir mau mengajukan, ajukan tertulis, begitu ya? Kalau memang tidak ya sudah, nanti kita akan tentukan sidang berikutnya di waktu yang sesuai.

(24)

Baik, dengan demikian Saudara-saudara, sidang Mahkamah Konstitusi untuk perkara ini saya nyatakan ditutup.

KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

Kernel yang dapat dipakai adalah kernel filter lolos-tinggi dengan nilai di pusat diisi dengan nilai yang lebih besar daripada nilai pada posisi tersebut untuk

Satu faktor yang menjadikan kita mesti beradai pada tempat bersaing dengan masyarakat lain; mengapa universiti kita tidak boleh berada di Sintok, tidak boleh sahaja berada

Berdasarkan hasil temuan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan pola pembinaan dan pengawasan kepala sekolah, dan disiplin guru

Kerjasama Polines-PLN Politeknik Negeri Semarang yang dapat dilakukan adalah validitas, reliabilitas dan menentuan tingkat kesulitan pada tiap-tiap butir soal ujian

Kita bisa menemukan lingkaran pada alat musik, peralatan rumah, bagian mobil, benda logam, roda, dan beberapa istilah yang menggunakan kata

Dan ketika siswa dalam kelas tersebut sudah terlihat siap untuk menerima materi pelajaran, selanjutnya Bapak Masadi akan melakukan tanya jawab dengan para siswa sebagai

Dalam bahasa Inggris ada ungkapan-ungkapan yang digunakan untuk memperkenalkan diri sendiri dan seseorang atau orang lain, memberikan salam kepada orang yang

Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Earning per Share, Rerturn on Asset, Return on Equity, dan